Fujimaki tadatoshi own Kuroko no Basuke黒子のバスケall stars
Au, typos & maybe ooc
.
.
.
.
.
Aku manajer, dia pemain.
.
.
.
Tahun terakhirku sebagai murid senior di junior high school akan segera berakhir dalam tiga bulan, tapi perasaan yang telah kusimpan sejak musim semi di tahun pertamaku belum juga terungkap. Kami bekerja sama dalam satu tim. Aku manajer, dia pemain. Tapi aku tak pernah bisa menggapainya. Dia bahkan tidak melihatku sama sekali.
Udara musim semi belum juga menyapaku. Sudah hampir akhir bulan Februari tapi suhu masih belum bergerak dari titik nol. Kadang-kadang, berlapis-lapis sweater serta syal tidak juga berhasil mengatasi kedinginan, tapi cukup berhasil menutupi dada besar.
Stasiun sudah benar-benar padat pagi ini, semua orang buru-buru agar bisa masuk dalam kereta. Tentu saja karena ada penghangatnya. Tapi tidak denganku. Entah apa yang membuatku jadi sangat lamban, aku hanya sedang tidak mood berangkat ke sekolah hari ini.
Dan benar saja. Kereta itu ternyata kereta terakhir yang akan menuju SMP Teiko tempatku belajar. Kereta selanjutnya akan berangkat pukul 10.30 sedangkan dimusim dingin kami dipulangkan pukul 1 siang. Jadi, kurasa aku akan bolos saja.
kursi panjang yang terletak tepat di belakangku begitu menggoda. Kuhempaskan diriku di kursi itu. Tak ada rasa menyesal, inilah yang memang kuinginkan. Karena jika ke sekolah, aku pasti akan melihatnya.
Dia, Tetsuya Kuroko.
Orang bilang ia begitu cepat dan tak terlihat, tapi aku melihatnya.
Sejak musim semi tahun pertamaku, aku melihatnya bermain basket di lapangan belakang yang sudah tidak dipakai. Aku tak berhasil ingat mengapa aku bisa ada disana. Namun sejak saat itu, kupastikan hati ini hanya miliknya seorang.
Entah apa yang merasukiku saat itu, aku mencalonkan diriku sendiri untuk menjadi manajer klub basket Teiko. Mungkin karena ada Tetsu-kun, mungkin juga bukan. Semua anggota menyukaiku, dan aku merasa seluruh anggota menikmati kehadiranku. Namun, aku tak pernah bisa membaca wajah Tetsu-kun. Aku tak benar-benar tahu apakah dia senang padaku atau tidak. Ia hanya membicarakan hal-hal yang penting saja. Sehingga, kadang-kadang aku sadar aku kelewat centil menggodanya.
Sebenarnya, aku tak bermaksud begitu. Hanya saja..
Jika aku menjadi diriku sendiri dan tidak berusaha menarik perhatiannya dengan menjadi centil, apakah dia akan melihatku?
-.-
Salju turun lagi. Yang benar saja.
Aku melirik arlojiku. Ternyata sudah jam 9. Jadi aku tertidur selama satu jam di stasiun kereta yang dingin ini.
"Sudah bangun..?" Suara ini, suara yang amat kukenal. Suara yang amat ingin kudengar.
"Momoi-san?" mataku terus mengerjap, leherku tak bisa menahan untuk tidak menengok ke kanan.
"T-Tetsu-kun?" Kuroko tersenyum, "Tetsu-kun! Apa yang kau lakukan? Kau tidak sekolah?"
Kuroko menyeruput teh hangat dalam paper cupnya. "Mau teh?" Tawar Kuroko.
"Tidak, terimakasih. Kau belum jawab pertanyaanku."
Kuroko mengedikkan bahunya, "Aku terlambat. Aku tak sempat naik kereta terakhir setengah delapan tadi, jadi kupikir bolos saja. Memang sudah tidak bisa, lagipula turun salju."
"Ooh begitu," keheningan terjadi cukup lama, mereka tak pernah mengobrol selain urusan klub.
"Lalu Momoi-san kenapa tidur? Disini dingin sekali."
"Aku sama sepertimu, tak dapat kereta terakhir tadi." Ralat, sebenarnya sempat kok, tapi sekali-sekali malas tak apa kan? Dan.. bahkan aku malas karena takut bertemu denganmu. Aku bolos dan ternyata justru bertemu denganmu.
Takdir?
"Kenapa tidak pulang saja?"
Momoi mengedikkan bahunya, "Ibu pasti marah."
"Berarti sama."
Keheningan kembali terjadi. Momoi ingin pulang saja, atau setidaknya pergi ke tempat dimana tak ada Kuroko. Itu menyiksanya.
"Momoi-san lapar?"
"Tidak kok." Kriiukk. Sayang sekali, perut Momoi tidak bisa diajak kompromi.
Kuroko tertawa, "Tunggu sebentar ya."
Momoi mengutuk dirinya yang sungguh memalukan. Pagi tadi ia memang tidak sarapan dan langsung berangkat ke stasiun.
Salju semakin deras, udara juga semakin dingin. Gadis berambut pink itu tak berhasil menyembunyikan rona di pipinya. Kuroko kembali dengan the hangat dalam paper cup di tangan kirinya dan donat cokelat di tangan kanan.
"Ini makanlah. Kudengar dari Kise-kun kalau Momoi-san suka donat coklat." Momoi mengangkat kedua alisnya.
"Terimakasih"
Momoi memakan donatnya perlahan. Ia yang biasanya centil di hadapan klub basket SMP Teiko ketika menggoda Kuroko, kali ini hanya bisa diam.
"Momoi-san kurasa sesekali kau harus pergi main dan karaoke dengan teman-teman perempuanmu."
"Eh memangnya kenapa? "
"Kau terlalu sibuk mengurus kami. Aku takut kau jadi tak punya kehidupan lain."
Paper cup berisi teh yang tinggal setengah itu nyaris remuk di tangan Momoi.
Tetsu-kun ternyata memperhatikanku
"Terimakasih banyak."
.
.
.
.
Udara menjadi lebih hangat beberapa hari ini. aku bisa merasakan udara musim dingin bercampur musim semi yang menyentuh kulit leher di sela-sela syalku. Semua anggota klub merasakan perubahanku. Mereka bilang aku berubah, jadi pendiam, lebih kurus, dan seperti orang sakit.
Kurasa sweater-sweaterku yang selalu berwarna cerah tidak membuatku kelihatan seperti orang sakit ah.
Laki-laki dihadapanku ini semuanya berkeringat disaat aku sedang mati-matian melawan udara dingin yang menusuk meski ini di lapangan indoor. Mereka berkali-kali bertanya apakah aku baik-baik saja.
Aku baik-baik saja kok, yang kuinginkan adalah orang yang kusukai juga menyukaiku. Aku ingin selalu dekat dengannya. tapi itu tidak mungkin, jadi mereka benar. Aku memang tidak baik-baik saja. Aku memang orang yang tidak baik-baik saja tapi bertingkah seperti orang yang baik-baik saja.
Aku jelas tidak baik-baik saja.
Aku hanya kehilangan cara untuk membuat Tetsu-kun menyukaiku.
Setelah berkas data-data anggota kurapikan, aku berniat ke kantin a membeli teh hangat. Tapi kakiku lemas sekali, ada apa ya? Bayangan disekelilingku jadi berpendar. Ah. Gelap.
"MOMOI!" Aomine berlari kearah Momoi yang terjatuh di lantai kayu lapangan basket indoor, "Aomine! Jangan sentuh!" Kuroko melempar bolanya asal dan ikut berlari kearah Momoi. Tiba-tiba kepanikan berubah jadi senyap ketika Kuroko berteriak keras sekali. Guratan khawatir jelas sekali terlihat di wajahnya, laki-laki itu merebut Momoi dari gendongan Aomine dengan kasar dan membawanya berlari keluar lapangan indoor.
Semua menyadari bahwa baru kali ini Kuroko menghilangkan suffix –kun setelah nama Aomine.
.
.
.
Bau antiseptik menusuk hidungku.
Hangat. kubuka mataku perlahan, "Tetsu-kun? Aku dimana?"
"UKS. Kau sudah sarapan?"
"Belum," Kuroko berdecih kesal. "Ini makan lah."
Baiklah. Sekarang aku tak bisa lagi menahan air mataku. Kau lemah, Momoi. Kuroko kaget, "A—apa aku—?"
"Jangan bersikap baik padaku jika kau tidak menyukaiku! Jang—"
"Dengar!"
"jangan pura-pura tidak tahu kalau aku—"
"Mencintaiku?"
AKu menutup kedua wajahku. Tak berani menatap wajah Kuroko. Ia menarik kedua tanganku dari wajahnya, lelaki itu kemudian berbisik, "Apa kau punya hubungan dengan Aomine?"
"T-Tidak.."
"Benarkah? Bagus. kalau begitu, ayo pacaran denganku, Momoi-san."
"ap—"
.
.
.
Bibir manis Kuroko menjadi jawabannya. Ciuman pertamanya dicuri oleh orang yang telah dinanti-nantikan sejak tahun pertamanya di Teiko.
"Aku mencintaimu, Momoi-san."
.
.
.
.
.
"Sayang, bisakah kau hentikan panggilan Momoi-san?"
"Tentu saja, Momoi-san."
.
.
.
.
.
.
.
.
