Title : Vampire and the Wizards

Author : Kay Yamanaka

Genre : Supranatural, Romance, Adventure

Pairing : SasuInoGaa

Rating : T

Summary : Ino bermimpi digigit seorang vampir, dan berubah menjadi makhluk yang sama. Itu adalah mimpi terburuk Ino. Tapi apa jadinya jika mimpi itu benar-benar nyata? Apa yang akan dilakukan Ino selanjutnya?

Disclaimer :-Naruto belong to Masashi Kishimoto jii-san

-Vampire and the Wizards belong to Kay Yamanaka

Warning : Abal, Gaje, Typo, OOC, AU, AH, etc…

A/N : Disini pake sudut pandang Ino sebagai tokoh utamanya ya :D Dan jangan lupa RnR, please? XD

Don't like, Don't read!

Chapter 1

Pagi itu aku terbangun dengan nafas memburu, teringat mimpiku semalam. Lega rasanya saat bisa terbangun dari mimpi burukku itu.

"Aku haus." Gumamku sambil memegang leherku yang tenggorokan didalamnya terasa kering. Kuambil segelas air putih dari meja dan meneguknya hingga habis. Aneh, masih terasa haus, padahal aku sudah minum air segelas penuh. 'Apa yang terjadi?' pikirku. Aku berlari menuju cermin rias di seberang tempat tidur, dan betapa terkejutnya aku mendapati bayangan seseorang yang tak asing. Sosok dibayangan itu terlihat seperti diriku, namun tampak bagaikan mayat dengan mata merah menyala bagaikan darah segar.

Deg!

Aku tersentak menyadari itu bukanlah bayangan seseorang yang mirip denganku. Itu aku! Dan mimpi itu juga.. jangan-jangan, itu bukan sekedar mimpi! Mungkinkah.. Mungkinkah itu nyata? Mungkinkah aku telah menjadi seperti monster itu? Apakah mungkin kalau aku sudah bukan manusia lagi? NO WAY! Kubuang semua pemikiran itu dan segera bersiap untuk sekolah.

...

Aku berjalan dengan cepat, hampir berlari bahkan, menuju ke mobil agar tak basah akibat hujan yang lebat. Kulirik jam tangan yang melingkar di tangan kiriku, jam 7.30. "Sial! Aku hampir telat!" pekikku kaget. Kupacu mobilku lebih cepat menembus lebatnya hujan, syukurlah jalanan pagi ini cukup sepi, hanya perlu menyalip beberapa mobil untuk berhasil sampai kesekolah jam 8 kurang 10 menit. Seperti biasa, aku selalu di sambut hangat oleh kedua sahabatku, Shion dan Karin. Kami sudah memulai persahabatan semenjak masih TK.

"Ino-chan! Hai!" sapa mereka sambil melambai-lambaikan tangan.

"Hay! Aku kangen kalian! Gara-gara libur panjang kemarin kita nggak bisa ketemu."

"Iya, kami juga kangen Ino-chaaan!" seru mereka serempak. Memang, diantara kami, akulah yang rumahnya paling jauh, aku juga termasuk orang yang jarang keluar karena lebih suka belajar di kamar. Jadilah, mereka lebih sering berkumpul berdua daripada bersamaku.

"Hey! Kamu sekarang pake softlens?" Seru Shion dengan tatapan menyelidik yang mengarah pada mataku.

Deg!

Aku teringat akan bayanganku di cermin tadi pagi,"hm.. ini? Iya, aku emang pake softlens. Gimana, bagus nggak?" terpaksa aku harus berbohong agar mereka tak curiga dengan perubahan warna mataku yang begitu derastis ini.

"Bagus sih, tapi kok milih yang merah gitu? Jadi kayak vampir di film-film, serem!" Jawab Karin.

'Apa?' Aku terperanjat mendengar kata-katanya, apakah aku memang sudah jadi vampir? Tidak mungkin! Vampir cuma mitos! Itu hanya ada di film!

Lamunanku tiba-tiba di buyarkan oleh tepukan seseorang di bahuku. Aku menoleh, dan melihat seorang lelaki tampan tersenyum tipis padaku.

"Hai, hime?" sapa Sasuke seraya mencium pipiku kiriku.

"Sasuke-kuunn!" senyumku lantas mengembang dan kupeluk dia dengan erat, namun entah mengapa dia tiba-tiba mendorongku, "eh? Ada apa?" tanyaku heran.

"Kamu sakit?" tanyanya khawatir.

"Apa? Nggak kok. Kenapa?" tanyaku balik.

"Badan kamu sedingin es! Wajah kamu juga pucat gitu. Yakin nggak kenapa-kenapa?"

"Jangan khawatir, aku nggak apa. Mungkin cuma karena pengaruh cuaca?" aku nyengir dengan tampang innocent.

"Benar? Kalo gitu ayo ke kelas! Shion, Karin, kami duluan!" ucap Sasuke sambil menarik tanganku menuju kelas. Sedangkan kedua sahabatku hanya terdiam memandangi kami, terlihat kebingungan.

...

Ada banyak hal aneh terjadi selama pelajaran berlangsung. Bahkan kadang aku merasa seolah bisa mengetahui sesuatu sebelum hal itu terjadi, misalnya saja ulangan mendadak pada jam terakhir.

'Gosh! Kenapa tenggorokanku rasanya kering banget? Cuaca dingin kayak gini, umumnya orang jarang mau minum, apalagi air dingin? Tapi kenapa aku terus-terusan haus?' teriakku dalam hati.

-V&W-

Di rumah, orangtuaku mengajak makan malam. Tapi aku benar-benar tak berselera. Akupun berlalu menuju kamar. Ibuku yang heran sekaligus khawatir melihat tingkahku yang tak seperti biasanyapun menyusulku ke kamar.

"Ino-chan, kamu kenapa sih? Kaa-san lihat kamu aneh beberapa hari ini?"

"Maksud kaa-san? Rasanya aku sama aja kayak biasa kok?"

"Ya... menurut kaa-san kamu beda aja, beberapa hari yang lalu kamu bahkan ngurung diri di kamar, ngapain coba?" Tanya ibuku lembut.

Aku bingung dengan ucapan ibuku, namun aku hanya mengatakan tak apa untuk sekedar menenangkan hatinya. Ibuku mengerutkan dahi pertanda tak percaya akan ucapanku. Kupeluk ibu untuk lebih meyakinkannya bahwa aku baik saja. Namun pelukan itu justru membuat jantungku berdegup kencang, tenggorokanku serasa mengkerut, dan hidungku tak henti-hentinya mencium aroma yang selama ini membuatku jijik, tapi kali ini justru tercium lezat bagiku. Darah. 'Apa yang sebenarnya terjadi padaku?'

Segera setelah ibu keluar dari kamar, aku melompati jendela kamarku seperti biasa, untuk sekedar menenangkan diri sekaligus menghirup udara segar untuk mengalihkan pikiranku.

...

Baru beberapa meter jarakku dari rumah, aku bertemu sepasang pria dan wanita yang tak henti-hentinya menatapku, seolah ada yang aneh dari penampilanku. Ah! Tapi menampilanku memang agak aneh seperti mayat hidup semacam ini. Aku tak heran mereka menatapku seperti itu. Namun aku lebih memilih untuk acuh pada sekitarku, sebelum sang pria yang menatapku itu memanggil.

"Hei! Miss?" Panggil pria yang sejak tadi memandangiku.

"Saya?" Tanyaku memastikan.

"Ya, kamu! Bisa kemari sebentar?" Seru si wanita dengan nada yang lembut.

Dengan ragu aku melangkah kearah mereka. Hingga cukup dekat dan aku bisa melihat mereka dengan jelas. Sang pria, mengenakan celana jeans biru dipadukan dengan baju hitam polos. Sedangkan si wanita, mengenakan gaun pendek tanpa lengan berwarna hijau muda. Sang pria memiliki mata berbeda warna (hitam dan merah) dengan rambut perak yang melawan gravitasi, si wanita memiliki mata hitam dengan rambut cokelat pendek. Dan… kulit mereka putih pucat, persis seperti kulitku sekarang.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanyaku ramah.

"Bolehkah saya menyentuh tanganmu?" Pinta si wanita hati-hati.

Meski bingung dan sedikit ragu, namun kuturuti saja permintaannya, tak lama ku lihat mereka bercakap-cakap, aku tak yakin bahasa apa yang mereka gunakan, tapi wajah mereka kelihatan terkejut sekaligus khawatir.

"Ada yang salah?" tanyaku pada mereka.

"Ikut kami!" ucap pria itu yang langsung menarik tanganku dan berlari, lari mereka benar-benar secepat kilat. Belum sempat aku menyadari apa yang terjadi, aku sudah mendapati diriku didalam sebuah ruangan yang terang benderang.

"A-apa yang kalian inginkan dariku?" tanyaku gugup.

"Kami hanya ingin melindungimu. Diluar sana tak aman untukmu dan orang lain yang tak tahu siapa dirimu yang sekarang." Jawab sang wanita dengan lembut. Kini aku mengerutkan kening, heran dengan apa yang mereka maksud. Memangnya aku kenapa?

"Memangnya ada apa denganku? Dan, siapa kalian sebenarnya?!"

"Aku Hatake Kakashi, dan ini isteriku, Rin. Kami sama seperti dirimu yang sekarang, seorang vampir. Jadi tak usah takut, kami tak akan menyakitimu." Jawab pria itu dengan tenangnya. Si wanita –Rin- yang tadinya sempat menghilang sebentar, tiba-tiba sudah berdiri disampingku dengan membawa secangkir penuh minuman berwarna merah, baunya seperti darah. Dan kurasa itu memang darah. Dia menyuruhku untuk meminumnya, awalnya aku merasa jijik, namun setelah kurasakan setetes... tidak buruk juga. Dan dalam waktu beberapa detik aku telah berhasil menghabiskan segelas darah tersebut. Kini rasa hausku telah hilang. Jadi itu yang kubutuhkan, huh? Darah? Sepertinya aku benar-benar sudah menjadi seorang monster!

"Bagaimana rasanya?" tanya Rin lembut.

"Tidak buruk. Lumayan enak juga." Jawabku asal.

"Tentu saja, tapi ingatlah… jangan pernah kau membunuh manusia hanya karena haus akan darah!" Kakashi memperingatkan.

Aku mengangguk. Mana mungkin aku membunuh orang? Itu hanya akan semakin membuatku jadi seorang monster! "Tapi... darimana kalian dapat darah tadi? Tadi itu darah manusia bukan?"

"Hm. Aku mendapatkan darah itu dari para pendonor di Rumah Sakit tempatku bekerja sebagai dokter." Jawab Rin.

"Kau dokter?" mataku terbelalak. Kaget tentu saja. Dia vampir! Vampir! Mana mungkin jadi dokter! Hey, ayolah? Jangan bercanda!

"Ya. Sejak enam puluh tahun yang lalu."

Sejak enam puluh tahun yang lalu? Memang usianya berapa? Padahal kelihatannya baru sekitar duapuluh lima tahunan.

"Memangnya berapa usia kalian?" tanyaku penasaran.

"Aku… seratus lima tahun, sedangkan Rin, Sembilan pulun delapan tahun. Dan berapa usiamu sendiri, err..?"

"Ino, Yamanaka Ino. Aku enam belas tahun. Tujuh belas tepatnya, dibulan september nanti."

"Dia masih muda sekali, Kakashi. Bagaimana bisa monster itu mengubah anak seusianya?" bisik Rin pada suaminya (entah bagaimana aku bisa mendengar bisikan mereka itu).

"Lalu apa yang harus kita lakukan?"

"Tentu saja, melindungi dia seperti yang lainnya."

"Jadi kita harus membawanya pergi dari sini?"

"Tentu saja!"

"Baiklah. Tapi sebaiknya kau yang menjelaskan padanya." Kakashi menghela nafas lalu memandangiku.

"Ino-chan..." Rin kini berbalik kearahku, menatapku dengan serius, "Kami minta kau ikut bersama kami pergi dari kota ini, malam ini juga!"

"APA? Apa maksudnya itu? Pergi kemana? Aku bahkan tak mengenal kalian! Kenapa aku harus mengikuti kalian?" Aku bertanya dengan nada suara yang sedikit meninggi. Bagaimana tidak? Aku baru saja bertemu mereka dan mereka sudah ingin aku ikut dengan mereka? Meski aku vampir sekalipun, aku tak bisa sembarang mengikuti orang asing dan meninggalkan keluargaku begitu saja!

"Akan berbahaya jika kau terus tinggal disini, Ino!"

"Aku bisa jaga diri!" seruku.

"Bukan hanya kau yang dalam bahaya jika kau ada disini! Tapi orangtuamu, teman-teman, dan semua orang terdekatmu juga akan dalam bahaya."

"Apa?"

"Dia benar, Ino. Vampir yang menggigitmu pasti akan memburumu kembali untuk dibunuh, dan dia akan melakukan segala cara untuk membunuhmu, bahkan menggunakan orang terdekatmu." Sahut Kakashi perlahan.

"Tapi.. aku tak bisa meninggalkan mereka begitu saja! Mereka bisa saja dalam bahaya jika aku pergi!"

"Mereka akan baik-baik saja, Ino-chan." Ucap Rin kembali lembut,"kami akan mengantarmu kembali untuk berkemas. Kau bisa menulis surat untuk mereka, tulis saja apapun yang bisa membuat mereka yakin kau baik-baik saja sebelum kita pergi."

Aku tertunduk lemah,"Baiklah.."

-V&W-

Masih dengan begitu banyak pertanyaan berkecamuk dalam pikiranku, aku bergegas membereskan barang-barangku dan menulis dua buah surat, untuk kedua orangtuaku, dan... untuk Sasuke.

"Cepatlah, Ino-chan! Kita harus ke bandara sekarang!" bisik Rin padaku.

Aku hanya mengangguk dan melanjutkan kegiatan menulisku.

"Baiklah. Sudah selesai. Kita bisa pergi sekarang." Ucapku lirih.

...

Kami tengah melaju dengan mobil hitam itu saat aku berteriak untuk meminta mereka berhenti tepat didepan sebuah rumah megah bergaya Jepang modern.

"Ada apa lagi? Kita harus bergegas!" seru Kakashi meski ia tetap menghentikan laju mobilnya.

"Aku ingin... menemui Sasuke-kun untuk yang terakhir kalinya." Ujarku lirih. "Boleh kan?"

Mereka berpandangan sebentar, tampak berpikir. Namun akhirnya keduanya mengangguk. "Cepatlah!" Rin mengingatkan.

"Hn." Aku mengangguk mantap.

...

Tok! Tok! Tok!

Ku ketuk pintu besar itu dengan hati-hati. Aku memang sengaja tak menggunakan bel, karena takut membangunkan semua anggota keluarga Uchiha.

Tok! Tok! Tok!

Ku ketuk lagi pintu itu. Namun tak ada jawaban. Tentu saja, ini sudah hampir tengah malam. Siapa yang masih terjaga jam segini? Kini kucoba mengirim sebuah pesan singkat pada Sasuke. Namun sama seperti pintu yang kuketuk barusan. Tak ada balasan. Sepertinya ia sudah tidur.

Akhirnya aku memutuskan untuk melompat ke atas dan masuk melalui jendela kamarnya yang kebetulan tak dikunci. Kulihat sosok tampan itu tampak terlelap dengan damai, rasanya aku tak sanggup meninggalkannya. Aku benar-benar mencintai pemuda itu.

Plukk!

Sebuah bingkai foto terjatuh dari tangannya. Kulirik foto yang terpampang disana, seorang pemuda berambut raven tengah memeluk seorang gadis pirang yang tertawa bahagia.

Tes!

Setitik cairan bening terjatuh dari pelupuk mataku dan menetes dilantai. Meninggalkannya adalah hal tersulit, bukan berarti meninggalkan kedua orangtuaku itu mudah, tapi... tetap saja berbeda.

Akhirnya kuputuskan untuk meletakkan kembali bingkai foto tadi bersama surat yang telah kutulis sebelumnya didalam genggamannya. Cup! Kucium pipinya sekilas, lalu kukecup bibirnya dengan lembut sebelum beranjak pergi dari ruangan itu.

"Ayo kita pergi!" seruku dengan cairan bening mengalir deras dikedua pipiku.

...

Konoha Airport. 02:00 A.M

Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya kami sampai dibandara. Sudah menjelang pagi, tapi entah kenapa rasanya aku tak mengantuk sama sekali. Segera kami memasuki bandara untuk memeriksa jadwal penerbangan, kami harus segera pergi dari kota ini. Tapi sepertinya kami belum beruntung kali ini, penerbangan terakhir ke Tokyo sudah lepas landas beberapa jam yang lalu. Kini kami harus menunggu pukul 6 pagi untuk penerbangan selanjutnya.

"Sial! Kalau begini kita akan lebih lama berada ditempat ini!" gerutu Kakashi sambil menghempaskan tubuhnya disebuah bangku bandara.

Rin mengikutinya duduk perlahan, kemudian meyentuh bahu Kakashi,"Sabar. Kita tunggu saja. Sebaiknya kita ke hotel disekitar sini, kita juga masih perlu memberi banyak penjelasan pada Ino-chan." ucapnya lembut sambil menunjuk ke arahku dengan dagunya. Sedangkan aku masih berdiri tak jauh dari mereka. Menunggu dengan tidak sabar.

Akhirnya kami sepakat untuk menginap disalah satu hotel yang berada disamping bandara. Disana, mereka menceritakan semuanya padaku. Tentang vampir-vampir jahat yang sering membunuh manusia, para werewolf yang membenci kaum vampir, dan musuh lain kaum vampir yaitu... penyihir. Menurut mereka, ada beberapa kelompok vampir yang suka mengubah manusia menjadi vampir untuk memperbanyak anggota kelompoknya, dan kemungkinan salah satu dari merekalah yang mengubahku. Tapi mereka sendiri belum yakin vampir mana, yang pasti, jika suatu hari nanti aku bertemu dengan penciptaku... aku pasti bisa merasakannya. Itu yang mereka katakan.

Sedikit demi sedikit, akhirnya aku bisa mengerti persoalan yang tengah kami hadapi saat ini. Itulah mengapa mereka menjauhkanku dari orang-orang terdekatku, mereka tak ingin keluargaku dalam bahaya. Padahal selama ini aku selalu beranggapan bahwa hal-hal semacam hantu, penyihir, vampir, atau bahkan werewolf itu hanya ada dalam dongeng, hanya karangan orang belaka. Aku tak pernah menyangka akan terlibat didalamnya, bahkan menjadi salah satunya.

-V&W-

Di bandara Tokyo, kami telah disambut oleh seorang gadis dan pria muda. Kalau dilihat dari wajahnya, usia mereka sekitar 17 atau 18 tahun. Tapi aku tak yakin usia mereka benar-benar seperti kelihatannya.

"Kau benar, nona. Usia kami memang tak semuda apa yang terlihat." Ucap sang pemuda sambil tersenyum, seolah bisa mendengar apa yang kupikirkan.

"Jangan kaget, Sai memang bisa membaca pikiran." Ujar sang gadis, "Oh ya, perkenalkan namaku Tenten, Hatake Tenten. Dan ini adalah adikku, Hatake Sai. Sebenarnya kami bukan saudara kandung, hanya anak angkat Otousan."

"Sou ka? Aku Yamanaka Ino. Dozou yoroshiku." Aku memperkenalkan diri setelah ber-ojigi.

"Iie, bukan lagi!" seru Kakashi. "Mulai sekarang namamu adalah Hatake Ino, karena sejak hari ini, kau sudah menjadi anggota keluarga kami."

"Keluarga Hatake?"

"Ya. Sekarang mari kita pulang." Ajak Rin bersemangat sambil menarik tanganku menuju mobil silver yang terparkir tak jauh dari bandara.

...

Kami sampai dihalaman sebuah mansion besar bergaya eropa, disana telah berdiri empat orang lagi yang berdiri menyambut kami. Aku diajak memasuki mansion besar yang membuatku terperangah karena keindahan interiornya itu.

"Ino-chan, ini sebagian anggota keluarga kita." ucap Rin sambil memperkenalkan mereka satu per satu padaku.

"Ini…" ia menunjuk kearah seorang gadis cantik berambut tak lazim, yaitu merah muda pendek, "adalah Sakura. Ia baik, tapi jangan buat dia marah." Kemudian ia menunjuk kearah pemuda pirang dengan senyum lima jarinya, "Dan ini adalah Naruto. Dia berisik, tapi cukup kuat."

"Hai, Ino-chan!" seru Naruto sambil lagi-lagi menunjukkan senyuman lebarnya.

Aku hanya tersenyum tipis menanggapinya.

"Mereka berdua adalah si kembar, Neji dan Hinata." Rin melanjutkan sambil menunjuk kearah dua gadis- ralat! Seorang pemuda dan seorang gadis yang memiliki wajah dan mata mirip, meski raut wajah mereka terlihat sangat bertolak belakang. "Sebenarnya masih ada beberapa orang lagi, tapi mereka ada di Konoha untuk menjaga orangtuamu."

Aku mengangguk mengerti.

"Ah, ada lagi yang perlu kau tau, Ino-chan!" seru Tenten tiba-tiba.

Aku menaikkan sebelah alisku, "Apa?"

"Kami semua- tidak! Ralat! Kita semua, memiliki kelebihan masing-masing yang berbeda." ujarnya bersemangat, "Misalnya aku, bisa memanipulasi senjata yang digunakan musuh atau bahkan teman."

"Memanipulasi?"

"Um.. mungkin lebih tepatnya, aku bisa mengendalikan senjata itu sesukaku. Kecuali untuk senjata-senjata yang berasal dari anggota tubuh mereka sendiri. Dan Sai, kau sudah tau sebelumnya kan, kelebihannya adalah bisa membaca pikiran, pikiran siapapun!" ucapnya dengan menekankan pada kata 'siapapun'.

"Lalu Okaa-san, dia adalah seorang remote viewer. Dia bisa melihat masalalu seseorang hanya dengan menyentuh salah satu bagian tubuh orang itu."

Aku tertegun. Jadi karena itu dia bisa mengetahui tentang aku yang sudah menjadi vampir? Tapi kenapa dia tak tahu siapa yang mengubahku?

"Otou-san bisa menghipnotis orang lain dengan membuat ilusi pada pikiran mereka." Tenten masih melanjutkan penjelasannya. "Sedangkan Sakura, jika dia sampai marah, dia bisa menghancurkan sebuah gedung hanya dengan tinjunya. Kau harus hati-hati padanya." Tenten berbisik, namun sepertinya Sakura mendengar, karena sekarang ia memberikan sebuah deathglare pada Tenten yang hanya ditanggapi dengan cengiran.

"Hei! Kapan kau menjelaskan kelebihanku padanya!" seru Naruto tak sabar.

"Jelaskan sendiri!" bentak Tenten tak peduli, membuat pemuda pirang itu sweatdrop seketika.

"Huh! Tidak adil! Aku.. bisa menggandakan diri! Seperti ini!" serunya bersemangat. Sesaat kemudian, ruangan itu telah dipenuhi si durian pirang. Aku hanya bisa tenganga dibuatnya. 'Bagaimana bisa dia melakukan itu?'

"Oh iya, aku hampir lupa!" pekik Tenten tiba-tiba, "Mereka berdua.." ujarnya sambil menunjuk hampir didepan mata Neji dan Hinata, "bisa melihat tembus pandang loh!"

"Apa?" Dengan paniknya aku menutupi bagian-bagian sensitive tubuhku dengan kedua tangan. Seluruh anggota keluarga diruangan itu, minus Neji, tertawa geli melihat kelakuanku.

"Tenanglah, Ino-chan. Kemampuan kami bukan seperti itu, kami hanya bisa melihat aura dari tubuh seseorang." Suara lembut Hinata menjelaskan.

"Dan kau adalah yang kami cari selama ini." Ujar Neji, "Kemampuanmu dalam melihat masa depan sangat langka, kami beruntung kau tak bergabung dengan kelompok-kelompok jahat."

"Benarkah?" Aku ternganga tak percaya. Mereka semua mengangguk pasti.

Drrtt…! Drrttt..!

Ponselku tiba-tiba saja bergetar cukup lama, menandakan seseorang sedang berusaha meneleponku, kulirik nama yang tertera dilayar itu. Dan kini tubuhku menegang.

"Kau kenapa, Ino-chan?" Tanya Hinata khawatir, aku hanya menatap kosong kearah mereka.

"Sasuke-kun." Gumamku lirih.

"Angkat saja." Ujar Sakura sambil tersenyum.

Aku mengangguk. Setelah menarik nafas cukup dalam, aku menggerakkan ibu jariku perlahan menuju tombol hijau diponselku. Kuletakkan benda mungkil itu ditelingaku setelah yakin bahwa tombol hijau telah tertekan olehku. "Moshi-moshi?"

"Ino! Dimana kau sebenarnya? Apa maksudnya surat yang kutemukan tadi pagi? Aku menelepon orangtuamu dan mereka bilang hanya menemukan surat tergeletak diatas meja belajarmu. Jangan main-main seperti ini! Sebaiknya kau pulang sekarang, aku tak suka permainan kabur-kaburan semacam ini!" seru pemuda dari seberang sana. Aku hanya bisa menghela nafas mendengarnya.

"Gomenasai. Aku... tak bisa pulang." Jawabku lirih. Aku yakin kekasihku yang jarang menunjukkan ekspresi itu tengah terkejut atas jawabanku barusan.

"Apa maksudmu? Sebenarnya ada apa denganmu itu, hah? Jangan membuat orang lain khawatir!"

"Aku.. Aku… tidak ada apa-apa!" seruku cepat seraya memutuskan panggilan dan mematikan ponselku begitu saja. 'Gomen ne, Sasuke-kun.'

-V&W-

Semua anggota keluarga kini tengah melakukan kegiatan masing-masing, sekolah dan bekerja tentu saja. Kecuali aku dan Rin yang beberapa hari ini mengurung diri dimension, lebih tepatnya aku yang dikurung sementara dan Rin yang menjaga sekaligus mengajariku cara bertahan hidup sebagai vampir yang tak minum darah manusia. Aku belum diizinkan bersosialisasi dengan masyarakat sementara nafsu makanku belum teratasi. Rasanya begitu sulit untuk mengendalikan rasa haus yang selalu muncul saat berpapasan dengan manusia. Aroma darah segar itu begitu terasa membakar tenggorokanku. Aroma darah yang diawetkan tak sebanding dengan darah segar yang masih hangat. Oh! Sepertinya aku harus lebih lama berlatih mengendalikan rasa hausku ini!

Deg!

Tiba-tiba sekelebat gambar-gambar aneh muncul dalam pikiranku, seperti sebuah video singkat yang cukup membuatku kaget.

"Ada apa? Apa kau melihat sesuatu?" Tanya Rin yang terkejut dengan sikapku.

"Aku... ya! Aku melihat sesuatu!" ucapku dengan sedikit panik.

"Apa? Apa yang kau lihat?"

"Aku melihat... dua orang pria, mereka tinggi, dengan jubah hitam yang menutupi sebagian wajah mereka, satu berambut merah dengan mata hazel, satu lagi berambut pirang, dengan mata err.. biru kurasa? Dia tampak sepertiku! Lalu ada dua orang gadis dengan jubah yang sama, yang seorang berambut ungu, dan seorang lagi berambut merah. Mereka... sepertinya menuju kerumahku!"

"Apa mereka sangat dekat?"

"Tidak! Mungkin sekitar 4 atau 5 kilometer, tapi mereka sangat cepat, dan aku yakin.. tujuan mereka adalah rumahku! Mereka mengincar orangtuaku! Aku harus memperingatkan mereka!" teriakku panik.

"Jangan gegabah, Ino!" seru Rin sambil menahan kedua bahuku. "Sudah ada yang menjaga mereka! Mereka akan baik-baik saja."

Aku menoleh padanya dengan tatapan ragu, "Apa kau yakin?"

"Tentu saja." Ia tersenyum lembut sambil melepaskan cengramannya pada bahuku.

"Beritahu aku jika kau melihat sesuatu lagi."

"Hn."

…..

Aku merasa gelisah saat ini, aku sendiri tak mengerti kenapa. Rasanya ada sesuatu yang salah, sesuatu yang mengganggu pikiranku. Rin dan yang lain menatapku dengan heran.

"Ino-chan, sebaiknya kau duduk. Orangtuamu akan baik-baik saja." Ujar Tenten menenangkanku.

"Tenten benar, mereka akan baik-baik saja." Sakura ikut menyetujui perkataan Tenten. Aku juga berusaha meyakini perkataan mereka, tapi entah kenapa, rasanya masih ada perasaan tak enak.

Deg!

Lagi-lagi terjadi, video singkat itu muncul lagi dipikiranku, seolah menjawab perasaan gelisahku sejak tadi.

"Rin-san!" teriakku histeris. Aku lupa kalau pendengaran mereka begitu tajam.

"Jangan berteriak, dan jangan panggil aku dengan Rin-san, panggil saja Okaa-san. Sekarang jelaskan, apalagi yang kau lihat?"

"Aku salah soal yang tadi siang! Mereka tidak mengincar orangtuaku! Mereka mengincar Sasuke!"

"APA?" seru mereka bersamaan.

"Sial! Aku lupa tak menugaskan beberapa vampir untuk menjaga rumah Sasuke. Aku akan segera menghubungi mereka!" seru Kakashi sedikit panic.

"Terlambat!" ucapku dengan pandangan kosong. "Mereka sudah membawanya."

"Masih ada kemungkinan belum terlambat!" sanggah Kakashi.

Aku kini hanya tertunduk lemah. Aku tak tahu apa yang akan vampir-vampir itu lakukan jika berhasil menculik Sasuke. Mungkinkah mereka akan mengubahnya? Atau justru membunuhnya? Tidak! Aku tidak akan membiarkan mereka melakukan hal buruk apapun padanya! Tidak pada Sasukeku!

"Aku akan menyelematkan Sasuke-kun!" seruku dengan mantap. Tapi Naruto menghentikanku.

"Aku yang akan menyelamatkannya. Kau.. tunggu disini!" ucapnya dengan nada serius. Berbeda sekali dengan Naruto yang biasanya.

"Aku ikut, Naruto!" seru Sakura yang bangkit berdiri dan mendekati Naruto dan aku.

"Ayo, Sakura-chan!"

"Ingat! Jangan gegabah! Mereka bukan lawan sembarangan!" ucap Rin mengingatkan.

"Kami tahu." Sahut mereka bersamaan sebelum melesat keluar tanpa aba-aba apapun.

To Be Continued...

Hola! Ini fic Kay yang entah keberapa (ditulis –ketik-), dan entah keberapa yang baru di publish. Gomen ne, kalo Kay suka publish-publish fic baru padahal yang lama belom kelar XD tapi tenang, nggak akan ada fic yang discontinue kok ^^

Jadi buat yang nungguin fic Kay yang lain (emang ada?) harap ditunggu ya ^^a

Well, sebenarnya aku mau cerita sedikit soal fic kali ini. Fic ini aslinya diambil dari novel karanganku sendiri (nggak dipublish semua sih, tapi pernah beberapa kali kutulis di blog XD). Tapi berhubung aku mentok ama tokohnya yang aku buat terlalu banyak, jadilah novel ini nggak kelar-kelar, dan aku coba jadikan fic supaya banyak yang bisa baca. Dan pengen tau gimana komentar para senpai yang ahli menulis nanggapi cerita ini. Jadi, mohon di RnR ya? XD