.

The Dragon And The Princess

.


Summary :

Barsburg Academy, sekolah gabungan masa SMP dengan wajib militer milik kerajaan Barsburg yang memang menerapkan wajib militer. (tapi bukan berarti 'nggak ada' anak perempuan ya, apalagi mengingat letak Barsburg Academy yang bersebelahan dengan Medical Academy, akademi kedokteran dan keperawatan yang sebagian besar didominasi kaum perempuan). Souichirou Sedgbear, adik angkat Kal Sedgbear yang diangkat menjadi anak oleh Miroku-Sama saat ia masuk akademi kemiliteran menjalani ujian akhirnya.


Chapter 1 : the graduation exam

Pagi ini, para siswa di Barsburg Academy mengikuti upacara pembukaan ujian akhir. Terlihat para siswa berseragam militer berbaris dengan rapi. Salah satu siswa perwakilan angkatan tahun ini yang bernama Shuri Oak, dari keluarga bangsawan Oak yang baru saja selesai memberikan kata sambutannya dan diakhiri dengan tepuk tangan para siswa. Bersamaan dengan berakhirnya upacara, terlihat seseorang yang langsung angkat kaki. Seorang anak berambut putih seperti salju dan mata biru langit (azure eye) bernama Souichirou Sedgbear.


Souichirou POV…


Kulihat, para guru yang berdiri di samping Miroku-sama bercakap-cakap mengenai kualitas angkatan tahun ini, meskipun di antara sekian banyak siswa hanya ada 20 orang yang terpilih sebagai begleiter (asisten petugas kemiliteran jajaran eksekutif elite). Aku dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan sampai aku merasa muak karena kemampuanku. Aku jadi heran sama kak Kal yang tahan aja berada di suasana kaya gitu. Aku adalah adik angkat dari Kal Sedgbear, begleiter dari kepala sekolah Barsburg Academy sekaligus petinggi di kemiliteran, Miroku-sama (sama = sebutan untuk orang yang lebih tua atau terpandang).

Okay, perkenalanku cukup. Setelah meminta tolong pada kak Kal, aku langsung angkat kaki dari tempat ini. Mumpung belum masuk kelas dan akhirnya upacara membosankan yang mengharuskanku mendengar ucapan si anak idiot dari keluarga Oak itu berakhir, aku harus bergegas mencari seseorang, karena aku tidak melihatnya sejak upacara dimulai hingga sekarang. Bukan karena khawatir terlambat, tapi karena aku khawatir dengan kondisi gadis itu yang belakangan ini sering bengong. Kalau dia udah begitu, pasti dia keliaran tanpa arah seperti pengidap 'sleepwalker'. Saat sampai di lorong gedung utama aku melihat kak Kal sedang memegang pinggul dan mengelus rambut Chitose-san yang memeluknya (dasar pasangan yang selalu mesra meski bukan lagi pengantin baru). Perhatianku tertuju ke arah gadis berambut pirang panjang bergelombang yang berkilau dengan mata jade (emerald eye) yang memegang kepalanya, akhirnya ketemu!

"Maria!".

Maria menoleh ke arahku dan tampak terkejut.

Aku menghampirinya "darimana saja kau?".

Sebenarnya aku ingin memarahinya sedikit agar ia tidak mengulangi kejadian yang sama, tapi Chitose-san memberikan penjelasan padaku sehingga aku tak jadi marah, (lebih tepatnya tak bisa marah… jangan tertawa! Kujamin siapapun akan merinding saat melihat senyum dingin yang tak bisa dibantah itu menghiasi wajah Chitose-san). Setelah kak Kal dan Chitose-san pergi, aku mengajak Maria kembali ke kelas dan menggandeng tangannya.

"ng… apa nggak apa-apa, kau menggandeng tanganku begini?".

Aku menoleh ke arah Maria yang mengatakan itu dengan tatapan mata khawatir. Si makhluk mungil nan imut ini memang sering bikin aku cemas kalau dia lepas dari pengawasanku, sehingga aku merasa jadi kakak yang overprotektif.

Aku menghela napas "kalau begitu, berhenti membuatku cemas atas semua hal yang kau lakukan di luar pengawasanku".

"ye… omonganmu seakan kau kakakku aja".

"kalau begitu, aku akan jadi kakak yang overprotektif".

"yang kumaksud apa-apa itu tentang pandangan orang-orang terhadap kita".

Aku mengerti maksud ucapan Maria barusan, memang keakraban kami sering membuat orang salah paham dan mengira kalau kami punya hubungan spesial sebagai sepasang kekasih, tapi…

"…aku tidak peduli, lagipula malah bagus untukku. Dengan begini, tidak ada perempuan yang mau mendekatiku, kan?".

Maria tidak membalas kata-kataku, terdengar kejam memang karena aku memanfaatkan keberadaan Maria tanpa menghiraukan perasaan Maria, tapi aku tak punya pilihan lain agar perempuan di sekelilingku segan.


Souichirou POV End…


Dari kejauhan, Maria dan Souichirou melihat di samping jendela kelas terlihat Shuri dengan teman-temannya menghampiri seorang anak lelaki berambut kuning kehijauan yang memiliki topaz eye khas musim gugur (coklat kekuningan) dengan bekas luka berbentuk tanda silang (X) di pipi kanannya, namanya Mikage Celestine.

"yo, Mikage, tumben nggak bareng sama 2 bekas budak tempur itu".

Mendengar ucapan Shuri tadi, Mikage langsung melotot pada Shuri "mereka punya nama, jadi jangan sebut Maria dan Souichirou seperti itu. Mereka kemana kan bukan urusanmu".


Souichirou POV…


"Meskipun mereka anak kesayangan Miroku-sama, mereka kan memang bekas budak, wajar dong aku sebut mereka gitu.".

Masalah ini lagi… Aku tahu kok, yang dimaksud Shuri adalah aku dan Maria sehingga aku menegur mereka.

"ada perlu apa dengan kami berdua?".

Sontak Shuri dan kelompoknya langsung menoleh ke arah kami berdua.

Mikage menghampiri kami berdua "panjang umur, baru aja diomongin, darimana aja kalian?".

Dengan segera aku melepaskan genggaman tanganku dari Maria sambil menghela napas dan mengelus kepala Maria "biasa, habis nyari si gadis kecil yang nyasar".

Maria celingak-celinguk dengan polosnya "siapa yang kamu sebut gadis kecil yang nyasar?".

Ini anak… nggak sadar apa dia bikin khawatir orang kaya gimana, refleks saja aku berteriak tepat di samping telinganya "KAMU lah! Emang siapa lagi?".

Maria refleks menutup telinganya dan Mikage mengalihkan arah pembicaraan agar Maria tidak kumarahi lebih lanjut "anak perempuan di angkatan kita di kelas ini kan cuma kamu, Maria. Kali ini nemu dimana lagi, Sou?".

"di lorong gedung utama sama Kal nii-, eh maksudku Kal-sensei (guru) dan Chitose-sensei, soalnya Chitose-sensei melihat dia hampir masuk ke gerbang menuju benteng Hohburg".

"jauh amat nyasarnya, pantas pas upacara tadi nggak ada".

"karena aku sadar ni anak pasti nyasar lagi, makanya aku minta Kal-sensei buat bantu cari selepas upacara".

Percakapanku dan Mikage terputus karena Shuri memotong pembicaraan "woi, beraninya kalian nyuekin kami!".

Sebenarnya para cecunguk ini mau sampai kapan sih mengganggu kami baru puas? Aku langsung menengok sambil mengeluarkan hawa membunuhku, sekedar menggertak saja "apa? Kalau masih mau bicara soal yang tadi, mau kukirim ke neraka sebelum ujian besok?".

Tentu saja aku hanya menggertak para pengecut ini, wajar kalau kubilang mereka pengecut, kan? baru kugertak begini saja mereka langsung mundur.

"oi, kalian, kalau mau bikin pertumpahan darah, tunda sampai habis ujian aja. Ada Lloyd-sensei tuh, ayo duduk".

Aku menoleh ke arah seorang anak berambut pirang dan bermata coklat karamel yang bernama Keith Bellringfield.

Aku menghampirinya "sengaja, ya?".

"siapa yang kau maksud, ya?" sahut Keith santai sambil bersiul.

Aku menghela napas sambil menautkan alis "…thanks…".

Keith hanya tersenyum simpul dan duduk di samping Mikage. Setelah aku duduk di samping Maria, Lloyd-sensei menjelaskan bahwa ujian besok akan dilihat oleh sebuah tim inspeksi yang terdiri atas beberapa unit perwira tinggi dan tentu saja Miroku-sama selaku kepala sekolah. Tiba-tiba, Lloyd-sensei menghampiriku yang duduk bersebelahan dengan Maria

"By the way, Miss Maria Magdalena dan Mr. Souichirou Sedgbear. Pada akhirnya kalian tidak pernah mengikuti pelajaranku sama sekali, ya… bapak sedih, nih".

Aku hanya menjawab secara biasa "kami dibebaskan untuk tidak mengikuti kurikulum standar".

Mendengar jawabanku dan Maria, Shuri dkk menggunjing dengan hujatan2 yang cukup membuat telinga panas seperti "piaraannya Miroku-Sama sih" atau "bisa gawat kalau wajah manisnya itu lecet".

Aku tidak peduli apapun yang mereka katakan tentangku, tapi aku tidak terima jika Maria dijelek-jelekkan. Aku hendak berdiri untuk memberi pelajaran pada mereka, tapi Maria menahan lengan bajuku dengan tatapan mata yang seakan berkata 'biarkan saja'.

Aku terpaksa duduk diam dalam rasa dongkol, kenapa juga di saat seperti ini dia pasti diam! Aku hanya bisa memperhatikan Maria yang melamun dengan ekspresi poker-face, yang membuatku merasa seperti ada dinding di antara kami. Namun, lamunanku pecah akibat ulah Mikage dan Keith. Tiba-tiba ada angin yang muncul dan menerbangkan beberapa buku porno.

"Sensei, Shuri bawa buku porno di kelas, nih!" ujar Mikage.

Begitu melihat buku yang menempel pada Lloyd-sensei, aku segera menutup mata Maria (terlalu bahaya untuk Maria yang masih polos). Lloyd-sensei yang mendapati beberapa buku porno mendarat di wajahnya hanya menjawab "tampaknya demikian" sambil melirik tajam ke arah Shuri yang menyangkal dengan wajah merah merona. Pada akhirnya, Shuri dkk pun dihukum berdiri di depan kelas sampai pulang sekolah oleh Lloyd-sensei.

Saat aku dan Maria melirik ke arah Mikage yang duduk tepat di belakang Shuri dkk, Mikage dan Keith memberikan tanda 'peace' pada kami berdua sambil tersenyum.

.

Saat pulang sekolah, di taman belakang sekolah, kami berempat menyantap makan siang kami sambil melihat ke arah langit cerah yang biru.

"cuacanya cerah, lalu… kalian bertiga, mau kaya gitu sampai kapan, sih?" ujar Maria yang heran melihatku yang mati-matian menahan tawa akibat perdebatan Keith dan Mikage mengenai buku porno tadi (buku-buku porno yang disita Lloyd-sensei itu diterbangkan oleh Mikage, sementara buku-buku itu milik Keith yang saat ini lagi ngomel-ngomel sama Mikage) yang di kambing hitamkan pada Shuri di kelas tadi. Setelah puas berdebat, Keith kembali ke asrama militer lebih dulu sekalian mengantar kakaknya yang juga bekerja di kemiliteran. Saat pesawat terbesar di kemiliteran, Labodzille lewat di atas kami dan menutupi kami dengan bayangannya, Mikage takjub atas yang ia lihat barusan.

"kalau kita lulus ujian nanti, kita akan ditempatkan di benteng Hohburg itu. aku akan berjuang di kemiliteran dan melindungi keluargaku" ujar Mikage yang tengah menyantap roti yakisoba.

Aku tak heran lagi dengan sikap Mikage ini, bahkan aku kagum dengan dia yang sangat menyayangi keluarganya "yah, karena aku tidak punya tempat lain, aku akan berjuang alih-alih sebagai balas budiku pada Kal nii-san".

Aku menyadari suatu hal saat melirik ke arah Maria yang diam membisu sambil meminum susu di tangannya.

Aku memanggilnya, sehingga lamunan Maria terpecah "eh, iya hadir. Kenapa Sou?".

"ngelamun, lagi. Besok kami tunggu kau di luar kamar dan kita pergi ke tempat ujian sama-sama, ya. Kurasa waktunya cukup, karena ujian dimulai jam 8 pagi".

"eh, nggak usah! nanti kalian yang repot!".

Mendengar ucapan Maria, refleks aku mencubit pipinya "kami bakal lebih repot kalau kamu nyasar lagi gara-gara ngelamun kaya tadi dan terlambat buat ujian nanti! Kita bertiga masuk ke sekolah di saat yang sama, jadi kita harus ikut ujian sama2 agar kita bisa lulus bersama. ngerti kan?".

Setelah mengelus pipinya, akhirnya Maria mengalah dan mengangguk.

Aku mengelus kepalanya "bagus, anak pintar".

"udah dong, jangan anggap aku anak kecil terus" ujar Maria yang menepis tanganku dan memalingkan wajahnya.

Pasti saat ini wajahnya memerah, aku sudah hapal reaksinya sehingga aku hanya tersenyum.

"tapi kalian berdua kayanya tenang banget, padahal rumornya ada juga siswa yang dikirim ke rumah sakit atau bahkan terbunuh, loh? Emang kalian nggak takut apa kalau nggak lulus?".

Aku dan Maria saling menatap satu sama lain dan berkata "nggak, tuh" secara bersamaan.

"oh, ya? kalau gitu, nggak ada salahnya kalau kita latihan dulu kan? Ayo jadi lawan trainingku, Souichirou".

"ayo".

Aku setuju saja saat melihat Mikage yang berdiri dengan mata membara, membuatku jadi ikut bersemangat dan ingin langsung latihan disini.

"good grief. Sorry, Mr. sebelum kalian berdua mulai, sebaiknya kita pindah tempat dulu atau paman tukang kebun yang melototi kalian itu mengadu pada guru atas tuduhan pengrusakan fasilitas sekolah" ujar Maria sambil menunjuk ke arah tukang kebun dekat situ, dan benar saja tukang kebun itu melototi kami bertiga.

Terpaksa ganti lokasi deh. Akhirnya di tanah kosong belakang sekolah, aku dan Mikage beradu zaiphon sementara Maria duduk di tepi air mancur.

"ah, aku nyerah deh" ujar Mikage yang terkapar.

Aku mengulurkan tangan pada Mikage "hahaha, kamu masih kurang latihan, masa baru segitu udah nyerah. Maria, kamu nggak coba training dulu sebelum besok? Biar aku yang jadi lawan trainingmu sementara Mikage istirahat. Lagipula sudah lama aku nggak lihat zaiphonmu yang unik itu".

Maria terlihat berpikir sejenak. Memang, terkadang zaiphon nggak bisa keluar saat kita berlebihan memakainya atau kondisi tubuh kita dalam keadaan tidak fit / tidak sehat alias 'lost'. Bukan hanya itu, ada masalah yang lebih besar, yaitu efek samping terhadap tubuh kami saat 'lost' yang variatif bahkan kurasa mengerikan. Maria berdiri dan mengepalkan tangan "okay. Mr. aku nggak akan segan-segan loh".

Aku tersenyum dan mengambil posisi siap "oke, ayo mulai".

Maria mengeluarkan zaiphonnya dan seperti biasa, Mikage yang melihat zaiphon Maria hanya bisa berdecak kagum dan terdiam sampai kami berhenti.

"time! Kamu memang nggak kenal ampun ya" gumamku sembari terbaring di tanah karena kecapaian.

"gimana?".

Aku melihat ke arah Maria dan mengacungkan jempol "perfect... aku jadi pengen lihat gimana reaksi Shuri dkk begitu mereka tahu control-type zaiphonmu ini. Selama ini kan kamu cuma pakai offensive-type di depan mereka".

Mikage yang mendekati kami berdua langsung menanggapi perkataanku barusan dan berpendapat bahwa control-type Maria tergolong praktis. Aku setuju dengan Mikage. Wajar saja kan? hanya dengan menuliskan huruf zaiphon yang sama dengan suatu benda, Maria bisa mengendalikan benda itu sesuka hatinya, dan dia bisa mewujudkan benda apapun (kecuali nyawa alias roh) hanya dengan menulis zaiphonnya. Setelah selesai istirahat, kami bertiga langsung kembali ke asrama. Setelah masuk ke kamar kami (karena memang kami bertiga satu kamar), secara bergantian kami bertiga mandi dan memakai piyama. Setelah Maria keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya, Mikage dan aku mandi.

Setelah selesai, Mikage mengambil minuman dan melihat wajah polos Maria yang sudah terlelap "ya ampun! Gampang amat tidurnya".

Aku keluar dari kamar mandi dan mendengar ada yang mengetuk pintu "sudahlah, mungkin dia kecapaian gara-gara keliling waktu nyasar tadi. aku keluar sebentar, ada yang ngetuk pintu. Jangan macam-macam selama aku nggak ada ya".

Hanya terdengar sahutan Mikage yang berkata bahwa itu tak mungkin terjadi saat aku melangkah keluar kamar. Setelah membuka pintu, ternyata kak Kal…

Aku menghela napas "mau ngapain?".

"oh, begitu sikapmu terhadap seseorang yang berbaik hati ingin memberitahumu soal ujian besok?".

Aku bersandar di pintu sambil menyilangkan kedua tanganku "baik, lalu ada informasi apa, kakakku?".

"dalam ujian gelombang pertama besok, para siswa akan diminta membentuk 20 kelompok, dimana tiap kelompok akan dibimbing oleh 2 orang dari para guru. Keith ada di team 10 sementara kau, Maria dan Mikage ada di team 9. Dan yang akan membimbing kelompokmu adalah aku dan Chitose".

Mendengar ucapan kak Kal, tentu saja aku kaget sampai-sampai aku hampir terjatuh dari sandaranku karena lututku lemas.

Kal nii-san pergi sambil melambaikan tangan "yah, berusahalah besok. Untuk ujian dengan taraf segitu kau pasti lulus. Besok Miroku-sama juga hadir, jadi jangan bikin malu Ayah kita, meskipun kita hanya anak angkatnya".

Mendengar ucapan kak Kal, aku segera masuk dan bersandar di pintu setelah mengunci pintu. Kalau aku tidak ingat Maria dan Mikage sedang tidur di dalam, pasti sudah kubanting daun pintu yang sedang kusandari ini. Memang, Miroku-sama adalah Ayah angkatku. Lantas, memangnya kenapa dengan hal itu? Aku berdiri menuju tempat tidurku dan menghempaskan diriku di atas ranjangku yang empuk. Aku sudah tahu resiko ini 3 tahun lalu, saat aku menyetujui pengangkatanku sebagai putranya. Meskipun aku sudah tahu kalau pak tua itu hanya menganggapku sebagai alat (dan bukan berarti aku ingin diperlakukan lembut layaknya anak sendiri) dan sudah banyak yang diambil pak tua itu, termasuk…


Souichirou POV End…


Saat Souichirou terlelap, muncul sebuah tangan yang bersinar putih, meneteskan air mata sembari mengusap rambut Souichirou sembari berbisik "…maafkan aku".

Keesokan paginya, Souichirou dan Mikage menunggu di depan kamar selagi Maria bersiap-siap. Sambil menunggu, Souichirou dan Mikage bersandar ke dinding di depan pintu kamar.


Souichirou POV…


Okay, untuk mengusir rasa bosan, aku membuka obrolan dengan pertanyaan yang pastinya mengejutkan "kamu belum bilang soal perasaanmu ke Maria?".

BLUSH!

"i, itu..." Mikage tidak melanjutkan perkataannya dengan wajah yang memerah.

Yah, sudah sejak lama Mikage bertepuk sebelah tangan dengan Maria (sejak pertama bertemu sampai sekarang), tapi berhubung Maria anak yang polos dan Mikage juga…

yah, jadinya nggak ada perkembangan deh.

Aku menghela napas dan melirik tajam pada Mikage "yah, aku nggak keberatan sih, menyerahkan dia padamu, tapi aku hanya minta kau ingat satu hal, jika sekali saja kamu menyakitinya atau membuatnya menangis, bersiaplah karena aku akan menghajarmu".

Setelah menatapku beberapa saat, Mikage bertanya tanpa ragu "Souichirou, sebenarnya kamu menganggap Maria sebagai apa? Apa… sekarang kau jadi suka padanya?".

Aku hanya tersenyum simpul (sementara Mikage merasa kalau senyum Souichirou ini terasa menahan kepahitan) "sebelumnya, bisa kau dengar ceritaku dulu?".

Aku pun menceritakan penyebab perlakuanku pada Maria yang berkaitan dengan masa kecilku. Sejak kecil aku selalu diejek karena warna rambutku yang putih, tak terkecuali oleh Shuri dkk. Tapi aku bisa menerima diriku berkat 2 orang, yaitu Maria dan adikku yang mengatakan satu hal yang sama sambil tersenyum padaku, bahwa ia menyukai warna rambutku.

"dia mengatakan sambil tersenyum, betapa ia menyukai rambutku karena warna rambutku yang putih bersih dan lembut, seperti salju. Karena itulah, aku bersikap seperti ini pada Maria. Aku sangat menyayanginya karena dia sudah kuanggap sebagai adikku sendiri. Tenang aja, aku nggak akan ngambil dia".

Mikage menepuk bahuku "Souichirou, terima kasih ya.".

Aku menoleh ke arah Mikage sambil menautkan alis karena heran "buat apa?".

"karena kamu sudah melindungi dan menyayangi Maria sebagai kakaknya. Aku yakin, bagi Maria yang tidak punya keluarga, kamu sosok kakak yang didambakannya. Karena itu juga kan kamu mengalihkan pembicaraan kita kemarin?".

Sebelum aku menjawab perkataan Mikage, Maria keluar dari kamar "maaf, lama…".

Mikage melirik Maria dengan seksama, pastinya karena terkesima dengan kecantikan Maria.

Maria yang polos hanya bertanya "kenapa, Mikage? Kok, tatapanmu begitu?".

"ah, nggak. Tumben kamu menjepit rambutmu di belakang gitu".

Maria menjelaskan pada Mikage bahwa saat akan menjalankan misi, Maria memang biasa menjepit rambutnya agar tidak mengganggu "memang kenapa? Aneh ya?".

"nggak kok, Maria. Cocok banget…".

"ngomong-ngomong, tadi kalian ngomongin apa?".

Melihat Maria yang bertanya dengan polosnya dan Mikage, aku langsung mennjawab setelah berpikir sejenak sambil tersenyum usil "nggak kok Maria, tadi Mikage bilang padaku, ada hal yang sangat penting, yang ingin dia katakan padamu setelah kita ujian. bisa, kan?".

Maria pun menjawab dengan polosnya "eh? boleh, sih?".

Mikage menyeretku dan kami bercakap-cakap sambil berbisik "apa-apaan kau?!".

"bagus kan? ini kesempatanmu untuk menyatakan perasaanmu, dasar lamban".

"tapi, kan…".

"hei, Ayo cepat kita berangkat, nanti telat lagi" potong Maria.

"roger" sahutku dengan senyum kemenangan sementara kulihat Mikage pasang wajah pucat pasi.


Souichirou POV End…


Ruang Pengawas Ujian…

"Hormat!" ujar salah satu tentara ketika sekelompok perwira tinggi memasuki ruang pengawas ujian.

Kelompok ini terdiri dari pria berambut putih bermata ungu bernama Ayanami, pria bertubuh tinggi dengan rambut hitam yang mengenakan kacamata hitam bernama Hyuuga, pemuda berambut pirang bermata coklat bernama Konatsu, gadis berambut pink bernama Kuroyuri dan begleiternya pria dengan rambut dan mata berwarna biru bernama Haruse.

"bagaimana peserta ujian kali ini?" ujar Ayanami pada Miroku-Sama.

"yah, seperti yang kau lihat" ujar Miroku-Sama yang tersenyum sinis.

Ujian telah berjalan, para siswa membentuk 20 kelompok, dimana tiap kelompok akan dibimbing oleh 2 orang dari para guru.

Mengetahui bahwa ia di team 9 yang satu kelompok dengan dua sahabatnya, Mikage memeluk Sou dan Maria dari belakang "Sou, Maria, aku bersyukur kita satu kelompok".

"selamat berjuang ya, sayangnya aku di team 10. Tapi siapa 2 guru yang membimbing kalian?" sahut Keith.

"entahlah, ini baru team 8, berarti sebentar lagi giliran kami" ujar Mikage sambil menguap.

Souichirou menyuruh ketiga sahabatnya untuk mendekatkan telinga mereka dan membisikkan "sebenarnya tadi malam aku dapat bocoran dari kak Kal yang datang ke kamar kita, kalau pembimbing kelompok kita itu kak Kal dan mantan guru kesehatan kita alias kakaknya Keith, Chitose-san".

Mendengar perkataan Souichirou, Maria, Mikage dan Keith saling bertatapan dan terkejut setengah mati sambil mengucapkan "oh… haah!" secara bersamaan.

"oh, bagus, kompak sekali. Pas ujian nanti kaya gini juga, ya".

Tiba-tiba Shuri dan keempat antek-anteknya mendekati ketiga sahabat ini "wah, sial sekali kami karena harus satu kelompok dengan BUDAK TEMPUR. Jangan sampai jadi penghalang kami ya".


Souichirou POV…


oh, my god…

Demi dewa manapun, kalau aku nggak ingat Ayah angkatku ada di sini dan kalau aku nggak ingat kalau si anak bodoh nomor satu keluarga Oak ini adalah anak dari salah satu petinggi kemiliteran Barsburg, sudah kulayangkan tinjuku. Sebenarnya apa yang bikin ni anak sampai punya dendam kesumat terhadapku dan Maria? aku berusaha tidak menghiraukannya karena kulihat Maria pun begitu, tapi…

"yawn... ucapan yang lucu dari anak manja yang berlindung di bawah nama besar ayahnya".

Tahu-tahu Mikage mengucapkan itu sambil menguap, jelas saja aku terkejut sambil tetap pasang tampang tanpa ekspresi (poker face same as Maria).

Keith bahkan menambah perkataan Mikage barusan "uph! Kenyataan yang tak bisa dibantah…".

"apa katamu! Kalian berdua…".

Seseorang menepuk tangannya sambil menghampiri kami, Kal nii-san "yak, cukup! Kalau kalian berkelahi, kalian akan didiskualifikasi".

"jika kalian terluka sebelum ujian dimulai karena berkelahi, aku tidak akan mengobati kalian" tambah Chitose.

"team 9 diharapkan memasuki ruang ujian" ujar wanita berambut merah yang bertugas sebagai pemandu ujian.

"sepertinya sudah waktunya, Kal" ujar Chitose sambil membetulkan letak kacamatanya.

"ayo, anak-anak. Kita masuk" ujar Kal.

Keith menyentuhkan kepalan tangan di pundakku "fight ya".

Aku menepukkan tanganku dengan Keith "kau juga".

Team 9 (team Maria) memasuki sebuah ruangan berbentuk setengah lingkaran yang cukup besar. Dari dalam ruangan, dapat terlihat para guru dan beberapa orang mengamati di balik kaca khusus.

Maria mendongak ke atas dan melihat ke satu titik "…Miroku-Sama...".

Souichirou dan Mikage langsung menoleh ke arah yang dilihat Maria. Miroku-Sama tersenyum sinis dan melihat dengan tatapan matanya yang seolah berkata "aku mengharapkan yang terbaik".

Souichirou yang menutup mata sembari tersenyum simpul setelah melihat tatapan Miroku-Sama hanya bisa berbisik "huh, baiklah kalau itu maumu, Ayah angkat…".

Tiba-tiba, Maria merangkulku dan Mikage sembari berbisik "dengar, dinginkan kepala kalian, tenangkan hati kalian dan jangan biarkan amarah atau perasaan negatif lainnya menguasai kalian. Lebih baik kita konsentrasi pada musuh yang sudah ada di balik pintu besi itu".

Aku dan Mikage segera waspada karena mendengar ucapan Maria barusan. Begitu pintu besi didepan kami dibuka, keluar seorang tahanan bertubuh besar dengan tangan diborgol dan penutup mata kiri. Wanita yang memandu kami mengajak Kal-san dan Chitose-san menuju ruang pengawas. Saat hendak menutup pintu lift, wanita itu berkata "tahanan ini lawan kalian, hati-hati jangan sampai terbunuh dan ingat-ingat apa yang telah kalian pelajari ya ^_^ (with smile)".

"Kenapa? Kalian takut ya? Lihat saja dari situ, Souichirou dan Maria. Kami berenam akan kalahkan tahanan ini tanpa kalian" sahut Shuri yang melihat ke arahku, Maria dan Mikage.

Karena nada perkataannya yang terdengar mengejek, aku hendak buka mulut, tapi Mikage lebih dulu membalas "kalau begitu, kenapa kamu tidak langsung maju?".

"tanpa kau suruh pun aku...".

Belum sempat Shuri menyelesaikan ucapannya, salah satu antek-antek Shuri melayang akibat pukulan tahanan itu. Tubuh anak yang melayang itu membuat goresan di wajah Shuri dan menuju posisi Maria berdiri. Dengan sigap aku menggendong Maria (ala bridal) sebelum Maria terkena antek-antek Shuri itu.

Aku menyeringai saat mendarat sambil membopong Maria "jadi, kalau tidak salah tadi kamu bilang berenam ya, Shuri? Ups, maaf, sekarang jadi berlima ya?".

Tahanan itu mulai bersiap untuk serangan lanjutan, aku melihat ke arah Maria yang masih dalam gendonganku dan Mikage yang berdiri disampingku "Mikage, berusahalah untuk bertahan, dan kamu Maria, pegangan padaku erat-erat, oke?".

Mereka berdua bergerak mengikuti instruksiku, lalu kami melompat ke beberapa arah sambil menghindari beberapa serangan dari tahanan itu. Saat semua orang di ruang pengawas melihat ke dalam ruang ujian, aku menurunkan Maria dan Mikage bergabung dengan kami berdua sambil membawa Shuri.

"akhirnya selesai juga kejar-kejarannya?" ujar tahanan itu.

Miroku-sama tersenyum sinis "nah, apa yang akan kau lakukan, Souichirou?".

Aku bisa mendengar isi hati pak tua itu dan berusaha tak menghiraukannya. Setalah aku dan Mikage membuat shield di sekeliling kami berempat, Maria segera menampakkan zaiphon yang ia buat berdasarkan instruksiku saat ia kugendong dan sejak tadi tersembunyi di lantai, tepat di bawah tahanan itu. Maria menjentikkan jari dan…

BOOM!

Terdengar beberapa teriakan orang2 dari ruang pengawas akibat control-type zaiphon yang dibuat Maria menjadi bom meletus. Suasana menjadi hening dan ruang ujian penuh dengan asap, Souichirou dan Mikage melepas shield di sekitar kami.

"apa dia sudah tumbang?" nada bicara Maria terdengar cemas.

"entahlah".

Asap yang tebal kini menipis dan terdengar suara langkah kaki berdentum.

"…kalau aku bisa… mengalahkan kalian, hukumanku… akan dipersingkat" ujar tahanan tsb yang muncul dengan beberapa luka bakar di tubuhnya dan mulai mendekati kami berempat.

"aduh, dasar keras kepala".

"mungkin kembang apimu tadi kurang kuat?" sahutku.

"Maria, Sou, jangan ngobrol aja, yang penting kalahkan dia dulu" timpal Mikage.

Sementara kami berdiskusi, ternyata Shuri berlari ke arah ruang pengawas lantai 1 dimana para pengawas (Miroku-sama, Chitose dan Kal dkk) mengawas.

Shuri memukul-mukul kaca ruang pengawas "tolong, dia akan membunuhku!".

Dengan dingin, Ayanami yang melihat perilaku Shuri berkata "memalukan".

Saat Shuri meminta pertolongan, tahanan itu mendekati Shuri. Mikage sudah meneriaki Shuri untuk menghindar, tapi Shuri tak menyadari sampai tahanan itu berada tepat di belakangnya. Dasar anak itu, bikin susah aja. Saat kepalan tahanan itu hampir mendarat di tubuh Shuri, aku melancarkan serangan yang melayangkan tubuh tahanan itu ke belakang.

Aku berpaling ke belakang dan menarik lengan Shuri "apa-apaan kau? berdiri!".

"Souichirou, belakang!".

Mendengar teriakan Maria, refleks aku melirik ke belakang. Rupanya tahanan itu bangkit kembali dan melayangkan serangan dengan borgolnya ke arahku dan Shuri, tapi terlambat! Borgol tahanan itu yang seharusnya mengenai kami berdua malah mengenai Maria tepat di kepalanya. Detik berikutnya, Maria jatuh tergeletak tak bergerak, dengan kepala bersimbah darah.

"Maria!" teriakku dan Mikage secara bersamaan.

Mikage yang terlanjur naik darah langsung menyerang tahanan itu di perut dan kepalanya, sementara aku membungkukkan badan dan memeriksa kondisi Maria. Aku sangat lega saat mengetahui Maria hanya pingsan. Saat tahanan itu berusaha bangkit, aku menghampiri Mikage dan menempatkan zaiphonku di leher tahanan itu dengan tatapan yang dingin "bergerak sedikit lagi atau aku akan langsung membunuhmu!".

Tahanan itu menyerah dan memohon agar ia tak dibunuh. Aku melepaskan zaiphonku dan berbalik ke belakang untuk menyusul Mikage yang menghampiri Maria. Tiba-tiba, secara bersamaan aku mendengar suara dentuman dan erangan. Aku menengok ke belakang dan menemukan tahanan itu tertusuk pedang2 panjang dan tipis tepat di kedua tangan, kaki dan seluruh tubuhnya.

Menyadari tahanan itu hanya pura-pura menyerah, aku menatap mata tahanan itu dengan tatapan mata yang dingin "terimalah vonis matimu".

Tahanan itu mengerang ketakutan hingga seluruh tubuhnya yang mengeluarkan darah itu pun lemas tak bergerak, ia tewas seketika. Refleks aku menggunakan kekuatanku. Hanya dengan menatap mata seseorang, aku dapat memperlihatkan "halusinasi", mulai dari pemandangan yang menyenangkan hingga mengerikan. Saat beberapa pengawas (Ayanami dkk, Kal & Chitose, dan Miroku-Sama dengan bawahannya) memasuki ruang ujian dan seluruh siswa di kelompok kami sudah sadar, mereka semua bertanya-tanya apakah yang sebenarnya terjadi barusan? Terlihat dari kebingungan para staf.

"pedang-pedang barusan yang tidak lain adalah control-type zaiphon… milikmu kan, Maria?".

Aku dan semua orang di dalam ruangan ini melihat ke arah Maria yang berada tepat di belakang Mikage. Serangan tahanan tadi membuat Maria terluka di bagian kepalanya.

Dengan kepala yang masih mengucurkan darah, Maria menghampiriku dengan wajah tanpa ekspresi "apa boleh buat, daripada kau terluka… kau sendiri juga pakai matamu, kan?".

Aku tidak bisa menjawab apa-apa atas perkataan Maria. Mikage dan Shuri mendekati kami berdua.

"Maria, kepalamu berdarah! Lebih baik kita minta obati pada Chitose-sensei" ujar Mikage sambil menggenggam lengan Maria.

"tunggu sebentar, Mikage" ujar Maria sambil menepis lengan Mikage dan menghampiri tahanan itu.

Setelah menghilangkan pedang-pedang itu, Maria membungkukkan tubuhnya pun berbisik "maafkan aku" sambil meneteskan air mata tanpa disadari orang disekelilingnya (kecuali aku). Setelah itu, Maria menghampiri kami bertiga.

"satu lagi, Shuri-kun"

Setelah berkata demikian, Maria memukul Shuri hingga tubuh Shuri terlempar ke belakang. Sudah kuduga dia akan melakukan hal ini meski yang lain tertegun karena perbuatan Maria yang tidak mereka sangka.

Shuri berbalik marah sambil memegang pipinya "apaan sih! sakit nih!".

Maria menatap Shuri dengan tatapan dingin "kau mau mati?".

"a, apa maksudmu?".

"jika ini di medan perang dan kau merengek meminta pertolongan seperti tadi, kau hanya akan mati konyol. Apa kau pikir ayahmu akan menolongmu saat kau berada di medan perang yang jauh darinya? atau kau pikir nama besar keluargamu itu bisa menakuti musuhmu? Jangan manja!".

Kulirik Mikage hanya diam sejak Maria memukul Shuri. Aku paham betul makna ucapan Maria. Sebagai sesama mantan budak perang, kami berdua sudah beberapa kali dikirim ke medan perang untuk bertempur meski kami berdua sudah di akademi, sampai-sampai bau amis darah pun biasa melekat di tubuh kami. Kami berdua sangat mengerti bahwa dalam medan perang hanya ada dua pilihan, 'dibunuh' atau 'membunuh'. Mendengar perkataan Maria, Shuri hanya bisa tertunduk diam sampai Maria mengulurkan tangannya.

"eh?" ujar Shuri sambil mendongak.

"bisa berdiri?" ujar Maria yang membantu Shuri berdiri "jadilah kuat, maka kau pasti bisa bertahan hidup".

Dasar, benar-benar ciri khas Maria, bisa-bisanya tetap baik pada orang yang menjahatinya sekalipun. Saat Shuri hendak mengatakan sesuatu pada Maria, aku yang berada di belakang Maria segera memberi isyarat bahwa para perwira tinggi yang tadi melihat kami mendekati kami. Aku tersenyum sinis pada Shuri yang termangu.

"sialan tuh anak, sengaja ya?!" pikir Shuri yang kudengar.

Kami segera berbaris hormat sementara Miroku-Sama memuji hasil ujian kami yang cukup memuaskan.

"kekuatan yang cukup menarik tadi milik siapa?" ujar pria berambut putih bermata ungu yang berada tepat di depan Maria.

Aku ingat pria itu, dia superior (atasan sekaligus pengawas) Black Hawk, Ayanami.

"saya, eng..".

Setelah melirik ke arah Maria, Ayanami tersenyum sinis "begitu ya? namaku Ayanami, superior dari unit Black Hawk".

Setelah Ayanami dkk memasuki lift untuk kembali ke kantor mereka, kami merasa lega karena kami berhasil menyelesaikan ujian kami. Saat Kal dan Chitose mendekati kami, aku melihat Mikage menghampiri Maria yang memegang kepalanya. Setelah Mikage bertanya kenapa, Maria berkata bahwa kepalanya agak nyeri.

"kh!" kulihat Maria memegang kepalanya sambil mengerang, sehingga aku menghampirinya "Maria! Kamu kenapa?".

Aku terus memanggil Maria hingga akhirnya Maria pingsan.

Aku menahan tubuh Maria yang hampir jatuh ke lantai dan berteriak "Chitose-san!".

"Maria!" ujar Mikage yang melirik ke arah Maria yang sudah tak sadarkan diri, begitu pula orang-orang di sekitar yang segera menghampiri mereka untuk memberi pertolongan. Setelah Kal dan Chitose menghampiri mereka, Chitose memeriksa Maria "ini... Kal, segera bawa Maria ke rumah sakit. Dia tidak bisa kutangani dengan peralatan yang ada disini".

Mendengar ucapan Chitose-san, aku langsung menggendong Maria "tunggu apalagi? Cepat!".

Sambil menggendong Maria, aku pun pergi ke rumah sakit bersama Kal, Chitose dan Mikage.


Souichirou POV End…


Shuri terdiam melihat kepergian mereka dari kejauhan dan mengepalkan tangannya dengan tatapan mata yang menahan kepahitan.

.

- TO BE CONTINUED -

.


BEHIND THE SCENE…

Author : Chapter 1 was Done!?

Frau : (menoleh ke atas) Teito diganti ama Souichirou?

Author : woi! sejak kapan ada di belakangku?!

Teito : jawabanmu?

Author : NO! akan kubuat Teito dilahirkan sebagai perempuan bernama Maria, tapi ini bukan cerita tentang Maria…

Frau : JADI CEWEK?! (tertawa terbahak-bahak)

Teito : TUNGGU! Aku nggak…

Author : (mengeluarkan tongkat sihir Harry Potter) ah-ah, aku tidak akan mengganti keputusanku, selamanya… (mengayunkan tongkat) BELIA GROWN!

PLEASE WAIT…

(Frau, Mikage, Hakuren, Shuri, Konatsu, Hyuuga etc terbelalak kecuali Ayanami yang tanpa ekspresi saat Author membuka tirai)

Maria : AH! Lihat apa yang telah kau lakukan?!

Author : bagus, kan? kau terlihat manis dan cantik…

Ouka : maaf, kalau aku mengganggu, tapi apa yang kau maksud dengan "ini bukan cerita tentang Maria"?

Author : hello, Ouka-chan… karena "The Dragon & The Princess" ini cerita tentang Souichirou dan kau~ ada tambahan juga untuk jenis zaiphon, yaitu :

- Deffensive type yang memungkinkan pemiliknya memiliki healing dan offensive type sekaligus, hanya saja kekuatannya tidak sehebat healing dan offensive type yang asli, kecuali jika pemiliknya berlatih dengan sangat keras.

- Control type, selain bisa menggunakan offensive dan healing type, tipe yang satu ini juga memiliki satu kekuatan istimewa, mungkin karena itulah control type tergolong sangat langka, perbandingannya sekitar 1 banding seluruh manusia di bumi.

Souichirou : aku termasuk deffensive type, sementara Maria control type…

Gyokuran : saya keberatan?!

Author : apanya?

Gyokuran : kenapa tuan putri… nona Ouka harus dihadapkan dengan pria yang auranya bahaya gitu?!

Author : bahaya mana kalau kuhadapkan Ouka dengan Frau? Lagian, di cerita asli aja kamu nggak suka pas Ouka dekat sama Hakuren, kan?

Gyokuran : kh…

Hakuren : maaf, tapi aku mengerti maksud Gyokuran… entah bagaimana, tokoh baru satu ini terasa agak berbahaya… apalagi, kami tidak tahu apa-apa soal dia…

Author : memang, untuk saat ini… tapi…

Souichirou : (hanya duduk diam, hingga akhirnya beranjak dari tempat duduk menghadap Ouka) anda tuan putri kerajaan Barsburg?

Ouka : (mendongakkan kepala) iya…

Souichirou : (berlutut dan mencium punggung tangan kanan Ouka) saya menunggu saat pertemuan kembali kita, tuan putri…

Semua audience terbelakak, terkejut dan timbullah CHAOS!

Souichirou : (hanya tersenyum sinis, bangkit dan keluar secepat kilat).

Ouka : (terdiam dengan muka merah padam) …

Maria : ya, ampun… Souichirou bikin dosa lagi… eh?

Author : untuk antisipasi, Maria sudah tahu soal Souichirou… sementara aman kan?

Gyokuran : (ditahan oleh Kikune dan Ohruri) APANYA?!

Author : tenang aja, meski auranya kaya raja malam, Souichirou bukan tukang main cewe kaya Frau…

Maria : betul, betul! Souichirou tipe yang gak akan tanggung-tanggung, jadi jangan pernah bikin dia marah…

Author : tapi nanti Ouka harus sabar, ya… aku yakin Ouka pasti tahan, kok… (tersenyum sok innocence)

Frau : (muka pucat) apalagi rencanamu, Author sinting satu ini…

Maria : (megang bahu Ouka) ng? teman2, pantas aja dari tadi nggak gerak2, rupanya Ouka-chan pingsan dengan mata terbuka…

Author : ~okay, see you again in next chapter~!