.
The Goddess And The Innocence Soul
.
.
Chapter 1 : the graduation exam
.
Barsburg Academy merupakan sekolah gabungan masa SMP dengan wajib militer milik kerajaan Barsburg yang memang menerapkan wajib militer. Karena itu, setelah lulus SD, kebanyakan anak laki-laki mendominasi Barsburg Academy (tapi bukan berarti 'nggak ada' anak perempuan ya) apalagi mengingat letak Barsburg Academy yang bersebelahan dengan Medical Academy (akademi kedokteran dan keperawatan yang sebagian besar didominasi kaum perempuan). Pagi ini, para siswa di barsburg academy mengikuti upacara pembukaan ujian akhir. Terlihat para siswa berseragam militer berbaris dengan rapi. Para guru yang berdiri di samping pak Miroku bercakap-cakap mengenai kualitas angkatan tahun ini, meskipun di antara sekian banyak siswa hanya ada 20 orang yang terpilih sebagai begleiter (asisten petugas kemiliteran jajaran eksekutif elite). Salah satu siswa perwakilan angkatan tahun ini yang bernama Shuri Oak, dari keluarga bangsawan Oak yang baru saja selesai memberikan kata sambutannya dan diakhiri dengan tepuk tangan seluruh siswa angkatan tahun ini.
Seluruh siswa? Tidak juga…
kita lihat gadis berambut pirang panjang bergelombang yang berkilau dengan mata jade (emerald eye) yang ada di samping gerbang menuju benteng Hohburg.
Maria POV…
Pagi ini diadakan upacara pembukaan ujian akhir dan selaku siswi yang baik aku harus hadir, seharusnya, tapi…
kenapa aku malah ada di tempat yang tidak kukenal? Kenapa jadi begini? Okay, awalnya aku bangun paling awal dan menunggu dua teman sekamarku di asrama untuk menggunakan kamar mandi lebih dulu (karena mereka laki-laki sementara aku satu-satunya perempuan di angkatan tahun ini) selesai. Saat kami bertiga bergegas, aku merasa mendengar suara seseorang di dalam kepalaku.
"…kemarilah… dengarkanlah panggilanku…".
Setelahnya pikiranku kosong dan tahu-tahu aku sudah ada di lorong yang asing bagiku. Di tengah pencarian jalan keluar, saat melihat gerbang di depanku, kupikir apa kucoba masuk saja daripada jalan tanpa arah. Tapi, saat aku hendak masuk ke gerbang itu, tiba-tiba seseorang menepuk bahuku "hii!".
Spontan aku menoleh ke belakang dan melihat seorang wanita cantik bertubuh tinggi langsing berambut hitam legam dengan mata kuning keemasan yang merupakan mantan guru kesehatan bernama Chitose Lunatorchid "…Chitose-san?".
Melihat reaksiku, Chitose-san hanya tersenyum "…jahatnya, masa reaksimu begitu? memangnya aku hantu?".
Aku membungkukkan tubuhku mengingat reaksiku barusan yang terbilang tak sopan "ah, maafkan saya!".
"sudahlah, daripada itu, sedang apa kau disini? Lagipula, seseorang yang statusnya masih pelajar sepertimu dilarang memasuki gerbang itu".
"maaf, saya tersesat".
Mendengar jawabanku, Chitose-san hanya memiringkan kepalanya.
"lagi-lagi? yah, tapi… sudahlah. Biar kuantar kau ke kelas" Chitose-san mengacungkan jari telunjuknya di depanku "tapi ingat, gerbang itu adalah gerbang menuju benteng Hohburg dan baru bisa kau masuki sebentar lagi, setelah kau lulus, ya".
Aku melihat bekas luka vertikal sayatan senjata tajam di sisi kiri wajah cantiknya sembari menganggukan kepala "iya, saya mengerti".
Tiba-tiba, Chitose-san tersenyum padaku "kenapa? takut ya, sama bekas luka ini?".
"tidak, kok! Saya sama sekali tak takut! sebaliknya, saya malah heran pada mereka yang takut pada anda. Padahal anda baik dan cantik".
"bisa saja kau" ujar Chitose-san tertawa mendengar ucapanku sebelum menggandeng tanganku agar aku tak pergi kemana-mana lagi "aku jadi ingin melihat reaksi bete suamiku saat upacara ini".
"ada apa denganku?" ujar seorang pria yang bersandar di tikungan menuju lorong gedung utama. Aku dan Chitose-san menengok ke arah pria bertubuh tinggi semampai berambut hitam dengan perban menutupi seluruh matanya.
Chitose-san langsung menghampiri dan memeluk pria itu yang tidak lain adalah suaminya "Kal?! Sedang apa kau disini?".
Aku menghampiri mereka berdua dan Kal-san mengelus rambut Chitose-san sambil berkata "Souichirou yang langsung pergi begitu upacara selesai tadi memintaku untuk membantunya mencari Maria yang tak terlihat dimanapun sejak upacara dimulai".
Kata-kata Kal-san barusan membuatku garuk-garuk kepala.
Aduh, semoga saja dia tidak memarahiku nanti.
Yah, paling tidak dia akan berteriak di samping telingaku.
"Maria!" teriak seseorang dengan suara seraknya yang khas.
Tuh, kan… baru aja diomongin.
Aku menengok ke belakang dan melihat seorang anak berambut putih seperti salju dan mata biru langit (azure eye) bernama Souichirou Sedgbear, adik angkat dari begleiter Miroku-sama (sama = sebutan untuk orang yang lebih tua atau terpandang), Kal Sedgbear. Aku sudah siap mental bakal dimarahin saat Souichirou menghampiriku, tapi untung saja Chitose-san memberikan penjelasan pada Souichirou sehingga aku tak sempat dimarahinya. Setelah Kal-san dan Chitose-san pergi, Souichirou membawaku kembali ke kelas sambil menggandeng tanganku tanpa ragu, seolah ini hal yang wajar. Yah, aku tahu kalau Souichirou hanya menganggapku sebagai 'adik', sama halnya denganku yang mengganggap Souichirou sebagai 'kakak'.
Maria POV End…
Dari kejauhan, Maria dan Souichirou melihat di samping jendela kelas terlihat Shuri dengan teman-temannya menghampiri seorang anak lelaki berambut kuning kehijauan yang memiliki topaz eye khas musim gugur (coklat kekuningan) dengan bekas luka berbentuk tanda silang (X) di pipi kanannya, namanya Mikage Celestine.
"yo, Mikage, tumben nggak bareng sama 2 bekas budak tempur itu".
Mendengar ucapan Shuri tadi, Mikage langsung melotot pada Shuri "mereka punya nama, jadi jangan sebut Maria dan Souichirou seperti itu. Mereka kemana kan bukan urusanmu".
Maria POV…
"Meskipun mereka anak kesayangan Miroku-sama, mereka kan memang bekas budak, wajar dong aku sebut mereka gitu.".
Aku tahu kok, yang dimaksud Shuri adalah aku dan Souichirou. Souichirou menegur mereka dengan wajah poker face-nya "ada perlu apa dengan kami berdua?".
Sontak Shuri dan kelompoknya langsung menoleh ke arah kami berdua.
Mikage menghampiri kami berdua "panjang umur, baru aja diomongin, darimana aja kalian?".
Souichirou yang menghela napas segera melepaskan genggaman tangannya dan mengelus kepalaku "biasa, habis nyari si gadis kecil yang nyasar".
Aku celingak-celinguk "siapa yang kamu sebut gadis kecil yang nyasar?".
"KAMU lah! Emang siapa lagi?" Souichirou bicara dengan keras tepat di samping telingaku yang refleks menutup telinga, tuh kan… diteriakin…
"anak perempuan di angkatan kita di kelas ini kan cuma kamu, Maria. Kali ini nemu dimana lagi, Sou?".
"di lorong gedung utama sama kak, eh maksudku Kal-sensei (guru) dan Chitose-san, soalnya Chitose-san melihat dia hampir masuk ke gerbang menuju benteng Hohburg".
"jauh amat nyasarnya, pantas pas upacara tadi nggak ada".
"karena aku sadar ni anak pasti nyasar lagi, makanya aku minta Kal-sensei buat bantu cari selepas upacara".
Percakapan Mikage dan Souichirou terputus karena Shuri memotong pembicaraan "woi, beraninya kalian nyuekin kami!".
Souichirou menengok dan mengeluarkan hawa membunuh yang cukup membuat keder "apa? Kalau masih mau bicara soal yang tadi, mau kukirim ke neraka sebelum ujian besok?".
Sebelum aku mengajak Mikage dan Souichirou menjauhi Shuri dkk, seorang anak berambut pirang dan bermata coklat karamel yang bernama Keith Bellringfield telah mendahuluiku sebelum terjadi pertumpahan darah di kelas "oi, kalian, kalau mau bikin pertumpahan darah, tunda sampai habis ujian aja. Ada Lloyd-sensei tuh, ayo duduk".
Untunglah, thanks Keith. Setelah kami semua duduk manis, Lloyd-sensei menjelaskan bahwa ujian besok akan dilihat oleh sebuah tim inspeksi yang terdiri atas beberapa unit perwira tinggi dan tentu saja Miroku-sama selaku kepala sekolah.
Tiba-tiba, Lloyd-sensei menghampiriku dan Souichirou "By the way, Miss Maria Klein dan Mr. Souichirou Sedgbear. Pada akhirnya kalian tidak pernah mengikuti pelajaranku sama sekali, ya… bapak sedih, nih".
"kami dibebaskan untuk tidak mengikuti kurikulum standar".
Mendengar jawabanku dan Souichirou, Shuri dkk menggunjing dengan hujatan2 yang cukup membuat telinga panas seperti "piaraannya Miroku-Sama sih" atau "bisa gawat kalau wajah manisnya itu lecet".
Bahkan saking panasnya, Souichirou hampir ingin menghajar mereka (kalau aku yang duduk tepat disampingnya tidak menahannya, pasti darah sudah tumpah). Aku sudah terbiasa dengan umpatan dan hinaan dari orang-orang di sekitarku termasuk Shuri dkk. Namun, lamunanku pecah akibat ulah Mikage dan Keith. Tiba-tiba ada angin yang muncul dan menerbangkan beberapa buku porno.
"Sensei, Shuri bawa buku porno di kelas, nih!" ujar Mikage sementara Souichirou dengan sigap menutup mataku (I don't know why?).
Lloyd-sensei yang mendapati beberapa buku porno mendarat di wajahnya hanya menjawab "tampaknya demikian" sambil melirik tajam ke arah Shuri yang menyangkal dengan wajah merah merona. Pada akhirnya, Shuri dkk pun dihukum berdiri di depan kelas sampai pulang sekolah oleh Lloyd-sensei.
Saat aku dan Souichirou melirik ke arah Mikage yang duduk tepat di belakang Shuri dkk, Mikage dan Keith memberikan tanda 'peace' pada kami berdua sambil tersenyum. Saat pulang sekolah, di taman belakang sekolah, kami berempat menyantap makan siang kami sambil melihat ke arah langit cerah yang biru.
"cuacanya cerah, lalu… kalian bertiga, mau kaya gitu sampai kapan, sih?" ujarku heran karena melihat Souichirou yang menahan tawa akibat perdebatan Keith dan Mikage mengenai buku porno (karena buku-buku porno yang disita Lloyd-sensei itu diterbangkan oleh Mikage, sedangkan buku-buku itu milik Keith yang saat ini lagi ngomel-ngomel sama Mikage) yang di kambing hitamkan pada Shuri di kelas tadi. Setelah puas berdebat, Keith kembali ke asrama militer lebih dulu sekalian mengantar kakaknya yang juga bekerja di kemiliteran. Saat pesawat terbesar di kemiliteran, Labodzille lewat di atas kami dan menutupi kami dengan bayangannya, Mikage takjub atas yang ia lihat barusan.
"kalau kita lulus ujian nanti, kita akan ditempatkan di benteng Hohburg itu. aku akan berjuang di kemiliteran dan melindungi keluargaku" ujar Mikage yang tengah menyantap roti yakisoba.
"yah, karena aku tidak punya tempat lain, aku akan berjuang alih-alih sebagai balas budiku pada kak Kal" ujar Souichirou.
Sementara aku hanya diam membisu sambil meminum susu di tanganku "keluarga, ya… sesuatu yang tidak kumiliki…".
"Maria".
Lamunanku terpecah "eh, iya hadir. Kenapa Sou?".
"ngelamun, lagi. Besok kami tunggu kau di luar kamar dan kita pergi ke tempat ujian sama-sama, ya. Kurasa waktunya cukup, karena ujian dimulai jam 8 pagi".
Kaget dengan pernyataan Souichirou, spontan aku menjawab "eh, nggak usah! nanti kalian yang repot!".
Souichirou mencubit pipiku dan berkata "kami bakal lebih repot kalau kamu nyasar lagi gara-gara ngelamun kaya tadi dan terlambat buat ujian nanti tau! Kita bertiga masuk ke sekolah dan kelas yang sama, jadi kita harus ujian sama2 agar kita bisa lulus bersama. ngerti kan?".
Sambil mengelus pipiku, aku hanya bisa mengangguk pertanda setuju.
"bagus, anak pintar" ujar Souichirou sambil mengelus kepalaku.
Aku menepis tangan Souicihirou "udah dong, jangan anggap aku anak kecil terus" sahutku sambil memalingkan wajahku yang memerah.
Mikage yang melihat kedua temannya ini hanya tersenyum "tapi kalian berdua kayanya tenang banget, padahal rumornya ada juga siswa yang terbunuh, loh? Emang kalian nggak takut apa kalau nggak lulus?".
Aku dan Souichirou saling menatap satu sama lain dan berkata "nggak, tuh" secara bersamaan.
"oh, ya? kalau gitu, nggak ada salahnya kalau kita latihan dulu kan? Ayo jadi lawan trainingku, Souichirou".
"ayo".
Aku cuma bisa geleng2 kepala melihat kelakuan kedua sahabatku ini. dasar 2 penggemar latihan… aku pun memeringati mereka berdua karena aku menyadari satu hal.
"good grief. Sorry, Mr. sebelum kalian berdua mulai, sebaiknya kita pindah tempat dulu atau paman tukang kebun yang melototi kalian itu mengadu pada guru atas tuduhan pengrusakan fasilitas sekolah" ujarku sambil menunjuk ke arah tukang kebun yang melototi kami bertiga.
Akhirnya di tanah kosong belakang sekolah, Souichirou dan Mikage beradu zaiphon sementara aku duduk di tepi air mancur. Didunia ini, setiap anak manusia diberi kekuatan khusus pemberian dewa alias raja langit. Kebanyakan karena keturunan atau bawaan sejak lahir. Pada dasarnya ada empat tipe zaiphon, yaitu :
Healing type yang biasa digunakan untuk menyembuhkan atau memulihkan
Offensive type yang digunakan untuk menyerang lawan atau membuat shield
Deffensive type yang memungkinkan pemiliknya memiliki healing dan offensive type sekaligus, hanya saja kekuatannya tidak sehebat healing dan offensive type yang asli, kecuali jika pemiliknya berlatih dengan sangat keras.
Control type, selain bisa menggunakan offensive dan healing type, tipe yang satu ini juga memiliki satu kekuatan istimewa, mungkin karena itulah control type tergolong sangat langka, perbandingannya sekitar 1 banding seluruh manusia di bumi.
Mikage termasuk offensive type, sedangkan Souichirou termasuk deffensive type.
"ah, aku nyerah deh" ujar Mikage yang terkapar.
Souichirou membantu Mikage yang menyerah untuk berdiri "hahaha, kamu masih kurang latihan, masa baru segitu udah nyerah. Maria, kamu nggak coba training dulu sebelum besok? Biar aku yang jadi lawan trainingmu sementara Mikage istirahat. Lagipula sudah lama aku nggak lihat zaiphonmu yang unik itu".
Kupikir, daripada duduk diam, lebih baik aku menguji kemampuanku, supaya aku bisa mengikuti ujian besok dalam keadaan yang fit. Soalnya terkadang zaiphon nggak bisa keluar saat kita berlebihan memakainya atau kondisi tubuh kita dalam keadaan tidak fit / tidak sehat alias 'lost' (bukan hal itu yang kutakutkan, tapi ada masalah yang lebih besar, yaitu efek samping terhadap tubuh kami saat 'lost' yang menurutku agak mengerikan).
"okay. Mr. aku nggak akan segan2 loh".
Souichirou tersenyum dan mengambil posisi siap "oke, ayo mulai".
Maria mengeluarkan zaiphonnya dan seperti biasa, Mikage yang melihat zaiphon Maria hanya bisa berdecak kagum dan terdiam sampai kedua sahabatnya ini berhenti.
"time! Kamu memang nggak kenal ampun ya" gumam Souichirou.
Sementara aku terduduk lemas, Souichirou terbaring di tanah karena kami berdua sama-sama kecapaian. Aku melihat ke arah Souichirou "gimana?".
Souichirou melihat ke arahku dan mengacungkan jempol "perfect... aku jadi pengen lihat gimana reaksi Shuri dkk begitu mereka tahu control-type zaiphonmu ini. Selama ini kan kamu cuma pakai offensive-type di depan mereka".
Mikage yang mendekati kami berdua langsung menanggapi perkataan Souichirou barusan dan berpendapat bahwa control-typeku ini tergolong praktis. Wajar saja, sebab hanya dengan menuliskan huruf zaiphon yang sama dengan suatu benda, aku bisa mengendalikan benda itu sesuka hatiku, dan aku bisa mewujudkan benda apapun (kecuali nyawa alias roh) hanya dengan menulis zaiphonnya. Setelah selesai istirahat, kami bertiga langsung kembali ke asrama. Setelah masuk ke kamar kami (karena memang kami bertiga satu kamar), secara bergantian kami bertiga mandi dan memakai piyama. Aku menghempaskan tubuhku ke ranjangku dan langsung terlelap tanpa rasa khawatir pada Mikage dan Souichirou yang sekamar denganku. Toh, kami sudah satu selama 3 tahun dan tidak pernah terjadi apa-apa di antara kami. Entah itu karena mereka berdua memang tidak menganggapku sebagai perempuan atau mereka memang tidak berniat melirik perempuan selain perempuan yang mereka sukai (kata Souichirou sih Mikage bertepuk sebelah tangan sama perempuan yang sama sejak 3 tahun yang lalu meski aku tak tahu siapa perempuan itu… Mikage nggak pernah mau bilang siapa orangnya, sih… sementara Souichirou…). Yah, sudahlah… mereka ada minat atau tidak juga bukan urusanku. Yang penting sekarang tidur.
Maria POV End…
Mikage mengambil minuman dan melihat wajah polos Maria yang sudah terlelap "ya ampun! Gampang amat tidurnya…".
"sudahlah, mungkin dia kecapaian. Aku keluar sebentar, ada yang ngetuk pintu. Jangan macam-macam selama aku nggak ada ya", Souichirou pergi keluar kamar untuk menemui seseorang yang barusan mengetuk pintu.
Mikage bersungut akibat perkataan Souichirou barusan "dasar! Aku nggak mungkin nyerang dia, kan? Bisa-bisa malah aku yang dapat tiket express ke surga" setelah bergumam, Mikage pergi tidur.
Maria POV…
Keesokan paginya, sementara Souichirou dan Mikage menungguku di depan kamar, aku segera ganti baju dan menata rambutku dengan menjepit rambutku di bagian belakang sementara sebagian rambut dari bawah telinga kubiarkan terurai.
Aku keluar dari kamar "maaf, lama…".
Mikage melirikku dengan seksama. "kenapa, Mikage? Kok, tatapanmu begitu?".
"ah, nggak. Tumben kamu menjepit rambutmu di belakang gitu".
Aku menjelaskan pada Mikage bahwa ini memang kebiasaanku saat akan menjalankan misi agar tidak mengganggu "memang kenapa? Aneh ya?".
"nggak kok, Maria. Cocok banget…".
"ngomong-ngomong, tadi kalian ngomongin apa?".
Souichirou berpikir sejenak dan tersenyum usil "nggak kok Maria, tadi Mikage bilang padaku, ada hal yang sangat penting, yang ingin dia katakan padamu setelah kita ujian. bisa, kan?".
Meski awalnya aku curiga mendengar jawaban Souichirou apalagi kalau melihat senyum poker face-nya, tapi akhirnya aku mengiyakan saja "eh, boleh, sih?".
Tiba-tiba, Mikage menyeret Souichirou dan mereka berdua bicara berbisik-bisik. Omongan antar cowok, ya? Tapi karena melihat waktu, akhirnya aku menegur mereka "hei, Ayo cepat kita berangkat, nanti telat lagi".
Mereka berdua melirik ke arahku sembari berkata "roger" secara bersamaan, dimana aku hanya bisa heran melihat Souichirou yang tersenyum dan Mikage yang pucat pasi.
Maria POV End…
Ruang Pengawas Ujian…
"Hormat!" ujar salah satu tentara ketika sekelompok perwira tinggi memasuki ruang pengawas ujian. Kelompok ini terdiri dari pria berambut putih bermata ungu bernama Ayanami, pria bertubuh tinggi dengan rambut hitam yang mengenakan kacamata hitam bernama Hyuuga, pemuda berambut pirang bermata coklat bernama Konatsu, gadis berambut pink bernama Kuroyuri dan begleiternya pria dengan rambut dan mata berwarna biru bernama Haruse.
"bagaimana peserta ujian kali ini?" ujar Ayanami pada Miroku-Sama.
"yah, seperti yang kau lihat" ujar Miroku-Sama yang tersenyum sinis.
Ujian telah berjalan, para siswa membentuk 20 kelompok, dimana tiap kelompok akan dibimbing oleh 2 orang dari para guru. Mengetahui bahwa ia di team 9 yang satu kelompok dengan dua sahabatnya, Mikage merangkul Sou dan Maria dari belakang "Sou, Maria, aku bersyukur kita satu kelompok".
"selamat berjuang ya, sayangnya aku di team 10. Tapi siapa 2 guru yang membimbing kalian?" sahut Keith.
"entahlah, ini baru team 8, berarti sebentar lagi giliran kami" ujar Mikage sambil menguap.
Souichirou menyuruh ketiga sahabatnya untuk mendekatkan telinga mereka dan membisikkan "sebenarnya tadi malam aku dapat bocoran dari kak Kal yang datang ke kamar kita, kalau pembimbing kelompok kita itu kak Kal dan mantan guru kesehatan kita alias kakaknya Keith, Chitose-san".
Mendengar perkataan Souichirou, Maria, Mikage dan Keith saling bertatapan dan terkejut setengah mati sambil mengucapkan "oh… haah!" secara bersamaan.
"oh, bagus, kompak sekali. Pas ujian nanti kaya gini juga, ya".
Tiba-tiba Shuri dan keempat antek-anteknya mendekati ketiga sahabat ini "wah, sial sekali kami karena harus satu kelompok dengan BUDAK TEMPUR. Jangan sampai jadi penghalang kami ya".
Maria POV…
Lagi-lagi… pagi-pagi sudah dapat sarapan berupa umpatan dari anak ini. Kulihat Souichirou berusaha tidak menghiraukan ucapan Shuri, sama halnya denganku saat ini (tumben, ada apa nih?).
Sambil menguap, Mikage menanggapi ucapan Shuri "yawn... ucapan yang lucu dari anak manja yang berlindung di bawah nama besar ayahnya".
Sementara aku dan Souichirou kaget tanpa ekspresi, Keith membalas perkataan Mikage barusan "uph! Kenyataan yang tak bisa dibantah…".
"apa katamu! Kalian berdua…".
Seseorang menepuk tangannya "yak, cukup! Kalau kalian berkelahi, kalian akan didiskualifikasi" ujar Kal.
"kalau kalian terluka sebelum ujian dimulai karena berkelahi, aku tidak akan mengobati kalian" tambah Chitose.
"team 9 diharapkan memasuki ruang ujian" ujar wanita berambut merah yang bertugas sebagai pemandu ujian.
"sepertinya sudah waktunya, Kal" ujar Chitose sambil membetulkan letak kacamatanya.
"ayo, anak-anak. Kita masuk" ujar Kal.
Kami memasuki sebuah ruangan berbentuk setengah lingkaran yang cukup besar. Dari dalam ruangan, dapat terlihat para guru dan beberapa orang mengamati di balik kaca khusus.
Aku terkejut saat melihat seseorang di satu titik "…Miroku-sama...".
Souichirou dan Mikage langsung menoleh ke arah yang kulihat.
Menyadari kami mengamatinya, Miroku-Sama tersenyum sinis dan melihat kami (Souichirou, tepatnya) dengan tatapan matanya yang seolah berkata "aku mengharapkan yang terbaik".
"huh, baiklah kalau itu maumu, Ayah angkat…".
Setelah mendengar bisikan Souichirou barusan, aku jadi mengerti alasannya diam saja saat Shuri menghina kami.
Aku merangkul dan membisikkan sesuatu pada Souichirou dan Mikage sebagai antisipasi "dengar, dinginkan kepala kalian, tenangkan hati kalian dan jangan biarkan amarah atau perasaan negatif lainnya menguasai kalian. Lebih baik kita konsentrasi pada musuh yang sudah ada di balik pintu besi itu".
Perkataanku barusan membuat mereka berdua sadar, buktinya Souichirou dan Mikage langsung mengambil posisi siaga. Begitu pintu besi didepan kami dibuka, keluar seorang tahanan bertubuh besar dengan tangan diborgol dan penutup mata kiri. Wanita yang memandu kami mengajak Kal-san dan Chitose-san menuju ruang pengawas. Saat hendak menutup pintu lift, wanita itu berkata "tahanan ini lawan kalian, hati-hati jangan sampai terbunuh dan ingat-ingat apa yang telah kalian pelajari ya ^_^ (with smile)".
Mikage cemberut "wah, bisa-bisanya wanita itu mengucapkan kalimat itu sambil tersenyum".
Karena teringat satu hal, aku menggenggam lengan seragam Souichirou sambil berbisik "eng… Souichirou, jadi harus kugunakan atau tidak?".
"entahlah, kita lihat suasana nanti. Kalau mendesak, baru kau pakai, ngerti?".
"roger, Souichirou".
Shuri yang tidak tahu-menahu strategi kami menatap kami dan berkata dengan nada mengejek "Kenapa? Kalian takut ya? Lihat saja dari situ, Souichirou dan Maria. Kami berenam akan kalahkan tahanan ini tanpa kalian".
Mikage membalas "kalau begitu, kenapa kamu tidak langsung maju?".
"tanpa kau suruh pun aku...".
Belum sempat Shuri menyelesaikan ucapannya, salah satu antek-antek Shuri melayang akibat pukulan tahanan itu. Tubuh anak yang melayang itu membuat goresan di wajah Shuri dan melewati posisiku berdiri (sebelum digendong ala bridal oleh Souichirou).
Souichirou yang masih menggendongku berkata dengan sinis "jadi, kalau tidak salah tadi kamu bilang berenam ya, Shuri? Ups, maaf, sekarang jadi berlima ya?".
Duh… sempat-sempatnya meladeninya adu mulut?
Saat tahanan itu mulai bersiap untuk serangan lanjutan, Souichirou melihat ke arahku yang masih dalam gendongannya dan Mikage yang berdiri disampingnya "Mikage, berusahalah untuk bertahan, dan kamu Maria, pegangan padaku erat-erat, oke?".
Aku dan Mikage mengikuti instruksi Souichirou, lalu kami melompat ke beberapa arah sambil menghindari beberapa serangan dari tahanan itu. Saat semua orang di ruang pengawas melihat ke dalam ruang ujian, Souichirou menurunkanku dan Mikage bergabung dengan kami berdua sambil membawa Shuri.
"akhirnya selesai juga kejar-kejarannya?" ujar tahanan itu.
"hee, apa yang akan mereka lakukan?" ujar Hyuuga yang tengah memakan permen apel.
Dengan sigap, Souichirou dan Mikage membuat shield di sekeliling kami berempat. Aku menampakkan zaiphon yang membentuk lambang bintang david, yang kubuat berdasarkan instruksi Souichirou dan sejak tadi tersembunyi di lantai, tepat di bawah tahanan itu. Aku menjentikkan jari dan… BOOM! Terdengar beberapa teriakan orang2 dari ruang pengawas akibat control-type zaiphon yang kubuat menjadi bom meletus. Suasana menjadi hening dan ruang ujian penuh dengan asap, Souichirou dan Mikage melepas shield di sekitar kami.
"apa dia sudah tumbang?".
"entahlah" sahut Souichirou yang berada di belakangku.
Asap yang tebal kini menipis dan terdengar suara langkah kaki berdentum.
"…kalau aku bisa… mengalahkan kalian, hukumanku… akan dipersingkat" ujar tahanan tsb yang muncul dengan beberapa luka bakar di tubuhnya dan mulai mendekati kami berempat.
"aduh, dasar keras kepala".
"mungkin kembang apimu tadi kurang kuat?" tanya Souichirou. "Maria, Sou, jangan ngobrol aja, yang penting kalahkan dia dulu" timpal Mikage.
Sementara kami berdiskusi, ternyata Shuri berlari ke arah ruang pengawas lantai 1 dimana para pengawas (Miroku-sama, Chitose dan Kal dkk) mengawas.
Shuri memukul-mukul kaca ruang pengawas "tolong, dia akan membunuhku!".
Dengan dingin, Ayanami yang melihat perilaku Shuri berkata "memalukan".
Sementara Shuri meminta pertolongan, tahanan itu mendekati Shuri. Mikage sudah meneriaki Shuri untuk menghindar, tapi Shuri tak menyadari sampai tahanan itu berada tepat di belakangnya. Saat kepalan tahanan itu hampir mendarat di tubuh Shuri, Souichirou melancarkan serangan yang melayangkan tubuh tahanan itu ke belakang.
Souichirou berpaling ke belakang dan membantu Shuri untuk berdiri "apa-apaan kau? berdiri!".
Tanpa mereka sadari, tahanan itu bangkit kembali dan melayangkan serangan dengan borgolnya ke arah Souichirou dan Shuri.
"Souichirou, belakang!".
Bersamaan dengan teriakanku, aku segera berlari ke arah mereka berdua dengan kecepatan diatas rata-rata manusia. Saat Souichirou melirik ke belakangnya, terlambat! Borgol tahanan itu yang seharusnya mengenai mereka berdua mengenaiku tepat di kepala. Detik berikutnya, aku tak ingat apa-apa selain kepalaku sakit sekali.
Maria POV End…
Melihat Maria tergeletak tak bergerak, Mikage yang terlanjur naik darah langsung menyerang tahanan itu di perut dan kepalanya. Saat tahanan itu berusaha bangkit, Souichirou yang berada di belakang Mikage menempatkan zaiphonnya di leher tahanan itu.
"bergerak sedikit lagi atau aku akan langsung membunuhmu!" ujarnya dengan tatapan yang dingin.
Tahanan itu menyerah dan memohon agar ia tak dibunuh. Souichirou melepaskan zaiphonnya dan berbalik ke belakang untuk menyusul Mikage yang menghampiri Maria.
Maria POV…
Perlahan kubuka mataku, dan kulihat Mikage menghampiriku disusul Souichirou. Meski kepalaku berat, kupaksa untuk membuka mata karea tahanan itu hendak menyerang Souichirou. Saat Souichirou hampir terkena serangannya, aku munculkan beberapa zaiphon di udara yang berubah menjadi pedang2 panjang dan tipis menusuk tahanan itu tepat di kedua tangan, kaki dan seluruh tubuhnya.
Souichirou menengok ke belakang dan menatap mata tahanan itu dengan tatapan mata yang dingin "terimalah vonis matimu".
Tahanan itu mengerang ketakutan hingga seluruh tubuhnya yang mengeluarkan darah itu pun lemas tak bergerak, ia tewas seketika. Setelah aku duduk sambil memegang kepalaku, kulihat jari-jariku yang berlumuran darah. Aku ingat, rupanya aku sempat pingsan setelah terkena pukulan borgol tahanan tadi.
Mikage duduk di depanku dan memegang bahuku "Maria, jangan bergerak dulu".
"nggak apa-apa, Mikage".
Saat beberapa pengawas (Ayanami dkk, Kal & Chitose, dan Miroku-Sama dengan bawahannya) memasuki ruang ujian dan seluruh siswa di kelompok Maria yang sudah sadar, mereka semua bertanya-tanya apakah yang sebenarnya terjadi? pedang2 yang muncul di udara itu apa? ulah siapa itu?
"pedang-pedang barusan yang tidak lain adalah control-type zaiphon… milikmu kan, Maria?"
Souichirou dan semua orang di dalam ruangan ini melihat ke arahku.
Aku menghampiri Souichirou dengan wajah tanpa ekspresi "apa boleh buat, daripada kau terluka… kau sendiri juga pakai matamu, kan?".
Souichirou tidak menjawab apa-apa atas perkataanku. Mikage dan Shuri mendekati mereka berdua.
"Maria, kepalamu berdarah! Lebih baik kita minta obati pada Chitose-sensei" ujar Mikage sambil menggenggam lenganku.
"tunggu sebentar, Mikage" ujarku sambil menepis lengan Mikage dan menghampiri tahanan itu. Setelah menghilangkan pedang-pedang itu, aku membungkukkan tubuh seraya berbisik "maafkan aku" sambil meneteskan air mata tanpa disadari orang sekeliling (kecuali Souichirou, Miroku-sama, dan Ayanami). Setelah itu, Maria menghampiri ketiga kawannya.
"satu lagi, Shuri-kun" setelah berkata demikian, Maria memukul Shuri hingga tubuh Shuri terlempar ke belakang.
Sementara yang lain tertegun karena perbuatan Maria yang tidak mereka sangka, Souichirou sudah memperkirakan hal ini.
Shuri yang berusaha bangkit memegang pipinya dan berbalik marah "apaan sih! sakit nih!".
Maria menatap Shuri dengan tatapan dingin "apa kau mau mati?".
"a, apa maksudmu?".
"jika lain kali kau merengek meminta pertolongan seperti tadi, kau hanya akan mati konyol di medan perang. Apa kau pikir ayahmu akan menolongmu saat kau berada di medan perang yang jauh darinya? atau kau pikir nama besar keluargamu itu bisa menakuti musuhmu? Jangan manja!".
Mikage dan Souichirou terdiam. Sebagai mantan budak perang, aku dan Souichirou sudah beberapa kali dikirim ke medan perang untuk bertempur meski kami berdua sudah di akademi, sampai-sampai bau amis darah pun biasa melekat di tubuh kami. Sementara anak-anak lain bermanja pada ibunya, kami diajarkan membunuh sampai akhirnya kami mengerti bahwa dalam medan perang hanya ada dua pilihan, 'dibunuh' atau 'membunuh'. Mendengar perkataanku, Shuri hanya bisa tertunduk diam. Apa aku telalu keras, ya? Aku pun mengulurkan tangan padanya.
"eh?" ujar Shuri sambil mendongak.
"bisa berdiri?" ujarku sambil membantu Shuri berdiri.
"jadilah kuat, maka kau pasti bisa bertahan hidup".
Saat Shuri hendak mengatakan sesuatu, Souichirou yang berada di belakangku memberi isyarat bahwa para perwira tinggi yang tadi melihat kami mendekati kami. Kami para anggota Team 9 segera berbaris hormat sementara Miroku-Sama memuji hasil ujian kami yang cukup memuaskan.
"kekuatan yang cukup menarik tadi milik siapa?" ujar pria berambut putih bermata ungu yang berada tepat di depanku.
Aku mengacungkan tangan "saya, eng..".
Setelah melirik ke arahku, pria itu tersenyum sinis "begitu ya? namaku Ayanami, superior (atasan sekaligus pengawas) dari unit Black Hawk".
Sementara Ayanami dkk memasuki lift untuk kembali ke kantor mereka, kami merasa lega karena telah berhasil menyelesaikan ujian kami sampai-sampai kami semua terduduk lemas. Entah kenapa, aku merasakan getaran yang aneh saat bertatapan mata dengan Ayanami-san. Ada apa, ya? Saat aku menoleh ke arah Souichirou dan Mikage, Kal-san dan Chitose-san mendekati kami. Aku memegang kepalaku karena merasa kepalaku berdenyut. Setelah Mikage bertanya kenapa, aku meyakinkannya bahwa aku tak apa-apa dan berkata bahwa kepalaku agak nyeri.
"…akhirnya kutemukan…". Setelah aku mendengar suara seorang perempuan, entah siapa dari suatu tempat, kepalaku mulai terasa berat.
"kh!"
Sambil memegang kepalaku, aku merasa melihat flashback bersamaan dengan nyeri di kepala. Suasana yang sangat kurindukan, suara dentang lonceng gereja yang seahrusnya tak pernah kudengar. Aku melihat seorang pria berambut putih bermata coklat sedang menggendong anak kecil yang tidak lain adalah aku di masa kecil, aku memanggilnya 'Father' dan bertanya "Father, kita mau kemana?".
Father tersenyum "kita akan mengunjungi seseorang yang penting".
"Maria! Kamu kenapa?".
Souichirou terus memanggilku dan saat kepalaku benar-benar terasa berat, semuanya menjadi gelap.
Maria POV End…
Dengan sigap, Souichirou menahan tubuh Maria yang hampir jatuh ke lantai dan berteriak memanggil Chitose untuk mengobatinya.
"Maria!" ujar Mikage yang melirik ke arah Maria yang sudah tak sadarkan diri, begitu pula orang-orang di sekitar yang segera menghampiri mereka untuk memberi pertolongan.
Setelah Kal dan Chitose menghampiri mereka, Chitose memeriksa Maria "ini... Kal, segera bawa Maria ke rumah sakit. Dia tidak bisa kutangani dengan peralatan yang ada disini".
Setelah mendengar hal itu, Souichirou menggendong Maria dan membawanya ke rumah sakit bersama Kal, Chitose dan Mikage. Sementara Shuri menatap kepergian mereka dari kejauhan.
Sementara itu…
Hyuuga menggoda Ayanami yang berjalan di depannya "~Aya-tan, anak yang namanya Maria itu manis ya? Kekuatannya juga unik, kau akan mengambilnya, kan?".
"entahlah, aku ragu sebab hati gadis itu lemah, dia menangis karena membunuh tahanan itu".
"ayolah, kau jangan terlalu dingin begitu".
