Session Talkshow

Bella : Halo minna-san. Bella hadir dengan fanfic terbaru Bella di fandom Kamichama Karin.

Himeka : Bukannya author sudah janji ya kalau bakal nyelesai fanfic yang itu dulu.

Bella : Hehehe maaf, aku lagi kepentok ide. Tapi sudah aku kerjain, tapi baru setengah jalan sih. Jadi tunggu saja ya.

Micchi : Yah mau bagaimana lagi author kan memang plin plan. Makanya suka gonta-ganti cerita.

Bella : Igh Micchi, sejak kapan kamu jadi nyebelin kayak Kazune dan Kazusa *sambil men-death glare ke arah Micchi*.

Micchi : Maaf author, aku insyaf deh. Hehehehe

Bella : Ya sudah, kali ini aku maafin deh. Oke minna ini karya baru Bella yang ide ceritanya didapat dari hasil melamun Bella.

Micchi : Iya, ide cerita ini didapat dari hasil melamun author yang lagi kurang kerjaan dan bosan di rumah terus.

Bella : Yap betul. Sama seperti karya sebelumnya. Nih fanfic ber-genre fantasy.

Himeka : Lagi?

Bella : Iya, entah kenapa akhir-akhir ini Bella lagi suka nulis cerita fantasy.

Micchi : Mungkin hasil dari author yang akhir-akhir ini suka nonton anime dan film yang ber-genre fantasy.

Bella : Hhmm… mungkin juga. Oke tanpa basa-basi ini dia chapter perdana alias chapter satu.

Himeka dan Micchi : Selamat membaca minna.


Title : Vampire Game

Chapter 1 : Bad Dream

Disclaimer : Kamichama Karin Chu © Koge Donbo

~Vampire Game~ © Bella-chan

Rated : T

Genre : Fantasy ; Hurt/Comfort

Pairing : KazuRin

Warning : AU, OOC, typo, abal, gaje, alur kenceng, nggak nyambung, dll

Summary : "Ayah… Ibu… hiks, jangan tinggalkan aku." / "Jangan, jangan dekati aku. Kau sudah membunuh orang tuaku!" / "Kau juga akan segera mengikuti jejak mereka." / "Tolong aku!" / "Jangan takut, aku akan menolongmu." / "Iya, aku akan selalu menjagamu. Jadi kau jangan takut ya".

.

.

Please Enjoy Reading

.

.

~Vampire Game~

Karin POV

'Dimana ini?' batinku dalam hati.

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling, yang kulihat hanya salju yang turun. Tepatnya tempat dimana aku berpijak ini yang entah dimana sedang mengalami badai salju yang hebat. Banyak ranting-ranting pohon yang berjatuhan, akibat dari tiupan angin yang sangat kencang. Tapi anehnya, entah kenapa aku tidak merasakan dingin sekalipun. Bahkan aku tidak merasakan apa-apa, tubuhku seperti mati rasa saja.

"Ayah… Ibu… hiks, jangan tinggalkan aku".

Samar-samar aku mendengar tangisan anak kecil. Kulangkahkan kakiku menuju asal suara.

"Ayah… Ibu… aku tidak mau sendirian disini hiks".

Suara tangisan itu semakin jelas yang artinya aku sudah semakin dekat dengannya. Namun, langkahku tiba-tiba terhenti ketika aku mencium sesuatu.

Bau darah.

Sontak aku langsung berlari dengan langkah tergesa-gesa. Betapa terkejutnya aku begitu melihat sosok seorang gadis kecil bergaun putih, namun gaun tersebut sudah ternoda dengan bercak yang berwarna merah.

Warna darah.

Gadis itu masih terlihat menangis, bahkan tangisannnya semakin menjadi-jadi begitu ada langkah kaki yang mendekat ke arahnya.

Bukan. Itu bukan langkah kakiku, karena aku hanya berdiri diam memandangi gadis itu dengan iba.

"Jangan, jangan dekati aku. Kau sudah membunuh orang tuaku!" teriak si gadis kecil itu.

Aku tersentak, aku memandangi pria paruh baya yang berdiri di hadapan gadis kecil itu. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, karena terhalang badai salju yang lebat.

"Kau juga akan segera mengikuti jejak mereka," ucap pria itu seraya tersenyum sinis.

"Tidak, aku tidak mau!" teriak gadis kecil itu sambil menggelengkan kepalanya.

Pria itu hanya tertawa, lalu sesuatu yang tidak biasa terjadi di depan mataku. Bola mata pria itu berubah menjadi merah. Merah menyala, seperti…

Warna darah.

Sontak sekujur tubuhku langsung merinding melihatnya. Begitu pun dengan gadis kecil di hadapannya. Tubuhnya langsung bergetar, karena ketakutan.

Dan tiba-tiba saja gadis itu langsung berlari ke arah hutan, meninggalkan pria itu sendirian. Aku pikir, pria ini akan mengejarnya. Tapi ternyata tidak, ia tidak mengejar gadis itu.

Kini bola matanya sudah tidak berwarna merah lagi. Bahkan kini raut wajahnya yang semula dingin berubah menjadi sendu.

"Arrgghhhhh!"

Aku terlonjak kaget begitu mendengar teriakan dari arah dalam hutan. Apa mungkin gadis kecil itu yang berteriak. Aku pun segera menyusul gadis itu masuk ke dalam hutan. Sebelum pergi, aku sempat menoleh ke arah pria tadi. Namun, betapa terkejutnya aku begitu melihat tidak ada siapa pun disana. Yang tersisa hanyalah darah yang sepertinya menetes dari gaun gadis kecil tadi.

"Tolong aku!"

Teriakan gadis itu membuatku sadar apa yang harus aku lakukan. Aku pun segera berlari masuk ke dalam hutan.

'Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi disini, tapi aku merasa aku harus menolong gadis itu,' batinku.

Tidak butuh waktu lama, aku sudah menemukan sosok gadis itu yang sedang terduduk lemas tidak berdaya. Aku pun segera menghampiri gadis itu, tapi baru beberapa langkah. Aku sudah mengurungkan niatku itu begitu melihat banyak sepasang mata menatap tajam ke arah gadis kecil itu.

Sepasang mata yang berwarna merah. Persis seperti milik pria tadi, hanya saja kali ini tatapannya lebih membunuh. Seperti akan menerkam siapapun yang ada di hadapannya. Berbeda dengan pria tadi, yang tatapannya hanya dingin dan terlihat… kosong.

Entah kenapa, tiba-tiba tubuhku terasa kaku. Susah sekali untuk digerakkan. Bahkan aku sampai jatuh terduduk lemas karena saking tidak kuatnya kakiku untuk menopang tubuhku.

Entah kenapa tiba-tiba saja air mataku menetes bercampur dengan salju yang jatuh. Aku tidak mengerti kenapa, aku hanya merasa…

"Kowai yo…," ucap gadis kecil itu lirih.

Aku tersentak begitu mendengar ucapan gadis itu. Takut, ya aku merasa takut sekali. Tapi aku tak tahu apa alasannya. Padahal yang sedang ditatap oleh mata-mata mengerikan itu adalah gadis kecil itu. Bukan aku, tapi kenapa aku juga merasakan perasaan takut seperti… seperti akulah yang berada di posisi gadis kecil itu.

Tiba-tiba saja, entah datang darimana. Ada angin kencang yang berhembus dan mengarah ke sekelompok orang bermata merah tadi. Sontak orang-orang mengerikan tadi meninggalkan gadis kecil tadi.

Aku bernapas lega melihatnya. Namun kulihat gadis kecil itu masih terlihat menangis. Aku pun berjalan mendekatinya, berusaha untuk menghiburnya.

"Ini tidak mungkin," ucapku sambil menggelengkan kepala.

Aku terbelalak kaget begitu melihat gadis kecil di hadapanku kini. Tidak… tepatnya aku kaget begitu melihat gadis di hadapanku ini mirip seperti aku sewaktu kecil.

Belum selesai dengan pikiranku yang mulai berkecambuk. Tiba-tiba saja aku mendengar ada suara langkah kaki yang mendekat. Aku menoleh dan mendapati sosok pemuda yang tampak seumuran dengan gadis kecil di hadapanku ini. Aku tidak terlalu jelas melihat wajahnya, karena pemuda kecil ini memakai jubah dengan tudung yang berwarna serba hitam. Ia tampak mendekat ke arahku, lebih tepatnya mendekat ke arah gadis kecil di hadapanku ini.

Sepertinya keberadaanku disini tidak terlihat, karena anak itu langsung berjongkok di hadapan gadis kecil itu. Tanpa menoleh sedikitpun ke arahku.

"Jangan takut, aku akan menolongmu," ucap anak itu lembut.

"Benarkah?" tanya gadis kecil itu polos.

"Iya, aku akan selalu menjagamu. Jadi kau jangan takut ya," ucap anak itu seraya tersenyum.

Tiba-tiba saja ada angin yang berhembus, membuat tudung yang dipakai anak itu lepas. Sontak raut wajah gadis itu berubah. Matanya membulat begitu melihat sosok yang di hadapannya sekarang. Begitu pun dengannku yang sekarang sudah bisa melihat jelas sosok dibalik tudung itu.

Mata merah.

Dua taring.

Itu…

~Vampire Game~

"Arrrggggghhhhhhh!" jeritku ketakutan. Nafasku masih tersengal-sengal.

'Syukurlah ternyata hanya mimpi,' batinku lega.

Aku pun segera beranjak dari kasurku dan berjalan menuju beranda. Udara pagi yang sejuk dan nyanyian burung yang berkicau seakan menentramkan hatiku yang sekarang sedang gelisah. Ya, aku gelisah sekarang. Itu dikarenakan, akhir-akhir ini aku selalu bermimpi sama. Mimpi yang sangat menyeramkan. Mimpi buruk yang pernah kualami sepanjang hidupku.

Aku pun mendongak menatap langit. Kututup kedua mataku untuk merasakan sensasi angin yang menyibak rambut panjangku dan wajahku dengan lembut. Memoriku berputar, mengingat mimpi yang barusan kualami. Yah, aku masih mengingatnya meski aku berusaha keras untuk melupakan mimpi itu. Namun, setiap aku hampir melupakannya. Mimpi itu selalu datang kembali kepadaku. Seakan-akan aku tidak boleh melupakan mimpi itu. Bahkan diingatanku masih terngiang-ngiang makhluk yang selalu ada dalam mimpi anehku ini. Makhluk yang menyeramkan bagi siapun yang melihatnya. Makhluk penghisap darah berwujud manusia. Makhluk yang memiliki…

Mata merah menyala.

Dua taring tajam.

Dan bau darah.

Yah, makhluk yang selalu memenuhi pikiranku.

"Vampir," ucapku lirih.

.

.

To Be Continued

.

.

Please Review


Session Talkshow

Kazusa : Minna tolong dibaca sebentar ya. Author mau nyampein pengumuman penting yang menyangkut hidup dan mati author.

Bella : Lebay lho Kazusa, apanya yang menyangkut hidup dan mati.

Kazusa : Yah nggak apa-apa, biar para readers pada tertarik buat baca.

Bella : Oh gitu ya *sambil garuk-garuk pipi*.

Jin : Author cepetan dong, mau nyampein pengumuman penting apa sih.

Bella : Gini lho, sekarang aku bakal menerapkan sistem nilai.

Jin : Hah, maksudnya sistem nilai itu apa?

Bella : Maksudnya gini, sekarang para readers bisa memberi nilai mulai dari 1-10 tentang chapter ini di review kalian.

Jin : Gunanya untuk apa author?

Bella : Aduh kepo banget sih, dari tadi nanya mulu.

Jin : Yeee, aku kan mewakili para readers.

Bella : Ya udah deh, gunanya untuk apa ya. Aduh aku kok lupa.

Kazusa : Agh biar aku saja yang ngomong. Sistem nilai ini juga diterapkan di fanfic author yang lainnya. Nah dengan sistem nilai ini, author bisa menjumlahkan semua nilai yang diberikan oleh para readers. Nah, untuk fanfic yang memiliki jumlah nilai tertinggi. Itulah fanfic yang bakal di-update sama author terlebih dahulu.

Bella : Nah maksudku juga begitu. Makanya habis baca, kasih nilai ya. Semakin banyak nilai semakin cepat di-update. Tapi jangan lupa ya disertai alasan kenapa para readers memberi nilai itu.

Jin : Contohnya?

Kazusa : Contohnya kayak gini. Chapter ini dapat nilai 5, soalnya ceritanya dibilang jelek juga nggak dibilang bagus juga nggak. Jadi tengah-tengah saja.

Bella : Contoh apaan itu. Tapi sudahlah kurang lebih kayak gitu.

Jin : Ohh aku ngerti sekarang. Jadi para readers yang terhormat sekalian. Jangan lupa kasih nilai ya dan sukseskan sistem nilai author.

Kazusa : Woi, memangnya ini kampanye. Pakek sukseskan segala.

Bella : Iya nih Jin payah, tapi mohon partisipasinya dalam memberi nilai ya minna.