Chapter 1 : Penghantuan Pertama
Disclaimer ~ Masashi Kishimoto
Supranatural ~ Keinarra Minami
Warning : Au, Ooc, Deathfic, Typo
If not like, do not read
.
.
.
Hari ini seperti biasa, aku memulai pagi ku dengan mengantar adik kesayanganku pergi bersekolah. Namanya Hanabi Hyuga dan sekarang ia sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, dan namaku Hinata Hyuga. Aku adalah anak pertama dari keluarga Hyuga, tahun ini seharusnya aku masuk ke bangku perkuliahan di salah satu perguruan tinggi di kota Tokyo. Tapi aku mengurungkannya dan berniat mengambilnya di tahun depan saja, karena aku masih belum siap untuk di kucilkan lagi seperti sebelumnya, dan hari ini menjadi hari kesekianku bekerja sebagai pemburu hantu. Ya, aku adalah seorang pemburu hantu, sudah dua tahun terakhir ini aku menjalankan pekerjaanku setelah kedua orang tuaku bercerai. Satu lagi, aku mempunyai kakak sepupu bernama Neji Hyuga yang sekarang tinggal di kota Kyoto bersama dengan istrinya Tenten yang seorang pengecara kondang.
Awalnya aku hanya iseng mengusir para hantu yang sering mengganggu beberapa teman sekolahku, tapi kini malah menjadi pekerjaan tetapku. Dan ternyata, tidak sedikit orang - orang yang membutuhkan jasaku untuk menangkap atau mengusir hantu dan arwah yang mengganggu mereka. Dan yang membuatku tetap bertahan dengan pekerjaan ini, karena semua klienku merasa puas atas kerjaku.
Tidak sulit untuk menggunakan jasaku, mereka bisa menghubungiku melalui nomor telepon atau E-mail yang tertera di beberapa media sosialku. Sejak saat itu mungkin sudah ada ratusan atau bahkan ribuan hantu yang sudah aku lenyapkan, tapi sebenarnya itu tidak perlu di lakukan asal mereka mau pergi secara baik - baik pasti aku akan membiarkan mereka pergi tanpa harus melenyapkannya.
Meski begitu aku tidak memiliki cukup banyak teman, karena kelebihan yang aku miliki membuat mereka menjauh dari ku dengan alasan bahwa aku adalah seorang gadis aneh dengan kemampuan supranaturalku yang membuat mereka menganggap bahwa aku tidak pantas jika berteman dengan mereka yang normal. Sebenarnya aku sama sekali tidak ingin di lahirkan dengan kondisi seperti ini, di kucilkan dan di jauhi membuat aku begitu tersiksa menjalani kehidupanku, menjadi seorang gadis yang pendiam dan suka menyendiri bukanlah diriku yang sebenarnya. Tapi dengan berjalannya waktu, aku menjadi nyaman dan menikmati keadaan ini sekarang.
"Baiklah, Hanabi sekarang sudah sampai. Cepat turun dan jangan lupa nanti telepon aku jika kau sudah pulang."
"Ha'i. Nanti nee-chan tidak akan terlambat lagi untuk menjemputku, 'kan?"
"Eem ... akan aku usahakan, tapi aku tidak janji, ya! Sudah sana cepat masuk."
Hanabi mengerucutkan bibir, "Huum ... nee-chan jahat sekali."
Drrrttt Drrrttt
Suara telepon bergetar tepat di dalam tas biru muda Hinata, mengambilnya lalu mengangkat panggilan itu.
"Moshimoshi."
"Apa benar ini nona Hinata?" terdengar suara seseorang di seberang sana.
"Iya, ini saya sendiri. Ada yang bisa saya bantu?"
"Aku ingin kau mengusir hantu yang ada di rumahku, apa kau bisa?"
"Tentu saja, kirimkan saja alamat rumahmu dan aku akan secepatnya ke sana."
"Baiklah. Aku akan mengirimkannya ke E-mailmu," kata seseorang yang menelepon.
"Aku akan segera mengeceknya dan jangan lupa cantumkan namamu di sana, Tuan." ucap Hinata sambil membuka laptop miliknya dan membuka pesan di E-mailnya.
"Bagaimana untuk biayanya?"
"Kau bisa mengeceknya di situs pribadiku, Tuan."
"Bagaimana kalau aku memberimu dua kalilipat, asal kau bisa mengusir semua hantu yang ada di rumahku."
"Bukan masalah. Aku akan ke sana secepatnya, arigatou." Hinata memutus panggilannya dan segera mempersiapkan semua keperluannya untuk perjalanan besok menuju tempat eksekusi.
.
.
Rumah mewah di tengah hiruk pikuk kota modern, masih mengusung gaya Jepang tempo dulu dengan menggunakan ornamen kayu di beberapa sudut ruangan seperti lantai dan juga perlengkapan lainnya. Kediaman Hyuga, malam ini begitu sibuk terlihat dari beberapa orang pelayan yang keluar masuk kamar Nona mudanya. Hinata sedang mempersiapkan semua keperluannya, karena pekerjaan kali ini mengharuskannya pergi cukup jauh ke Hokkaido tepatnya di kota Nagiso, daerah pegunungan provinsi Nagano.
Hinata sedang mondar - mandir mencari dan merapikan semua keperluan yang ia rasa perlu untuk di bawa, "Apakah semua yang aku butuhkan sudah di masukkan ke dalam tasku?"
"Sudah semua Hinata-sama, saya permisi dulu." Kata seorang pelayan wanita yang kemudian keluar dari kamar Hinata setelah menyelesaikan pekerjaannya di sana.
"Ha'i, arigatou."
Setelah ia rasa persiapannya telah rampung, Hinata bergegas mandi dan mengganti pakaiannya, kemudian keluar menuju ruang makan keluarga untuk makan malam bersama.
"Nee-chan, apa benar kalau nee-chan akan pergi ke Hokkaido?" ujar Hanabi dengan tatapan sedih.
"Iya, memangnya kenapa Imotou-ku sayang!" Hinata mencubit kecil pipi Hanabi.
Hanabi mengerucutkan bibirnya, "Jangan pergi nee-chan!"
"Memangnya kenapa, Hana-chan? Lagi pula aku 'kan hanya beberapa hari saja di sana, kalau lebih lama di sana itu akan menguntungkan sekali, bukan!"
"Apanya yang menguntungkan, Hinata?" Hinata menengok ke arah sumber suara laki - laki yang ternyata adalah ayahnya.
"Tou-chan, sejak kapan tou-chan berdiri di situ?"
Hiashi berjalan menuju meja makan, "Baru beberapa detik yang lalu," ucap Hiashi dan mendudukkan dirinya di salah satu kursi meja makan. "Tumben sekali klienmu jauh, Hinata?"
"Tidak apa - apa 'kan sekali - sekali menerima klien yang bertempat tinggal sedikit jauh, hitung - hitung aku bisa sambil jalan - jalan di sana."
"Baiklah. Tapi, selama di sana kau harus tetap berhati - hati. Apa lagi pekerjaanmu ini sangat berbahaya."
"Ha'i. Tapi jangan lupa uang sakunya ya, Tou-chan!" Hinata tersenyum lima jari.
"Nee-chan 'kan punya banyak uang, kenapa masih meminta uang saku segala? Seperti anak kecil saja." Tukas Hanabi dengan senyum mengejek dari wajah imutnya membuat Hinata sedikit kesal.
"Kenapa? Memangnya kau saja yang boleh meminta uang saku!" Melipat kedua tangannya di depan dada.
"Sudah - sudah jangan bedebat di depan meja makan. Ayo cepat makan, kasihan semua makanan ini nanti akan dingin dan tidak enak untuk di makan."
"Ha'i, itadakimasu." Ucap Hinata dan Hanabi serempak.
.
.
Pagi ini Hinata mengenakan turtle neck lengan panjang berwarna merah maroon, celana jeans ketat berwarna hitam, sneakers yang memiliki warna senada dengan baju yang ia kenakan dan membawa satu tas ransel cukup besar. Karena perjalanan kali ini ia tidak akan membawa mobil kesayangannya, melainkan menggunakan kereta api sebagai alat transportasinya. Hinata berangkat cukup pagi agar tidak ketinggalan kereta, dan karena memang lokasinya yang cukup jauh membutuhkan waktu sekitar 10 jam perjalanan menggunakan kereta.
Di dalam kereta Hinata lebih banyak menghabiskan waktunya untuk beristirahat, bukan karena ia lelah atau pun bosan. Malah dirinya begitu senang karena bisa melakukan perjalanan yang cukup jauh, jika di ingat lagi terakhir ia melakukan perjanan jauh saat satu tahun sebelum kedua orang tuanya bercerai.
Waktu terus berlalu hingga tidak terasa ia telah sampai di stasiun pemberhentian terakhir. Tidak sampai di sini, karena sekarang ia harus meneruskan perjalanannya yang masih cukup jauh menuju tempat tujuan. Di sepanjang perjalanan Hinata tak hentinya tersenyum karena ia bisa melihat pemandangan alam yang indah dan di dominasi oleh pegunungan, membuat dirinya tidak berhenti memotret pemandangan yang di lalui dengan kamera yang selalu ia bawa kemana saja.
"Aah... akhirnya sampai juga." Hinata mengangkat kedua tangannya merenggangkan otot - ototnya yang kaku karena lamanya perjalanan yang ia lalui hari ini. Menunggu seorang gadis bernama Sakura yang akan menumpanginya bermalam sementara waktu di kota ini, dia adalah teman dari kakak iparnya Tenten.
"Maaf nona, apa anda nona Hinata?" Seorang gadis berambut merah muda menepuk pundak Hinata.
Hinata berbalik menatapnya, "Wah... pasti kau Sakura-san 'kan, sahabat Tenten nee-chan?"
Sakura tersenyum, "Iya benar sekali, ayo kita segera pulang. Sebentar lagi sepertinya akan turun hujan."
"Ha'i. Dan maaf jika aku merepotkanmu."
"Ah ... tentu saja tidak, aku senang bisa membantumu."
Keduanya menaiki mobil Sakura menuju apartemen yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat Hinata menunggunya tadi. Di sepanjang perjalanan mereka berdua sama sekali tidak ada yang ingin membuka percakapan, hingga akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, sebuah apartemen yang cukup besar jika di tinggali oleh satu orang.
Sakura menunjukkan kamar Hinata, menyuruhnya membersihkan diri dan pergi menuju dapur untuk menyiapkan makan malam. Setelah cukup lama membersihkan diri akhirnya Hinata keluar dari kamarnya dan kini ia sedang duduk berdua bersama Sakura di ruang makan berukuran minimalis dengan beberapa makanan di atas meja.
"Jadi, apa benar kau itu seorang pemburu hantu, Hinata-san?" tanya Sakura penasaran.
"Ya begitulah." jawab Hinata seadanya sambil tersenyum manis.
"Kenapa kau bisa bekerja sebagai pemburu hantu? Bukankah itu sangat menyeramkan dan berbahaya!"
Hinata memasukkan sepotong sushi dengan saus lada hitam ke dalam mulutnya, "Emm ... nyam ...," meminum segelas air putih di hadapannya. "Aah ... masakanmu enak sekali Sakura-san."
"Aah ... iya terima kasih banyak. Emm ... kau belum menjawab pertanyaanku, Hinata-san."
"Oh itu, awalnya mereka memang sangat menyeramkan, tetapi karena aku sudah terbiasa jadi bagiku sekarang mereka biasa saja tidak begitu menyeramkan."
Sakura tersenyum ngeri, "Sejak kapan kau bisa melihat mereka? Dan hantu apa yang menurutmu paling menyeramkan?" sambungnya.
Hinata berpikir sejenak sambil mengingat kembali semua hantu yang pernah ia temui. "Dulu saat aku masih duduk di bangku taman kanak - kanak, ada hantu tanpa kepala yang selalu menampakkan diri saat aku sedang bermain bersama teman - temanku, menurutku dia yang paling menakutkan. Tapi sekarang sudah tidak lagi," jawab Hinata.
"Lantas besok kau akan mengusir hantu di mana?"
"Belum tahu juga, klienku bilang rumahnya di dekat sini. Tapi, aku belum tahu tepatnya di mana."
"Aku salut dengan keberanianmu Hinata-san," Sakura tersenyum tulus.
Senyum mengembang di wajah cantik Hinata. "Dan aku sangat berterima kasih padamu atas tumpangan dan makan malamnya Sakura-san."
"Ah ... anggap saja aku ini seperti nee-san mu sendiri, Hinata-san. Jika kau membutuhkan sesuatu katakan saja, jangan sungkan."
"Ha'i, arigatou." Hinata menyatukan kedua telapak tangannya dan lagi - lagi memasang senyum cerianya.
.
.
Hari sudah pagi lagi, dan sekarang Hinata sedang berdiri di trotoar jalan dekat rumah Sakura. Menunggu seseorang yang memesan jasanya untuk mengusir hantu, cukup lama Hinata menunggu sang klien hingga hampir satu jam lamanya sambil sesekali memperhatikan jam yang berada di pergelangan tangannya.
Dari kejauhan terlihat mobil mewah berwarna hitam terparkir di pinggir jalan, seorang pemuda di dalamnya tengah mengamati Hinata sedari tadi tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun pada gadis bersurai indigo yang celingukan di sana. Setelah di rasa cukup acara mengamatinya, ia menjalankan mobilnya mendekati Hinata.
Tin Tin Tin
Suara klakson mobil yang berhenti tepat di depan Hinata membuatnya sedikit terkejut. Pintu mobil itu terbuka menampakkan seorang pemuda berambut pirang jabrik yang kira - kira seumuran dengan Hinata, bertubuh tinggi, memiliki tiga garis tanda lahir di kedua pipi dengan kulit tan yang terlihat begitu eksotis dan berpakaian cukup rapi tengah tersenyum padanya.
"Nona Hinata." ujar sang pemuda.
Hinata menganggukkan kepalanya masih terpesona dengan pemuda di hadapannya, "Pasti anda tuan Naruto."
"Iya, maaf membuatmu menunggu nona Hinata." Naruto berjalan memutari mobil hitamnya dan membukakan pintu untuk Hinata.
"Aah ... haahaa, bukan masalah." Hinata berjalan di belakang Naruto memutari mobil hitam itu juga dan segera masuk ke dalam mobil.
Sepanjang perjalanan cukup banyak pertanyaan yang di tanyakan Naruto kepada Hinata. Seperti hobi, makanan kesukaan, olahraga favorit dan masih banyak lainnya. Sungguh kurang kerjaan sekali Naruto menanyakan hal tidak berguna itu batin Hinata, tapi mungkin hal bodoh itu penting bagi Naruto. Dan ternyata sudah cukup lama mereka berada di dalam mobil, perjalanan ini membuat Hinata bingung kenapa lokasinya jauh sekali padahal Naruto mengatakan jika ia akan mengusir para hantu itu di rumahnya, dan bukannya rumah Naruto itu di daerah Nagiso atau tepatnya di dekat rumah Sakura.
"Emm ... sebenarnya kita mau kemana? Bukannya aku akan mengusir hantu - hantu yang ada di rumahmu, Naruto-san!" tanya Hinata masih bingung.
"Memang benar kau akan mengusir para hantu yang berada di rumahku, tapi bukan di rumahku yang berada di sana. Melainkan yang berada di desa Tsumago." Jawab Naruto sambil tersenyum.
Hinata mengerutkan dahi, "Bukankah itu adalah salah satu desa kuno yang memiliki corak bangunan yang masih di dominasi oleh arsitektur tradisional Jepang bergaya edo, yang masih di pertahankan sampai sekarang!"
Naruto menganggukkan kepala, "Kau rupanya cukup pintar juga nona, Hinata."
"Aaiisshh ... kau ini meremehkanku sekali, Naruto-san." Hinata melirik ke arah Naruto dari ujung matanya.
Beberapa menit kemudian mereka berdua sampai di salah satu rumah yang cukup besar, bergaya arsitektur zaman edo yang penuh dengan sejarah. Hinata menapakkan kakinya untuk pertama kali di rumah besar ini, tapi ia sangat terkejut saat tangannya baru saja memegang gagang pintu masuk rumah itu. Sekilas dirinya bisa melihat kembali masa lalu desa ini saat beberapa kali bangunan di kawasan ini hancur karena kebakaran dan perang dunia kedua, banyak sekali tangis dan kepedihan yang ia lihat di sana.
"Hinata-san, ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?" kata Naruto menyadarkan Hinata dari bawah alam sadarnya.
"Ti - Tidak ada, hanya saja aku tadi seperti melihat seseorang di dalam sana." ucap Hinata saat matanya tidak sengaja melihat arwah gentayangan yang tiba - tiba menampakkan wujudnya.
"Oh ... mungkin tadi itu yang kau lihat adalah penjaga rumah tua ini."
"Siapa? Siapa penjaga rumah ini?"
"Konan, dia adalah penjaga baru rumah ini. Baru beberapa bulan ia bekerja dan ia akan datang ke sini tiga hari sekali untuk membersihkan rumah dan semua perabotan yang ada di sini. Dia mulai bekerja setelah penjaga yang dulu mengundurkan diri karena usianya sudah sangat tua." ucap Naruto panjang lebar.
Mereka berdua memasuki rumah tua itu, namun masih sangat terawat terlihat dari barang - barang yang berada di sana masih sangat bagus dan juga bersih. Hinata memegang beberapa benda di sana dan tidak sengaja ia berhenti tepat di depan sebuah cermin tua besar yang berada di salah satu sudut ruangan. Menatap dirinya di cermin cukup lama, hingga lama kelamaan ia merasa tubuhnya seperti terhisap ke dalam cermin itu. Berusaha meminta tolong kepada Naruto yang tidak jauh berdiri membelakangi dirinya namun sepertinya pemuda itu tidak mendengar teriakannya.
.
( Alam Lain )
Terlihat sesosok gadis dengan rambut pirang pucat terurai panjang menjuntai hingga kelantai, memakai kimono putih yang terlihat kotor penuh dengan darah dan wajahnya yang pucat pasih bercampur darah yang mengalir dari atas kepala membasahi wajahnya, sepertinya Hinata tahu jenis hantu yang tengah ia hadapi. Sedang menatap Hinata dengan bola mata berwarna merah yang hampir terlepas dari tempatnya.
'Tolong ...'
'Tolong ... tolong aku ...' Kata arwah itu dengan mulut terbuka lebar.
"Kenapa kau meminta tolong? Lebih baik kau pergi dari sini dan jangan mengganggu pemuda itu." ucap Hinata sedikit ketakutan, sungguh arwah ini begitu menakutkan dan mengeluarkan aura negatif yang cukup besar.
'Tolong ... tolong aku ...' Lagi - lagi arwah itu meminta tolong dengan raut wajah sedih, namun kali ini ia menunjuk ke arah cermin yang entah sejak kapan berada tepat di sebelah Hinata, padahal tadi ia merasa dirinya tersedot ke dalam cermin itu.
Hinata mulai membaca beberapa mantera penetral aura dan mengarahkan tangannya pada arwah penasaran di hadapannya. "Pergilah, atau kau akan aku lenyapkan untuk selamanya," teriakan Hinata berhasil membuat arwah itu pergi.
.
~ Beberapa menit kemudian ~
( Dunia Nyata )
"Taa ... Hinata-san, apa kau baik - baik saja?" tanya Naruto cemas, melihat Hinata yang tiba - tiba pingsan.
"Uhm ...," Hinata terbangun, perlahan mulai membuka kelopak matanya.
Konan memberi minyak kayu putih di sekitar bawah hidung Hinata agar ia cepat sadar, "Hinata-sama apa anda baik - baik saja!"
"Uhm ... ya." Menatap Konan kemudian beralih menatap Naruto, "Apa ... ada apa ini? Kenapa denganku!" Hinata mendudukkan dirinya.
"Tadi tiba - tiba saja kau pingsan saat sedang bercermin." kata Naruto menjelaskan.
Tiba - tiba saja Hinata teringat dengan sosok arwah yang mendatanginya tadi, berusaha mengingat apa yang arwah itu katakan padanya, sepertinya arwah itu meminta tolong padanya. Ada apa ini, kenapa arwah itu meminta tolong padanya, padahal menurut kliennya, ia sering mendapat gangguan dari arwah itu setiap kali berada di tempat ini. Apakah sebenarnya arwah itu hanya ingin meminta bantuan pada Naruto, bukan ingin mengganggunya. Tapi di lihat dari ciri -cirinya, hantu itu seperti Onryou yaitu hantu yang menaruh dendam kepada orang lain semasa hidupnya, dan setelah meninggal dia akan membalas dendam kepada orang tersebut, tapi entahlah saat ini Hinata tidak ingin terlalu memikirkannya, mungkin besok ia akan mencari tahu beberapa informasi dari Konan si penjaga rumah dan dari sang pemilik rumah, yaitu Naruto sendiri.
"Ini sudah malam, lebih baik cepat kau antar nona Hinata ke kamarnya." Perintah Naruto.
"Ha'i." jawab Konan sambil mulai membantu Hinata berdiri, "Mari nona, saya akan mengantar anda ke kamar."
"Hn." Hinata mengangguk dan berjalan meninggalkan Naruto yang menatap kepergian Hinata sambil tersenyum simpul.
.
.
Tengah malam di dalam kamar yang di dominasi warna Hitam dan orange dengan lampu cukup redup, Naruto yang berdiri tepat di dekat jendela yang langsung berhadapan dengan taman bunga yang berada di samping rumah. Memegang selembar foto yang berisikan dua orang yang sedang tersenyum bahagia di suatu acara pesta, seorang pemuda mengenakan tuxedo sedang memegang setangkai bunga mawar merah dan seorang gadis yang terlihat dua tahun lebih muda darinya mengenakan kimono putih.
Naruto tersenyum penuh arti, lalu mengambil selembar foto yang menampakkan sosok seorang gadis berambut indigo dengan senyum manisnya yang merekah, menatap foto itu kemudian menciumnya dengan lembut. Tiba - tiba dari arah belakang terasa seseorang menepuk pundaknya, ia pun langsung berbalik dan mencari seseorang yang menepuk pundaknya. Namun di sana hanya ada dirinya sendirian, ia tahu siapa yang baru saja menepuk pundaknya.
Ekspresi wajahnya mulai panik, bingung saat melihat beberapa benda mulai terjatuh dari tempatnya, dan kaca besar yang berada cukup dekat dengannya tiba - tiba pecah dan membuat pecahan kaca kecil yang berserakan. Terlihat beberapa pecahan itu terbang melayang, mengenai lengan dan mengores wajah tannya, darah segar mengalir cukup banyak di sana.
"Tidak ... jangan ... hentikan ...," Naruto berteriak histeris, ketakutan sambil menutup wajahnya dengan kedua lengan.
"Maafkan aku, pergi ... pergi dari sini ... jangan ganggu aku." Ia pun berlari keluar kamar, meninggalkan kamarnya yang berantakan.
Konan yang mendengar teriakan Naruto langsung berlari menuju kamar tuan mudanya, dan ia melihat Naruto berlari keluar kamar dengan kondisi penuh luka, dengan sigap menghampiri dan membantu Naruto yang berjalan sempoyongan karena ketakutan. "Naruto-sama, ada apa? Kenapa anda penuh dengan luka seperti ini." tanya Konan panik dan membawa Naruto ke ruang tamu, mendudukkannya di sana dan mengambil sekotak obat, membersihkan luka - luka Naruto, kemudian memasang perban tanpa ada jawaban dari tuan mudanya.
"Aku akan keluar sebentar, tolong bersihkan kamarku." ucap Naruto sambil melenggang pergi.
"Ha'i." Konan membungkukkan badan lalu pergi ke kamar Naruto, membersihkan semua pecahan kaca yang berserakan dan barang- barang yang sudah berhamburan.
.
.
Ke esokan harinya Hinata mulai mempersiapkan segala sesuatu yang ia butuhkan untuk memanggil arwah itu dan segera mengusir atau pun melenyapkannya jika ia melawan nanti, berjalan mengelilingi setiap sudut rumah dan berhenti tepat di depan cermin kemarin, saat dirinya melihat sesosok hantu dengan kimono putih penuh darah itu.
Tap tap tap
"Hinata-sama, ada yang bisa saya bantu?" suara Konan menawarkan sebuah bantuan pada Hinata.
"Ah ... kau rupanya, di mana Naruto-san? Dari pagi aku tidak melihatnya sama sekali!"
"Naruto-sama, tadi mengatakan kalau dia ada urusan sebentar dan menyuruh saya untuk membantu nona jika di perlukan."
Hinata menganggukkan kepala mengerti. "Begini, ada yang ingin aku tanyakan padamu. Tapi, kau harus menjawabnya dengan jujur."
"Ha'i, apa yang ingin Hinata-sama tanyakan?"
"Apakah kau tahu sesuatu tentang rumah ini?"
"Maksud nona!" Konan mengerutkan dahinya tidak mengerti tentang apa yang Hinata tanyakan padanya.
"Baiklah. Jadi begini, aku tahu jika kau masih belum lama bekerja di sini. Tapi, apakah kau tahu sesuatu yang telah terjadi di rumah ini! Atau pernah mengalami hal - hal aneh selama berada di sini?"
Konan terdiam dan berpikir sejenak tentang pertanyaan Hinata padanya. "Tidak nona," dusta Konan dengan jawaban singkat.
"Lalu apa kau tahu sesuatu yang lain! Mungkin tentang kejadian yang pernah terjadi di rumah ini?" tanyanya lagi tidak puas dengan jawaban Konan.
"Ti - Tidak nona. Maaf saya lupa harus menjemur pakaian yang tadi saya cuci, permisi." Konan melangkahkan kaki akan pergi, namun Hinata dengan cepat memegang lengan Konan dengan erat dan membalikkan tubuh Konan agar berhadapan dengannya.
Mana mungkin dirinya akan begitu saja percaya dengan ucapan Konan jika ia sama sekali tidak mengetahui apa pun tentang apa yang telah terjadi di rumah ini, apa lagi dengan sikap Konan yang datang dan tiba - tiba pergi begitu saja saat Hinata menanyakan perihal kejadian yang sebenarnya.
Saat memegang tangan Konan dan menatap tajam mata hitamnya, Hinata langsung memasuki pikiran terdalam Konan. Membaca dan melihat kembali kejadian yang Konan ketahui tentang apa yang terjadi di rumah ini, mencari sesuatu yang akan membongkar semua misteri di balik arwah gentayangan gadis berkimono putih itu.
.
(Alam bawah sadar)
"Nee ... Naruto-kun turunkan aku." Gadis berambut pirang pucat dengan mengenakan kimono putih memukul dada bidang Naruto yang kini tengah membopongnya ala bridal style.
"Iya, aku akan menurunkanmu kalau sudah sampai di dalam." Naruto membawa sang gadis masuk ke dalam rumah besar bergaya edo itu, mendudukkan gadisnya di sofa ruang tamu.
"Kau tahu Naruto-kun, hari ini aku sangat bahagia."
"Benarkah. Memangnya ada apa? Apa karena kau ulang tahun hari ini, hah." Tangan besar Naruto mengusap rambut pirang sang gadis.
"Iya begitulah, dan ada satu hal lagi yang membuat aku bahagia sekarang." Sang gadis menggelayutkan tangannya di leher Naruto.
Naruto mendekatkan wajahnya pada sang gadis, "Apa itu Shion-chan!"
"A - Aku ... ha-" perkataan gadis bernama Shion itu terputus saat ada seorang gadis berambut ungu tua dengan tatapan tajamnya berdiri tepat di depan pintu masuk, "Siapa itu sayang?" kata Shion tidak melanjutkan perkataannya tadi.
Naruto mengerutkan dahi lalu menengok ke arah belakang, terlihat Konan yang sedang berdiri di sana. Sepertinya ia akan berpamitan pulang karena tugasnya untuk bersih - bersih hari itu telah selasai.
"Ada apa, Konan!"
"Naruto-sama, tugas saya sudah selesai. Saya pamit dulu." ucap Konan sedikit membungkuk lalu pergi dari tempat itu setelah Naruto menganggukkan kepala.
Tapi baru beberapa ratus meter meninggalkan rumah besar itu, Konan baru menyadari kalau ponsel miliknya tidak ada di dalam tas. Merapatkan motornya di tepi jalan, berulang kali dirinya mencari di dalam tas namun hasilnya tetap sama, ia tidak menemukan ponsel miliknya itu. Lalu ia teringat saat dirinya baru selesai membersihkan dapur, ia menaruhnya di atas meja dapur. Memutar balik motor yang ia kendarai, kembali ke rumah tuan mudanya dan segera mengambil barang yang sedari tadi ia cari.
Setelah mendapatkan apa yang ia cari, ia bergegas pergi. Namun saat akan keluar tidak sengaja ia mendengar teriakan seorang perempuan yang meminta tolong, suara teriakan yang tadi terdengar samar - samar itu semakin terdengar jelas saat Konan berjalan mendekati ruang keluarga tepat di sebelah ruang tamu.
"Tolong ... hiks ... hiks ... jangan ... kumohon ... hiks ..."
"MATI KAU ...," teriakan seorang lelaki yang amat sangat Konan kenali.
"Jangaann ... AAAKKHH ..." Suara teriakan seorang wanita yang juga ia kenali.
Terdengar suara benda - benda jatuh dan beberapa lainnya pecah, dengan nyali yang ia miliki, Konan memberanikan diri untuk mengintip ke arah sumber suara, dari belakang pintu yang ia sandari sedari tadi. Sungguh betapa terkejutnya ia saat melihat tangan tuan mudanya sedang memegang sebuah gunting yang ukurannya lumayan besar, dengan seorang gadis berada di hadapannya tengah berlumuran darah dari ujung kepala hingga kaki. Gadis itu masih hidup, ia terlihat memegang perutnya yang juga mengeluarkan banyak darah namun sudah terlihat sangat lemas dengan wajah pucat menahan rasa sakit yang sekarang ia rasakan. Konan yang berdiri di dekat pintu merasakan betapa lemas kedua kakinya, ia hanya bisa terdiam dengan kedua tangannya menutupi mulut yang serasa ingin berteriak sekencang - kencangnya, air matanya pun sudah mengalir tak henti - hentinya sedari tadi dan kaki yang bergetar hebat. Namun rasa takut dalam dirinya lebih besar dari pada rasa sedih dan tak tega saat melihat gadis yang ternyata kekasih tuannya itu kini tengah di habisi di depan matanya.
"Terima akibatnya jika kau tidak mau mendengar kata - kata ku, wanita jalang." Lagi teriakan Naruto menggema di dalam ruangan.
Sreett
Naruto menarik gadisnya tepat di depan cermin besar yang berada di ruangan itu, memposisikannya menghadap ke arah cermin dan tersenyum simpul.
JLEB
Dan dengan cepat menancapkan gunting yang tengah ia pegang, tepat di perut sang gadis yang sudah berlumuran darah. Membuat gadis itu membuka mulutnya lebar dengan mata melotot seperti akan keluar dari tempatnya dan langsung terjatuh, sepertinya gadis itu telah tewas. Konan yang tidak kuat melihatnya, mundur perlahan beberapa langkah namun tidak sengaja kakinya sedikit menyenggol kaki meja yang ada di sana, membuat sedikit suara dan dengan kepanikan, serta ketakutannya saat ini secepat mungkin ia berlari sekuat tenaga meninggalkan rumah itu. Tanpa ingin tahu dan perduli dengan apa yang baru saja ia lihat di depan matanya.
.
~ Beberapa menit kemudian ~
( Dunia Nyata )
"Haah ... hah ... itu ... kau ...," Hinata melepas tangannya dari lengan Konan dan membiarkan gadis berambut ungu tua itu pergi dengan raut wajah takut.
Mengusap pelan air mata yang mengalir membasahi kedua pipinya, sungguh ini di luar dugaan Hinata. Ternyata arwah itu sengaja menghantui Naruto karena ia ingin membalaskan dendamnya, ia sungguh tidak menyangka jika kliennya itu adalah seorang pembunuh, lalu sekarang ia harus bagaimana. Apa yang harus ia lakukan, membantu kliennya mengusir arwah itu atau membantu sang arwah membalaskan dendamnya.
Bagaimana pun juga ia adalah seorang wanita yang sudah sangat jelas ia bisa merasakan setiap kepedihan dan rasa sakit yang Shion rasakan jika ia berada di posisinya saat itu.
Saat Hinata sedang memikirkan semua yang baru saja ia lihat, seseorang sedang menatapnya penuh dengan amarah, mengepalkan kedua tangannya dan bibirnya kini tersenyum licik.
.
.
.
To Be Continued
.
.
.
Maaf kalau jelek, di dalam cerita ini ada beberapa pengalaman yang pernah saya alami.
Mind to RnR?
