Hati yang terluka...
.
.
.
"Mami tak mau tahu. Kau harus menikah lagi. Mami ingin cucu. Sampai kapan mami harus bertahan terus menunggu?" Sepertinya ini puncak kesabaran Mikoto menanti cucu selama empat tahun usia pernikahan Sasuke dan Sakura.
"Aku bukan mesin penghasil anak. Jika mami tak bisa bersabar dan menghargaiku silahkan ambil anak di panti asuhan." Nada suara Sasuke meninggi. Untuk ke sekian kalinya juga Sasuke menegaskan jika dirinya tak bisa di tuntut seperti ini. Sasuke terluka oleh sikap maminya.
Plak. Suasana hening. Bahkan Sakura membeku menutup mulutnya melihat Mikoto menampar Sasuke. Putra kesayangan yang selalu di banggakannya. Dengan gemetar Sakura berusaha meraih tangan ibu mertuanya. Tapi dengan cepat Mikoto menepisnya.
"Jangan sentuh aku. Kau membuat putraku untuk pertama kalinya mengecewakanku." Desis mikoto tajam. Sakura menggeleng kuat di sela isakannya.
"Mami..."
"Tidak mi, Sasuke-kun akan menikah lagi. Aku yang akan memastikannya." Ucap Sakura dengan suara bergetar di sela tangisnya.
"Sakura..."
"Baguslah. Aku akan mempersiapkan semuanya." Mikoto langsung pergi setelah mengucapkan itu.
Sakura merosot terduduk di lantai menangis sesenggukan. Dadanya sangat sesak menerima kenyataan ini. Ibu mertuanya hanya menyalahkannya ketika mereka tak kunjung di karuniai anak. Ibu mertuanya tak bertanya penyebabnya. Tak mau mendengar alasan apapun. Ibu mertuanya tak mau menerima alasan Sasuke yang ingin memperbaiki taraf hidup mereka lebih dulu.
"Sakura... sayang..." Sasuke memeluk tubuh ringkih istrinya. Mereka berdua memang menyadari jika ada yang salah saat Sakura tak kunjung hamil. Tapi mereka sepakat tak ingin memikirkan itu dulu di saat keuangan mereka memprihatinkan. Apalagi Sasuke yang bersikeras memastikan anaknya berkecukupan saat lahir. Segalanya jadi sesulit ini saat Mikoto mulai ikut campur meributkan keturunan.
"Sasuke-kun..." Sakura melepaskan pelukan Sasuke. Dia menangkup wajah tampan suaminya lalu berusaha tersenyum di tengah isakannya. "Aku rela kau menikah dengan gadis lain."
"Tidak. Aku tak akan meninggalkanmu. Aku tak sanggup." Kini Sasuke sudah menangis. Jelas lelaki itu sangat takut kehilangan wanita yang paling di cintainya.
"Tidak Sasuke-kun. Kita akan selalu bersama. Hanya sedikit lebih jarang. Aku rela berbagi." Mereka menangis bersama merasakan sesak.
Keluarga Sasuke termasuk kalangan menengah. Orang tuanya memiliki harta yang cukup. Hanya saja Sakura tak sanggup tinggal bersama mertuanya meski Sasuke adalah anak tunggal. Dan Sasuke yang tak tega melihat Sakura selalu menangis mengajaknya pindah ke kontrakkan. Saat itu Mikoto begitu marah dan berucap tak akan memberikan bantuan sepeserpun pada mereka. Sasuke tak keberatan asal Sakura tersenyum. Yah memang sejak awal Mikoto kurang menyukai Sakura yang berasal dari panti asuhan.
Hanya berselang dua bulan setelah itu Sasuke menikah dengan putri teman arisan Mikoto. Sasuke akhirnya mengiyakan keinginan Mikoto dengan syarat dia dan gadis yang dinikahinya akan tinggal bersama Sakura. Sasuke tahu, ini akan sangat menyakiti Sakura. Tapi demi tuhan dia akan mati perlahan saat jauh dari wanita itu.
"Ini kamarmu Hinata-chan. Kau bisa mengatur ulang tata letak perabotan yang sesuai seleramu." Ucap Sakura saat menunjukkan kamar Hinata. Setelah Sasuke menikah, mereka mencari Kontrakan yang memiliki dua kamar. Meski biayanya lebih mahal, tapi tak apa karna Sasuke dan Sakura sama-sama bekerja.
"Terima kasih Sakura-chan. Aku menyukainya." Sahut Hinata yakin dengan senyum mengembang. Sakura bersyukur Mikoto memilih gadis baik nan anggun seperti Hinata.
Tapi masalah datang saat Sasuke tak menyentuh Hinata meski usia pernikahan mereka menginjak dua minggu. Setiap gilirannya tidur dengan Hinata, Sasuke selalu mengendap kembali ke kamar Sakura saat Hinata terlelap. Bukan, Sasuke masih lelaki normal yang bisa tergoda oleh tubuh molek Hinata. Hanya saja hatinya sakit seperti di rajam setiap dia menyentuh Hinata. Di kepalanya berputar gambaran jika Sakuranya di sentuh pria lain.
"Hiks... Sasuke-kun tak menganggapku istrinya Sakura-chan..." Sakura mendongak menahan air matanya saat Hinata menangis di pelukannya. Sakura tak mengerti kenapa dia harus terjebak di situasi seperti ini. Siapa yang bisa di salahkannya atas tiga hati yang terluka di sini?
Lagi-lagi Sakura merasakan Sasuke yang menyusup ke dalam selimutnya saat giliran pria itu tidur dengan Hinata. Sakura merasakan dadanya sesak dan menyakitkan. Air matanya menetes ke bantal saat lengan hangat suaminya melingkari tubuhnya.
"Kau melakukannya lagi Sasuke-kun?" Sakura berusaha agar suaranya terdengar normal.
"Aku tak bisa bersamanya Sakura. Aku hanya mencintaimu." Sasuke menyurukkan kepalanya ke leher belakang Sakura.
"Aku tak akan mau berbicara denganmu jika kau tak melakukannya dengan Hinata-chan. Mami sangat mendambakan cucu Sasuke-kun." Bukan hanya Sasuke yang terluka mendengar ucapan Sakura. Bahkan Sakura sendiri terluka mendengar ucapannya yang seolah mendorong suaminya meniduri wanita lain.
"Sakura...Sakura..." Bisik Sasuke parau tak lagi tahu harus mengatakan apa. Semuanya sudah terlanjur seburuk ini. Lagi-lagi pasangan suami istri itu menangis dalam diam.
Dan benar saja. Sakura benar-benar mendiamkan Sasuke saat Hinata lagi-lagi menangis di pelukannya. Sakura merasa tak sanggup menanggung segala rasa yang bahkan semuanya terasa menyakitkan. Tak ada sedikitpun hal menyenangkan yang terjadi sejak Sasuke menikahi Hinata.
"Sakura... Aku tak bisa... Aku hanya menginginkanmu... Aku takut aku akan mendapatkan karma jika aku menyentuhnya... Bagaimana jika ada orang lain menyentuhmu? Aku pasti akan mati Sakura... Aku tak bisa..." Bisik Sasuke frustasi di balik pintu. Ya Sakura mengunci pintu kamarnya agar Sasuke tak bisa masuk. Agar Sasuke menjalankan tugasnya sebagai seorang suami pada Hinata.
"Sakura... Ku mohon biarkan aku masuk... Sakura..." Suara Sasuke terdengar sangat menyedihkan. Sementara itu Sakura menutup mulutnya, menangis tanpa mengeluarkan suara di balik pintu. Ini sangat menyakitkan. Pilihan apapun yang di buatnya sangat menyakitkan.
Sakura masih mendiamkan Sasuke. Ini sudah hari ke tujuh. Dan itu membuat Sasuke sangat tersiksa. Dalam tujuh hari dia tak mendengar sedikitpun Sakura mengeluarkan suara untuk menyapanya. Dan Sasuke melakukannya. Dia melakukannya dengan Hinata. Dengan cepat dan penuh wajah tersiksa. Sasuke menahan sakit yang menghujam jantungnya setiap kali kejantanannya menghujam milik Hinata. Bayangan Sakura yang bercinta dengan orang lain membuatnya seperti akan mati. Setelah klimaks, tanpa menunggu lama atau beristirahat Sasuke berlari ke kamar Sakura hanya mengenakan selimut yang menggulung tubuhnya.
"Sakura... Sakura... Aku sudah melakukannya... Ku mohon buka pintunya..." Raung Sasuke menggedor pintu kamar Sakura.
Sakura tercengang saat keluar dan melihat betapa mengenaskannya wajah suaminya. Sebenarnya apa yang di lakukan pria ini hingga terlihat begitu menyedihkan? Sakura semakin membatu saat Sasuke merosot memeluk kakinya. Menangis.
"Aku melakukannya dengan Hinata, Sakura. Aku sakit. Tolong maafkan aku. Jangan tinggalkan aku. Aku melakukannya. Jangan diamkan aku. Aku mohon Sakura. Aku sakit tanpamu." Racau Sasuke dengan suara paling menyedihkan yang pernah Sakura dengar.
Sakura memeluk Sasuke. Mereka menangis di lantai pintu kamar Sakura. Bohong jika Sakura bilang dia baik-baik saja. Hatinya terasa tercabik-cabik. Miliknya bukan lagi hanya miliknya. Dia benar-benar harus rela berbagi Sasukenya. Selama ini Sakura bisa bertahan karna Sasuke tak menyentuh Hinata. Karena Sasuke bersikap manis dengan selalu menyelinap ke kamarnya. Dan sekarang Sakura merasa hancur. Benar-benar hancur tanpa bisa melakukan apapun.
Mereka berdua masuk ke kamar. Sakura memeluk Sasuke, menenangkan pria yang histeris itu. Pria yang sangat takut di tinggalkannya. Pria kesayangannya yang tak lagi miliknya sendiri. Sakura mengecup mata Sasuke yang tertidur lelap. Dia menangis lagi dalam diam. Menatap wajah suaminya tercinta dengan hati remuk.
Sementara itu di luar Hinata terduduk di lantai memeluk lututnya. Perasaannya hancur melihat Sasuke yang histeris karna menidurinya. Sebegitu menyakitkannyakah menerima dirinya sebagai seorang istri? Sebegitu menderitanyakah Sasuke menyentuhnya? Hinata terisak membayangkan rumah tangganya yang sama sekali tak memiliki hal menyenangkan.
Dia pikir menikah dengan pria yang selalu di kaguminya akan membuatnya bahagia. Ya, Hinata sudah menyukai Sasuke sejak pertemuan pertama mereka satu tahun lalu. Dan sempat kecewa saat tahu Sasuke memiliki istri. Tapi dia sangat senang saat Mikoto bilang Sasuke mencari istri karna istrinya tak bisa menghasilkan keturunan. Hinata pikir hidupnya akan bahagia saat dia berhasil melahirkan anak untuk Sasuke. Apalagi Sakura bersikap baik padanya. Dan semuanya hanya harapan palsu. Hinata tak tahu jika Sasuke sangat mencintai Sakura. Benarkah Sasuke mencari istri untuk melahirkan anaknya? Hinata jadi meragukan itu. Sakura dan Sasuke tak pernah bicara banyak padanya. Terutama soal anak. Sekarang Hinata tak tahu, dirinya ini seorang istri atau seorang pelacur yang bertugas melahirkan anak.
"Bagaimana Hinata-chan? Sudah ada tanda-tanda belum?" Tanya Mikoto dengan manis.
"Belum mi." Sahut Hinata kalem.
"Ah masa. Ini sudah tiga bulan lho..." Heran Mikoto. Hinata hanya bisa tersenyum kecut. Mungkinkah dia bisa hamil saat Sasuke hanya melakukannya sekali dan sekali klimaks? Hinata pesimis.
"En..."
"Mami... Kapan datang?" Suara Sakura yang baru pulang kerja memotong ucapan Hinata.
"Mami pulang dulu ya sayang, jangan lupa lakukan sesering mungkin agar cepat hamil." Mikoto berpamitan pada Hinata mengabaikan Sakura. Hinata melirik Sakura tak enak, sementara Sakura hanya mampu tersenyum getir saat Mikoto melewatinya tanpa melirik sedikitpun.
"Sakura-chan..." Hinata menatap Sakura cemas.
"Aku baik-baik saja. Ah aku butuh mandi." Ujar Sakura dan berlalu meninggalkan Hinata.
Sakura menatap bayangannya di cermin ruang tengah sembari mengeringkan rambutnya yang basah. Senyum getir terukir di bibirnya. Apa yang terjadi pada hidupnya? Kenapa setiap langkah terasa sangat menyakitkan? Sakura cepat-cepat menghapus air matanya saat sepasang lengan milik Sasuke memeluknya dari belakang.
"Kau menangis lagi?" Bisik Sasuke menyurukkan kepalanya ke lekukan leher Sakura.
"Hentikan Sasuke-kun. Nanti Hinata-chan melihat. Dia akan terluka." Sakura menggeliat berusaha melepaskan diri dari dekapan Sasuke yang mengerat.
"Aku terluka. Kau pun terluka. Semua orang di rumah ini terluka. Tidak bisakah kita bahagia berdua seperti dulu? Aku rindu senyumanmu." Desah Sasuke lelah.
"Sasuke-kun." Sakura berbalik dan menenggelamkan dirinya di pelukan Sasuke. Pria itu membawa Sakura ke kamar. Sementara ekor matanya menangkap sosok yang terduduk di lantai memeluk lututnya. Sasuke memejamkan matanya lelah. Biarkan saja. Biarkan saja Hinata tahu betapa dia merindukan kehidupan bahagianya bersama Sakura. Hanya berdua mereka sempurna. Seharusnya tak ada orang ketiga yang merusak kesempurnaan itu. Seharusnya.
Hinata berlari masuk ke kamarnya. Dia meredam raungannya dengan bantal. Sasuke jelas tak menginginkannya. Pria itu benar-benar menganggapnya pengganggu. Hinata menangis hingga tertidur karna kelelahan.
Kelopak mata itu terbuka menampakan Amethys yang memerah. Jam dinding di kamarnya menunjukkan angka empat pagi. Dengan enggan Hinata beranjak dari ranjangnya yang berada di dapur. Rumah ini hanya memiliki satu kamar mandi. Karna itulah Hinata menyesal saat harus melewati kamar Sakura. Samar-samar dia mendengar suara yang membuat hatinya remuk.
"Sasuke-kun ini sudah pagi, aku harus tidur." Rengek Sakura manja.
"Sekali lagi saja, hm..." Hinata mengulurkan tangannya ke dinding. Menahan tubuhnya yang limbung. Dadanya terlalu sesak mendengar kenyataan yang terjadi pada rumah tangganya.
"Uh... Haaaa... Sasuke-kun...uh... Aku keluar... Haaa." Hinata menutup mulutnya mendengar erangan erotis Sakura yang di tahan. Sasuke tak menghiraukan klimaksnya waktu itu. Sasuke tak peduli pada yang di rasakannya seperti pria itu peduli pada Sakura. "Kyaaa... tidak bisakah lebih pelan Sasuke-kun." Terdengar protes Sakura.
"Maaf. Aku sudah tak sabar ingin ini." Hinata meradang mendengar nada nakal Sasuke di dalam sana.
"Tapi kau menyakitiku."
"Ah jika begini masih sakit?" Suara Sasuke terdengar semakin menggoda.
"Uh... uh... Hngghh..."
Hinata mengurungkan niatnya ke kamar mandi. Dia tak sanggup lagi mendengar erangan-erangan erotis dari dalam sana. Berkali-kali Hinata mengusap air matanya saat membereskan pakaiannya. Dia tak sanggup lagi hidup seperti ini. Hinata menatap foto pernikahannya dengan Sasuke. Kenapa dia baru menyadari jika hanya dirinya yang tersenyum bahagia seperti orang bodoh. Kenapa dia baru menyadari wajah terluka Sasuke. Kenapa dia terlalu sibuk dengan perasaannya tanpa melihat sekelilingnya. Hinata menyesali semua yang terjadi. Bukan saja menghancurkan pernikahan orang, dia juga menghancurkan kehidupannya sendiri.
Sakura panik saat pagi harinya Hinata tak ada di kamarnya. Dan kepanikannya semakin menjadi saat ibu mertuanya datang dan langsung menamparnya. Sakura jatuh terduduk. Hatinya hancur lebur sementara tubuhnya membeku. Selalu begini. Seolah mimpinya tentang Mikoto yang bersikap baik padanya hanya omong kosong.
"Mami...!" Tegur Sasuke keras seraya membantu Sakura berdiri.
"Apa yang kau lakukan pada putraku?! Aku membutuhkan cucu. Dan kau mengusir Hinata. Kau apakan Hinata hingga ingin cerai dari Sasuke?! Kau wanita jalang yang menghancurkan mimpiku!" Mikoto mengamuk. Dia melemparkan barang-barang ke arah Sakura.
"Mami hentikan!" Teriak Sasuke sembari berusaha melindungi Sakura yang hanya bisa menangis.
"Jika kau merasa hidupmu sial. Sialah sendiri. Jangan menularkan kesialanmu pada aku dan putraku!" Jerit Mikoto sebelum merosot kelantai dan menangis. "Ku mohon Sakura. Tinggalkan Sasuke. Aku ingin memiliki cucu darinya. Dia satu-satunya putraku. Dia tak menyentuh Hinata karna ada kau. Tolong Sakura. Jangan hancurkan mimpiku." Isak Mikoto pilu.
Sasuke membisu memeluk Sakura. Sedangkan Sakura semakin meradang merasa hatinya semakin hancur. Apa yang bisa di lakukannya sekarang? Dia sangat mencintai Sasuke. Tapi Mikoto adalah ibu Sasuke. Jahatkah Sakura jika membuat Sasuke membangkang pada ibunya? Sakura sekarat sekarang.
Keesokan harinya Sasuke menangis pilu menyadari Sakura tak ada. Sakura telah pergi dari hidupnya. Mungkin untuk selamanya. Sasuke hanya diam seperti tanpa nyawa saat Mikoto membawanya dan Hinata untuk tinggal bersama. Ini hidup sempurna yang di inginkan Mikoto. Serumah dengan putranya dan menantunya.
Mikoto bahkan sama sekali tak mengijinkan Sasuke mencari Sakura. Ibunya, wanita yang sangat di agungkannya itu memaksa Sasuke berhenti bekerja. Mengklaim jika dia mampu membiayai hidup putra dan menantunya. Yang terpenting bagi Mikoto adalah mendapatkan seorang cucu. Wanita itu selalu menciptakan kondisi dimana Sasuke dan Hinata hanya berdua du rumah. Segala cara Mikoto gunakan padanya agar cepat mendapatkan cucu.
"Sasuke-kun hentikan. Aku tak sanggup lagi." Mohon Hinata.
"Tidak. Jika kau cepat memiliki anak, Sakura akan kembali padaku. Aku akan membuat Sakura kembali padaku." Isak Sasuke yang membuat Hinata meradang.
Sasuke menggagahi Hinata sepanjang malam. Setiap malam. Dan setiap kali itu juga dia berharap Hinata cepat hamil dan Sakura kembali kepadanya. Sasuke selalu menangis bahkan terkadang meraung kesetanan saat melakukannya dengan Hinata.
Hinata beringsut menarik tubuhnya turun dari ranjang. Sekarang jam lima pagi. Sasuke baru saja tertidur setelah melakukan apa yang di sebut membuat anak. Ya, bukan bercinta. Melainkan membuat anak. Perlakuan Sasuke tidak hanya membuat tubuh Hinata remuk, tapi juga perasaannya hancur. Pria itu terlalu mencintai Sakura hingga menyakitinya tanpa sadar.
Keberingasan Sasuke menghilang. Kini dia meniduri Hinata dengan lebih berperasaan. Hanya saja bibirnya terus menggumamkan nama Sakura. Bahkan dari hari ke hari Sasuke seperti melakukan kewajibannya tanpa nyawa. Tak ada yang bisa di lihat dari onixnya selain kekosongan.
"Aku tak sanggup lagi." Isak Hinata. Kali ini dia mengadu pada Fugaku, ayah mertuanya yang baru saja pulang ke rumah. Pria itu memiliki bisnis pakaian yang mengharuskannya pergi hingga berbulan-bulan. Keberadaannya di rumah bisa di hitung dengan jari.
"Hinata." Fugaku meraih tangan menantunya. Menggenggamnya hangat. Dia tak mengerti masalah apa yang di hadapi oleh Sasuke dan Hinata. Setahunya sekitar sembilan bulan yang lalu istrinya menelepon mengatakan jika Sasuke bercerai dengan Sakura dan menikahi Hinata. Dua kali kepulangannya tak sempat bertemu dengan putra dan menantunya. Fugaku menyesal tak menyempatkan diri menemui putranya jika akhirnya melihat wajah menyedihkan menantunya.
"Aku ingin cerai dari Sasuke." Ucap Hinata di sela isak tangisnya.
"Hinata." Fugaku menegang.
"Dia bahkan tak mencintaiku. Ini sudah hampir setahun dan sedikitpun aku tak pernah merasakan Sasuke mencintaiku. Dia akan mati jika terus seperti ini. Tolong biarkan aku bercerai darinya. Tolong temukan Sakura. Ku mohon." Isak Hinata pilu tanpa daya.
"Apa maksudmu? Aku tak mengerti Hinata."
Dengan air mata yang tak pernah surut Hinata menceritakan semuanya. Tentang Mikoto yang melamarnya untuk Sasuke. Tentang pernikahannya. Tentang kehidupannya bersama Sasuke dan Sakura. Tentang Sakura yang pergi. Hingga Sasuke yang bagai mayat hidup. Semuanya. Bahkan adegan ranjang mereka Hinata ceritakan tanpa malu. Dia tak tahu lagi bagaimana caranya meyakinkan orang tua Sasuke agar membiarkannya bercerai. Ibu Sasuke terlalu keras kepala dan bahagia hingga tak bisa melihat luka menganga yang di derita orang-orang di sekelilingnya.
"Ya tuhan." Desah Fugaku mengusap wajahnya. Dia tak tahu jika istrinya memiliki andil besar menyiksa putranya juga kedua menantunya.
Fugaku membuka kamar Sasuke sementara Hinata menunggu di ruang tengah. Dia perlu bicara dengan putra semata wayangnya. Dada Fugaku berdenyut nyeri melihat Sasuke, putranya duduk diam di tepi ranjang dengan tatapan kosong. Sasuke menoleh saat merasakan ranjangnya bergerak karna di duduki Fugaku.
"Papi... mana Hinata? Aku harus membuat anak dengannya. Jika tidak Sakura tak akan kembali." Lirih Sasuke dengan air mata yang perlahan menetes di pipinya.
Dengan tangan gemetar Fugaku meraih tubuh putranya. Memeluknya dengan rasa bersalah yang teramat besar. Rasa bersalah karna hanya memperdulikan materi untuk mencukupi kebutuhan Sasuke. Tanpa sadar jika Sasukenya menghadapi hal buruk. Sangat buruk.
"Papi... aku harus membuat anak agar Sakura kembali. Aku akan membuat anak agar mami tak menyakiti Sakura. Aku ingin Sakuraku kembali. Sakuraku." Isakan pilu Sasuke membuat hati Fugaku remuk. Apa yang di lakukan istrinya hingga putranya sehancur ini?
Fugaku menatap Sasuke yang tertidur. Wajahnya terlihat lelah. Perlahan Fugaku mengecup kening putranya. Setidaknya dia akan menebus kesalahannya. Melakukan tugasnya sebagai ayah. Fugaku akan bicara dengan istrinya.
"Tidak. Mereka tak boleh bercerai. Mereka harus memberiku seorang cucu. Aku sangat memimpikan saat sosok mungil memanggilku nenek. Apa itu salah?" Tegas Mikoto saat Fugaku mengatakan keinginan Hinata yang kini juga menjadi keinginannya.
"Tak ada yang salah dengan keinginanmu. Tapi akan menjadi sangat salah saat keinginanmu menghancurkan putramu. Bahkan dua menantumu. Kau membuang yang ada untuk hal yang belum pasti."
"Apanya yang belum pasti?"
"Ini sudah hampir setahun jika kau lupa Mikoto. Dan beberapa bulan belakangan Sasuke melakukannya pada Hinata seperti bajingan brengsek yang sedang memperkosa seorang gadis. Sasuke melakukannya sepanjang malam. Setiap malam. Kau tahu apa artinya itu?"
"Ah... apa Hinata mandul?" Gumam Mikoto seperti baru menyadari sesuatu yang penting.
"Bagaimana jika masalahnya bukan pada Sakura atau Hinata. Bagaimana jika masalahnya ada pada Sasuke. Kenapa kau melakukan hal ceroboh yang menyakiti semua orang Mikoto?"
"Tidak mungkin. Putraku tak mungkin mandul." Jerit Mikoto tak terima.
"Kau tak bisa selalu menyalahkan wanita Mikoto. Bayangkan jika kau ada di posisi Sakura dan Hinata. Mereka hancur karenamu. Ku mohon Mikoto, biarkan mereka bercerai. Biarkan Sasukeku mencari kebahagiaannya. Kau bisa mendapatkan cucu dari mana saja. Tapi Sasuke kita hanya Satu sayang. Dia putra kita. Sungguh aku tak rela melihatnya hancur seperti itu." Lirih Fugaku memelas. Mikoto menangis. Dia tak tahu lagi bagaimana mengatakan jika dia sangat menginginkan seorang cucu. Ketakutannya muncul jika yanga di katakan suaminya benar. Bahwa masalah sebenarnya berada pada Sasuke.
Fugaku, Sasuke dan Hinata pergi mencari Sakura. Ke tempat kerjanya sampai ke panti asuhannya yang dulu. Sasuke tak pernah sesemangat ini. Diam-diam Fugaku dan Hinata tersenyum melihat Sasuke seperti hidup kembali. Meski senyum mereka berbeda. Senyum bahagia Fugaku dan senyum getir Hinata. Tentu saja Hinata sangat iri pada Sakura yang bagai sumber kehidupan bagi Sasuke.
"Ah terakhir Sakura-chan bilang dia bekerja pada Temari-chan." Ini teman Sakura ke enam yang Sasuke tau.
"Benarkah? Di mana alamatnya?" Sasuke tak bisa menyembunyikan kebahagiaan nya mendengar ucapan gadis berambut pirang yang menatapnya memberengut.
"Ku harap kau menemuinya bukan untuk menyakitinya. Tandas gadis yang Sasuke tahu bernama Ino.
"Tidak akan. Aku tak pernah berniat menyakitinya." Lirih Sasuke nelangsa.
Mereka bertiga pergi ke alamat yang di tulis Ino di secarik kertas. Tempatnya cukup jauh. Di kota tetangga. Tak sulit menemukan alamat yang di maksud. Dengan perasaan berdebar Sasuke mengetuk pintu rumah bercat abu-abu itu. Sebentar lagi dia akan menemui Sakuranya. Dia akan membawa Sakuranya kembali.
"Siapa?" Sasuke merengut saat sesosok berwajah malas yang membuka pintu untuknya.
"Apa ini rumah Temari?"
"Ya." Sahut pria itu sembari menatap mereka menyelidik. "Ada perlu apa?"
"Aku ingin bertanya tentang Sakura." Lagi-lagi pria itu menatap mereka menyelidik.
"Masuk." Tanpa menunggu lama mereka bertiga langsung masuk mengikuti pria itu.
Mereka di persilahkan menunggu di sofa sementara pria itu masuk ke dalam rumah. Sasuke meremas tangannya gelisah. Pria itu hanya menyuruh mereka menunggu tanpa menjelaskan apapun. Entah kenapa ini membuatnya cemas.
"Ayo." Pria itu keluar dengan pakaian yang lebih rapi.
"Ke mana?"
"Istriku sedang berada di tempat adiknya, maksudku Temari. Jadi aku yang akan membawa kalian ke tempat Sakura." Dengan cepat mereka mengikuti pria itu.
Mereka mengikuti mobil suami Temari. Perasaan Sasuke semakin tak enak saat mereka memasuki area pemakaman. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Fugaku yang mengetahui kegelisahan putranya menggenggam tangan Sasuke berusaha menenangkan.
"Kenapa kau membawa kami ke sini?" Ucap Sasuke cemas. Pria itu hanya berjalan tanpa menyahuti ucapan Sasuke. Dengan terpaksa mereka bertiga mengikutinya.
Dan tubuh mereka bertiga membeku saat pria itu berhenti di depan gundukan tanah dengan nisan bertuliskan nama Sakura. Sasuke menggeleng keras. Air matanya sudah berhamburan keluar saat dia jatuh terduduk.
"Sakura... Sakura..." Raung Sasuke merangkak menuju makam Sakura.
Hinata menangis pilu di pelukan ayah mertuanya. Fugaku menengadahkan wajahnya. Bertahan agar air matanya tak jatuh. Dia harus kuat untuk menopang putra dan menantunya yang terpuruk.
"Sakura... aku datang... ku mohon katakan ini hanya lelucon... Sakura... maaf...maaf..." Sasuke jatuh pingsan tak sanggup menahan segala beban di hatinya. Beban yang menumpuk hingga membuatnya mencapai batasnya.
Sasuke terbangun di kamarnya. Tubuh dan perasaannya sangat lelah. Sasuke duduk menyandar di kepala ranjang, lagi-lagi dia terisak mengetahui kenyataan paling menyakitkan yang menghancurkan harapannya. Dunianya. Onixnya menatap amplop pink yang berada di nakas. Itu terlihat seperti Sakura. Dengan gemetar Sasuke meraih amplop itu. Dan membaca tulisan di kertas yang juga berwarna pink.
Sasuke-kun sayang.
Sasukeku yang tak lagi menjadi Sasukeku. Maaf meninggalkanmu tanpa mengucapkan selamat tinggal. Aku tahu ini menghancurkanku, tapi bukankah aku tak boleh egois di saat ibumu memohon?
Selamat tinggal sayang. Harusnya aku mengucapkan itu sebelum pergi. Tapi aku tak mampu. Aku sangat mencintaimu. Dan aku meninggalkan cintaku. Aku harap kau akan menjadi baik-baik saja dan bahagia seiring berjalannya waktu. Aku harap kau tak perlu membaca surat ini. Melupakanku dan bahagia mungkin akan baik bagimu. Tapi sisi egoisku memberontak. Aku tak ingin di lupakan olehmu. Aku ingin menjadi satu-satunya istrimu meski mustahil. Aku hancur setiap menyadari kenyataan kau bukan lagi milikku sendiri. Dan aku membiarkan diriku hancur agar ibumu bahagia. Aku mencintaimu. Karna itu aku akan berusaha mencintai orang yang melahirkanmu. Aku ingin suatu saat bisa mengucapkan terima kasih pada ibumu karna telah melahirkan makhluk paling indah di dunia.
Kau tahu Sasuke-kun, kau sudah menjadi nafasku sejak kita mengikrarkan janji suci. Dan sekarang apa yang terjadi saat aku pergi tanpa nafasku? Aku tak bisa bertahan hidup. Maafkan aku yang lemah ini juga keputusan bodohku. Tapi sungguh aku tak bisa bernafas tanpamu. Aku sekarat setiap membayangkan kau di pelukan wanita lain. Aku mati tanpa nafasku. Aku mencintaimu Sasuke. Hidupku berakhir sejak aku pergi meninggalkanmu.
-Haruno Sakura-
Sasuke meraung mendekap surat dari Sakura. Tanggalnya tertulis hanya sebulan sejak Sakura meninggalkannya. Sasuke merasa sangat berdosa karna sanggup bertahan tanpa Sakura. Sakuranya di sana sekarat. Dan Sasuke tak tahu.
"Sakura... Sakura... tunggu aku... kita seharusnya selalu bersama kan? aku tak akan membiarkanmu kesepian dan menderita sendirian di sana." Bisik Sasuke.
Pagi Harinya Mikoto mengetuk pintu kamar putranya. Hinata sudah pulang ke rumah orang tuanya sembari menunggu sidang perceraiannya. Mikoto memanggil Sasuke dengan cemas. Fugaku datang setelah mendengar Mikoto memanggil-manggil putranya tanpa hasil cukup lama.
"Sasuke..." Mikoto semakin panik. Fugaku memutuskan mendobrak pintu kamar Sasuke karna khawatir.
Saat pintu terbuka Mikoto menjerit pilu melihat tubuh putranya tergeletak di ranjang yang berubah warna menjadi merah. Dengan histeris Mikoto dan Fugaku mengguncang tubuh kaku Sasuke. Berharap putra mereka bangun. Mikoto berjanji akan meminta maaf dan berlutut pada Sasuke. Tapi sayangnya itu hanyalah harapan kosong. Kenyataannya Sasuke telah tak bernyawa.
Berkali-kali Mikoto histeris dan pingsan saat proses pemakaman Sasuke. Fugaku memutuskan memakamkan Sasuke di samping makam Sakura meski jauh. Setidaknya dia ingin membahagiakan Sasuke untuk terakhir kalinya.
"Papi..." Panggil Hinata lirih. Fugaku menoleh pada menantunya yang berdiri di ambang pintu. Sekali lagi Fugaku menatap wajah kuyu Mikoto yang terlelap sebelum menghampiri Hinata.
"Sepertinya kau akan menjadi menantuku selamanya." Ucap Fugaku dengan senyum jenaka yang terlihat menyakitkan. Hinata hanya tertawa getir mendengarnya. Mereka tak pernah menyangka semuanya akan berakhir setragis ini.
End...
buat ff yang blum slesai, aku bakal lanjut kalo ada moodnya. Yah penulis amatir yang karna this and that langsung down, itu memang aku. Makasih buat semua rnr nya ya...
