Disclaimer: Tite Kubo

Warning: Bloody (maybe)

Don't like, don't read!

-

-

-

-

The Other Me

Jika kau lihat diantara kegelapan, kau akan melihatku. Tapi jika kau memperhatikanku, kau akan kehilanganku dan… NYAWAMU

===*===

Hai! Aku Rukia Kuchiki. Aku adalah seorang murid SMA di kota Karakura ini. Hari ini cerah seperti biasa. Dan aku baru saja bangun.

"Hoahm… Ngh…" aku menguap cukup lebar dan sedikit meregangkan tubuhku yang mini ini.

Sreeg.

Aku membuka pintu lemari―alias kamarku―dan melihat sesosok mahkluk berambut oranye yang masih pulas tertidur di tempat tidurnya. Benar! Itu adalah Ichigo Kurosaki. Seorang shinigami abal-abal. Selama aku tinggal di kota Karakura, aku tinggal dikamarnya. Lebih tepatnya 'lemari'nya. Sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk memperkenalkan diri sedetail itu. Karena jika tidak buru-buru, aku bisa terlambat. Karena aku baik hati, aku menghampiri si rambut jeruk itu dan mencoba membangunkanya.

"Ichigo… Bangun!" aku mengguncang-guncangkan tubuhnya.

"Hmm… 5 menit lagi…" dia menarik selimutnya sampai menutupi wajahnya.

"Huh! Dasar! Yasudah, aku mandi duluan, ya! Nanti habis mandi aku bangunkan lagi…" aku meninggalkan laki-laki bodoh itu tidur sebentar lagi. Hari ini, ayahnya―Isshin Kurosaki―dan adik kembarnya―Karin dan Yuzu Kurosaki―sedang kemping. Jadi dirumah yang merangkup klinik ini hanya ada aku, dia, dan Kon. Tapi Kon sepertinya tidak ada. Yah, baguslah… aku jadi bisa menjalani hariku dengan tenang.

Sreeg…

Aku membuka pintu kamar mandi. Tiba-tiba…

"Kakaaaaaaaaak!!?" sebuah boneka―yang tidak jelas bentuknya―berlari menghampiriku. Boneka itu melompat dan hendak jatuh ke pelukanku. Namun…

DUAKH

"Aduuh… Kak Rukia… semakin hari… reflexnya semakin hebat…" boneka itu kutepis dan dia mental ke dinding.

"Hah… keluarlah, Kon… aku harus cepat-cepat mandi dan membangunkan Ichigo. Kalau tidak, aku bisa telat." aku menghela nafas. Ya, Kon memang mengganggu setiap hari. Tapi dia adalah barang yang tepat untuk dijadikan pelampiasan.

"Ah! Kakak! Setidaknya biarkan aku menggosok pung…" kali ini sebuah botol shampoo milik Ichigo yang mendarat di mukanya, biasanya kursi plastik.

"Kon! Cepat keluar!" aku sudah merasa kesal.

"Hiii…!! Baik Kak Rukia!!!" dia kabur. Yah, memang seperti itulah sifat Kon.

'Sudahlah Rukia! Lupakan saja boneka tak berguna itu! Sudah tak ada waktu lagi!' Hatiku berbicara. Memang benar. Aku langsung bergegas masuk kamar mandi.

===*===

Selesai mandi―dan aku sudah pakai seragam!―aku membuka pintu.

"Aduh! Gara-gara Kon aku jadi tidak sempat membangunkan…" belum selesai aku bicara. Sesosok laki-laki berambut oranye sudah ada didepan pintu kamar mandi sambil mengenakan handuk diatas kepalanya.

"Tidak usah dibangunkan juga aku sudah bangun." laki-laki itu berkata dengan datar dan mengerutkan alisnya. Tidak, dia tidak marah. Memang wajahnya seperti itu.

"Ah! Ichigo! Maaf,ya!" aku membungkuk.

"Ya… Ya… Ya… Bukan salahmu, kok… Biasanya ayah yang membangunkanku dengan tendanganya. Lebih baik kamu cepat berangkat. Kalau aku terlambat, si Nenek Sihir tidak akan marah." laki-laki itu sering bersikap baik padaku. Yah, walau kadang kami juga bertengkar heboh, tapi tetap saja… Jumlah pertengkaran lebih sedikit dibanding jumlah kebaikanya.

"Maaf, ya, Ichigo! Aku berangkat duluan! Hup!" Seperti biasa, aku terjun bebas dari kamar Ichigo dilantai 2. Karena kalau aku keluar lewat pintu, semua orang akan memikirkan hal yang bukan-bukan. Lagipula, selama ini belum pernah ada yang melihatku terjun dari lantai 2.

Aku sudah terlambat, jadi aku mancari jalan yang paling cepat, yaitu sebuah jalan yang sepi. Aku berlari secepat mungkin sampai bertemu sebuah perempatan. Aku menerobos jalan tanpa menyadari ada truk yang sedang melaju dari arah samping.

TIIIIIIIIN

"!?!" aku terbelalak.

"KYAAAAAAAAA!!!!!" aku berteriak sekeras mungkin. Aku melihat sedikit wajah supir truk yang panik. Dengan segera, supir truk itu menginjak rem sekeras mungkin. Truk itu memang tidak menabrakku. Namun truk itu berhenti tepat dihadapanku. Aku shock! Kakiku gemetar, membuatku terduduk dengan wajah pucat. Pandangan mataku kabur. Aku akan pingsan! Aku panik dan tidak bisa berbuat apa-apa. Namun, sesaat sebelum pingsan, aku merasa sekelilingku mulai ramai, dan aku melihat tiga orang lain selain supir truk itu mendekatiku. Seseorang dengan topi hijau-putih… Pak Urahara mungkin? Lalu seseorang dengan rambut oranye yang mencolok… pasti Ichigo! lalu… seseorang lagi… perempuan? Entahlah… Yang pasti seseorang berambut hitam panjang memakai baju seperti jas. Orang itu mengangkatku. Aku kira dia mau apa… Ternyata dia menggendongku. Saat tanganya yang besar menyentuh tubuhku, mulutku langsung berkata.

"Kak… Byakuya…" Dan aku pun pingsan.

===*===

"Hhh? Dimana ini?" Mataku mulai terbuka walau masih samar. Aku mencoba untuk duduk. Saat aku melihat sekeliling, aku mendapati diriku sedang berada disebuah kamar rumah sakit. Saat aku melihat tempat tidurku, aku mendapati seorang laki-laki sedang tertidur disamping ranjangku. Sepertinya ia kelelahan. Dijendala dapat kulihat laki-laki yang menggendongku semalam sedang berbicara dengan seorang dokter. Tapi, aku tidak melihat Pak Urahara dimanapun. Pandanganku masih kurang jelas. Tapi aku mencoba untuk memastikan. Apakah itu Kak Byakuya atau bukan. Aku mencoba memanggilnya.

"Kak… Byakuya…" Suaraku masih lemah. Namun laki-laki itu melirik dan mendapatiku sedang terduduk memandanginya. Laki-laki itu bergegas kekamarku.

"Rukia!" Laki-laki itu mendobrak pintu. Dan suara yang dihasilkan pintu itu berhasil membangunkan laki-laki yang tertidur disamping ranjangku. Laki-laki itu jatuh dari tempat duduknya. Hal itu membuatku tertawa kecil.

"Aduh…" Laki-laki itu merintih kesakitan. Samar-samar pandanganku mulai lebih jelas. Ternyata itu Ichigo! Dan laki-laki yang mendobrak pintu itu benar Kak Byakuya. Kak Byakuya langsung melesat kearahku dan memelukku dengan erat.

"Eh? Kakak? Apa yang terjadi?" Aku yang tidak tahu apa-apa ini bertanya pada Kak Byakuya.

"Kamu… Pingsan selama 2 hari!" Ichigo menjawab sambil mencoba untuk berdiri.

"Oya? Lalu?" Aku masih sedikit bingung dengan apa yang terjadi. Kak Byakuya melepaskan pelukanya. Dan aku bisa melihat matanya berkaca-kaca.

"Dasar bodoh! Yang namanya pingsan ya tidak ada lanjutanya! Kau pingsan selama 2 hari dan baru sadar sekarang!" Ichigo memarahiku dengan kata-katanya yang pedas.

"Hmm… Jadi begitu… Oh, ya! Terima kasih karena kau telah menemaniku selama 2 hari ini, Ichigo…" Aku mencoba tersenyum kecil.

"Heh? Bagaimana kau bisa tahu?" Wajah Ichigo memerah seperti buah strawberry.

"Kau tadi ketiduran karena lelah begadang, kan? Terima kasih…" Aku tidak terlalu mengerti apa yang terjadi. Yang pasti, aku baru sadar bahwa disekelilingku terdapat banyak hadiah yang dibawakan teman-teman.

"Teman-temanmu yang membawa itu semua." Kak Byakuya menjelaskan padaku sambil membawakan makanan.

"Iya… Tatsuki, Mizuiro, Keigo, Chad, Orihime, Ishida, bahkan teman-teman dari Soul Society terus berdatangan mengunjungimu. Yah, kecuali si Komamura dan Kenpachi. Karena badanya terlalu besar, jadi tidak diizinkan masuk. Yang paling sering mengunjungimu adalah si Renji. Dia baru saja pulang karena ada misi." Ichigo menjelaskan dengan panjang lebar. Namun akhirnya aku mengerti. Intinya, aku pingsan setelah kecelakaan itu, dan teman-teman khawatir. Itu saja. Tapi… Sepertinya ada yang aneh dalam diriku. Seperti ada aura yang ingin keluar… Seperti…

"Rukia, cepat makan itu sebelum dingin. Maaf, aku tidak bisa terus menemanimu. Aku masih ada urusan." Kak Byakuya membuat pikiranku buyar.

"Ah, iya, Kak!"

"Si rambut oranye sudah kusuruh agar terus menemanimu. Anggap saja dia pembantu… Atau budak…" Kak Byakuya masih bisa berbicara seperti itu… Entah kenapa kata-katanya selalu membuatku tenang.

"Sialan kau Byakuya!" Ichigo berteriak sebal.

"Hihihi…" Aku tertawa kecil. Ichigo melirik ke arahku.

"Eh, apa?" Aku tidak tahu kenapa ia menatapku begitu?

"Hah~" Ichigo menghela nafas.

"??"

"Aku lega… Kalau kau bisa tertawa seperti itu, berarti kau tidak apa-apa. Walau bukan berarti kau sudah sembuh total, tapi setidaknya aku bisa tenang sedikit…" Ichigo tersenyum kearahku walau alisnya tetap mengkerut.

"Haha… Apa maksudnya, tuh?" Aku senang kami bisa tertawa seperti itu. Tapi aku tetap tidak senang dengan aura yang bergejolak ini…

===*===

2 bulan sudah berlalu setelah kejadian itu. Mungkin ini terlalu lama bagi seseorang yang hanya shock setelah kecelakaan. Tapi, dokter itu bilang karena aku terlalu shock, ada bagian syarafku yang tidak berfungsi dengan benar. Oleh karena itu, aku baru bisa keluar setelah 2 bulan. Aku sedang berbaring ditempat tidur Ichigo. Ayahnya bilang lebih baik aku tinggal dulu disini untuk jaga-jaga. Yah, sebenarnya aku memang tinggal disini (walau diam-diam).

"Hei, aku dengar katanya yang membiayai ongkos rumah sakitmu itu si Getaboshi… Kalau ayahku sudah mengizinkanmu pulang, lebih baik kau berterima kasih kepadanya." Ichigo yang sedang membuat PR memulai pembicaraan.

"Hahaha… Sepertinya aku harus cepat-cepat keluar. Karena aku harus berterima kasih pada banyak orang." Aku tersenyum. Ayah Ichigo bilang kalau kecelakaan itu tidak membuatku trauma. Tapi karena syarafku yang rusak itu, aku tidak boleh keluar rumah sama sekali.

"Kakak! Makan malam sudah siap!" Yuzu berteriak dari lantai bawah.

"Iya!" Ichigo berteriak balik.

"Tunggu, ya… Nanti aku bawakan makan malammu!" Ichigo bergegas ke lantai bawah.

Drap… Drap… Drap…

Langkah kaki Ichigo yang menuruni tangga terdengar jelas ditelingaku.

"Terlambat 12,6 detik!"

DUAK

"ADUH! Ayah apa-apaan, sih?!"

"Laki-laki yang terlambat datang ke acara makan malam keluarga tidak dapat makan! Berarti jatahmu untuk ayah!"

"Enak saja! Dasar kakek tua sialan!"

"Siapa yang kau panggil kakek tua?!"

"Hentikan ayah! Kakak!! Karin, Lakukan sesuatu!"

"Tidak ada hubungannya denganku…"

"Eeeh! Kalau kalian masih bertengkar, besok kalian berdua tidak dapat makan malam! Ya, kan, Karin?"

"Lagipula berisik, tahu! Mengganggu tamu yang diatas!"

Dari kamar Ichigo aku bisa mendengar suara keributan yang biasa ditimbulkan keluarga itu.

"Hihihi… Dasar…" aku tertawa kecil. Suasana itu membuatku tenang (walau aku sendiri bingung kenapa suasana seribut ini bisa membuatku tenang). Namun, saat aku sedang asyik mendengarkan kegaduhan mereka…

DEG

"AKH!" aku memegangi kepalaku. Perasaan apa ini? Kepala dan dadaku sakit! Aku tidak bisa menahan rasa sakit ini! Pandangan mataku kabur! Gawat!

"I… chigo…" suaraku terlalu kecil untuk terdengar sampai ke lantai bawah! Aku harus bagaimana?!

===*===

Perasaan yang mengerikan! Aku merasakan firasat buruk! Aku…

.

.

.

.

Klek

"Rukia… Aku datang membawa…" Ichigo yang membuka pintu terdiam melihat kamarnya. Kamarnya kosong dengan jendela yang terbuka.

"Kh… Gawat!"

.

.

.

.

Sepertinya aku bermimpi… Bermimpi sedang mengenakan baju shinigamiku dan melompat dari satu atap ke atap yang lain. Dimalam yang gelap dan sepi. Melompat terus seakan sedang mengejar bulan purnama yang bersinar terang malam itu. Tapi mimpi ini sangat aneh… Tiba-tiba aku melihat seorang anggota divisi 2 sedang mengawasi bawahannya membasmi hollow-hollow kelas teri. Dia melihatku dan menyapaku.

"Wah! Kuchiki!" saat dia berbalik menghadapku, tanpa sadar aku mengajukan pedangku dan menebas kepalanya. Bawahannya tidak sadar karena sedang sibuk membasmi hollow. Aku terjun ke medan itu. Mereka tampak senang melihatku. Mereka kira aku akan membantu mereka.

"Mae… Sode no Shirayuki!" dalam sekejap hollow-hollow itu sudah taktersisa…

-

-

-

-

Bersama para shinigami itu.

===*===

Sinar matahari masuk melalui celah jendela, menyinari wajahku yang sedang tertidur lelap diatas tempat tidur Ichigo dengan memakai piyama.

"Hh? Sudah pagi? Apa yang terjadi?" Aku duduk dan memegangi kepalaku. Aku memperhatikan sekelilingku dan menemukan semangkuk bubur yang masih hangat dan sebuah memo diatas meja belajar Ichigo. Aku membaca memo itu.

Habiskan bubur itu dan minum obat! Ayah sedang keluar. Yuzu

dan Karin pulang sore karena ada kegiatan klub. Aku juga

harus mengerjakan tugas dirumah Mizuiro. Kalau mau mandi,

aku sudah menyiapkan pakaian milik Yuzu.

Diakhir memo itu tercantum tanda tangan milik Ichigo. Aku mengambil bubur itu dan memakannya. Setelah selesai makan, aku meminum obat pemberian ayah Ichigo dan mengambil pakaian yang dimaksud tadi. Aku segera ke kamar mandi.

Sreeg

Aku membuka pintu kamar mandi. Biasanya Kon melompat ke arahku. Tapi hari ini aku tidak melihatnya… Atau aku BELUM melihatnya? Yah, tak apa-apa… Setidaknya hari ini aku bisa mandi dengan tenang.

===*===

Setelah mandi, aku segera pergi ke kamar Ichigo―selama aku masih dalam perawatan, aku tidur di kamar Ichigo dan Ichigo tidur di kamar Yuzu-Karin. Aku ingin mengambil ponselku di dalam lemari. Saat aku hendak membuka pintu lemari, aku mendengar suara rintihan yang suaranya aku kenali.

"Hah?! Tidak mungkin!" naluriku mengatakan ini adalah sesuatu yang buruk.

GREEK

Aku membuka pintunya. Dan aku terbelalak melihat apa yang kulihat saat ini.

"KON?!" aku mendapati Kon dengan tubuh bonekanya terkapar tak berdaya. Karena didalam lemari keadaannya gelap, aku mengeluarkanya dan terperanjat melihat keadaannya. Salah satu tanganya putus, kaki kirinya pun hampir putus… Salah satu matanya yang hitam tercongkel, telinganya robek, dan dibagian perutnya mengeluarkan busa. Mungkin Kon hanyalah boneka. Tapi dia bisa sedikit merasakan rasa sakit yang dia alami. Bayangkan jika kau berada didalam posisi Kon saat ini!

"Kon! Apa yang terjadi? Siapa yang membuatmu jadi seperti ini?" aku bertanya padanya.

"Kak… Ru… kia?" Kon bergetar ketakutan.

"Iya! Ini aku! Siapa yang membuatmu seperti ini?!" aku bertanya lagi. Tapi kali ini suaraku sedikit lebih keras.

"I…tu…" napas Kon sudah terengah-engah. Aku panik dan segera membawa Kon ke tempat Pak Urahara.

"Hah… Hah…" aku berlari sekuat tenaga. Meskipun aku belum benar-benar sembuh, aku harus bisa membawa Kon ke tempat pak Urahara.

"Hah… Sabar, ya… Kon…" sambil terengah-engah, aku mendekap Kon dengan erat. Keringat bercucuran dari tubuhku. Wajahku sedikit memanas… Mungkinkah karena aku terlalu memaksakan diri? Ah! Biarlah! Yang penting aku bisa membawa Kon ke tempat Pak Urahara.

"Ka…kak…"

"Kon! Bertahanlah! Sebentar lagi kita sampai!" aku terus berlari dan terus berlari. Sampai akhirnya aku tiba di tempat Pak Urahara. Diluar terdapat Ururu yang sedang menyapu.

"URURU!" aku memanggilnya.

"Ah! Kuchiki-san! Ohayou!" dia membungkuk dan memberi salam.

"Ah! Maaf! Aku tidak ada waktu untuk memberi salam! Urahara-san ada?" aku bertanya dengan terburu-buru.

"Hmm… Harusnya, sih, ada didalam…" Ururu meletakkan jari telunjuknya dipipinya.

"Tolong panggilkan! Cepat!" aku sangat tergesa-gesa.

"Ah… Baiklah…" baru saja Ururu akan memanggilnya. Sesosok pria bertopi dengan pola garis hijau-putih membuka pintu sambil membawa sebuah tongkat dan sebuah kipas.

"Wah… Wah… Rupanya kau, Kuchiki! Bagaimana keadaanmu?" dia tersenyum sambil basa-basi.

"Ah! Pak Urahara! Terima kasih atas bantuanmu! Ah, bukan! Tolonglah Kon!" aku sempat lupa dengan tujuanku kesini. Tapi aku segera ingat karena Kon masih bergetar di tanganku. Pak Urahara langsung berwajah misterius saat aku memperlihatkan Kon yang naas di tanganku.

"Hmm… Cepatlah masuk…" Pak Urahara berbalik dan masuk kedalam. Aku mengikutinya dari belakang.

"Baringkan dia!" Pak Urahara menyuruhku membaringkan Kon diatas tempat tidur yang sudah ia siapkan. Tepat saat aku meletakkannya diatas tempat tidur, Kon berhenti bergetar, tidak sadarkan diri.

"KON?!" pekikku kaget.

Sementara Urahara hanya menyeringai lebar sambil menggerakkan kipas yang ada di tangannya. "Tenanglah… Dia hanya pingsan. Tidak baik kau yang baru sembuh panik begitu. Bisa kumat lagi nanti penyakitnya… Ha…ha…ha…"

Hah, bahkan disaat yang seperti ini, dia masih bisa tertawa? Rasanya ingin kutendang kepalanya saat ini juga, gerutuku sebal. *Dilemparin kaos kaki sama Urahara fans club.

"Hah… Kalau begitu… Pertama-tama, kita harus pindahkan dulu dia ke tempat lain. Nova! Ririn! Kurodo!" Pak Urahara memanggil 3 orang konpaku yang pernah menolong kami.

"Aaaah~ Ada apa, sih?" keluh Ririn dalam boneka burung berjubah biru.

"Ada apa, Pak Urahara?" tanya Pak Kurodo dalam boneka-tas kelinci yang tidak jelas bentuknya *Dihajar Kurodo.

"…" Nova hanya diam. Yah, dia memang tidak banyak bicara.

"Nah, coba kalian kembali ke konpaku manusia yang waktu itu!" Pak Urahara memerintahkan mereka.

"Ah? Oke!" seru Ririn, terlihat sangat bersemangat.

===*===

Beberapa saat kemudian…

"Haaaaah~ nyenyak sekali tidurku…" Kon meregangkan tubuhnya.

"Ng? Ah! Kakaaaaaak!" seperti biasa dia melompat kearahku. Tapi aku tidak menghindar seperti biasa, karena Kon berhenti tepat didepan tubuhku.

"Ng? Rasanya… ada yang aneh…" Kon melihat kearah tanganya.

"Heh? GYAAAAAAAAAA!" Kon berteriak histeris melihat tubuhnya yang berubah.

"Waaah! Sudah bangun rupanya!" Tiba-tiba Pak Urahara muncul dengan senyum lebar seperti biasa.

"A… Apa maksudnya ini?!" Kon sangat shock melihat keadaanya sendiri.

"Hihihi… Akhirnya sadar juga!" Ririn tertawa kecil dibelakang Pak Urahara. Kon melihat Ririn, Nova dan Kurodo dibelakang Pak Urahara dengan wujud manusia.

"Kon, kau harus bersabar dengan kondisi seperti ini, ya…" aku berkata pada Kon diiringi oleh tangisan khas Kon yang seperti air terjun. Kon sekarang ini sedang ada di boneka kelinci yang tak jelas bentuknya alias wujud boneka Pak Kurodo.

"Kenapa… Kenapa aku harus berada di boneka busuk yang jelek begini?" Kon menangis meratapi nasibnya.

"Hei! Kau harusnya bersyukur! Itu hanya wujud sementara… Aku sering berada di boneka itu tanpa mengeluh!" omel Pak Kurodo pada Kon, sambil berkacak pinggang tidak suka.

"Kak Rukiaaaaa~ kenapa kau membiarkanku masuk kedalam boneka jelek ini~ Kenapa tidak dimasukkan ke tubuh Ichigo saja?" Kon terus menangis meratapi nasibnya. Aku membalas perkataan Kon dengan Aura hitam dan hasrat membunuh.

"Sudah bagus kau kutolong…" timpalku.

"GLEK!" Kon ketakutan melihatku.

"Kenapa… Kenapa selalu aku yang sial? KENAPA TIDAK SI KEPALA ORANYE ITU SAJA YANG…" belum selesai Kon berlebay-lebay ria, aku sudah meletakkan kakiku di kepalanya.

"GYAAA! KAKAAAK! HENTIKAAAN!" Kon berteriak histeris.

"Biar saja…" DUK! Aku menambah tenaga pada kakiku.

"GYAAAAAAAAA!!" Kon berteriak lebih histeris.

"Ng… Anu… Maaf Nona Kuchiki… Boneka itu…" Pak Kurodo berusaha menghentikanku. Kemudian aku pun sadar apa maksudnya. Aku kembali duduk manis dan tersenyum. Kukeluarkan bakat aktingku yang biasa kupakai untuk membangun karakter manis disekolah.

"Oh… Maafkan aku tuan Kurodo… Hahaha…" aku sedikit tertawa… Namun karakter palsu yang kubuat hancur dan aku kembali pada sifatku saat Ririn berkata,

"Katanya ada yang mau ditanyakan padanya kalau dia sudah bangun?" katanya sambil mengambil Kon yang tergeletak dibawah.

"Ah, benar juga! Siapa yang membuatmu jadi berantakan seperti itu Kon?" aku langsung bertanya tanpa panjang lebar. Kon kemudian menatapku dengan ekspresi yang tidak biasa, ketakutan…

"Kakak… Tidak ingat apa-apa?"

"Apanya?"

"………" Kon diam seribu bahasa dan membuatku penasaran dengan kalimatnya itu.

"Kon? Beritahukan saja siapa yang membutamu begitu? Biar kubunuh orang itu!" aku mengepalkan tanganku. Meyakinkan Kon yang malang itu.

"Lebih baik jangan… Karena yang membuatku begitu itu…" kata-katanya terputus. Aku semakin penasaran dan terus menatap Kon yang menundukan kepalanya.

"Beritahu aku Kon!" rasa penasaranku memuncak dan sudah sampai pada batasannya.

"Yang membuatku begitu…"

"Yang membuatmu begitu?"

"Yang membuatku begitu… adalah Kak Rukia." kata-kata Kon sukses membuatku dan yang lain terbelalak.

"Haha… Kon… Itu… Itu tidak mungkin, kan? Pasti kau bercanda!" aku mencoba untuk menyangkal. Ruangan menjadi hening.

"Kh… KATAKAN PADAKU KALAU ITU BOHONG!" suaraku memecah kaheningan. Namun semua orang tidak bereaksi. Sampai Pak Urahara angkat bicara,

"Yah, sebenarnya hal itu tidak mustahil… Karena beberapa syarafmu itu masih belum berfungsi dengan benar, kan?"

"Heh! Itu tidak mungkin! Aku sudah tidak apa-apa, kok!!" aku membantah perkataan mahkluk bertopi putih-hijau itu. Kemudian ia menghela nafas,

"Hhh~ Dengar, ya, Kuchiki… Sebenarnya, beberapa hari yang lalu, Ichigo memberi tahuku bahwa kau sempat menghilang pada malam hari. Dan tebak apa yang kudapat dari Soul Society setelahnya?" Pak Urahara memberiku sebuah kertas. Pesan dari Soul Society.

'Anggota-angota divisi 2 yang ditugaskan di kota Karakura tewas mengenaskan saat membasmi hollow. Korban yang selamat mengatakan bahwa pelakunya adalah seorang shinigami wanita yang memiliki zanpakutou.'

"Hahaha! Lucu sekali! Dan kau kira akulah yang membunuh para shinigami payah itu?"

"Aku tidak mengatakan bahwa kaulah yang membunuh mereka, Kuchiki. Tapi saat ini, AKU menjadikanmu salah satu tersangkanya."

"AKH! Semua orang sudah gila! Hanya karena aku belum sembuh total dan beberapa syarafku tidak berfungsi dengan baik? Yang benar saja?!" aku menghentakkan kaki dengan sangat marah. Aku berdiri dan bergegas keluar dari ruangan yang penuh dengan dusta itu.

'Cih! Orang-orang disana tidak bisa diandalkan'batinku.

Aku terus berlari tanpa arah tujuan. Biarkan kaki ini menuntunku menuju tempat dimana aku bisa menemukan orang yang bisa kuandalkan. Aku terus berlari hingga sampai kesebuah bangunan.

"Klinik… Kurosaki…?"

===*===

Aku memasuki klinik itu.

"Permisi!"

"…" tidak ada jawaban.

"Oh iya… semuanya sedang keluar…" aku berjalan kearah lantai 2. Menuju kamar Ichigo dan berbaring diatas kasurnya. Aku mengambil ponselku. Menelusuri semua kontak yang berderet dilayarnya.

"Semuanya… tidak bisa diandalkan…" aku bergumam pada diriku sendiri sambil terus menekan tombol pada ponselku. Sampai aku berhenti disebuah nama.

'Renji'

Piip

.

Truuut

Truuut

Truuut

Truuut

Klek

"Halo?" Sebuah suara terdengar dari seberang. Membuatku sedikit lebih tenang.

"Hei,Renji…"

"Oh! Rukia! Ada apa?"

"Tidak ada hal yang penting, sih… Aku cuma mau ngobrol sedikit… Memangnya kenapa? Nadamu seperti tidak suka kalau kuhubungi?" aku sedikit menyindir teman masa kecilku itu.

"Oh! Bukan, bukan! Hanya saja… Tidak biasanya kau menghubungiku kalau tidak ada yang penting… Haha…" si rambut nanas merah itu terdengar tertawa diseberang sana.

"Hei… apa maksudmu itu? Meledekku, ya? Lagipula kau lagi nganggur, kan?"

"Haha… Maaf, maaf… Eh, iya! Rukia, kau sudah lihat berita hari ini?" pertanyaan Renji sukses membuat hatiku gundah.

"Y… Yang mana?"

"Itu, lho! Yang berita kematian anggota-anggota divisi 2! Katanya yang membunuhnya seorang shinigami wanita berzanpakutou! Hebat sekali shinigami itu! Tapi kasihan juga ketua divisi 2, Soi Fon… Sekarang dia sibuk mencari pelakunya dan bertanggung jawab atas kematian para shinigami itu. Eh, hei! Kau dengar tidak, Rukia?" jelas Renji panjang lebar yang tidak mendapat respon apa-apa dariku.

"Eh, Renji… Sudah dulu, ya…"

"Eh? Lho? Tapi…"

.

Tuuut

.

Aku menutup flap ponselku dengan kasar dan membantingnya. Sekarang aku duduk diatas kasur Ichigo. Bersandar ke tembok sambil memeluk kedua kakiku.

"Tak ada yang bisa diandalkan… Payah!" aku menundukan kepalaku.

===*===

A/N :

UWAAAAAAA!! Maaf sudah membuat kalian membaca fic gaje begini... Bagus tidak? Aku masih agak-agak takut ngepublish fic ini... Soalnya ini fic pertama... Jadi mohon maklumin kalo masih aneh, kalo ada typo juga... (^_^")

Pokoknya, tolong review biar ada masukan untuk selanjutnya... Sebenernya, tadinya niat bikin oneshot. Tapi karena terlalu nafsu, jadi ga sadar kalo udah bikin ampe 37 page di word :p

Udah ah! (o) pokoknya, tolong review ya! Sekali lagi... MAAF kalo masih... yaaa... sebut saja ancur (^_^;)