Mereka berdua saling memendam rasa, bersikap seolah tidak saling menyukai, bersikap layaknya musuh sekaligus teman, tanpa ada yang memulai —tanpa ada yang mengutarakan perasaan duluan.
.
.
.
kuroko's basketball © tadatoshi fujimaki
.
'I like you' © kapten pelangi
.
I don't want to say, «I want you to say, 'i like you'» (Miyaji/Hayama) translated by Rainbow Basketball Scalations.
.
Warning :
Typo(s), gaje, hayamiya/miyahaya, ooc, bahasa campur aduk(inggris/indo), dan yang lainnya yang tak di sebutkan.
.
.
.
Pemuda dengan helaian blonde yang codong ke arah warna orange itu terus-memerus berbicara. Mulai dari kegiatan sekolahnya hingga kegiatan klubnya.
"... Lalu, tim waktu itu," pemuda itu terus berbicara hingga ia menghadap ke belakang, ke arah seorang pemuda lain yang terlihat lebih tua darinya, "... Miyaji-san?" panggilnya pelan, namun masih dapat didengar oleh telinga manusia.
Tidak ada tanggapan dari pemuda yang sedang tertidur di sofa.
"Jika kau tidur di tempat seperti ini, kau akan terkena demam." Omelannya tidak didengar —wajar saja, toh, si pendengar sedang ada di alam lain. "Heiii...! Miyaji-san!"
Pemuda tersebut —Hayama Kotarou— menghela nafas saat senpai-nya yang merupakan seorang mahasiswa tertidur dengan lelapnya. Diperhatikannya wajah sang —mantan— small forward Shutoku tersebut.
'Hm... Ia mengatakan bahwa ia sibuk dengan laporan..." Hayama teringat dengan kalimat sang senpai yang mengatakan bahwa ia sibuk dengan urusan sebagai mahasiswa. 'Apa aku menggundangnya di saat yang salah?'
Hayama Kotarou —yang biasanya tidak bisa diam— memandang sosok yang tengah tertidur, memandang wajah Miyaji Kiyoshi yang biasanya dipenuhi oleh aura marah serta gelapnya sekarang telah berubah bagaikan seorang anak kecil —malaikat, tepatnya.
Ia menyentuh surai blonde sang —dulunya—pemilik nomor delapan, mengelusnya dengan pelan, tanpa suara.
Sang pemuda yang dijuluki Raiju itu tertawa kecil, 'tetapi fakta bahwa dia datang lagi benar-benar membuatku senang...'
Sebuah monolog dari dalam hatinya.
'But, the fact that he doesn't have his guard up his kind of sad...'
Tawa yang sedikit dipaksakan terdengar. Hayama yang sebelumnya mengelus surai Miyaji beralih mencolek pipi kiri sang small forward Shutoku dengan jari telunjuknya.
"Pfft... but even like this, you're pretty attractive," gumaman kecil tetdengar. "...kupikir."
Ever since the day we played against each other, I haven't been able to forget him...
Every since then, I've been chasing him and chasing him.
Hayama memainkan surai pemuda yang lahir pada tanggsl sebelas November tersebut dengan halus.
'Ini sudah setengah tahun sejak ia mendengarkanku, setengah tahun sejak ia memanggil namaku.
... I even came to Tokyo to keep chasing him.'
Hayama mendekatkan wajahnya pada wajah Miyaji.
'It took a year and a half to get him to relax this much around me. This person is super stubborn.' Hayama menghentikan monolog dalam hatinya sejenak. 'The fact that he lets me get this close means that i'm already special, but, it feels like i'm getting greedier and greedier.'
Pamdangan mata sang penyandang nomor tujuh Rakuzan tersebut melembut, wajahnya semakin lama semakin dekat, dibisikkannya sebuah kalimat.
"...I like you," suaranya terdengar lembut, "Miyaji-san...
... Daisuki."
Ia mencium bibir sang pemuda yang tertidur layaknya Sleeping beauty. Hanya ciuman yang memakan waktu satu menit, malah kurang dari satu menit. Dilepasnya ciuman tersebut dari bibir ranum sang small forward Shutoku itu —ingat, dulunya.
'... aku tahu melakukan hal tersebut tidak baik. But, every once in a while, I need to recharge. I'm sorry, thank you kindly.'
Sang small forward Rakuzan tersebut meminta maaf sembari berlutut hingga ia mendengar suara ponselnya yang berbunyi. Di angkatnya telepon tersebut, dan berjalan menjauh.
Miyaji Kiyoshi membuka matanya —tanpa Hayama ketahuin bahwa ia sebenarnya sudah bangun sejak sang kouhai menciumnya.
Tangannya menarik selimut yang sendari tadi membungkus tubuhnya dari kaki hingga ke pinggang menjadi ke hidungnya. Pipi sang mantan small forward Shutoku itu sudah memerah sempurna. Dikepalanha masih tergiang ucapan Hayama.
'... ke you...
Miyaji-san...
I like you...'
Ia menenggelamkan wajahnya yang sudah memerah pada sofa serta selimut.
"S... sial."
.
.
.
Miyaji Kiyoshi berdiri di depan pintu yang menghubungkan dengan luar rumah. Pandangan matanya terlihat antara kesal, atau... entahlah, sulit untuk dijelaskan. Malu? Marah? Tahu, dah.
Hayama memandang sosok kakak kelas yang menjadi musuhnya di semi-final Winter Cup itu, dirinya terlihat bingung dengan perubahan sikap Miyaji.
"Is something wrong?" tanyanya penasaran pada Miyaji yang —tampaknya— ingin keluar.
Dengan suara yang sedikit meninggi, sang penyandang nomor delapan saat di Shutoku menggeleng, "Tidak juga! Tidak ada yang salah!"
"Aku minta maaf jika menganggumu saat kau sedang capai," ujar Hayama sedikit menyesal karna menganggu sang kakak kelas. "since we can watch the DVD whenever."
Miyaji masih terdiam, tidak membalas ucapan sang adik kelas yang merupakan rivalnya itu. Pikirannya berkencambuk, otaknya tidak dapat berkerja seperti semestinya.
"Apa kau ingin makan di suatu tempat?"
Miyaji tidak menjawab pertanyaan dari Hayama, ia masih berada di dunianya.
...'I like you'
Kalimat sederhana milik Hayama Kotarou tergiang-giang bagaikan CD rusak di kepalnya. Di kepalkannya tangannya.
'... I know... but you know!'
Ia menggeram kesel. Tangan kirinya menarik lengan sang kouhai, sedangkan tangan kanannya menyentuh kepala pemuda dihadapannya, membuat mereka berdekatan. Membuat sang mantan pemain Shutoku itu mencium pipi sang pemain Rakuzan.
Dilepasnya ciuman yang hanya dipipi tersebut. Tangan kanannya digunakan untuk menutupi mukanya yang sudah memerah.
"... Soo damn it." umpatnya.
Sedangkan didepannya, Hayama tampak memengangi pipinya, wajahnya juga sudah merah tak karuan.
Miyaji membuka pintu, segera berbalik sambil mengucapkan, "Sampai jumpa!"
"Tung—!"
"Mati sana!"
"Eeeeeeh?! Miyaji-san!"
Miyaji mengabaikan panggilan dari Hayama dan berlari agak jauh, nafasnya tersegal-segal, pipinya sudah sangat merah —yeah, malu.
"Aku benar-benar melakukannya. Shit, apa yang harus kulakukan saat bertemu dengannya lagi nanti?"
.
.
.
.
.
Yey, selesai! HayaMiya/MiyaHaya pertama saya! HORAAAS! Suka banget sama pair satu ini. Padahal, couple satu ini nggak kalah manis sama AkaKuro —but, akakuro still number one for me.
Couple satu ini juga nggak sepahit MidoTaka —lokiraapaan?!— dan nggak se nyesek AoKise, loh. Bayangin tiba-tiba Miyaji jadi tsun. Wat de pak.
Issh— saya kehabisan darah pas bikin ini, tahu! Readers-cchi harus tanggung jawab! —Haaaaaaa?!
HIhih, selesai, kok.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tapi bohong!
.
.
.
Hayama meletakkan secangkir hot chocolate untuk pemuda di hadapannya, setelah itu ia duduk di kursi yang berhadapan itu.
Keduanya terlihat canggung —salahkan kejadian dua hari lalu yang membuat mereka tidak bisa fokus dengan semua hal.
"Err—" Miyaji mengeluarkan geramannya. Canggung dan malu terlihat pada wajahnya.
"Jadi—" keduanya berkata serempak.
"Kau duluan,"
"Eeeh?!" Hayama mengeluarkan protesannya. "Um, jadi... maksud dari, ya, yang waktu itu... maksudnya—"
Miyaji memandang sosok Hayama dengan sedikit kesal. Ia mengepalkan tangannya. Ditariknya sosok tersebut mendekatinya —tenang, makanan dan minumannya masih sehat, kok.
Sang mantan pemain Shutoku itu mencium bibir sang pemain Rakuzan, hanya beberapa detik dan langsung di lepaskan.
"Apa yang tadi belum membuatmu mengerti?"
