After We Got Married
Summary: Kehidupan Riza dan Roy setelah menikah.
Disclaimer: Naik, naik, ke atas pesawat, tinggi, tinggi sekali. Sampailah juga aku ke Jepang dan segera mendatangi rumah seorang sapi yang jago menggambar dengan semangat hidup menjadi manusia yang sangat tinggi.
Fraternization Law hanyalah tinggal sebuah nama –Roy dan Riza melangsungkan kisah percintaan mereka di atas altar gereja.
Riza mulai melangkahkan kakinya dengan anggun. Crystal Pump milik ibunya ditemukannya semalam di sebuah kotak penyimpan di dalam gudang. Wedding Veil yang tipis menutupi wajah Riza yang merona manis.
"Riza! Rizaku yang cantik!" teriak Rebecca di sela-sela sesi mengobrolnya dengan Maria Ross ketika Riza melangkah di depannya.
Riza hanya tersenyum manis dibalik jala pernikahannya, lalu segera menolehkan pandangannya ke arah Roy yang sudah menunggu.
"Sudah siap, Nona Hawkeye?"
Riza mengangguk, tatapannya tertuju pada bola mata Roy yang manis.
Pastor mulai membacakan doa serta sumpah yang sakral. Setelah itu Roy membuka Wedding Veil Riza, dan mengecup bibirnya singkat, tanpa nafsu sedikitpun.
Para tamu bersorak gembira. Riza mengelus bibirnya pelan dan mulai bertukar cincin. Di bagian dalam cincinnya terdapat ukiran manis. Roy Mustang's.
Kedua mempelai ini segera turun dari altar, dan menyalakan lilin di bagian sudut gereja.
"Selamat ya!" Havoc bersorak gembira, diikuti Falman, Breda dan Fuery. Maria Ross serta Rebecca mengusap air mata kebahagiaan mereka. Riza hanya tertawa, mengatakan bahwa ia dan Roy akan baik-baik saja.
"Jadi, Nyonya Mustang," senyum Roy nampak menggoda dan juga nakal. "Maukah kau makan malam di luar?"
"Kau belum kenyang sedikitpun?" goda Riza. Roy mengangguk lemah dan melepas dasi merah yang sudah mencekik lehernya seharian.
"Bagaimana jika aku saja yang memasak?" Riza menyisir rambutnya pelan, dan mulai mengenakan celemek memasaknya.
"Haha, kalau itu maumu…" Roy memeluk pinggang Riza dari belakang. Riza tersenyum dan mulai memanaskan wajan.
"Aku ingin makan daging ya." Roy berpesan sambil bermalas-malasan di atas sofa di ruang tengah.
"Baik, Tuan." Canda Riza. Setelah masakannya matang, keduanya berkumpul di meja makan. Riza terlihat anggun ketika menyuguhkan makanan. Sisi lainnya yang belum pernah diketahui Roy selama menjadi superiornya.
Riza yang ini benar-benar anggun, pikir Roy.
Keduanya pun makan malam sambil berbincang-bincang. Ternyata selama ini keduanya saling mengetahui apa yang paling disukai dan dibenci oleh salah satu pihak. Sisi lain yang belum pernah ditunjukkan.
Riza tidak menyukai sesuatu yang terlalu panas. Ia membenci pintu kamar mandi yang terbuka –menurutnya itu sama sekali tidak sopan. Dan beberapa hal lainnya.
Roy kurang tertarik dengan benda-benda yang berhubungan dengan air. Selain hal tersebut bisa mematikan apinya, juga ia membenci sesuatu yang tidak lunak dan tidak juga padat –benda yang aneh.
"Ceritakan rahasia." Ujar Riza sembari mencuci piring sambil tertawa.
"Hey, gadis manisku ingin rahasia apa? Rahasia caraku menjadi keren seperti ini?"
Dan sukses Riza muntah-muntah di tempat jika ia bukan istri sang Brigadier General.
"Aku percaya padamu, Roy… Jika ada sesuatu, ceritakan padaku ya?" suara Riza melembut, dan menggoda.
Langsunglah otak mesum Roy berpikir tentang 'Malam pertama, malam pertama' begitu terus berulang-ulang.
Tapi tunggu, saya ga berani ngepost fic rated M karena masih di bawah umur. Sisanya bagi yang mesum bisa dipikirkan sendiri kelanjutan kisah Chapter 1 ini.
TBC
Serius ya, tadinya Ventrina tuh mau bikin adegan malam pertama, tapi berhubung umur 18 masih jauh untuk saya, gajadi deh =3= *disepak*
Ini fic bersambung FMA Ventrina yang pertama. Jujur, agak aneh, karena kayaknya FMA lebih enak kalo oneshot deh… Tapi yasudahlah, mumpung lagi produktif, kenapa enggak? =)
RnR ditunggu oleh ibu sapi tetangga. Terimakasih.
