Holaaa minna-san! (^_^). Kali ini saya publish fic abal lagi. Fic ini terinspirasi dari novel 'Summer in Seoul' by Ilana Tan.
.
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
LOVE IN KONOHA © AIRA Q-ARA CLEOPATRA
.
WARNING: AU, OOC , IDE PASARAN, TYPO(S), GAJE, ABAL, BAHASA TIDAK BAKU (maybe), DLL.
DON'T LIKE DON'T READ! DON'T FLAME!
.
.
Seorang gadis manis berambut pink duduk kursi meja makan. Kedua tangannya memegang roti bakar yang masih hangat. Sesekali ia melantunkan lagu agar bisa menarik perhatian seseorang yang duduk di depannya.
Setelah beberapa menit, akhirnya gadis itu menghela napas, seakan menyerah dengan perdebatan batinnya. "Sasori?" tanyanya pada satu-satunya laki-laki di ruangan itu.
"Panggil aku nii-san, Sakura!" perintah Sasori. Matanya bahkan tetap menatap roti bakar yang sekarang tak berbentuk lagi.
Sakura cemberut. "Aahhh... Umur kita 'kan hanya selisih satu tahun. Jadi, aku panggil nama kecil pun tak apa 'kan?"
"Aku ini kakakmu! Hormatlah sedikit!" jawab Sasori, masih sibuk dengan roti bakarnya.
"Hhh.. Baiklah," Sakura mengehela napas. "Nii-san?" Menyadari panggilannya di hiraukan, Sakura beranjak dari kursinya dan berjalan menuju Sasori. Sakura memeluk Sasori dari belakang, tangan mungilnya dikalungkan di leher Sasori. Tapi Sasori masih tidak mau bicara. "Nii-san masih marah padaku ya?" tanya Sakura takut-takut.
Sasori menghela napas panjang sebelum akhirnya menjawab. "Sedikit," ia meletakkan sendok dan garpu di piring yang tadinya terdapat roti bakar. "Kau pikirkan dulu keputusanmu, Sakura. Pekerjaan itu tidak mudah, apalagi kau itu wanita. Nii-san takut nanti terjadi sesuatu padamu." Wajar seorang kakak khawatir pada adiknya kan? Apalagi wajah dan bentuk badan Sakura yang mampu membuat laki-laki manapun menegak ludah.
Sakura masih bergelayut manja di leher Sasori. "Nii-san.. Aku sudah pikirkan berulang kali! Seperti Nii-san tidak tahu aku saja, aku bisa menjaga diri kok!"
"Bagaimana kalau Kaa-san dan Tou-san tahu?" tanya Sasori tajam.
"Ya jangan sampai tahu lah! Nii-san ini gimana?" jawab Sakura. Ia sendiri sebal dengan pertanyaan kakaknya.
"Bukan itu maksudku! Bagaimana jika mereka tak sengaja tahu tentang pekerjaanmu?"
Sakura berpikir sejenak. "Mereka 'kan tinggal jauh dari kita, mereka tak mungkin tahu tentang pekerjaanku. Kecuali Nii-san yang memberitahu mereka!" Sakura melirik Sasori dengan tatapan curiga.
"Aku tak sebodoh itu sehingga mau memberitahu mereka." Jawab Sasori dingin.
Sakura langsung sumringah. Ia mengecup pipi Sasori sekilas kemudian berlari menuju halaman depan. "Ku anggap Nii-san setuju! Jaa~ Nii-san! Semoga pekerjaanmu lancar!" teriak Sakura dari halaman depan.
Sasori menggeleng-geleng pelan. Ia menopang kepala dengan tangan kanannya. "Anak itu..." Sasori menghela napas frustasi. Raut wajahnya berubah ketakutan ketika membayangkan sikap ibunya jika tahu kalau Sakura bekerja. "Kaa-san pasti akan membunuhku."
.:.:.:.
"Lalala~" Sakura bernyanyi riang di jok kemudi. Kedua tangannya memegang stir dengan santai. Penampilannya memang tidak bisa dibilang feminim dengan topi yang sengaja dipakai terbalik, rambut yang dikucir awut-awutan, kaos putih dan celana training. Setidaknya dia lebih sopan daripada gadis-gadis yang sering ia temui.
Hari ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai supir taksi. Sakura sengaja memilih menjadi supir taksi karena menurutnya pekerjaan itu yang paling mudah. Lagipula dulu hobinya balapan mobil, jadi kemampuannya di bidang mengemudi tak diragukan lagi.
"Siapa pelanggan pertama ku ya? Berhubung ini hari pertama kerja, ku kasih gratisan deh." Senyum tak bisa lepas dari bibir Sakura.
Di tikungan, Sakura membelokkan stir ke kiri. Ia memilih menuju gedung teater yang selalu ramai itu. Siapa tahu ia dapat pelanggan 'kan?
Gedung teater Konoha memang sangat terkenal. Tak jarang beberapa artis tampil di sini. Kau akan ternganga jika sudah masuk ke dalam gedung itu.
Sakura menginjak rem setelah melihat ada seseorang yang meneriakkan taksi padanya. 'Pelanggan pertamaku! Yey!' batinnya senang. Ia harus bersikap sopan dan meninggalkan kebiasaan buruknya yang selalu bersikap cuek.
Laki-laki yang tadi meneriakkan namanya segera membuka pintu taksi dengan terburu-buru. Rambut emonya sangat berantakan, setelan jas yang ia pakai bahkan sudah lusuh. Sakura melirik ke belakang sekilas, tapi ia tak dapat melihat wajah laki-laki itu dengan jelas karena dia memakai kacamata hitam. Sakura dapat menyimpulkan kalau laki-laki ini pasti habis lari marathon.
"Hey, cepat jalan!" perintah laki-laki itu kasar. Sakura segera mengalihkan pandangan ke jalan di depannya.
"Kemana?" tanya Sakura tak kalah kasarnya. Ia sudah membuang jauh-jauh janjinya bahwa dia akan sopan terhadap pelanggan. Apalagi Sakura menyimpulkan kalau pelanggan pertamanya ini adalah tipe orang yang menyebalkan.
"Bawa aku ke tempat sepi dan jauh dari tempat ini." Jawabnya datar. Kedua tangannya sedang merapikan jas dan dasi yang berantakan.
Sakura segera menginjak gas. Ia makin sebal dengan pemuda di belakangnya. Apa setiap pelanggan taksi begitu? Menyebutkan nama tempat yang dituju saja tidak jelas.
'Kalau saja kau bukan pelanggan pertamaku, sudah aku tendang dari mobil ini!' batin Sakura menggerutu. Ia masih berpikir kemana ia akan membawa laki-laki ini. 'Jauh dan sepi? Mana ada tempat seperti itu di Konoha! Konoha itu kota industri, mana mungkin ada tempat sepi? Kecuali tempat pembuangan sampah dan hutan di perbatasan Konoha. Eh? Kenapa aku tidak bawa dia ke hutan saja? Lagipula itu 'kan cukup jauh! Kau memang pintar Sakura!' Sakura memuji dirinya sendiri kemudian tertawa (sangat) keras.
"Hei! Tutup mulutmu kalau tertawa! Kau itu wanita!" Sakura segera menoleh ke sumber suara. Walaupun Sakura tidak bisa melihat matanya karena masih tertutup kacamata hitam, ia yakin pasti laki-laki itu sedang menatapnya dengan sebal.
Pandangan Sakura beralih ke jalan lagi. "Terserah aku dong. Mulutku kok!" ucap Sakura sewot.
"Tapi yang mendengar itu telingaku!"
Sakura diam. Biarkan saja dia bicara, toh apa gunanya meladeni tipe orang menyebalkan sepertinya?
Mobil taksi mereka melewati jalan sepi. Di setiap sisi jalannya terdapat pohon lebat. Setelah menimbang-nimbang dimana mereka akan berhenti, akhirnya Sakura mendapatkan tempat yang cukup bagus. Pohon-pohonnya tidak terlalu lebat dan terdapat tanah lapang yang agak luas. Selain itu, yang paling menarik bagi Sakura adalah ada sungai kecil di sana.
Sakura menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Ia menoleh ke belakang untuk menatap laki-laki itu. "Ini tempat yang jauh dan sepi." Ujarnya.
"Bisa kau temani aku sebentar?"
"Eh?"
"Jangan tatap aku dengan pandangan seperti itu. Aku bukan orang jahat, lagipula kau bukan tipeku." Ucapnya datar.
Sakura mendelik. Bukan tipenya? Memang ini membuat Sakura lega karena ia tahu bahwa laki-laki ini tak akan macam-macam padanya. Tapi dikatai 'bukan tipeku' agaknya kurang pantas. Apalagi diucapkan di depan orang yang dimaksud.
"Temani aku sebentar." Setelah mengucapkan tiga kata tersebut, laki-laki itu keluar dari taksi. Berjalan menuju salah satu pohon rindang.
"Mulutnya benar-benar pedas! Dia itu blak-blakan sekali sih?" Sakura menggerutu pelan. Tapi toh dia keluar dari taksi dan menghampiri laki-laki yang sedang duduk di sana.
.:.:.
"Hei, kau itu sebenarnya mau apa ke sini?" tanya Sakura berusaha memecahkan keheningan yang mulai tercipta sejak 3 menit yang lalu. Jujur, ia tak terlalu suka dengan keheningan. Apalagi laki-laki disampingnya itu tak menunjukkan tanda-tanda akan bicara.
"Bukankah kau yang membawaku ke sini?"
"Tapi kan kau yang menyuruhku membawamu ke tempat jauh dan sepi!"
Laki-laki itu sudah membuka jasnya. Sekarang dia memakai hem putih dan dasi yang bertengger di lehernya.
"Aku hanya ingin mencari ketenangan." Ujarnya pelan.
"Bisakah kau melepas kacamata hitammu? Dari tadi aku merasa bicara dengan orang buta." Ujar Sakura sarkastik.
Laki-laki itu menghela napas pelan kemudian perlahan-lahan membuka kacamatanya. Hal pertama yang dilihat Sakura adalah mata onyx terindah yang pernah Sakura lihat. Wajahnya terlalu tampan untuk seorang manusia.
Sakura meneliti setiap lekuk wajahnya. Kemudian ia baru sadar sesuatu. "Hei, sepertinya aku pernah melihatmu?" ujar Sakura sambil mengernyitkan dahi. Yah ia merasa tampangnya sudah tidak asing lagi.
Laki-laki itu balas menatap Sakura. "Aku Sasuke. Uchiha Sasuke."
Sakura juga merasa ia tak asing dengan nama itu. "Uchiha Sasuke? Sepertinya aku juga pernah dengar. Sasuke ya?" Sakura sibuk dengan pemikirannya sendiri. "Ah!" mata Sakura mendadak membulat. "Jangan-jangan kau aktor yang sedang naik daun itu ya?"
"Hn." Sasuke mengangguk pelan.
"Oh."
Sasuke mendadak menatap Sakura. Gadis itu balas menatapnya dengan kebingungan. "Hanya 'Oh'?" Sasuke menaikkan alis.
Sakura mendelik. "Kau pikir aku itu fans fanatikmu yang selalu berteriak 'Sasuke-kuuuunnnnnn! Kau tampan sekali! Aku mencintaimu! Boleh minta tanda tangan? Aku ingin menyentuhmu!' Begitu?" Sakura memperagakan seorang fans yang sedang bertemu idolanya. "Tidak akan pernah! Hoeekkkk!" Sakura berpura-pura muntah. Tentu saja hal itu mengundang senyum dari Sasuke.
"Aku baru bertemu dengan gadis sepertimu." Sasuke tak bisa menyembunyikan seringai mengejeknya.
"Untuk itulah kau harus bersyukur karena sudah bertemu dengan gadis sepertiku." Ujar Sakura. Ia mengerucutkan bibirnya sebal, bisa-bisanya Sasuke menganggapnya seperti fans-fans yang selalu hyperactive itu?
"Siapa namamu?" tanya Sasuke. Entah mengapa kini pandangannya lebih hangat dari biasanya.
"Sakura. Haruno Sakura." Jawab Sakura.
"Nah, Sakura. Kalau kau ingin tanda tangan dariku, bilang saja. Pasti akan kuberi," Sasuke memunculkan kembali seringainya.
Sakura mendelik. "Tidak akan!"
"Atau kau mau ciuman dariku?" seringai Sasuke berubah menjadi seringai mesum.
"Kyaaaaaa! Apaan sih? Dasar mesum! Tunggu sampai aku ingin memakai gaun!"
"Benarkah?" Sasuke makin mendekatkan wajahnya ke wajah Sakura. Wajah Sakura sudah semerah cat(?) kali ini. Saking dekatnya, Sakura bahkan bisa merasakan napas Sasuke di pipinya. Mundur pun tidak bisa karena ia sudah terpojok di pohon, apalagi kedua tangan Sasuke berada ke kedua sisi tubuh Sakura.
"Kau terlalu dekat, bodoh!" Sakura mendorong dada bidang Sasuke, berharap Sasuke akan menjauh. Tapi usahanya sia-sia, Sasuke terlalu kuat untuk seorang Sakura.
"Haha. Aku hanya bercanda. Ekspresimu itu lucu sekali." Sasuke tertawa kecil dan memencet hidung Sakura yang memberontak. Kemudian ia mulai menjauhkan badannya dari Sakura.
Sesaat suasana menjadi hening. Baik Sakura maupun Sasuke belum membuka mulut. Sakura masih sangat kesal dengan Sasuke yang sepertinya senang sekali menggodanya. Sedangkan Sasuke memilih memandang langit biru di atasnya.
"Aku dibesarkan di keluarga yang berada," ucapan Sasuke membuat Sakura menoleh ke arahnya. Sakura bisa melihat kilatan rasa kesepian dan kesedihan di onyxnya. "Ibuku seorang penyanyi dan ayahku penulis. Mereka semua tinggal jauh dari Konoha. Di Konoha, temanku hanya Naruto—manajerku. Kadang aku ingin hidup seperti laki-laki biasa yang bisa melakukan hal yang wajar. Tapi sebagai aktor, aku dituntut untuk dapat memerankan berbagai tokoh dan berbagai watak. Aku sendiri masih bingung, yang mana watakku aslinya. Aku yang pemarah? Atau aku yang pendiam? Atau aku yang dingin? Aku masih tak bisa membedakan antara kehidupan nyata dan kehidupan dalam drama." Sasuke tersenyum miris.
"Kenapa kau menceritakan semua itu padaku?" tanya Sakura. Sorot mata bingung tergambar jelas di matanya.
"Hn?"
"Kita kan baru kenal, kenapa kau menceritakan masalah pribadimu kepada orang asing sepertiku?" Sakura menunjuk dirinya sendiri.
Sakura menunggu jawaban dari Sasuke. "Entahlah. Kau berbeda dari orang-orang yang aku kenal," Sasuke menoleh ke arah Sakura dengan senyum tipisnya. "Entah mengapa, saat aku di sisimu aku bisa mengeluarkan emosiku secara bebas. Aku merasa tenang."
"Kau menggodaku lagi ya?" Sakura melepas topi yang dipakainya dan memukul-mukulkannya ke Sasuke.
"He-hei! Aku serius! Aduh! Cukup! Sakit tau!" Sasuke berusaha menghindar dari pukulan maut Sakura. Dengan usaha yang cukup melelahkan, akhirnya Sasuke berhasil memegang kedua tangan Sakura agar tidak memukulnya lagi.
"Kau itu merepotkan sekali, Sakura." Ujar Sasuke yang masih terengah-engah.
"Biarin!"
"Hei Sakura? Ngomong-ngomong kau mau tidak jadi pacarku?"
.
.
Hening.
.
.
"APAA?"
TBC
Maaf fic ini abal sekalii #pundung.
KEEP OR DELETE?
Mind to review?
~Satu review anda memberi satu juta harapan bagi saya~
