"Aku ingin sekali ke tempat bunga-bunga... Rasanya seperti ada yang kurindukan..."
"Apa yang kau maksud adalah taman?"
"Uhm... Entahlah... Tapi..."
"Ya aku tahu itu... Aku akan membantumu semampuku."
"Maksudmu... Ah... Uhm... Kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Kenapa kau mau membantuku?"
"Bukankah kita kembar?"
"Kembar...?"
"Ya."
"Kenapa... Obaa-chan bilang aku hanya... Anak tunggal?"
"Karena..."
"Karena...?"
"Mungkin kau akan menemukan jawabannya saat kau dewasa nanti..."
"Saat dewasa nanti...?"
"Uhm... Yeah... "
"Kapan aku akan merasakan dewasa itu?"
"Mungkin saat kau melihat gadis di taman bunga yang kau impikan itu."
"Aku tidak memimpikan gadis."
;Ya. Tapi akan ada gadis di taman bunga itu."
"Siapa gadis itu?"
"Lindungi dia."
"Lindungi?"
"Ya."
"Aku ingin bertanya, boleh?"
"Ya, apa?"
"Kalau kita kembar... Siapa yang kakak dan siapa yang adik?"
"Aku kakakmu."
"Kau kakakku?"
"Iya, Sasori..."
"Kakak..."
"Ya?"
"Siapa nama kakak?"
"Namaku... Ah, aku harus segera kembali, maaf..."
"Kak... Kakak... Kakak... Kak... Kakakkkkkkkk!"
DISCLAIMER: MASASHI KISHIMOTO
BY: Nakiaka Ayu
CHARACTER UTAMA:
-AKASUNA SASORI
RATED: T
GENRE: ROMANCE/SUPRANATURAL/DRAMA
CHAPTER 1
tuk tuk tuk
Suara langkah kaki terdengar menggema di lorong koridor sekolah yang masih sepi. Sekarang masih jam setengah tujuh pagi, dan suara bel tanda sekolah masuk akan berbunyi pada pukul sembilan pagi. Ini sudah menjadi kebiasaannya, berangkat dua jam setengah sebelum bel masuk. Ia paling tidak suka menunggu apalagi membuat orang lain menunggu.
Tapi bukankah sama saja menunggu? Menunggu bel masuk hingga dua jam? Maksud Ia datang pagi, bukan hanya untuk sekolah. Tapi untuk menemui dan membantu Obaa-channya sebagai Kepala Sekolah.
"Ah. Sasori-san un!" Langkahnya terhenti saat mendengar ada seseorang yang memanggil namanya.
"Hah hah hah hah Sasori hah hah..." Orang yang memanggilnya kini sudah berada di hadapannya, dan mengulurkan tangannya, dengan ragu Sasori mengangkat tangan kirinya, dan meletakannya di atas tangan yang terulur itu.
"Ada apa?" Tanya Sasori dengan tampang datar. Orang yang memanggilnya tadi tersenyum puas, dan segera menarik tangan kiri Sasori mengikutinya.
"Ikut saja, un!" Gumamnya.
"Sssstttt lihat disana Chiyo-sama sedang bicara dengan siapa?" Ujarnya, menunjuk tempat beberapa meter dari sana. Sasori hanya terdiam, menatap lurus kedepan. Tak jauh dari tempatnya, ia melihat Obaa-channya sedang berbincang akrab dengan seorang wanita berambut pirang panjang dikuncir dua. Di samping wanita itu ada seorang gadis berambut merah muda yang sejak tadi tersenyum kepada Chiyo-sama, juga terkadang berbicara menggantikan sang wanita pirang.
"Aku tidak mengenal mereka, Deidara." Jawab Sasori dengan nada yang datar dan wajah tanpa ekspresinya.
"Eh?" Kaget Deidara.
"Wanita itu mirip denganmu, apa itu adalah Ibumu?" tanya Sasori, jari telunjuk kanannya menunjuk wanita berambut pirang di kuncir dua.
"Huwaaaa kau gila un! Walau aku tak tahu wajah Ibuku, aku tidak dapat merasakan perasaan kasih sayang darinya un, jelas dia bukan Ibuku un! Ibuku jauh lebih cantik un!" Deidara terus berceloteh untuk menyangkal bahwa wanita berambut pirang itu bukan Ibunya. Sasori hanya melihat ke arah gadis berambut pink di samping wanita itu.
"Sasori-san un." panggil Deidara, Ia sudah berhenti berceloteh. Karena Ia sudah sadar kalau sejak tadi Sasori tidak memperhatikannya. Karena penasaran, Deidara mengikuti arah pandangan Sasori yang jatuh pada gadis berambut merah muda. Deidara tersenyum licik.
"Wanita berambut pink itu mungking yang Ibumu un." Ujar Deidara, Ia berniat membalas Sasori.
"Hmm?" Sasori menengok kearah Deidara sejenak lalu kembali menatap gadis berambut merah muda disana.
"Mungkin?" Doooeeeeengggg, Deidara terbengong-bengong menatap Sasori. Ia heran akan jawaban Sasori. Jelas-jelas Ia dan Sasori tahu, kalau gadis berambut merah muda itu terlihat lebih muda dari mereka.
"Bunga-bunga... Dan..." Sasori bergumam pelan sambil berjalan menuju taman belakang sekolah yang dirawat dan ditanami tanaman bunga berbagai jenis, sehingga membuatnya terlihat indah. Sasori menyukai tempat yang berbunga. Terus ia berjalan, banyak yang memperhatikannya, yang menatapnya dengan pandangan yang sulit di artikan, terkadang pandangan ceria yang biasanya dari gadis-gadis penggemarnya.
"Aku sudah kelas duabelas, tapi kenapa aku belum dewasa?" Batin Sasori. Ia memejamkan matanya sejenak, menanti suara yang akan menyahuti ucapannya.
"Kau akan dewasa sebentar lagi." Suara itu mulai terdengar menyahuti ucapan Sasori.
"Benarkah?" Batin Sasori kembali.
"Ya." Suara itu menyahuti.
Sasori tersenyum lega saat mengetahui dirinya akan segera dewasa. "La-" Sasori menghentikan langkahnya, dan ucapannya. Matanya melotot melihat tak jauh di depannya ada seorang gadis sedang tertidur di tengah-tengah taman bunga miliknya. Siapakah gadis itu? Mengapa bisa tertidur di sana? Dan...
"Apakah dia orangnya?" Batin Sasori bertanya-tanya.
"Mungkin?" Sebuah suara menyahutinya dengan ragu.
"Mungkin?" Tanya Sasori memastikan ucapan suara di benaknya itu.
"Ya. Entah mengapa rasanya kurang yakin." Suara itu kembali tertangkap indra pendengaran Sasori.
"Tapi dia di taman bungaku kan?" Bela Sasori.
"Tapi ini bukan di Konoha." Tukas suara itu sedikit keras.
"Konoha?" Kini Sasori menyahut bingung.
"Ya. Di Konoha tempat gadis kecil itu berada."Suara itu mulai memelan.
"Gadis kecil?" Sasori makin bingung, dengan ucapan kakaknya dalam benaknya.
"Ya. Gadis kecil yang selalu menangis di taman bunga." Suara itu menyahut yakin.
"Siapa dia?" Tanya Sasori Ia jadi merasa ingin tahu akan hal ini.
"Cinta pertamaku." Jawab suara itu.
"Ci-Cinta pertama Kakak?" Tanya Sasori memastikan.
"Uhm... Yeah." Terdengar suaranya ragu, mungkin kakak sedang blushing pikir Sasori.
"Kapan Kakak merasakannya?" Tanya Sasori, rasa keingin tahuannya akan kakaknya juga gadis itu mulai muncul.
"Apa?" Tanya suara itu terdengar bingung.
"Cinta?" Kata Sasori.
"Saat aku berumur tujuh tahun dan berjanji akan melindunginya." Suara itu bergumam lemah.
"Umur tujuh tahun?" Sasori makin bingung.
"Ya." Jawab suara itu dengan nada yakin. Sasori makin bingung dibuatnya.
"Bukankah seharusnya kita sudah pernah bertemu kak?" Sasori bertanya masalah kebingungannya itu.
"Sayang sekali, Kakak dibawa pergi oleh paman ke Konoha, sejak dua bulan kita di lahirkan. Dan Kaa-chan meninggal, sedangkan Tou-san sakit keras." Jelas suara itu.
"..." Sasori hanya dapat diam tanpa kata. Ia menunduk, sehingga poni-poninya tampak menutupi matanya. Airmata mengalir keluar dari kelopak matanya mengikuti lekuk wajah babyfacenya.
"Sasori-san~ un!" Samar-samar terdengar ada suara orang yang memanggilnya.
"Ah..." Sasori tersentak saat ada sebuah tangan yang menepuk pundaknya, dan mengagetkannya.
"Sedang apa un?" Tanya Deidara yang tadi menepuk pundak Sasori.
"Hanya melihat gadis dan bunga-bunga." Jawab Sasori yang membuat Deidara bingung. Ia ikut mengarahkan kedua bolamatanya kearah tempat yang Sasori lihat. Tak jauh di sana, Deidara melihat, di tengah-tengah taman bunga ada sesosok gadis berparas yang menurutnya 'lumayan', sedang tertidur pulas.
"Cantik un." Gumam Deidara. Lalu Ia menoleh menatap Sasori, matanya membelalak tak percaya. "Kau menangis, un?"
"Ah?" Sasori tersentak kembali. Ia hapus airmatanya dengan cepat.
"Kau menangis karena ada gadis yang seenaknya tidur di taman bungamu, un?" Tebak Deidara dengan asal. Sasori menggeleng pelan.
"Lalu kenapa-" Deidara tidak melanjutkan kata-katanya, karena kini ia sibuk terbengong-bengong akan kelakuan aneh Sasori. Tadi dia mendengarkan Sasori berbicara seorangdiri, sekarang Sasori menangis, lalu apalagi yang akan terjadi?
'BRUKK' Sasori jatuh tersungkur ke tanah. Kedua tangannya membentuk silang saling mencengkram masing-masing lengannya dengan kencang. Entah apa yang terjadi. Tiba-tiba Sasori merasakan, tubuhnya hampa bagai sebuah boneka.
"SASORI-SAN, UN!" Teriak Deidara histeris. Ia celingak celinguk berusaha mencari 'Apakah disekitar sini ada orang?' tapi ternyata hasilnya NIHIL. Dan karena khawatir akan keadaan Sasori yang terlihat aneh. Deidara memutuskan untuk berlari menuju Kantor Kepala Sekolah, meninggalkan Sasori di taman belakang sekolah, yang di jadikan kebun bunga. Kota Suna, seperti namanya, suna berarti pasir. Tanaman bunga yang di tanam di belakang sekolah adalah tanaman yang memang masih kuat dan dapat beradaptasi dengan keadaan Kota Suna yang kering, asalkan rajin menyiramnya dengan air yang di beri obat-obatan khusus yang terbuat dari bahan alami buatan sendiri. Ya, Chiyo-sama bukan hanya sosok Kepala Sekolah, Ia juga merupakan seorang dokter handal sekaligus Kepala Rumah Sakit International Suna.
"Arkhhh!" Rintih Sasori. Kedua tangannya menjambak rambut berwarna merah darah miliknya. Keringat dingin keluar deras di pelipisnya. Matanya menyipit, keningnya mengkerut keras, sesekali terdengar suara gemeletuk gigi grahamnya yang saling beradu.
"Mengapa rasanya... Rohku seperti di tarik keluar dari tubuhku..." Batin Sasori di sela-sela kesakitannya. Perlahan tapi pasti, tubuhnya melemah, kedua tangannya yang semula meremas rambut merah darahnya, kini lunglai ke bawah. Kringat dingin di pelipisnya mulai berjatuhan. Wajahnya yang tadi mengeras menahan sakit, kini mulai tenang. Pandangannya mulai terasa kabur, semakin lama semakin gelap.
~Tsuzuku~
AN/: Hai minna-san ^o^/ Publishan baru lagi nich :p
Boleh minta RnR gak? :D
Gomenne⦠fic saya yang lain lagi gak ad aide dan feel :p
