A/N: Hohohohoho! Fate Line apa kabar yach? *plak* aduhhh, bukannya lanjutin progess Fate Line malah dengan asoynya bikin multichap baru. Maklum aja, author sedang senang menggalauuu.
Sebenarnya dibuat supaya idenya gak ilang aja, tenang, Fate Line masih lanjut kok.
Sedikit kurang saya coba masukin unsur humor kesini. Tapi, kalau garing, gak ada rasanya atau hambar, maklum aja, garam mahal! ...ehhh, maksudnya, author emang gak jago bikin humor. Karena itu minta kritik dan sarannya.
.
Don't Like, Don't Read
Warning: cerita didominasi oleh konten Boys Love a.k.a Yaoi, OOC demi keperluan cerita, miss typo. Terinspirasi dari komik coret-coret saya saat SMP yang terinspirasi dari komik MÄR milik Nobuyuki Anzai.
Pairing: Many Pairing Yaoi
Summary: Bagi Alfred. F. Jones ini adalah musim panas yang luar biasa membosankan. Sekalipun dia tak pernah berpikir akan terjebak dalam dunia yang benar-benar familiar namun asing baginya. Yaoi. Setting AU.
Opening sound track: Bring Me to Life by Evanescence
.
.
Aku berdiri, sebagai bayangmu. Memperhatikanmu. Menjadi gerak gerikmu.
Dibalik segaris tipis pembatas. Gerbang ini begitu tebal.
Salib pada tangan tergenggam erat. Bibir berkedip, merapalkan do'a.
"Berikan aku, satu orang dari sana."
.
.
Parallel Mirror
( Memantulkan sisi diri yang lain. Dunia yang sama. Namun, berbeda disaat bersamaan.)
.
Original Story by Rin
Disclaimer © Hidekaz Himaruya
Another World Inspired by MÄR © Nobuyuki Anzai
Fantasy, Friendship, Family, Humor,
Adventure, Supranatural
Rated T (Might Change)
.
Chapter. 1
.
Haahh, musim panas.
Apa yang mau dikatakan tentang itu, selain udara panas dan terik matahari yang menyorot kulit hingga kehitaman? Derik jangkrik musim panas menambah lantunan? Ah, benar juga. Tentu ada yang tidak boleh dilewatkan para murid-murid yang haus akan liburan disaat musim panas begini. Libur musim panas.
Dimana orang-orang akan menghabiskan sebagian waktunya untuk berlibur memanjakan diri, terlepas dari segala kegiatan rutin mereka berjejal-jejal dengan tulisan cakar ayam catatan yang malas dibuat dan suara baritone para guru yang tak henti-hentinya bercuap-cuap tentang materi yang diajarkan, padahal murid-muridnya sudah tidur, pulas, melayang kealam mimpi sana plus air liur dan igauan.
Pastinya hal ini tak akan dilepaskan oleh para remaja murid untuk mendinginkan diri disuatu tempat, mengingat cuaca terik gosong membakar diluar. Pantai? Kolam renang? Tidak perlu dipungkiri dua tempat itu akan menjadi aset berharga dan utama bagi para muda-mudi untuk mendinginkan diri plus kencan sebagai nilai tambah guna bagi yang memiliki kekasih.
Kasihan kalian yang terpaksa harus berkencan lagi dengan buku paket dan catatan, soal ditambah pensil dan penghapus dalam pelajaran tambahan dimusim panas. Heh, makannya belajar yang benar.
Sayangnya salah seorang tokoh kita adalah golongan orang yang tidak menyambut musim panas dengan berjalan-jalan diluar layaknya remaja lelaki seusianya. Atau berkencan mungkin? Oh, tidak, dia tidak dapat PR tambahan.
Yak, lihatlah sekarang dibalik jendela kamar yang tertutup rapat oleh sehelai korden putih, kalian akan menemukan ruangan yang didominasi oleh kegelapan. Berbanding terbalik dengan cuaca panas dan terang diluar sana.
Satu-satunya yang menjadi sumber pencahayaan hanyalah layar TV yang menyala, menampilkan tokoh protagonis game yang tengah bertarung melawan tokoh antagonis. Yang tengah dimainkan oleh seorang remaja yang sedikit berlemak, berkacamata, berambut pirang kotor dengan cuat pisang melayang keatas. Sebut saja Alfred. F. Jones. Yang tengah duduk diam tak bergeming ditengah ruangan ber-AC, dikamarnya.
Ear Phone terpasang ditelinga, kedua tangan kaku memegang joy stick game sementara jari jemarinya berkutat menekan-nekan keypad. Bantal bergambarkan Spiderman menjadi tumpuan dalam peluknya. Bibirnya mengunyah French Fries yang belum habis, sisa saus menempel dibibir. Mata canang kearah depan, berkutat hanya pada televisi selama 8 jam nonstop dari jam 3 pagi, tidak peduli bila minus matanya akan bertambah karenanya.
Ada jeda. Tangan kanan meraba-raba, mencari sesuatu.
Dapat!
Diambilnya benda tersebut, dibuka kertas pembungkusnya. Hamburger Triple Beff ukuran jumbo siap disantap.
Dilahapnya rakus. Menimbulkan suara-suara aneh tiap dia mengunyah.
Sementara sisa pembungkus tersebut dibuang acak. Menyusul bersama sampah-sampah sisa yang bertebaran hampir diseluruh sudut ruangan. Contohnya saja sampah gelas-gelas kertas Coca cola, dimana isinya yang masih tersisa luber keluar dan sang pemilik sama sekali tidak mempedulikan genangan air bersoda yang tengah dikerubungi semut itu. Belum lagi sisa bungkus saus, potato chips, kentang goreng, Hamburger, dan banyak cemilan lainnya dalam berbagai warna, rasa, merek, ukuran, jumlah, wangi dan semacamnya. Uhhh, lihat, bahkan rumah pemulung masih lebih bersih.
Dan disudut lain, tepat didekat sang majikan kamar, terdapat bertumpuk segala jenis makanan yang terdaftar diatas, masih terbungkus, siap dimakan.
Pastinya obesitas akan menjadi alamat terbaik setelah libur musim panas ini selesai.
Untuk kesekian kalinya Alfred menghela nafas. Medki tokoh yang dimainkannya menang, dia sama sekali tidak merasa puas. Menghempaskan nista stick game ditangannya kelantai. Entah mukjizat atau kutukan untuk pertama kalinya dia merasa bosan bermain game.
Ya. B-O-S-A-N.
Bosan.
Benar-benar bosan.
Bukan hanya game. Ia bosan menonton DVD horror koleksinya -yang pastinya membuat dia mengangis kejer ketakutan dan saya masih bingung kenapa dia tetap nekat menontonnya-, bosan membaca majalah porno yang disimpannya dibawah kasur -ewww-, bosan dengan sikap papa dan mama yang malah cuek bebek meninggalkan sendirian dirumah, yang malah seenaknya ngeloyor entah kemana -yang berujung dengan kata terakhir shopping dan golf-. Sementara anaknya merana kesepian sendirian tanpa teman. Huhuhu.
Jangan salahkan dirinya yang terlahir tunggal. Salahkan papa dan mama yang terlalu gengsi untuk membuatkan adik untuknya. Memang apa salahnya dia meminta rekaman saat mereka melakukan 'itu'? Bukankah wajar disaat-saat masa pubertas begini? Toh umur sudah enam belas, tahun depan dia bakal punya KTP sendiri. Tidak akan melanggar hukum selama tidak ketahuan.
Bahkan, saking bosannya Alfred merasa malas bahkan untuk sekedar menghabiskan Hamburger ditangan yang masih tersisa 3/4 nya.
...
Oh, ini buruk. Kiamat sudah dekat. Bertobatlah kalian segera. Gempa akan datang. Tsunami menyeret kota. Angin beliung menerbangkan rumah. Langit hancur. Bumi runtuh. Semua menangis. Tamat.
Dan kini berakhirlah tubuh -yang beralamatkan obesitas kedepannya, kalau dia tidak segera memikirkan progam diet sehat- itu disebuah pembaringan bernama ranjang. Berguling-guling tidak jelas layaknya ikan kleper-kleper diaspal panas.
"Haaaaaaaaaaaaaahhhh." rekor baru untuk helaan nafas yang terpanjang dalam tiga jam terakhir ini Alfred, selamat kau dapat hadiah piring.
Liburan kali ini benar-benar membosankan! Sama sekali tidak menarik!
Benar-benar menyebalkan. Kenapa disaat santai begini dirinya harus menderita patah hati karena diputusin. Bukan salahnya kalau dia bilang Superman itu benar-benar ada, kan? Secara dia HERO gitu, loh.
Jalan-jalan keluar? Kalau tak ada teman seperjuangan rasanya kurang seru! Kenapa juga mereka harus punya acara dengan pacar disaat dirinya tengah menjomblo? Alhasil dirinya harus menjalani kehidupan monoton selama tiga hari terakhir sejak liburan dimulai.
Nekat begadang menonton DVD Horror sendirian malam-malam, berujung teriakan horror membahana ditengah malam -yang mengundang seorang pria afro dikuncir menghajarnya, yang pasti setelah menggedor pintu rumahnya dengan laknat. Papa dan Mama? Jangan tanya. Asyik kencan sampai melupakan anaknya.
Akhirnya dengan sebelah mata biru lebam dan air mata mengalir deras, dilanjutkan dengan bermain Game hingga berjam-jam nonstop sampai akhirnya tepar jam lima sore esok harinya. Bangun-bangun perut minta jatah. Kulkas? Hahh, sudah habis, isinya dirampok semalam. Akhirnya diputuskan dengan semangat -karena memang maunya, telepon 14045! Mengabaikan nasihat mama mengenai segala macam ceramah dan tetek bengek lainnya tentang bahaya mengkonsumsi Fast Food. Ayolah! Daripada mati kelaparan dan jadi kurus kering? Tak HERO sekali.
Delivery datang, makan sambil melanjutkan game yang tertinggal. Bosan main game? Lanjut nonton DVD lagi -dan satu lebam lagi dipipi kiri. Bosan nonton DVD? Lanjut lagi main game. Lapar? Telepon 14045 lagi. Main, nonton, makan. Main, nonton, makan. Begitu terus berulang-ulang sampai akhirnya dirinya kini berguling-guling tidak jelas dikasur tiga hari kemudian.
Ngg, sebentar. Rasanya ada yang janggal. Ada sesuatu yang terlewat dari daftar kegiatan diatas.
Kau sudah mandi tiga hari ini?
...
Oke, lupakan. Pantas baumu sama dengan hamburger busuk.
.
PRANG!
Nyaring beling pecah memecah lamunan. Terlonjak kaget dari pembaringan. Mulut megap-megap mangap. Bertanya pada dirinya sendiri. "A-ada apa?"
Mata masih melongo. Badan masih dalam posisi duduk yang belum berubah. Telinga sedikit ditajamkan. Sekedar mengoreksi apa suara tadi bukan khayalannya. Mungkin saja suara itu dari rumah tetangga sebelah. Atau mungkin tetangga sebelahlah yang nekat menghancurkan kaca jendelanya! Tapi, perasaan dia tidak sedang nonton DVD? Auuh, kalau benar, bilang apa nanti pada Mama kalau kaca jendelanya hancur?
Penasaran, bermaksud turun memastikan. Tapi, belum sampai membuka pintu, dirinya berhenti. Terdengar suara gesekan kaca beradu dan tidak salah lagi! Ada suara orang! Tidak jelas, tapi dia yakin!
Entah kenapa dia merasa sedikit gentar. Pikirannya melayang tentang kemungkinan suara itu berasal-dari-mana-dan-siapa-yang-melakukannya? Jangan-jangan hantu lagi!
Oh, Alfred sayang, separanoidnya kau dengan hantu setidaknya berpikir logis kalau hantu tidak akan muncul disiang bolong pastinya bisa kau lakukan, kan?
Tapi, hantu tidak akan muncul siang hari. Lalu apa? Maling? Kenapa juga maling harus siang-siang?
Prak.
Terdengar lagi. Jangan-jangan beneran maling? Ouw, ini tidak bisa dibiarkan! Keadilan harus ditegakkan! Sudah saatnya HERO bertindak! Fwahahahaha.
Kreet.
Pelan membuka pintu kamarnya. Berusaha mengecilkan suara seminim mungkin. Karena sekali ada suara, hancurlah semua. Berjingkat. Menyusup layaknya seorang mata-mata. Perlahan merapat ketembok, tangan dan kaki menempel, menyusurinya sambil miring. Oh, serasa menjadi James Bond, mungkin dia cocok untuk menjadi agen Interpol? CIA? Atau FBI? Akhirnyaaa, setelah tiga hari melalui kehidupan yang sangat monoton, tiba juga hari dimana ia akan menunjukkan kesuper HERO annya. Fufufu, maling itu akan menyesal karena memilih rumah seorang HERO sebagai sasaran.
Hela napas tertahan mendengar diri tengah sampai, mengintip sedikit dari celah tembok memastikan semua aman. Menarik kembali kepalanya seraya melihat sebuah bayangan mendekat.
Ada 2 orang. Dan satunya menuju kesini!
"Sudah kubilang berapa kali,kan!"
Kelihatannya yang satu sedang marah-marah. Apa mungkin mereka meributkan pembagian hasil curian? Sayang sekali, kalian akan didepak keluar oleh HERO sekarang juga.
Menggemeretakkan jari-jemari, tangan terkepal kuat. Menunggu bayangan itu menampakkan wujudnya. Setelah itu dia akan menonjok pipinya, tersungkur, kunci tangan dan kakinya, kalau dia melawan, tiban saja. Dan sarangkan satu sambitan dititik mati leher. Mengejar maling yang satu lagi, menyengkat kakinya bila ia lari, dan memberikan hal yang sama seperti maling yang satunya. Telepon polisi. Dapat penghargaan. Masuk TV. Dapat tawaran main Film. Terkenal. Banyak uang, banyak cewek -uke juga boleh. Makan berkilo hamburger setiap hari.
Hhh, sempurna.
Ups, kembali kedunia nyata. Yak, sedikit lagi, kemarilah. Come on.
"... makannya kalau taruh cermin..."
WUUK!
BRUAK!
"ORGH!" sosok yang menjadi korban sasak tinju Alfred tersungkur. Seperti yang direncanakan. Segera saja dia meniban tubuh itu, dengan tubuhnya yang berat menjurus obesitas. Dan mengunci tangannya.
Krek.
Salahkah kalau tadi terdengar suara tulang patah?
"Heh! Rasakan itu dasar ma..."
Hei, wajah ini familiar.
—...ling?"
Oh, my god. Orang ini kan? Orang yang pingsan dengan mulut berbusa ini, kan...
"Pa-papa?"
Bulir-bulir keringat sebesar biji jagung turun dari sekujur tubuh, tubuhnya bergetar sesaat karena perasaan antara rasa bersalah, dan ...ketakutan.
"Alfred."
'Hegh!'
Tidak salah kalau punggungnya terasa tertusuk duri. Atau seperti disterilkan dalam autoklaf. Atau dikompres dengan es batu yang besar. Atau serasa digampari frying pan salah satu temannya. Begitu kontras, sampai tidak tahu mana perasaan yang benar.
Yang pasti, begitu ketakutan sampai menoleh kebelakang pun harus patah-patah.
"Ma-mamamama-mama..." dan suara yang bergetar itu. Kalau ada yang bilang orang tua terganas dalam keluarga adalah ibu, itu memang benar.
Mau lari? Ow, tidak bisa. Pantat nancep dudukin papa. Pa, maaf ya. Nanti bakal kuurutin.
Dalam imajinasinya sosok ibu yang cantik dan baik sudah menjadi serupa setan pemakan orok. Rambut pirang kecoklatan yang biasa lembut, halus tergerai rapi sampai pinggang tengah bertransformasi menjadi ular-ular medusa, mendesis-desis, membuat dirinya membatu seketika. Wajah yang tersenyum manis bak malaikat menjadi senyum seringai sadis siap menelannya bulat-bulat. Dan mata yang berkilau indah bagai padang Amethyst berubah menjadi sewarna darah. Ditambah aura kelam ketara -bahkan dapat dilihat sebagai background- yang menusuk sangat. Alternatif terbaik menuju alam sana.
Dan hari itu kediaman Jones ramai akan sirene ambulan.
.
.oOo.
.
"Mama akan temani papa kerumah sakit, kamu tunggu dirumah, bereskan pecahan kaca tadi dan jangan nakal. Mama sayang kamu Al~." senyum seharga 100 dollar, plus bling-bling cahaya dan tampak tak merasa bersalah sedikitpun padahal sudah bikin anaknya luka-luka. Tuh, lihat balutan perban dikepalanya, nih, lihat juga yang dipipinya. Eh, oh yang ini 'kan bekas kena hajar tetangganya kemarin.
Wanita cantik itu berlalu begitu saja setelah memberikan kecup pipi sambil lalu. Diantarkan dengan senyum miris dan lambaian tangan tanpa tulang dari sang anak yang merana. Sudah ditinggalin. Seenaknya saja lempar tanggung jawab! Yang pecahin 'kan papa! Siapa suruh main golf didalam rumah. Yah, salahnya juga sih bikin papanya sampai patah tulang gitu. Jadi bisa seenaknya lempar tangung jawab. Tapi, mama telah memerintah. Lagipula, siapa yang mau melanggar mama ketika sudah bertitah? Tidak?
Maka, kini kita bisa melihat Alfred yang dengan setengah hati -alias berat banget- tengah mengambil peralatan bebersih, dan menuju TKP.
"Ng?"
Entah kenapa dirinya merasakan sesuatu yang janggal. Sesuatu yang harusnya ada. Ya. Yang pecah yang mana?
Menggaruk belakang kepala. Mata menoleh kekanan dan kekiri mencari keberadaan pecahan-pecahan yang menjadi awal perkara insiden hari ini. Namun, tak ada satupun barang setitik debu beling kaca.
Aneh, karena jelas-jelas tadi dia mendengar suara kaca pecah. Kalaupun bukan dari rumahnya, untuk apa mama menyuruhnya membersihkan pecahan kaca? Tidak mungkin 'kan mereka membersihkan dirinya sendiri. Dan mamanya buka orang sebaik itu sampai rela -menyruhnya- membersihkan rumah orang lain. Meski, jelas-jelas kalau yang sering jadi korban salah sasaran adalah kaca tetangga sebelah. Kecuali kalau ada...
Oh, mulai lagi.
H-ha,ha,ha,hantu...?
Noooo...
Jeritnya membantin.
Tidak, tidak mungkin. Lagipula kalaupun hantu ada tidak mungkin muncul disiang bolong begini. Ya, benar! Itu alasan bagus. Dan jangan lihat dengan tatapan begitu! HERO enggak gemetaran! Ini coman gara-gara pegel aja. Iya benar! Coba aja kalian jadi aku, dikira 'gak sakit di Smack Down tadi. Tidak, HERO tidak lemah sampai kalah melawan wanita. Dibanding jadi Malin Kundang kedua karena melawan mama?
Kreet.
"Hiii!" melompat bergidik, bersembunyi dibalik sofa, tangan kanan memegang sapu layaknya memegang pedang, membuat perlindungan.
'Tidak, tidak, itu bukan apa-apa, tenang Alfred, hanya angin yang menggerakkan jendela.' berusaha menenangkan jantungnya yang ketar-ketir karena paranoid sendiri. Menoleh kekanan dan kekiri, melihat-lihat apa mungkin aman?
Melangkah mundur, namun naas. niat ingin kabur kekamar dan mengunci diri sambil meringkuk dibalik selimut, plus musik dari Walkman segera terbatalkan ketika dengan bodohnya dia menyenggol salah satu koleksi cermin mamanya.
Prang. Harusnya.
Setidaknya sekarang kita bisa melihat seorang tunggal Jones berusaha mati-matian menahan beban jatuhnya cermin sebesar lemari agar tidak menyentuh lantai. Seenggaknya sekarang dia bisa berpikir kalau nyawa salah satu cermin koleksi mamanya lebih berharga dari tangannya yang salah urat. Entah apa yang membuat istri dari keluarga Jones itu begitu freak dengan benda berkilat licin yang bisa memantulkan refleksi diri itu, bisa dilihat dengan ruang khusus yang bisa jadi kamar cermin dadakan. Memang mamanya itu ibu tirinya Putri Salju apa?
Dia tidak mau tahu. Karena yang penting adalah bagaimana caranya supaya cermin yang beratnya nyaris menginjak 20 kilo itu tidak jatuh menimpanya terlebih dahulu, sebelum akhirnya menjadi serpih. Apalagi cermin yang nilai beli dan jualnya bisa buat beli kapal feri. Sudah cukup sendi tulang badannya sakit, enggak mau lagi dibanting ala Back drop seperti tadi.
Hah, disaat begini dia benar-benar memikirkan tentang libur musim panasnya yang menyedihkan.
"Nggghhhh!" dia bersyukur selalu ke gym tiap tiga minggu sekali -yang bisa kita hitung sebulannya hanya muncul dua kali untuk bulan ini-, perlahan bisa dikembalikannya posisi cermin itu ketempatnya semula.
"Fuuh, benar-benar deh. Kenapa barang mahal begini taruh disini sih?"
Menatap pantul diri dihadapan. Memperhatikan tiap sudut dari cermin itu, mencari-cari keistimewaan dari seonggok cermin tua yang membuatnya mamanya menyayangi sangat cermin ini dibanding anaknya sendiri. Hiks.
"Apa sih bagusnya?" menatap ukiran-ukiran pada kayu, yang membentuk corak tanaman, yang secara tidak langsung ukiran itu tersusun atas beberapa huruf tulisan kecil-kecil, ukirannya begitu detail, belum lagi pemberian pelitur yang membuat sisi cermin yang membingkai tetap membuatnya baru. Titik indah yang selanjutnya adalah permata safir, amethyst, ruby, Emerald, berlian -yang entah asli atau tidak- dilima sisi yang tertempel, menambahkan kesan kuno namun fantastis, juga modern secara bersamaan. Dan cermin yang begitu mengkilap meski tidak dibersihkan sekalipun. Menghemat biaya pembersihan kaca.
—dikutip dari ceramah sang mama ketika memamerkan cermin kesayangannya ini. Terlalu sering diulang sampai akhirnya dia hafal sendiri.
Yah, tapi bagi seorang Alfred. F. Jones benda dihadapannya tak lebih dari benda yang bisa memantulkan bayangannya sendiri -selain harganya yang bisa membuat kaya mendadak.
'Bayangan, ya?'
Mengusap bidang yang licin, yang menghadapkannya dengan dirinya yang satu lagi dibaliknya. Sosok yang begitu mirip, sama, meski tak persis. Mengetuk-ngetuk dengan jarinya, seraya mendengus.
"Mungkin akan lebih menyenangkan kalau memiliki saudara."
Tertawa meski tak ada yang lucu, terdengar gila berbicara sendiri dihadapan cermin. Rasanya seperti curhat dengan diri sendiri, atau kadang disebut mengoreksi diri.
"Yah, apa kupaksa mama saja lagi, supaya membuatkanku adik, y...?"
Kata-kata yang terhenti dan tidak akan pernah selesai. Karena sekejap matanya berkedip pemandangan dihadapannya berubah. Yang menjadi bayang dirinya menghilang, terganti dengan gerbang yang tengah terbuka perlahan, mengajaknya masuk dalam ruang asing yang seharusnya tidak ada.
/Kau datang./
"Ap...?"
/Kemarilah diriku./
"Siapa kau!"
Panik? Jelas. Tak ada yang tidak panik mendapati dirinya dalam tempat aneh dan suara-suara yang tidak jelas datang darimana padahal tidak ada orang, jangan bilang itu hantu. Tidaaak! Kalau bisa memohon, buat ini semua jadi mimpi. Pleaseeee. Lebih baik bermimpi tentang dirinya menjadi HERO penyelamat dibanding mimpi tidak jelas begini!
Namun, yang membuatnya lebih-lebih terkejut adalah... Sosok dihadapannya yang kontras hitam dibalik gerbang, tidak jelas. Tapi, perasaan mengatakan sosok itu mirip dengannya.
/Aku.../
"Gyaaaa!"
Perasaan tersedot mengerubunginya. Gelap gerbang dihadapan, menjadi terang putih yang membaur bersama sklera mata.
/...Aku.../
Yang tersisa hanyalah sayup suara. Sebelum pandangannya berubah menjadi gelap.
...adalah.
Kreet...
.
.
.
.
—BLAM!
.
.
Truk.
Sementara didunia sana hening tanpa ada satu pun eksitensi.
Selain ruang kosong, dan serpih kaca yang seharusnya tidak ada bertebaran, disekeliling cermin tempat terakhir anak tunggal rumah ini. Yang ditempat itu menggelinding sebongkah kilauan safir, yang terlepas dari sang induk. Menggantikan keberadaan dari yang telah hilang.
.
.
TBC
.
.
A/N: perlu masukin genre horror gak kesini? Kok kayaknya endingnya horror gitu. Btw, mamanya Al disini saya pake Fem!Canada, coman rmbutnya digerai, dan OOC sangat. *kebayang gak tuh Mattie nge Smack Down Al...*
Bila ada kesalahan genre, tolong diberi tahu, saya akan menggantinya
Nee, untuk fic ini saya minta sarannya.
Thank's a Lot For You.
REVIEW?
