Derit ayunan menggema memenuhi bagian tengah taman kompleks. Berderit-derit tersiksa di tiap gerakannya. Memberi luka, rasa sakit dan kepedihan.

Seorang gadis kecil bersurai pirang dikuncir samping, berayun pelan. Seirama dengan tiap deritan yang nyaring. Menikmati taman bermandikan sinar matahari senja seorang diri. Seolah taman seluas lapangan basket itu, adalah miliknya seorang.

Hembusan angin senja. Deritan besi ayunan yang bergesekan. Warna jingga sejauh mata memandang. Menjadi teman tersendiri bagi si gadis kecil untuk menghabiskan hari.

Satu hari. Satu hari lagi, aku akan menunggumu. Dan kamu pasti akan kembali padaku. Iya, kan?!

Kalimat yang sama yang selalu ia percayakan di dalam kepala kecilnya. Percaya bahwa sahabatnya akan kembali untuk menemaninya menghabiskan hari hingga petang.

"Besok kita main lagi, ya!"

Kalimat terakhir yang gadis kecil ini ucapkan saat sahabatnya dibawa pulang oleh Ibunya. Sekaligus kalimat terakhir yang tidak mendapat jawaban pada hari-hari berikutnya.

Gadis kecil kelas 4 SD. Ditinggal pergi oleh sahabat baiknya, tanpa kata. Dan terus menanti sahabatnya hingga petang, sendirian di taman hampir selama dua tahun. Dan tetap yakin bahwa sahabat kecilnya itu akan datang dan menemaninya bermain kembali.

"Naruto!"

Sebuah suara yang tidak asing menyapa telinga gadis kecil ini. Ia mendongak dan mendapati kakaknya datang dengan wajah kesal sekaligus lelah. Kesal dengan sikap keras kepala adiknya, sekaligus lelah untuk menghadapi kekeras kepalaannya.

"Masih ingin menunggu?"

Deritan kembali terdengar ketika pemuda 16 tahun ini memutuskan untuk duduk di samping sang adik. Duduk pada sebuah ayunan yang sesekali bergoyang pelan diterpa angin.

Si gadis kecil mengangguk. Menggoyang-goyangkan kakinya sembari menikmati angin yang menerpa dirinya dan sang kakak. Tidak berani menatap ke arah kakaknya yang sedang memerhatikannya. Pun untuk menyuarakan jawabannya.

"Kau tahu" derit ayunan mengalun perlahan, "akan teramat bodoh jika kau masih terus menunggunya di sini. Dan akan menjadi hal yang tidak berguna jika kau terus berharap bahwa dia akan kembali."

Derit ayunan yang bergerak ke depan dan belakang, menjadi teman bagi gadis kecil ini untuk menangkap maksud yang kakaknya utarakan. Sebuah kalimat yang memintanya untuk tidak perlu menunggu sahabatnya. Sebuah kalimat yang memintanya untuk ber-henti berharap akan kedatangan sahabatnya kembali.

"Kita sama-sama tahu bahwa bocah yang kau sebut sebagai sahabat itu, tidak pernah sekalipun menghubungimu selama dua tahun ini." kata kembali terucap. Menambah daftar kata yang harus gadis kecil ini cerna. Membuatnya semakin menunduk.

Pemuda ini menghirup napas perlahan, "Apa kau tidak ingat apa yang telah mereka lakukan padamu?"

Gadis kecil ini hanya tetap diam. Menatap tajam sandal warna orange muda yang memeluk kakinya. Seolah sandal itu merupakan benda yang paling menarik di muka bumi ini. Dengan tangan kanan yang meremas bahu kirinya.

Bagaimana mungkin ia bisa lupa mengenai kejadian 2 tahun yang lalu. Tepatnya satu minggu sejak sahabat baiknya tidak memunculkan diri di taman tempat biasa mereka bermain. Mencoba mencari tahu di kediaman sahabatnya. Dan berakhir dengan dirinya yang terluka hingga membuatnya harus menahan sakit tiap mengingat kejadian tersebut.

"Keluarga itu tidak ingin kau berteman dengan salah satu anggota keluarganya. Mereka juga yang telah melukaimu dan menyalahkanmu atas tindakan yang sama sekali tidak kau lakukan. Mereka adalah orang-orang yang tega melukai gadis kecil sepertimu hanya demi bocah yang kau sebut sahabat itu. Dan mereka juga telah merendahkan keluarga kita." Pemuda itu manatap lurus ke arah perosotan di depannya. Menjaga emosinya sejenak.

"Bocah itu sama sekali tidak pantas kau tunggu. Dan sama sekali tidak pantas untuk berada di salah satu bagian kepalamu, Naru. Bahkan di hatimu. Lupakan dia! Hapus keberadaannya! Dan anggap saja bahwa sahabat kecilmu itu sudah lama mati!" tekan pemuda yang menjabat sebagai kakak gadis berumur 12 tahun ini. Mendoktrin adik kecilnya untuk melupakan segala hal yang menjadi penyebab awal ia terluka.

"Lupakan bahwa kau pernah berteman dengannya! Anggota keluarga Uzumaki tidak akan dengan mudah memaafkan perbuatan keluarga Uchiha terhadapmu!"

"Sekarang ayo kita pulang! Ibu sudah menunggu!" Pemuda ini beranjak. Melangkah dua langkah lalu berhenti dan berbalik menatap adiknya yang bergeming.

"Naru!" katanya rendah.

Yang dipanggil sedikit tersentak dan akhirnya memutuskan untuk menurut. Mengikuti perintah kakaknya untuk beranjak dari tempat yang menjadi saksi bisu bagaimana dia ditinggalkan begitu saja tanpa kata. Sekaligus sebagai saksi bahwa ia telah menghapus sosok sahabatnya. Sahabat yang ia sayangi.

Selamat tinggal...

Angin bertiup kencang seiring dengan langkah kaki gadis kecil dan kakaknya yang menjauh. Meniup tiap kenangan yang tercipta di antara dua bocah yang bermain di taman. Membawanya pergi. Menghempaskannya hingga tak bersisa. Meniup tiap kepingan luka dan membawanya terbang jauh.

...Sasuke!

TBC

Holla holla... (Tebar convetti) bersua kembali dengan aqi yang seolah hilang ditelan bumi ini. Huahahaha...

Aqi kembali dan membawa cerita yang baru. Kali ini female Naruto. Entah kenapa pingin nyoba bikin sasufemNaruto bukan Naruko.

Update story sebagai rasa frustasi aqi dari kenyataan. Ingin rasanya kembali tenggelam dalam dunia imajinasi ini. Hahaha...

Oke. Sekian dari aqi. Selamat membaca SN maupun SfN lover. Tidak lupa aqi ucapkan

Minal aidzin wal faidzin. Mohon maaf lahir batin

Meski telat lama..

Bow

#SasufemNaru

24 june 2019