Minna-sama, ketemu lagi di seri ketiga dari FanFic Akihiko x Mitsuru saya! ^^ (wave)

DISCLAIMER: Persona 3 (FES) beserta tokoh-tokohnya adalah milik ATLUS.

Enjoy! ^^

P.S : Di sini semua tokoh hidup!! Termasuk Shinji! (dance)

--

Mitsuru's POV

Di depanku terhampar lautan luas. Lautan yang mengerikan, gelap, tanpa cahaya, dengan ombak yang seakan berhasrat untuk menghanyutkanku segera. Aku berdiri di atas tebing yang tinggi, sendirian. Angin yang berhembus serasa menusuk tulangku. Langit seolah-olah akan membelah dan menarikku masuk ke dalam kegelapan tak berujung. Saat itulah kudengar sebuah suara. Suara yang sama dinginnya dengan udara di tempat yang tidak kukenal ini.

"Kau takut?" Suara itu berkata.

Aku ingin menoleh, tetapi tubuhku terasa kaku dan tidak dapat bergerak. Lidahku terkunci. Aku tidak berdaya.

"Sebentar lagi… Kau akan menghadapi sesuatu yang tidak dapat kau hindari. Terimalah, hadapilah, sekejam apa pun hal itu. Bersyukurlah kau memiliki orang-orang yang menyayangimu." Katanya lagi. Aku sungguh tidak mengerti apa yang dikatakannya. Aku mulai berpikir, apakah ini mimpi? Kalau iya, bangunkanlah aku sekarang…!

"Tapi semuanya percuma. Kau tidak bisa lari dari takdir… Mitsuru Kirijo…"

Suara itu mendesis memanggil namaku berulang-ulang kali. Ombak semakin meninggi, menyeretku untuk masuk ke dalam air yang tak kenal belas kasihan. Langit bergemuruh, ingin segera menyeretku dalam kegelapan. Aku jatuh berlutut di tanah yang dingin dan kering.

"Seseorang, tolong aku…!!"

--

Mataku terbuka lebar. Nafasku terengah. Di sekitarku memang sangat gelap, tapi sunyi. Tidak ada suara ombak, langit sangat tenang dan cerah tak berawan, tidak ada suara wanita yang menyeramkan, ini kamarku, dan… Di sini sangat panas.

Aku menghela nafas dan duduk, kemudian menyadari tubuhku yang berkeringat. Rasanya pusing dan panas. Aku memandang AC di atas yang masih menyala, dan suhunya cukup rendah. Hari ini minggu kedua musim panas.

"Rupanya benar-benar mimpi… Mimpi yang menyebalkan…" Pikirku. Lalu aku mengayunkan kakiku sampai menginjak lantai dan berdiri. Dan aku nyaris jatuh.

Aku berpegangan pada tembok, memejamkan mataku sesaat. Tidak biasanya aku sakit, mungkin karena akhir-akhir ini pekerjaan semakin banyak. Aku mengambil gelas di meja di sebelah tempat tidurku, mengisinya dengan air, dan meminumnya sampai habis.

"Huh, panas…! AC tidak akan membantu kalau badanku sendiri sudah panas begini…" Aku berbicara pelan pada diriku sendiri sambil mengipaskan kertas terdekat untuk sedikit mendinginkan tubuhku. Akhirnya aku memutuskan untuk mandi. Sekarang jam 4 pagi, masih sempat tidur satu setengah jam lagi. Siapa tahu aku merasa lebih baik.

Dan hasilnya? Bukannya membaik, malah tambah parah. Sesudah mandi aku sempat membuka kunci pintu kamarku, dan sesaat kemudian aku tidur—lebih tepatnya pingsan—di sofa tanpa selimut.

--

Akihiko's POV

Aku bangun agak terlambat pagi ini, berhubung sekolah masih belum ada apa-apa. Setelah selesai membereskan tasku, aku turun ke bawah seperti biasanya.

Aku memang melakukan hal yang seperti biasanya, tapi ada yang berbeda hari ini. Adik-adik kelasku ada di bawah, bahkan Shinji yang biasanya telat bangun juga ada, justru Mitsuru yang tidak ada.

"Mitsuru sudah pergi duluan ya?" Tanyaku santai.

Fuuka yang menjawab. "Tidak, aku bangun paling pertama hari ini." Jawabnya.

Aku mengangkat alisku. "Aneh, biasanya dia berangkat pagi-pagi." Kataku.

"Mungkin dia sakit? Cobalah lihat ke kamarnya." Usul Junpei sambil tetap membaca majalah di meja makan.

"Benar, akhir-akhir ini Mitsuru-senpai kelihatan capek sekali." Komentar Yukari dari dapur.

Tanpa pikir panjang, aku beranjak dari sofa dan naik ke atas. Sesampainya di depan kamar Mitsuru, aku mengetuk pintu kamarnya.

"Mitsuru? Kau masih ada di dalam?" Panggilku.

Tidak ada jawaban. Aku mengetuk sekali lagi. "Mitsuru? Hei, kau baik-baik saja kan?" Tanyaku. Lagi-lagi tidak ada jawaban. Aku menggenggam gagang pintu dan menekannya ke bawah. Tidak terkunci.

Pintu kamar Mitsuru terbuka perlahan-lahan, seiring dengan langkah pelanku yang masuk. "Maaf, aku masuk ya." Kataku.

Aku tidak melihat siapa pun di atas tempat tidurnya. Sebuah gelas kosong nyaris jatuh karena berada di pinggir meja—aku buru-buru mengambilnya dan menaruhnya di tempat yang aman. Pintu kamar mandi terbuka, AC masih menyala, dan—

"Mitsuru??"

Siapa yang bisa menyangka ia tertidur di sofa yang arahnya berlawanan dengan pintu masuk? Aku berjalan mengitari sofa itu dan berlutut di depannya.

Belum cukup membuatku bingung mencarinya, sekarang Mitsuru nyaris membuatku panik. Ruangan ini dingin, tapi ia berkeringat, dan tubuhnya panas sekali.

"Hei, Mitsuru. Bangunlah…!" Aku sedikit mengguncang pundaknya.

Ia membuka matanya sedikit. Aku ingin menangis rasanya kalau melihat matanya yang makin menunjukkan wajahnya yang pucat seperti mayat. "Kau kenapa?" Tanyaku khawatir.

"Tidak apa-apa…" Jawabnya singkat sambil bangkit berdiri. "Sudah jam segini, aku bisa terlambat." Katanya sambil berlalu. Bisa bayangkan seseorang dengan suhu tubuh jauh lebih tinggi dari normal mencoba berjalan beberapa meter sendirian? Baru berjalan dua langkah, tubuhnya jatuh ke samping.

Aku segera menahannya yang nyaris jatuh betulan. "Enak saja, kau kira aku mau membiarkanmu pergi dengan keadaan begini??" Kataku.

"Hei, Aki. Kau mau terlambat sekolah ya??" Aku mendengar teriakan Shinji memanggilku.

"Wah, kebetulan." Gumamku senang. "Diam di sini, jangan ke mana-mana. Kalau berani-berani mencoba duduk atau bahkan berdiri, aku tidak menjamin keselamatanmu." Kataku sambil membantunya berbaring lagi di sofa.

"Aki!!"

"Iya!! Sabar sedikit! Sini sebentar, aku butuh bantuan!" Aku balas berteriak dari luar.

Aku sempat mendengar Shinji menghela nafas jengkel dan naik ke atas. "Kenapa?" Tanyanya cuek.

"Bantu aku bawa Mitsuru ke rumah sakit." Balasku.

Sebelum Shinji sempat menjawab, kami mendengar jawaban Mitsuru. "Aku tidak mau ke rumah sakit, Akihiko…!" Katanya, setengah berteriak.

Aku menghela nafas, memandang Shinji yang mengangkat bahunya. "Turuti apa katanya." Ujar Shinji sambil melangkah masuk ke kamar Mitsuru dan berlutut di samping sofanya. Aku berdiri di sampingnya. "Kau sakit lagi?" Tanyanya.

"Bukan 'lagi'…" Balas Mitsuru.

"Terserah. Kalau tidak mau ke rumah sakit, hari ini diamlah di rumah."

Bersamaan dengan kalimat itu, Shinji pergi meninggalkan ruangan.

"Eh, oi, Shinji! Mau ke mana??" Panggilku.

Tanpa menoleh, ia melambaikan tangan. "Sekolah." Balasnya singkat.

Sekolah?? "Sejak kapan kau niat pergi sekolah??" Tanyaku. Tapi yang membalas malah Mitsuru.

"Aki, jangan menambah penderitaanku… Bukannya bagus Shinjiro mau ke sekolah??" Balasnya.

Aki?? "Iya… Yaa, sudah lah...!" Kataku pasrah sambil duduk di sebelahnya. Entah hari ini aku yang lama mencerna sesuatu, atau Mitsuru dan Shinji yang lagi error… Kalau Mitsuru error sih aku bisa mengerti, pikirannya mungkin terpengaruh suhu tubuhnya yang tidak normal. Tapi Shinji mau ke sekolah?? When I see Junpei's studying! Nah, baru deh aku percaya Shinji mau ke sekolah…

"Kau juga pergilah, jangan bolos sekolah gara-gara aku." Balasnya.

"Kau yakin tidak apa-apa ditinggal sendirian?" Tanyaku.

"Tidak apa." Jawabnya sambil meletakkan lengannya di atas kedua matanya yang terpejam.

Aku memandangnya sesaat, lalu berdiri. "Baiklah, aku pergi dulu. Kalau ada apa-apa segera telepon." Kataku yang dijawab dengan anggukan darinya.

"Mudah-mudahan tidak ada telepon satu pun…"

--

Mitsuru's POV

Aku tidak tahu berapa lama aku tertidur sejak pagi tadi. Yang pasti saat bangun aku merasa lebih baik, ruangan sudah agak mendingin, dan aku sudah bisa jalan walaupun masih butuh pegangan supaya tidak jatuh—menabrak sesuatu, memecahkannya, jatuh tepat di atasnya, dan kau (dan aku juga) tidak akan mau mendengar bagian akhirnya.

Setelah mengambil gelas baru—aku kehilangan gelas yang tadi pagi kugunakan—dan mengisinya dengan air, aku meminumnya sambil melihat jam, dan nyaris tersedak.

"Sudah jam satu siang??" Aku memastikan jamku tidak mati, dan jamnya memang tidak mati. Setengah panik, aku membuka gorden jendela dan melihat segalanya terang-benderang di luar. Banyak kendaraan yang melintas di jalan raya, bahkan suara kereta pun terdengar dari sini saat aku membuka jendela sedikit.

"Hari ini sekolah selesai jam satu, sebentar lagi semuanya pulang…" Pikirku sambil menutup kembali jendela beserta gordennya. Aku memutuskan untuk duduk diam di atas tempat tidur karena tidak yakin bisa turun ke lantai satu dengan selamat tanpa dimarahi Akihiko.

Lalu aku teringat mimpi tadi pagi. Aku masih ingat jelas apa yang kulihat dalam mimpi itu. Berjuta pertanyaan memasuki pikiranku. Siapa orang yang mengatakan segala hal itu padaku? Di mana itu? Dan kenapa aku bermimpi seperti itu? Apa arti dari mimpi itu?

Aku mencoba membesarkan hati dengan berpikir bahwa mimpi itu kualami hanya karena suhu tubuhku yang terlalu panas pagi tadi. Tapi walaupun aku berpikir begitu, tetap saja rasanya ada yang mengganjal.

Sesaat kemudian seseorang mengetuk pintu kamarku—yang rasanya belum kukunci. "Masuk." Kataku singkat.

Pintu terbuka perlahan-lahan, dan seperti yang kuduga, Akihiko masuk sendirian. Ia berjalan ke arahku dan duduk di sampingku. "Bagaimana keadaanmu, Tuan Putri?" Tanyanya dengan nada menggoda.

Aku membalasnya dengan tatapan jengkel, menutupi rona merah yang bertambah pada pipiku yang sudah merah karena panas. "Sudah jauh lebih baik." Jawabku.

Akihiko tersenyum dan mengacak rambutku sedikit. "Jangan sampai sakit lagi, tidak enak kan diam di rumah sendirian??" Katanya.

Tidak mungkin kan aku bilang dari tadi pagi aku tidak bangun? Jadi aku memutuskan untuk diam saja. Setelah keheningan sempat menyergap kami, aku memulai percakapan lagi.

"Hei, Akihiko." Panggilku dengan tatapan menerawang jauh.

"Hm?" Balasnya sambil menoleh padaku.

"Tadi pagi aku mimpi." Aku memulai dan ia hanya mendengarkan. "Mimpinya aneh." Tambahku.

"Mimpi apa itu?" Tanyanya lembut.

Aku menatapnya lalu duduk mendekat sampai kami duduk berjajar pada sisi tempat tidurku. "Aku mimpi berada di atas tebing. Ada seseorang di belakangku, katanya aku akan menghadapi sesuatu yang tidak bisa kuhindari… Yang lainnya… Sulit untuk diceritakan…" Jelasku singkat. Akihiko belum memutuskan akan menjawab apa. "Apa… artinya ya?" Tanyaku pelan.

Ia menghela nafas sambil tersenyum, lalu memeluk bahuku. "Apapun artinya, jangan terlalu dipikirkan. Yang namanya mimpi bisa seperti apa saja, Mitsuru." Katanya.

Aku ikut tersenyum, walaupun terkesan dipaksa dan tanpa memandangnya. "Ya." Balasku singkat.

"Aku ke bawah dulu ya, nanti kubawakan makan siang. Kau mau makan apa?" Tanyanya.

Aku berpikir sejenak, lalu mendapat ide iseng. "Sudah lama tidak makan masakan Shinjiro." Kataku dengan senyum lebar yang dijawab dengan tawanya.

"Benar juga, nanti kuminta dia masak yang banyak buat semua orang!" Katanya. Kemudian ia berjalan keluar, menutup pintu, dan aku mendengar suara langkahnya yang menuruni tangga.

Setelah Akihiko keluar, aku berbaring di atas tempat tidur dan memandang langit-langit kamarku. "Benar, tidak usah dipikirkan… Itu cuma mimpi, belum tentu jadi kenyataan…" Pikirku pada diri sendiri.

Kalaupun jadi kenyataan, kata-kata wanita itu ada benarnya. Aku masih punya orang-orang yang kusayangi…

--

Chapter 1 finished ^^

Agak pendek, karena masih terhitung prolog. =D Mudah-mudahan yang berikutnya nambah panjang dikit-dikit. Hehe…

Inilah akhir dari chapter 1 satu seri ketiga Akihiko x Mitsuru milik saya! *applause*

Terima kasih bagi Anda sekalian yang telah bersedia membaca dan bahkan me-review FanFic ini. m(_ _)m