Jam sudah menunjukan tepat pukul tiga pagi, namun dentingan kaca dan asap berwarna mencurigakan masih setia di dalam ruangan yang tidak begitu besar ini, kadang suara tawa seseorang terdengar samar membuat suasana sedikit menakutkan. Ditengah ruangan, seseorang masih setia menggoyang-goyangkan tabung reaksi sambil tersenyum menyeramkan.
"Khufufufu~ tinggal kutambahkan satu larutan lagi, dan larutan ini menjadi sempurna~" suara serak dan mengerikan itu keluar dari sosok ditengah ruangan, sosok dengan rambut yang sudah terikat kendur itu menyeringai iblis sambil melihat larutan ciptaannya,—yang entah itu mengandung efek apa. Lingkar hitam dan keadaannya yang acak-acakan sungguh membuatnya terlihat seperti ilmuan gila yang sedang membuat ramuan untuk menukar jiwa seseorang.
—Atau ternyata, memang seperti itu kenyataannya.
Semua salahmu
Shingeki No Kyojin © Hajime Isayama
Rivaille x Eren
'Karena kecerobohan seorang Hanji Zoe, Rivaille harus bertukar nyawa dengan muridnya sendiri yang bernama Eren'
BL, AU, OOC, etc…
Ini pagi yang sangat meleahkan untuk sosok laki-laki berbadan sekitar 160cm yang sedang mengacak-acak rambutnya kesal, ini sudah kali ketiga dimana muridnya yang bernama Eren harus menghadap padanya karena sudah berkali-kali melakukan kesalahan yang mengganggu ketertiban dalam pelajaran.
"Jadi apa salahmu saat pelajaran Petra hm?" Rivaille mengerutkan alisnya menatap laki-laki muda didepannya.
"Aku hanya bertanya pada Jean pak, sungguh, saya tidak mengobrol!" laki-laki muda bernama Eren itu membuat jarinya menjadi tanda 'peace' dan mengangkatnya.
"Tidak mengobrol? Petra mengatakan bahwa ia sudah menegurmu tiga kali karena kau tidak bisa berhenti berceloteh. Bercerita boleh saja, tapi kau harus ingat waktu Eren, ini sudah yang ketga kalinya kau diadukan oleh guru yang berbeda" Rivaille menatap Eren langsung kematanya, Eren yang sedikit ngeri dengan tatapan gurunya hanya memainkan jarinya cemas.
Rivaille menghela nafasnya berat, ia tidak tau lagi dengan anak ini. Dia masih baru, baru tiga bulan bersekolah disini, namun sifatnya yang kekanakan itu membuatnya sedikit lebih susah diatur dibading anak-anak yang lain.
"Yasudahlah" Rivaille meletakan kertas yang padat dengan tulisan ditanganya, ia menatap kembali menatap Eren. "Tolong ambilkan aku kopi, dan jangan kemana-kemana dulu setelah mengambilnya" kata Rivaille,mendengarnya Eren mengangguk mantap.
"Huft- apaan sih, aku kan tidak mengobrol, aku hanya bertanya ada Jean dan bukan mengobrol!" sepanjang perjalanan menuju dapur guru Eren terus bergumam kesal sambil menggerak-gerakan badannya aneh, sering kali ia mengibas-ngibaskan tangannya, mengembungkan pipinya, menyentakan kakinya kesal mengingat perktaan wali kelasnya yang cebol dimatanya.
Ingin rasanya ia menentang kalimat wali kelas mungilnya itu, namun ia takut—jangankan ditentang, hanya ditatap saja nyalinya ciut, apalagi jika ia menentang wali kelasnya itu.
Cklek…
Eren segera melangkahkan kakinya masuk kedalam dapur guru yang sepi, ia melihat sekeliling, mencoba mencari cangkir dan termos berisi kopi yang masih panas.
"Itu dia" ia tersenyum setelah menemukan rak yang brisi penuh cangkir-cangkir putih yang berjejer rapih, tangannya menjangkau penuh kehati-hatian, takut tiba-tiba tangannya licin dan mengakibatkan cangkir itu jatuh, dan ia harus mendekam lebih lama untuk mendengar ceramah wali kelasnya.
Setelah mendapatkan cangkir yang ia cari, ia memutar pandanganya mencari termos kopi.
Sudah 5 menit setelah pencariannya, ternyata termos kopi itu tak kunjung ditemukan, yang membuatnya terpaksa membuat kopi untuk gurunya secara manual. Saat Eren hendak menyalakan kompor yang diatasnya sudah bertengger sebuah panci kecil dengan air yang tidak begitu banyak, matanya mendapati subuah cangkir putih berisi air berwarna hitam yang mengeluarkan asap. Wajahnya langsung mengeluarkan ekspresi bahagia.
'Tuhan memang baik kepadaku! Ia tidak ingin membuatku kelelahan membuat kopi, eh? Tapi kok ini lebih kental daripada kopi yang biasa aku lihat ya?' Eren menggenggam cangkir itu sambil sedikit memastikan. "Ah, mungkin saja kopi disini memang lebih kental daripada yang biasa kulihat" ia mengatakan tanpa curiga sedikitpun.
Setelah memastikan sekalilagi bahwa kopi itu tidak ada yang memiliki, dengan segera Eren berjalan meninggalkan dapur menuju ruang Rivaille kembali, dengan senyum yang terpampang jelas diwajahnya.
Senyuman senang, tanpa kecurigaan sedikitpun pada kopi tadi.
"Permisi" setelah mengetuk pintu, Eren mencoba membuka pintu dengan tangannya yang masih mencengkram cangkir erat, dan mendorong pintu besar dihadapannya dengan badanya. "Maaf lama pak, tadi saya kesulitan mencari kopinya".
"Hm" hanya itu yang keluar dari mulut Rivaille. Eren cemberut mendengarnya, ia merasa tidak dihargai.
Eren meletakan cangkir berisi cairan yang ia sebut kopi diatas meja kerja Rivaille, lalu ia kembali duduk dikursinya.
"Kau besok ingin kembali ke rumahmu, atau tetap diasrama?" kalimat tanya yang keluar dari mulut Rivaille membuat Eren mengangkat wajahnya lalu melihat kearah wali kelasnya.
"Aku rasa aku tetap diasrama, ayah dan ibuku masih belum pulang dari luar negri" eren menjawab sambil memainkan jarinya, ia bosan tidak ada mainan apapun.
Sekolah Eren ini memang mengadakan sitem asrama, dan anak-anak dapat pulang kerumah masing-masing saat libur, kebetulan besok adalah hari libur musim panas, dan sekolah mengizinkan murid-murd disana untuk pulang, namun jika ada yang tetap ingin diasrama, tidak masalah, karena guru pun begitu, memiliki ruangan pribadi masing-masing selain dari ruang guru, dan ruangan itu tertata seperti kmar, dengan kasur dan toilet setiap ruangan, dan itu memang bertujuan untuk temapat guru itu menginap.
Rivaille menggapai cangkir di mejanya, ia melihat kearah cangkir berisi 'kopi' itu, lalu dahinya berkerut bingung.
'Kopi ini tidak panas, tapi kenapa bisa mengeluarkan asap seperti ini?' pikiran curiga melintas di kepala Rivaille, ia menatap lekat kearah cangkir putih digenggamanya, membuat Eren menatapnya keheranan.
"Apa ada yang salah dengan kopi buatan saya pak?" mata Eren mengerjap bingung, namun tangan kananya yang ada dibelakang membuat tanda silang dengan jarinya.
"Tidak" tanpa penolakan Rivaille menegak 'kopi'-itu, namun baru satu tegukan lidahnya merasakan rasa yang sangat tidak jelas dari 'kopi' yang eren katakana buatanya, rasanya seperti air sabun yang bercampur dengan rasa aneh seperti pisang busuk dan rasa aneh lainya, perutnya menolak hal itu, membuat ia mual dan ingin muntah seketika.
Rivaille berlari menuju toilet yang berada di ruangannya, tangan kananya menutup mulutnya dan tangan kirinya meremas perutnya.
Eren menganga kaget dengan reaksi ajaib Rivaille setelah meminum 'kopi' temuannya. Matanya menatap penasaran pada cangkir yang ada di atas meja Rivaille dengan penuh rasa penasaran dikepalanya.
'Kenapa dengan kopi itu?'
Karena rasa penasaran sudah memuncak, Eren mengambil cangkir tadi dan mengendusnya sedikit.
Busuk.
Ini lebih parah daripda bau kaus kaki ayahnya yang lupa dicuci! Ini benar-benar parah! Tapi Eren rasa bukan karena bau yang membuat Rivaille sampai harus mengeluarkan isi perutnya.
Eren menjulurkan lidahnya untuk merasakan minumanya, lalu mengecap cairan yang menempel dilidahnya, ia langsung melotot merasakan betapa abstraknya rasa dari air kental yang menyerupai kopi.
'Ini racun!' batin Eren meraung sedih, lidahnya seolah diberi racun dan akhirnya mati rasa, namun prutnya bereaksi sama seperti Rivaille. Ia memegangi perutnya dan mulutnya, matanya melirik ke berbagai arah, mencoba mencari tempat dimana ia bisa mengeluarkan apa yg perutnya ingin keluarkan.
Ia berlari mondar-mandir, mau di pot bunga, ia takut jika Rivaille akan menemukan bekas muntahanya dan akhirnya ia akan disidang lebih lanjut. Namun semakin lama, rasa mualnya hilang, dan digantikan dengan rasa kantuk yang luar biasa, Eren berjalan kearah asal, sampai akhirnya ia menemukan kasur di ruangan pribadi Rivaille ini, lalu membaringkan badanya nyaman, tanpa memikirkan apa yang akan terjadi saat ia membuka matanya nanti.
Dilain tempat, diwaktu yang sama..
"Heee! Dimana aku meletakannya?" sorang dengan rambut diikat dan jas lab sedang mengelilingi dapur guru dengan raut muka bingung, ia yakin ia meletakan penemuannya diatas meja ditengah-tengah ruangan, namun sekarang cangkir itu hilang begitu saja. "Oh ayolah! Mana mungkin hilang? Bisa gawat jika ramuan itu terminum oleh orang, larutan itu masih belum sempurna!" katanya sambil terus mencari.
Dan tanpa sosok itu tau, larutan penemuannya itu, sudah berada di tangan laki-laki yang sedang berjalan menuju ruangan wali kelasnya, baru saja ia keluar, 10 detik sebelum sosok berjas lab ini masuk.
Tepat 10 detik yang lalu, larutan penukar nyawa miliknya sudah ada ditangan orang lain.
Rivaille membuka matanya yang berat, ia berada di kasurnya, padahal tadi ia merasa bahwa ia berada di kamar mandi, karena cairan aneh yang entah apa itu, yang akhirnya membuatnya mengantuk berat, dan tertidur di kamar mandi.
"Cairan apa i— su- suaraku" Rivaille tersentak kaget, bukan, ini bukan suaranya! Suaranya tidak seperti ini, suaranya masih lebih berat daripada ini, ia melihat keselilingnya, melihat kearah dirinya, celana seragam? ia guru, bukan murid namun ia mengenakan celana seragam. karena terlalu bingung dengan keadaan, ia berlari menuju kaca yang ada di ruanganya.
Matanya membulat melihat sosok yang terpampang di dalam kaca.
Ia bukan melihat dirinya, sosok laki-laki dengan wajah yang datar.
Namun sosok laki-laki manis yang menjabat sebagai muritnya.
Sosok Ere-
"KYAAAAAAA!" dan suara lengkingan namun berat menggema dari kamar mandi, Rivaille yakin betul bahwa itu suara miliknya, walaupun ia belum pernah menjerit seperti wanita seperti itu.
Rivaille langsung berlari menuju kamarmandi dan mendobrak paksa pintunya, menampilkan sosok tubuh miliknya yang sedangberdiri didepan watafel memegangi wajahnya di kaca kamarmandi.
"Ke— kenapa aku ada disana?" Rivaille menunjuk sosok didepan wastafel tersebut.
"Ke— kenapa badan saya disana?" raut wajah Rivaille yang didalamnya terdapat Eren membuat raut seolah ingin menangis. "Kembalikan badan saya!" dan sosok Rivaille itu langsung menghampiri tubuh Eren yang terdapat Rivaille di dalamnya, tubuh Rivaille itu menarik-narik tubuh Eren sambil menahan tangisnya, sungguh Rivaille tidak ingin tubuhnya menjadi begitu OOC saat Eren mengendalikannya.
"Sabar Eren! Aku juga tidak tau kenapa bisa seperti ini! Kita harus melakukan cara agar kita dapat kembali ketubuh kita seperti semula! Sudahlah, jangan, menangis dengan tubuhku, itu menjijikan!" cukup cepat Rivaille sadar bahwa ia dan Eren telah bertukar raga, ia mencoba menenangkan muridnya ini yang sudah menariki tubuhnya yang sedang Rivaille kendalikan sambil menangis, dan yang artinya, ia menangis mengenakan tubuh Rivaille. Rivaille menangis? Err-
Eren menghentikan tarikan brutalnya, matanya yang seharusnya mata milik Rivaille menatap mata yang sebenarnya miliknya.
"Bagaimana caranya kita kembali?" katanya dengan suara serak, mengelap airmatanya, pipinya ia kembungkan.
"Aku belum tau, jadi secara terpaksa, kita harus tetap seperti ini sampai kita tau bagaiman caranya kembali" jawab Rivaille.
"Tapi itu kapan?" Eren kembali bertanya, pertanyaan yang Rivaille sendiri belum tau kapan.
"Ha—ah entahlah, aku juga tidak tau, aku lelah, aku butuh mandi! Keluarlah aku mau mandi" sahut Rivaille tak sadar akan ucapanya. Mendengarnya wajah Eren—itu wajah Rivaille yang dikendalikan oleh Eren— memerah.
"Ta— tapi pak!"
"Tapi apa?" Rivaille menatap Eren sebal, ia benar-benar butuh mandi, ia butuh kesegaran, dan badan Eren ini mudah sekali berkeringat, membuatnya risih.
"Jika anda mandi dengan tubuh itu, berarti anda secra tidak langsung, memandikan tubuh saya, dan—dan" Eren berkata, membut Rivaille mengerutkan dahinya.
"Maksudmu?" Rivaille belum sadar ternyata.
"Anda sama saja melihat tubuh saya telanjang, dan memandikanya!" dan kalimat itu sukses menyadarkan Rivaille, soal hal itu. Jika ia mandi, sama saja ia melihat tubuh Eren telanjang, dan sebaliknya, Eren akan melihat tubuhnya yang masih suci.
Rivaille meneguk ludahnya. Ia menatap Eren lekat-lekat.
"Bagaimana jika kita saling memandikan?"
Dan wajah Eren benar-benar sudah semerah tomat. Ia tidak tau lagi mesti bagaimana. Menerimanya, sama saja merelakan tubuhnya dilihatkan kepada wali kelasnya, walaupun sebaliknya juga, menolaknya sama saja ia tidak akan mandi selama ia masih terjebak di tubuh wali kelasnya itu.
Mereka rasa hari-hari mereka akan benar-benar menjadi hari yang sulit dijalani.
TBC?
*tanggal: 7/30/2013
*jam: 09:29 P.M
000000
Catatan:
Saya author baru di duna per-ffn-an, jadi saya mohon maaf jika cerita saya tidak menarik, *bungkuk
Karena saya baru, sepertinya harus kenalan dulu,
nama saya Abel, ^^ panggil Abel aja, ^^
Ini belum ada humornya karena belum ada waktu yg tepat buat nyelipin humornya,
Ada yg ingin saya melanjutkan ini?
Kalian bisa kasih saran, kritikan, atau apapun, asal jangan penghinaan, saya masih belum siap.
Maaf jika banyak kesalahan, alur kecepatan, atau sulit dimengerti, aku masih belum menguasai banget nulis begini. Tapi aku akan coba sekuat tenaga!
Saran dan ide saya terima, saya sangat butuh itu. ^^)/
Saya akan lanjutkan jika ada yg meminta melanjutkan, jika tidak ya, saya tidak lanjutkan,
Maaf kalau cuman nyampah, sungguh gak berniat nyampah di sini~
Mungkin segitu aja dulu, Review ya… ^^
~Abljsdnt
