Affair
.
NamJin
1 of 2
Romance, Drama, Shounen-ai, BoyXBoy. Typo(s). Don't Like Don't Read!
M Rated karena topik perselingkuhan itu topik dewasa. Dan mungkin, hanya mungkin ada beberapa adegan dewasa.
.
.
.
BTS
.
Namjoon mengambil dasi berwarna hitam dengan aksen strip merah dari lemari, memakainya dengan cepat seiring dengan jam digital diatas meja nakas disamping tempat tidur yang terus menambah angka di tiap menitnya. Namjoon selesai menyimpulkan dasinya tepat saat jam menunjukkan angka 07.00, dan benda persegi itu mengeluarkan bunyi khasnya.
Bi bi bi bip bi bi bi bip bi bi bi bip
Klak!
Tangan Namjoon mematikan alarm tersebut, berganti memmerhatikan sesosok tubuh yang mulai menggeliat dibalik selimut putih tebal di atas ranjang.
"eungh! Kau sudah mau berangkat?" suara serak khas bangun tidur terdengar, membuat Namjoon mengangguk, "ya."
Sosok yang bergender yeoja dengan rambut yang berantakan itu mulai duduk, membiarkan selimut yang tadinya menutup tubuhnya melorot turun, memperlihatkan tubuh bagian atasnya yang telanjang, "It's still 7, jam masuk kantormu 9."
Mata Namjoon menatap tanpa minat tubuh telanjang yeoja itu, dengan tangan yang terlipat didepan dadanya, "Geunyang. Aku ingin berangkat pagi hari ini. Lagipula terserah aku mau masuk jam berapa, I'm obviously the owner."
Yeoja itu memutar matanya malas, "Ok! whatever la you and your obsession. But, can you be a gentle dan give me a kiss? Good bye kiss?"
"why?" Namjoon masih mempertahankan wajah datarnya, "Well, last night you fucked me so hard, really. I think i cannot even walk till kitchen. So, mind if you carry my breakfast too?"
Namjoon mengangkat salah satu alisnya, "You ask for that. You seduced me first. I don't wanna take any blame."
"you are my husband! Oh my god, Namjoon! Bisakah kau bersikap sedikit manis terhadapku?"
Namjoon meilirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya lalu beralih kembali memandang yeoja yang nyatanya istrinya itu. Ia akhirnya mengalah dan berjalan mendekat, menundukkan tubuhnya untuk memberikan sebuah ciuman panjang pada bibir yeoja itu.
"that yours, Stephanie. Don't try to ask more, I won't give you."
"Ok, Namjoon, take care!"
"hm."
Dengan itu Namjoon melangkah keluar, menuruni tangga dalam diam dan langsung menuju pintu keluar tanpa melirik ke arah meja makan yang sudah tersedia sarapan. Ia sangat jarang, hampir tidak pernah makan dirumah.
"mobilnya sudah siap, tuan." Seorang namja dengan pakaian khas butler sudah siap didepan pintu keluar dengan kunci yang terulur ke arah Namjoon. Namjoon hanya bergumam dan mengambil kunci tersebut.
Namjoon dengan begitu meninggalkan kediaman mewah mansion Kim dan mengendarai mobilnya menuju arah kantor, dan berbelok di perempatan pertama sebelum gedung menjulang didepannya.
.
.
.
Langkah kaki Namjoon terdengar menggema di lorong sebuah apartemen mewah di daerah Apgujong. Lift yang ia pakai tadi menunjukkan lantai 17, dan ia berhenti di sebuah pintu putih dengan tulisan 177 didepannya. Ia tanpa ragu memasukkan 4 angka pin yang sudah ia hafal diluar kepala dan membuka pintu begitu bunyi biip terdengar.
"Aku pulang!"
"Namjoonie~" sebuah suara yang sedikit melengking terdengar, diikuti derap langkah dan muncullah seorang namja dengan apron pinknya berdiri didepan Namjoon. Namja itu tanpa ragu memeluk tubuh Namjoon, menghasilkan senyuman lebar dari namja Kim itu.
Lengan Namjoon melingkari pinggang namja itu erat, "aigoo~ kau sangat merindukanku, eo?"
Namja dalam pelukannya itu mengangguk, "ne. Sudah 3 hari kau tidak megunjungiku." ia melonggarkan pelukannya di leher Namjoon dan memberi jarak bagi keduanya, memberikan kesempatan Namjoon untuk memandang wajah cantiknya.
"kiss?" Namjoon berbisik pelan dengan senyum yang memperlihatkan dimple dikedua pipinya, dan dibalas dengan rona merah di wajah putih namja itu. Ia memajukan wajahnya dan menempelkan bibirnya diatas bibir Namjoon, memagutanya lembut. Keduanya berciuman didepan pintu selama lebih dari 5 menit sebelum akhirnya namja cantik itu menjauhkan wajahnya.
"aku lapar. Ayo makan! Aku sudah memasakkanmu sarapan!"
"Princess."
Panggilan Namjoon itu menghentikan langkah Seokjin yang sudah akan menarik lengan Namjoon menuju meja makan. Namjoon mengambil satu langkah mendekat, memeluk pinggang namja itu dengan sebelah tangannya dan menangkup sisi wajahnya dengan yang lain.
"how 'bout a round of sex before breakfast, Kim Seokjin?"
Namja cantik bernama Kim Seokjin itu dengan cepat memerah, wajahnya merona parah hingga telinganya.
"kau masuk jam 9, Namjoon." Bisik Seokjin. Ia mencengkeram erat kemeja Namjoon dibagian pingganganya. Sedangkan bibir Namjoon yang berada tepat disamping telingnya mulai melancrakan aksinya, mengecup dan menjepit daun telinga Seokjin diantara belahan bibirnya. Tangannya sudah tidak lagi memeluk pinggang Seokjin, berganti menerobos masuk kedalam sweeter peach yang dipakainya, mengirimkan aliran listrik ke seluruh tubuh namja cantik itu saat jemari Namjoon menyusuri tulang belakangnya.
"Aku sangat merindukanmu. Aku tak bisa menahannya lagi."
Seokjin mendesah, melenguh panjang saat Namjoon menghisap belakang telinganya. Ia memilih pasrah dan menyandarkan dahinya ke bahu Namjoon, "Kamar. Lakukan dikamar."
Dan tanpa diperintah dua kali, Namjoon langsung mengangkat tubuh Seokjin, mengambil langkah lebar menuju satu-satunya kamar di apartemen itu.
.
.
.
Seokjin duduk bersandar pada kepala ranjang, bagian pinggang kebawahnya tertutup oleh selimut berwarna pink lembut dengan corak hati tersebar diseluruh permukannya. Ia sudah memakai kaos yang tadi sempat diambilkan Namjoon sebelum keluar kamar mengambil sarapan untuk keduanya. Ini sudah jam 10, sudah terlambat bagi Namjoon untuk ke kantor, dan namja itu tak mempermasalahkannya.
"jja, sarapan untuk princessku." Namjoon memasuki kamar dengan senampan penuh makanan. Ia membawa sup ayam dan juga nasi penuh warna untuk Seokjin dan juga untuk dirinya. Tak lupa side dishes lainnya juga tersedia. Dan segelas jus jambu merah dan segelas air.
Seokjin tersenyum lebar, menegakkan tubuhnya untuk menerima nampan itu diatas pangkuannya. Namjoon yang hanya memakai celana pendek tanpa atasan itu kini ikut duduk dihadapan Seokjin, membantu namja cantik itu menahan nampan dipangkuannya agar tidak jatuh.
"kenapa sekarang nasinya berwarna-warni, princess?" tanya Namjoon saat ia menyuapkan satu sendok nasi ke arah Seokjin. Namja cantik itu membutuhkan beberapa detik untk menelan makanannya, "ini lebih sehat Namjoon. Lagiula rasanya juga lebih beragam, ada nasi merah, putih, coklat, dan hitam."
Namjoon mengerutkan keningnya dan mencoba satu suap nasi, "rasanya aneh. Tidak seenak nasi putih."
Mulut Seokjin terbuka, mengisyaratkan Namjoon untuk memberinya satu suap, "tidak. Jika kau masih ingin memakan masakanku, biasakan nasi seperti ini. Ini juga baik untuk kesehatanmu kedepannya. Kau tak ingin mati muda kan?"
"hah?!" Namjoon membuka mulutnya tak percaya. Ternyata bahasan nasi berwarna yang diangkat Namjoon sampai kepada bahasan mati muda.
"tidak. Aku masih ingin menghabiskan banyak waktu menikmati tubuhmu."
"yah, mesum!" Seokjin memukul cukup keras lengan atas Namjoon, menimbulkan bunyi yang cukup keras akibat benturan antar kulit tersebut.
Namjoon hanya tertawa melihat wajah merona Seokjin, memberikan satu suap untuk namja cantik itu dan satu suap untuk dirinya.
"kau tidak ke kantor?" tanya Seokjin dengan pipinya yang menggembung penuh makanan. Namjoon terkekeh dan mengusap sudut bibir Seokjin yang terkena kuah sup, "tidak. Sejak awal aku memang berniat menghabiskan hari ini bersamamu. Ingat, aku merindukanmu."
Pipi Seokjin kembali merona, "baiklah. Kalau begitu setelah ini temani aku ke mall. Mall milikmu yang baru saja dibuka! Aku ingin membeli barang dari setiap toko yang ada disana."
"wah wah wah, jadi princess satu ini ingin menguras uangku, eoh?"
Seokjin terkikik geli, ia menepuk pelan pipi Namjoon, "Uang seorang Kim Namjoon tak akan habis meski aku membeli seuruh isi mall. Benarkan uri sajangnim?"
Namjoon balas tertawa dan mengacak asal rambut Seokjin yang memang sudah berantakan.
"Ah! Aku juga ingin mewarnai rambutku. Aku sudah bosan dengan warna pirang ini, bahkan sudah mulai luntur. Menurutmu warna apa yang bagus, Namjoonie?"
Namjoon meletakkan nampan yang sudah habis isinya, tinggal dua gelas yang masih terisi penuh, "memang kau ingin warna apa?"
Seokjin memiringkan kepalanya, berpikir, "Pink?"
"Ya, pink terlihat cukup bagus untukmu. Pink greyish?"
"hah? Pink apa tadi?"
"Pink dengan semu abu-abu sayang. Bagaimana? Kita ke salon saja dulu nanti. Kita lihat, siapa tahu ada beberapa contoh warna rambut yang ingin kau pakai."
Tubuh Seokjin bergerak heboh, "ya! Kau harus memilihkan warna untuk rambutku nanti. Kajjja, kajja, Namjoon ah! Kita mandi lalu berangkat!"
Namjoong menyeringai lebar, "mandi bersama?"
Dan tanpa perlu berpikir Seokjin mengangguk dengan tawanya yang berderai, "tentu saja! Anggap saja uang muka untuk nanti seluruh barang yang akan aku beli dengan uangmu."
Namun, bukannya senang ajakannya dituruti, Namjoon justru memasang wajah datarnya memandang Seokjin, "Seokjin, aku menjadi kekasihmu, menikmati tubuhmu bukan untuk uang. Kau tidak harus menyerahkan tubuhmu untuk menghabiskan uang milikku. Aku bersamamu karena mencintaimu, aku benar-benar mencintaimu, Kim Seokjin."
Seokjin tersenyum dan menangkup kedua sisi wajah Namjoon dengan telapak tangannya, "aku tahu. Aku juga mencintaimu. Tenang saja, tubuhku tidak semurah itu hingga bisa kau beli dengan lembaran uang milikmu."
Namjoon balas tersenyum dan mengecup sekilas bibir Seokjin sebelum bangkit berdiri dan membawa tubuh Seokjin kedalam gendonganya. Seokjin memekik kaget dan berusaha melingkarkan lengannya erat-erat ke sekeliling leher Namjoon, "Ya! Kalau mau menggendongku bilang!"
"hahahaha, maaf sayang."
.
.
.
Stephanie Jung adalah seorang yeoja keturunan Korea-Amerika yang menjadi istri dari seorang Kim Namjoon 3 tahun ini. Mereka menikah karena sebuah perjodohan dari dua keluarga mereka, sebagai rekan bisnis yang akan saling menguntungkan jika keduanya bersatu dalam ikatan kekeluargaan. Dan itu pula yang membuat kedua manusia itu menikah.
Stephanie memiliki sebuah majalah fashion yang cukup terkenal di seluruh dunia, apalagi Amerika. Karena memang pusat dari majalah miliknya berada di Amerika. Ia pindah ke Korea hanya karena Namjoon yang tidak mau ke Amerika, suaminya itu tetap kekeh tinggal di Korea dan memilih menjadi monthly-couple daripada harus tinggal di Amerika dan memindahkan pusat perusahaannya kesana.
Menjadi monthly couple, berarti membuat keduanya jarang bertemu. Mungkin jika keduanya tidak sibuk, bisa dalam satu bulan keduanya bertemu, entah di tepat Stephanie di New York, atau di Seoul. Namun, jika keduanya sibuk, bahkan bisa 3 bulan baru bertemu.
dan minggu ini adalah pertemuan pertama mereka setelah 2 bulan tidak bertemu. Stephanie memutuskan untuk menghabiskan akhir minggunya di Seoul, sekaligus mengunjungi suaminya tercinta. Tapi, di hari Jum'at tercinta ini, Namjoon masih harus ke kantor, memaksa Stephanie untuk menghabiskan hari ini seorang diri setelah semalam melepas 'rindu' yang dia rasakan.
Well, meskipun keduanya menikah karena perjodohan, bukan berarti Stephanie tak memiliki perasaan apapun untuk suaminya itu. Siapa yang tak akan jatuh kedalam pesona seorang Kim Namjoon yang tampan, kaya, dan luar biasa mempesona?
"antarkan ke mall Namjoon yang baru saja dibuka. Kau tahu kan?" Stephanie bertanya pada supir mobil Namjoon yang memang ditugaskan untuk membawa Stephanie kemanapun yeoja itu ingin selama di Seoul.
Namja dengan setelan formal itu mengangguk, "ne, algesseumnida." Lalu mobil hitam itu meninggalkan rumah megah Namjoon, menuju jalanan Seoul.
Stephanie memandang jalanan dari balik jendela, mengagumi pertumbuhan Kota Seoul yang sangat pesat. Ia berencana untuk berbelanja beberapa hal sebelum kembali ke New York nanti malam ini. Lalu, mengunjungi mall suaminya yang pastinya ia bisa mendapat apapun yang ia inginkan tak salah kan? Ia dengar perusahaan Namjoon baru saja membuka mall baru sebulan yang lalu.
Drrt drrt
Ponsel yang berada didalam tas bermerk gucci milik yeoja itu bergetar. Dan Stephanie tanpa sadar menyeringai. Ia mendapat beberapa kiriman gambar dari seseorang yang memang ia sewa jasanya untuk mengikuti seseorang, siapalagi kalau bukan Namjoon.
Sejujurnya, sudah 2 bulan ini Stephanie menyewa seseorang untuk mengikuti suaminya itu. Ia sudah curiga terhadap namja itu sejak setahun belakangan ini. Dan kini, ia mendapat bukti konkritnya. Bahkan gambar-gambar kedekatan suaminya dengan selingkuhannya sudah memenuhi email masuknya.
"cih, dia berselingkuh dengan seoarang namja murahan. Apa yang sebenarnya dia cari? Lebih baik dia menduakanku dengan seorang yeoja yang lebih cantik, atau lebih kaya. Apa Namjoon gay?"
Stephanie bergumam pelan, sesekali melirik supir Namjoon. berusaha membuat suaranya tidak terdengar. Ia menscroll foto-foto yang baru saja ia terima. Dan ia mengernyit kesal saat mengtahui bahwa Namjoon tidak ke kantor hari ini, ia justru kencan dengan simpanan lelakinya itu.
"He thinks i will cry and beg on his feet? Cih, Namjoon really looks down on me."
Stephanie memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas dan menyamankan duduknya. Ia memandang kedepan, menatap jajaran gedung tinggi dikanan kiri jalanan yang mereka lewati.
"I'll make everything easier for you to choose, Namjoon. me or him. You have to choose, and i'll make sure you will choose me. Kau harus memilihku, Namjoon"
.
.
.
Stephanie menginjakkan kaki di sebuah mall yang baru saja dibuka, yang menjadi salah satu anak mall milik perusahaan Namjoon. ia memakai kaca mata hitam dan heels tinggi yang terdengar cukup keras saat beradu dengan lantai. Dengan santai, dan senyum kecil dibibirnya, Stephanie mengelilingi mall tersebut. Memasuki beberapa toko dengan brand ternama, untuk sekedar melihat atau benar-benar membelinya.
"Kudengar Namjoon dan selingkuhannya juga disini. Kurasa jika beruntung mereka akan bertemu denganku."
Namun, sepertinya Stephanie yang lebih beruntung. Karena yeoja itu berhasil mengenali Namjoon dan seorang namja dengan rambut berwarna pink di sebuah tempat makan di mall. Ia bisa melihat keduanya dari jarak yang cukup jauh, well, rambut berwarna kedua namja itu cukup menarik perhatian. Abu-abu milik Namjoon dan pink milik kekasihnya.
Stephanie memutuskan untuk duduk disebuah cafe diseberang tempat mereka makan. Ia bisa melihat dengan jelas interaksi keduanya. Ia tidak ingin ceroboh untuk duduk terlalu dekat dengan mereka, ia tidak ingin permainan Namjoon berakhir begitu saja begitu ia memergoki suaminya berselingkuh.
Namjoon terlihat memakai pakaian santai dengan sweater berwarna peach, juga jeans yang robek di lututnya. Style yang membuat Stephanie mengernyitkan keningnya.
"aku belum pernah melihat Namjoon memakai pakaian seperti itu. Ia selalu terlihat rapi didepanku. Bahkan aku tidak bisa menemukan jeans dengan robekan di lemarinya."
Tidak sampai disana saja, bahkan Stephanie sampai membuka matanya lebar-lebar saat Namjoon dan selingkuhannya itu saling suap-suapan.
"For the godness sake, Namjoon tidak pernah mau menyuapiku ataupun menerima suapanku. Brengsek!"
Tanpa sadar, Stephanie membanting tasnya ke atas meja, membuat beberapa orang di cafe tempatnya berada memandang kearahnya heran. Tapi Stephanie mengabaikan itu, ada hal yang lebih penting untuk diurus.
"sepertinya hubungan dua orang itu sudah sampai tahap membahayakan. Ini terlalu serius untk dianggap perselingkuhan."
Namjoon tak pernah bersikap romantis padanya. Tak pernah berkencan di mall, ataupun ditempat lain untuk bersantai. Kencan mereka hanya di pesta kolega bisnis, atau di sebuah pameran ternama yang diliput media. Hanya itu. Bahkan Stephanie bisa menghitung berapa kali Namjoon menggenggam tangannya.
Tidak seperti pemandangan didepannya yang kini memperlihatkan namja manis berambut pink yang bersandar manja pada tubuh Namjoon, bahkan suaminya itu terlihat melingkarkan lenganya pada pinggang selingkuhannya. Stephanie bersumpah, ia belum pernah berjalan semesra itu dengan suaminya.
Juga, yang membuatnya terperangah adalah tawa Namjoon. Namjoon yang tertawa lebar hingga memperlihatkan seluruh giginya menjadi pemandangan yang tak terlewatkan oleh Stephanie. Ia pikir, selama ini Namjoon tak pernah bersikap romantis, atau tersenyum, atau tertawa lebar didepannya karena memang kepribadian namja itu yang dingin.
Namun, melihat bagaimana bebasnya Namjoon berekspresi didepan namja berambut pink itu membuat Stephanie menggeram marah.
"lihat saja, Namjoon. seharusnya kau melakukan ini semua denganku. Hanya denganku. Akan kau buat kau dan namja itu berpisah. Well, lagipula aku memang istrinya kan? Sudah seharusnya namja itu aku singkirkan."
.
.
.
"jja, aku akan kembali ke rumah dulu. Stephanie akan kembali ke New York malam ini, aku harus mengantarnya."
Sebuah kecupan singkat di bibir lalu Namjoon menghilang begitu pintu apartemen ditutup. Seokjin terdiam, ia hanya berdiri menatap kosong pintu apartemennya yang berbunyi, menandakan kunci otomatis telah terpasang dengan benar.
Apartemen yang cukup mewah ini sudah menjadi saksi hubungan terlarang Seokjin dan Namjoon sejak awal. Hubungan yang berawal hanya sekedar teman antara pemilik perusahaan ternama dengan pemilik cafe sederhana. Yang kebetulan bertemu saat teman mereka memperkenalkan masing-masing. Hoseok dan Yoongi yang merupakan bawahan sekaligus sahabat Namjoon mengenalkan namja Kim itu pada Seokjin yang juga merupakan teman Yoongi. Lalu kedekatan mereka mulai bermula darisana.
Hubungan penuh dosa ini tak pernah sekalipun dinginkan Seokjin. Bohong jika ia tidak tertarik dengan Namjoon sejak awal. Memang, awalnya ia memiliki ketertarikan dengan namja seksi itu. Namun saat tahu bahwa ia telah memiliki istri, ia mundur teratur. Menjadi teman sudah cukup, ia tidak berharap lebih.
Tapi Kim Namjoon sendiri yang membuka jalan bagi Seokjin untuk menjadi selingkuhannya. Tepat 6 bulan setelah keduanya bertemu, Namjoon menidurinya. Dengan keadaan sadar keduanya berhubungan seks dan menjadikan hal itu sebagai kebiasaan hingga berjalan 2 tahun. Dari hanya sebuah penyatuan badan, hingga saling menyatakan cinta satu sama lain.
Dan yang selama ini Seokjin yakini, Namjoon benar-benar tulus mencintainya.
Seokjin terkeeh, mengingat masa lalu membuatnya semakin kacau. Seharusnya sejak awal ia tidak memulai hubungan ini. Ia selalu membayangkan apa yang terjadi jika saat itu ia menolak ajakan Namjoon untuk menginap di hotel, bagaimana jika saat itu ia menolak ajakan Yoongi untuk bertemu dengan teman-temannya, bagaimana jika sejak awal ia tidak bertemu Namjoon. ia selalu membayangkan berbagai kemungkinan lain dihidupnya tanpa Namjoon.
tapi, yang tanpa sadar ia rasakan, ia mulai bersikap egois. Ia mulai menikmati perannya sebagai orang ketiga dalam hubungan Namjoon dan istrinya. Ia menikmati perannya sebagai selingkuhan, tempat Namjoon pulang jika tidak ada istrinya. Ia menikmati hubungan sembunyi-sembunyi mereka.
"sepertinya kau mulau tak waras Kim Seokjin. Berhenti tersenyum seperti idiot didepan pintu, kau hampir membuatku jantungan saat melihatmu begitu membuka pintu."
Sebuah suara sedikit serak itu membuyarkan lamunan Seokjin. Namja cantik itu mengerjapkan matanya cepat dan mulai menyadari kehadiran sosok lain didepannya. Rambut hitam itu, Min Yoongi.
Seokjin tersenyum simpul, "ada apa kemari, Yoongi? Kenapa tidak menelpon dulu?" tanyanya begitu sudah sadar sepenuhnya. Ia mengikuti Yoongi meninggalkan depan pintu menuju dapur.
Yoongi mendengus, mengambil dua kaleng bir dari kulkas dan mendudukkan dirinya di kursi tinggi yang berjajar di meja dapur. Diikuti oleh Seokjin yang menerima uluran kaleng bir Yoongi.
"aku hanya mengkhawatirkanmu. Kudengar, istri Namjoon pulang. Iya?"
Sebuah kekehan mengalun dari bibir gemuk Seokjin, ia mengangguk dan menyesap bir ditangannya, "ya. Aku baru saja pergi dengan Namjoon sebelum kau datang. Ck, bahkan namja itu tidak tinggal untuk makan malam."
"kau tidak lelah?"
"kenapa lelah? Aku dan Namjoon hanya kencan di Mall, lalu makan siang."
Kedua namja itu saling bertatapan sebelum Yoongi berpaling untuk menenggak birnya, "hubunganmu dengan Namjoon. kau tahu, bagaimanapun kau pihak ketiga disini. Bukankah kau akan selalu dinomor duakan oleh Namjoon?"
Seokjin tertawa, "ini pilihanku, Yoongi. Sudah seharusnya aku menerima segala konsekuensi yang menyertainya. Kau tahu sendiri, aku sudah jatuh terlalu dalam untuk suami orang itu."
"hah, aku bingung padamu. Kenapa harus Namjoon? kau tidak mengencani Namjoon untuk hartanya, bahkan kau lebih dari cukup menghidupi dirimu sendiri dengan uangmu. Lalu apa yang kau cari? Kasih sayang? Cinta? Namjoon hanya memberikanmu pas-pasan, entah ia tulus atau tidak dengan semua kalimat cintanya selama ini."
"sudah aku bilang Yoongi, aku sudah jatuh. Susah untuk bangkit lagi. Dan aku tahu, Namjoon benar-benar tulus mencintaiku, aku tahu itu."
Yoongi sekali lagi memandang Seokjin intens, yang dibalas oleh Seokjin dengan senyum tipisnya, "aku baik-baik saja, Yoongi. Tak perlu khawatir. Lagipula, jika disuruh memililh aku yakin Namjoon akan memilihku."
Alis Yoongi terangkat sebelah, memandang tak percaya ke arah Seokjin, "kau yakin? Bukankah kau sudah tahu bahwa Namjoon menikahi istrinya untuk orang tuanya? Kau pikir kenapa Namjoon betah dengan yeoja itu? Cinta bukan segalanya bagi orang seperti Namjoon, Seokjin."
Seokjin menghela nafasnya panjang, "entahlah Yoongi ya. Menurutmmu, jika aku bertindak egois dengan menginginkan Namjoon untukkku sendiri apa salah? Jika aku berusaha menyingkirkan istrinya apa salah?"
Yoongi hanya diam, bermenit-menit hingga akhirnya mengedikkan bahunya ragu, "aku tak tahu. Bukankah semuanya diperbolehkan dalam perang dan cinta?" ucapnya sembari menyeringai.
Seokjin tertawa, menepuk pundak Yoongi, "kau memang yang terbaik, Yoongi ya."
.
.
.
TBC
Oh My God! Let me scream, AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
Namjin is sailing! Wow kim Seokjin! Dia udah main cium-cium didepan kamera nih, cckckckckc eomma appa~~~ aku tambah jatuh cinta sama couple itu. Aku jerit-erit gegulungan nonton memnt itu.
Ehm, jadi, hehehehe, selamat anda telah membaca fic baru saya~~~ kkk, bagaimana? Apakah bagus? Semoga cukup menghibur ya. Ini hanya akan menjadi twoshot, next chap nya akan aku selesaikan secepatnya, jadi tunggu saja!
Dan terima kasih untuk seluruh reader yang mem-follow dan favorite cerita ini maupun ceritaku yang lain, juga akunku, kkkk aku gak nyangka kalau udah nulis fic banyak banget! Aku hanya mengalurkan hobi dengan menulis, itu menyenangkan.
Wew, terima kaish telah membaca juga mereview fanfic ini, muach! Kiss kiss
Ps. Lagu baru BTS bikin kecanduan
