Chance.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Warning: AU, CANON (Maybe), Typo, don't like don't read.

Chance milik Yuki

.

.

.

Malam yang kelam bagi seorang Heiress Hyuuga. Dengan yukata berwarna biru muda, rambut yang terikat, mata ametysht miliknya menatap nanar keluar jendela.

"Kami-sama, apa yang harus kulakukan dalam misi ini." Batinnya.

'Jalankan misi ini Hinata. Aku tak mau melihat calon Heiress Hyuuga tak dapat melakukan ini. Bawa Sasuke kembali.'

Ucapan ayahanda-nya terngiang dalam benak Hinata.

Seorang Hyuuga Hinata, wanita yang selalu dianggap remeh, lemah dan penakut ternyata menerima misi Level tinggi yaitu membawa Uchiha Sasuke kembali ke Konoha.

Ah yang benar saja. Memikirkan namanya saja sudah mampu membuat kaki mungilnya bergetar. Apalagi berbicara bahkan melawannya. Tapi demi Clan, demi Ayah, Hinata akan melakukan misi ini. Meski ia tahu, nyawa adalah taruhannya.

.

.

.

.

.

Pagi-pagi sekali, Hinata sudah mengemas perlengkapan misinya. Setelah berkemas, ia akan pergi menghadap Hokage kelima, Tsunade.

Diliriknya jam dinding yang menunjukkan pukul 7 pagi. 'Harus pergi sekarang,' batinnya. Kakinya melangkah menuju pintu kamar, lalu membuka perlahan agar tidak membuat kebisingan kecil.

Hinata berharap Otousan dapat mengantar dirinya walaupun tidak sampai kegerbang utama Konoha.

Tapi ia tahu itu mustahil. Jangankan mengantar, melihat Hinata pergi menjalankan misi pun Hiashi tak mau. Apakah ia benar-benar benci pada Hinata?

Hinata hanya menundukkan kepalanya saat tahu bahwa harapan kecilnya tak terwujud. Ia tak boleh bersedih, jika ia mampu membawa Sasuke kembali ke Konoha, ayahnya pasti bangga.

Pada akhirnya, dengan langkah semangat Hinata keluar dari kediaman Hyuuga menuju kantor Hokage.

.

.

.

.

.

Tokk..Tokk..Tokk.

"Hn, masuklah."

Hinata pun membuka pintu dengan sopan lalu menunduk hormat kepada Tsunade.

"Ah kau rupanya. Apakah kau sudah siap?" Tanya Tsunade kemudian menyeruput secangkir I yang ada dihadapannya.

Hinata mengangguk, "Ya Hokage-sama. A-Aku siap."

Tsunade menghela napas pelan, jujur saja sebenarnya ia tak rela memerintahkan seorang gadis lembut seperti Hinata harus menjalankan misi level tinggi seorang diri. Apalagi berhadapan dengan 'Uchiha Sasuke' sang buronan yang sangat dicari-cari.

Hiashi memang keterlaluan.

"Kau dapat menolak misi ini Hinata."

Mendengarnya Hinata langsung membantah, "Ah ti-tidak perlu Hokage-sama, sa-saya mampu melakukan misi ini. Sa-saya akan baik-baik sa-saja."

Apa yang akan dikatakan Hiashi kepada dirinya jika mendengar Hinata menolak misi ini? Ah jangan mencari masalah Hinata.

Raut wajah Tsunade seperti mempertimbangkan misi yang berbahaya ini. "Kau yakin?" Tanyanya sekali lagi.

Hinata mengangguk mantap.

Tsunade menghela napas berat, "Baiklah. Berhati-hatilah. Aku akan memberitahu keberadaan Sasuke sekarang. Dia berada di Kirigakure. Cari saja dipelosok-pelosok desa. Aku tahu kekuatan matamu, Hinata."

"Baik Hokage-sama. Sa-saya akan berusaha. Saya permisi," Hinata menunduk hormat lalu keluar dari ruangan.

"Semoga berhasil."

.

.

.

.

.

Tentang misi ini, tidak ada yang tahu selain Tsunade, Hinata dan Hiashi. Sekalipun itu Neji. Ah, rasanya kaki mungil Hinata tak mau lama-lama meninggalkan Konoha.

"Hinata," Seru seorang lelaki dari dalam kedai ramen.

"Ah, paman Teuchi. A-ada apa paman?" Hinata berhenti sejenak didepan kedai ramen yang selalu ramai ini.

"Mau menjalankan misi ya?" Tanya Teuchi.

"I-iya paman, apa ada yang bi-bisa saya bantu paman?" Hinata mendekatkan jarak dengan melangkah masuk kedalam kedai.

"Tidak ada. Hari ini ada promosi khusus. Jadi aku menyediakan ramen gratis untuk 20 orang pertama. Karena kulihat kau lewat didepan kedaiku. Cobalah untuk memakan semangkuk ramen? Kau orang yang pertama,tapi jika kau tidak merasa repot, " Teuchi tersenyum kearah Hinata.

"Ma-maaf paman. Aku sedang dalam misi dan sangat buru-buru sekali. La-lain kali saja ya paman," Hinata menampakkan raut sedih dimukanya.

"Baiklah kalau begitu. Jika sudah selesai misi, datang saja kekedai ya."

"Hai' , aku permisi paman."

Teuchi hanya mengangguk, dan Hinata melanjutkan langkahnya kembali.

.

.

.

.

.

Akhirnya Hinata sampai didepan gerbang utama Konoha. Dia melangkah kearah 2 Jounin yang sedang duduk di ruang laporan.

"Pe-permisi," Sapa Hinata sopan.

"Eh, Hinata-sama. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya salah satu Jounin yang bernama Genma.

"Uhm, Genma-san sa-saya ingin laporan misi ke Kirigakure," Ujar Hinata sambil menyerahkan identitas ninjanya agar dicatat lengkap dan sebagai bukti bahwa ia menjalankan misi.

"Baiklah. Tunggu sebentar," Ujar Genma seraya menuliskan identitas Hinata dibuku laporan misi.

Sekian menit Hinata menunggu, akhirnya selesai.

"Hinata-sama, ini kartu identitas anda. Selamat bekerja," Ujar Genma.

Hinata mengangguk sambil tersenyum, "Sa-saya permisi Genma-san."

.

.

.

.

.

Hinata pun melangkahkan kakinya keluar gerbang Konoha. Walaupun sedikit ragu dan takut, akhirnya Hinata pun melangkahkan kakinya untuk berloncat-loncat diatas pohon sambil mengaktifkan Byakugan.

.

.

.

.

.

"Bisa kukatakan kau keterlaluan Hiashi-sama," Tsunade meneguk sakenya.

"Aku hanya ingin yang terbaik untuknya."

"Bagaimana jika ia terbunuh sia-sia ditangan Sasuke? Hinata bukan lawan yang sepadan bagi Sasuke."

"Tidak masalah. Setidaknya dia meninggal tidak sia-sia."

"Sungguh keterlaluan. Tak kusangka ada ayah sepertimu."

Kalimat terakhir Tsunade sukses membungkam mulut Hiashi.

.

.

.

.

.

Hari telah menjelang senja.

Akhirnya Hinata mencoba mencari tempat untuk beristirahat. Tubuhnya sudah merasa lelah setelah melompat dari satu dahan pohon kedahan pohon lainnya dengan mengaktifkan Byakugan.

"Kuharap ada air terjun disini," Matanya pun mulai menelusuri kesegala penjuru agar menemukan mata air.

.

.

.

.

Hinata's POV.

Ah, aku butuh air terjun untuk sedikit berlatih. Perjalanan menuju Kirigakure sangat berbahaya.

Setelah beberapa menit mencari sumber suara air yang deras, akhirnya aku menemukan air terjun kecil didalam hutan perbatasan Konoha dan Kiri.

Dengan langkah cepat aku mencari kayu untuk mendirikan tenda dan menghidupkan api unggun. Aku mencari disekitar semak-semak, lalu mengumpulkannya satu persatu.

Setelah aku merasa cukup, akhirnya aku berhenti mencari kayu. Lalu membentuk kayu-kayu tersebut menjadi tenda dan api unggun.

Terkadang, aku merasa tak berguna bagi siapapun. Ada ketakutan yang menghampiri pikiranku bahwa aku akan mati ditangan Uchiha. Semua orang tahu, sekarang Uchiha bungsu itu sudah bertambah kuat. Dia bukan lawan yang sebanding untukku.

Sekarang aku berpikir, sepertinya ayahku ingin aku –Mati. Karena aku benar-benar lemah.

Tapi, aku akan membuktikan kepada para tetua Hyuuga bahwa aku pun berguna. Terutama Otousan. Memang dia sangat tak peduli padaku tapi asalkan dia bangga, aku akan melakukan apapun perintahnya sekalipun itu mati.

Tanpa sadar, aku sudah selesai membuat tenda kecil untuk beristirahat. Aku tersenyum, walau sendirian aku tetap merasa ada yang menemaniku. Tak masalah apa yang akan terjadi kelak, yang terpenting jalani lebih dahulu.

Aku meregangkan kedua tanganku, kemudian perlahan kubuka jaket sehingga hanya menyisakan celana pendek dan baju kaosku yang berbentuk jaring-jaring.

Kulangkahkan kaki untuk merasakan sejuknya air terjun ini. Kurendamkan tubuhku hingga kepalaku saja yang berada diatas permukaan air.

Ah, rasanya sejuk sekali.

.

.

.

.

.

Hinata's POV End.

Saking sejuknya, Hinata tak menyadari sepasang mata onyx mengintainya.

.

.

.

.

.

Seorang pria berambut kuning jabrik mengawali harinya dengan senyum yang lebar dan penuh semangat. Didepan sebuah kedai yang sudah tak asing lagi, ia berhenti. Dan langsung mengambil posisi duduk.

"Yo paman," Teriaknya membabi buta dihadapan orang banyak. Semua orang yang ada dikedai sontak menoleh kearah sumber suara berasal.

"Oh Naruto, sepertinya kamu sangat bersemangat pagi ini. Mau pesan apa?" Lelaki paruh baya itu tersenyum kearahnya.

"Seperti biasa paman, ramen super pedas," paman Teuchi sang pemilik kedai langsung membuatkan pesanan Naruto. "Baiklah, tunggu sebentar ya."

Sambil menunggu pesanan datang, Naruto hanya bisa menunggu dengan semangat lapar yang tinggi dan luar biasa dahsyatnya.

Naruto benar-benar sudah tidak sabar, sedari tadi cacing didalam perutnya bernyanyi ria untuk minta makan. "Paman, bisa lebih cepat tidak. Aku benar-benar lapar nih."

Yang ditunggu menjawab, "Sebentar Naruto. Sebentar lagi akan selesai."

Sekian menit menunggu akhirnya sampai juga pesanan. Tanpa ba-bi-bu lagi Naruto langsung mengambil sumpit dan melahap ramen tersebut.

"Oi Naruto, tadi pagi aku melihat Hinata sendirian pergi," Naruto mendengarkan.

"Lalu?" paman Teuchi melanjutkan, "Telan saja dulu ramen yang ada dimulutmu. Nanti kau akan tersedak bila mendengarnya."

Naruto mengabaikan perintah tersebut, "Tenang saja paman, aku tak akan terkejut," Ujarnya dengan ramen yang berkumpul didalam mulut .

Teuchi menghela napas, "Kalau kau tersedak aku tak akan membayar ansuransinya. Hinata pergi menjalankan misi sendirian, dan sepertinya buru-buru sekali. Yang anehnya lagi dia hanya pergi sendiri. Walau aku bukan ninja tapi aku tahu betul kalau misi dijalankan bersama teman satu tim. Apakah itu tidak aneh Naruto?"

"Itu tidak aneh paman. Mungkin saja Hinata diberi misi level rendah dan mudah oleh Tsunade Baa-san," Ujarnya.

Teuchi berdecak, "Tapi, sebelum kau datang. Ada dua orang dari klan Hyuuga mampir kesini. Kudengar mereka berbicara kalau Heiress Hyuuga mendapatkan misi untuk membawa Sasuke kembali," Nama Sasuke sukses membuat Naruto tersedak.

"Ap –, Uhuk uhuk. Si— uhuk— al. Pa-paman, bo— uhuk— leh minta air. Tenggorokanku sa-sakit," Karma pikir Teuchi.

"Aku bilang juga apa, makanya pelan-pelan," Teuchi menyodorkan segelas air putih.

Naruto pun langsung mengambil dan meminum segelas air putih yang telah disodorkan oleh Teuchi. "Ja-Jangan bercanda paman, mungkin kau salah dengar. Mana mungkin Tsunade Baa-san memberikan misi yang begitu kejam pada Hinata. Lagipula Sasuke itu sekarang sudah menjadi ninja buronan. Arrgh, aku tak percaya."

Teuchi menggeleng kepalanya heran, "Walaupun aku sudah tua begini, tapi aku belum pikun Naruto. Coba kau Tanyakan dulu pada Hokage-sama tentang isu tersebut."

Ya benar, pikir Naruto. Lebih baik menanyakannya langsung pada Tsunade Baa-san. "Baiklah kalau begitu. Padahal aku sangat lapar, tapi setelah mendengar perkataan paman barusan aku langsung jadi hilang selera. Baiklah aku pergi saja, nih uangnya. Terima kasih paman atas informasinya, jika kau salah maka berikan aku 20 mangkok ramen gratis."

Teuchi menghela napas melihat kepergian Naruto, "Dasar anak itu."

.

.

.

.

.

TBC

Oke? Apa-apaan ini? Hah, lupakan #tabok author. Idenya Cuma nyangkut sampe situ :D mungkin kalo banyak peminatnya, Insyaallah Fic ini berlanjut dengan ide yang ngebom #apa-apaan :D.

The dark chapie 3 insyaallah update bulan ini, tungguin yaa :D

HAPPY SASUHINA DAYS LOVERS YAA :)

Oke deh, jika kamu suka atau tertarik atau benci. Silahkan REVIEW, FAVE, FLAME SECARA TERHORMAT !

R

E

V

I

E

W

PLEASE :)