Disclaimer © Masashi Kishimoto

This fic is mine

Rated © T

Warning © Ide pasaran, overdosis OOC, alur gak jelas, typo berkeliaran.

Summary © Sebuah kisah di lantai 13 Apartemen Akatsuki.

.

Bloody 13

Chapter 1

.

.

.

Ichiraku Cafe.

Salah satu tempat nongkrong yang tak asing bagi kaula muda Konoha, bangunannya didesain menggunakan desain arsitektur minimalis nan modern, tempat yang lumayan kece untuk dijadikan tempat nongkrong sambil selfie sampai mati gaya. Selain itu, menu-menu yang ditawarkan hampir tiap bulannya selalu di-update dan jangan lupakan kecepatan wifi-nya yang membuat cafe ini semakin digilai.

Lokasi Ichiharu Cafe termasuk berada di tataran lokasi strategis, berada di pusat kota dan jaraknya tak jauh dari sekolah elit standar internasional, Konoha High School.

Di tempat ini pula, Hyuuga Hinata, gadis yang baru pindah dari Suna, menunggu seseorang. Ia sudah menunggu 30 menit lamanya, minuman taro di hadapannya nyaris habis dan black forest cake-nya tersisa satu suapan saja. Ia memasang earphone dan mendengarkan lagu kesukaannya, Photograph yang dinyanyikan oleh Ed Sheeran, sesekali Hinata mengedarkan pandangannya mencari seseorang yang ia tunggu, ia juga memperhatikan pengunjung kafe ini, kebanyakan adalah mahasiswa, pelajar dengan berbagai macam seifuku dan orang kantoran yang mampir makan siang.

"Selamat Siang, dengan Hyuuga Hinata?" sapa seorang berambut ungu pendek dengan bunga di sisi kepalanya.

"Iya, saya sendiri. Silahkan duduk, Mbak" Hinata berdiri menjabat tangan gadis berumur 30an tersebut.

"Maaf ya, bikin nunggu. Tadi ada urusan di kantor" Wanita bernama Konan duduk lalu mengeluarkan beberapa berkas dan foto dari tas Coco Chanel yang ia beli langsung di Paris.

"Nggak apa-apa kok, Mbak. Lagian belum lama nunggu kok" Hinata kembali duduk dan melepas earphone-nya.

"Ini foto apartemen kami, desain kamar dan berbagai perabotan yang ada di dalamnya, nggak beda jauh dengan yang kami pasang di official blog kami" Konan membuka satu per satu foto ukuran 10R yang memperlihatkan seluruh sudut apartemen yang menjadi hunian eksklusif pelajar di Konoha, baik mahasiswa maupun siswa KHS.

Hinata pun langsung menyambar beberapa foto dan memperhatikannya dengan cermat. Besok Hinata sudah harus masuk sekolah barunya, Konoha High School jadi hari ini ia harus menemukan tempat tinggal bahkan di mobilnya sudah penuh dengan barang-barang bawaannya dari Suna.

"Saya nggak terlalu suka keramaian, Mbak. Lantai yang nggak terlalu ramai yang mana ya?" Hinata bertanya kepada Konan yang sibuk melihat data di Ipad-nya.

"Apartemen kami kedap suara, kok. Jadi di lantai mana aja pasti tetep privasinya kejaga" ucap Konan ramah.

"Ada satu lantai yang penghuninya cuma 7 orang..." lanjut Konan memperhatikan data penghuni apartemen Akatsuki.

"Oh iya, yang itu aja, Mbak.." sahut Hinata bersemangat.

"Tapi di lantai 13..." Konan memandang Hinata.

"Wah, saya ambil yang itu aja, Mbak" Hinata meminum habis taro di hadapannya.

"Memangnya, nggak masalah kalau di lantai 13?" tanya Konan yang sebenarnya berusaha agar Hinata tidak memilih lantai 13 untuk huniannya.

"Emangnya lantai 13 kenapa, Mbak? Fasilitasnya beda yah sama apartemen di lantai yang lain?" Hinata kembali memperhatikan foto apartemen Akatsuki.

"Bukan gitu, sebenarnya apartemen Akatsuki adalah apartemen yang pembangunannya bermasalah. Arsitek yang membuatnya nggak tahu kenapa menambahkan lantai 13 dalam penomoran lantainya.." Konan menyeruput kopi Vietnam yang baru saja meneteskan tetesan terakhirnya.

"Semua penghuni apartemen menghindari lantai 13 dan nggak heran kalau penghuni apartemen di lantai 13 cuma 7 orang.." lanjut Konan.

'Ini orang ngomong apa sih sebenernya...' Hinata menyandarkan punggungnya, ia benar-benar tidak mengerti maksud perkataan wanita yang di percayakan oleh Yahiko, pemilik apartemen Akatsuki, untuk mengelola apartemennya.

"Beberapa orang percaya angka-angka keramat, misalnya angka 4, 6, 13 dan semacamnya..." lanjut Konan ragu-ragu.

"Ini slip transfer dari rekening Papa saya ke rekening yang Mbak kasi ke saya... saya pilih lantai 13 di kamar 13" Hinata tersenyum menyerahkan slip transfer.

Hinata tidak ingin memikirkan hal-hal tabu yang tidak masuk akal baginya. Hinata menambah kenekatannya dengan memilih kamar 13 yang juga masih kosong, ia seakan menantang Konan bahwa ia akan hidup baik-baik saja di lantai 13 kamar 13. Konan tidak mampu berbuat banyak, ia hanya menghembuskan nafas berat, pasrah.

"Baiklah, sesampai di Apartemen temui Izumo dan Kotetsu di kantor mereka di lantai dasar, jangan lupa perlihatkan surat perjanjian ini. Mereka berdua akan mengatur password kamar dan mengurusi yang lainnya" Konan menyerahkan selembar kertas kepada Hinata untuk ditandatangani.

"Saya pindah hari ini nggak masalah kan, Mbak?" tanya Hinata memasukkan surat tersebut ke dalam sling bang-nya.

"Iya, nggak masalah kok. Terima kasih ya dan selamat datang di Konoha, have a nice day.." Konan berdiri tersenyum sambil menjabat tangan Hinata.

.

.

.

Hinata memarkirkan mobil ford merahnya di basement apartemen Akatsuki, ia langsung menuju kantor pengelola apartemen di lantai dasar. Dalam perjalannya ke kantor pengelola, Hinata berpapasan dengan banyak gadis dan pemuda yang seumuran dengannya, ada yang berambut pink, ada yang berambut kuning jabrik, ada yang rambutnya di kuncir dan ada juga yang kelebihan berat badan.

2712 adalah password yang Hinata tetapkan untuk kamarnya, Hinata sempat melirik ke sebuah kertas yang berserakan diatas meja kerja Kotetsu dan Izumo, ia melihat judul tabel 'Lantai 13'. Sepertinya foto penghuni lantai 13, lantai yang akan menjadi tempat tinggalnya. Beberapa kertas lain menutupi kertas tersebut tapi Hinata sempat melihat sebuah foto laki-laki yang menggunakan penutup kepala dan masker, tak lupa kacamata hitam kecil yang menambah kesan 'unknown' pada orang tersebut.

"Izumo, bantu Nona ini mengangkat barangnya" perintah Kotetsu pada rekannya.

"Nggak apa-apa kok, bisa sendiri. Terima kasih..." Hinata membungkuk sopan sebelum meninggalkan kantor Izumo dan Kotetsu, ia kembali ke basement tempatnya memarkirkan mobil untuk mengangkut barang-barangnya ke lantai 13.

Hinata membuka pintu belakang mobilnya, ia menarik ransel Spiderbilt-nya yang lumayan besar dan berat. Kemudian ia beralih ke bagasi mobil dan memandang dua koper besarnya sambil berpikir betapa bodohnya ia tak menerima tawaran Kotetsu untuk membantu membawa barangnya,

"Masa balik kesana lagi, sama aja menjilat ludah sendiri dong" Hinata berkacak pinggang memandang kedua koper besarnya.

Tiba-tiba mobil Honda Jazz mengambil posisi parkir di samping mobil Hinata, dari pintu pengemudi keluarlah sesosok pemuda yang mengenakan seragam sekolah, celana biru gelap, dasi kotak-kotak dan kemeja putih lengan pendek.

'Konoha High School' Hinata membaca sticker yang terpasang di bagian belakang mobil hitam tersebut.

Sang pemilik mobil menatap mobil disamping mobilnya, yah mobil ford merah milik Hinata.

'Eh, eh... kayaknya tau mukanya deh...' gumam Hinata mencoba mengingat sesuatu.

Siswa Konoha High School tersebut mengalihkan pandangannya dari mobil Hinata dan menekan alarm mobilnya.

"Hei..." Hinata mencoba menyapa. Cowok tersebut tidak menjawab namun menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuknya. Hinata mengangguk.

"Gurame Shino, kan?" tanya Hinata sok kenal.

"Salah orang..." si cowok berlalu,

'Aku salah orang apa salah sebut nama... Gurame, rubame, ramerame, abu rame bakar, abu-'

"Aburame Shino, sorry.." Hinata memperbaiki nama yang sempat ia rusak.

"Ya, ada perlu apa?" tanya cowok yang bernama Aburame Shino.

"Aku baru disini, baru pindah dari Suna. Tadi aku sempet liat kalo nggak salah kamu yang tinggal di lantai 13 kan?" Hinata melangkah mendekati Shino.

"Aku penghuni baru di apartemen ini dan kamarku di lantai 13 juga.." lanjut Hinata.

"Apa?" Shino terlihat kaget, meski nada suaranya datar dan ekspresi wajahnya terhalang oleh masker hitam yang dikenakannya.

"Aku cuma mau minta tolong, kok. Koperku besar-besar dan rasanya akuu...nggak bisa bawa" ucap Hinata sambil senyum gigi.

.

.

.

Hening.

Itulah gambaran suasana yang tercipta di dalam lift yang diisi oleh Hinata dan Shino. Hinata mojok di sudut lift sambil menunggu telponnya diangkat seseorang, sedangkan Shino berdiri di depan pintu lift dengan dua koper besar disamping kiri dan kanannya.

Tit. Telpon Hinata diangkat.

"Moshi-Mo.." Hinata baru saja akan mengucapkan salam.

'Hinata, kamu dimana? Kenapa nggak ada di apartemen Kakak? Kamu itu baru disini, apa maksud BBM kamu yang bilang kamu udah dapat apartemen, kamu pikir nyari apartemen itu gampang, sekarang kamu lagi di-' seseorang dibalik telepon nyerocos. Hinata menjauhkan Iphone-nya dari telinganya.

"Oke. Keep Calm. Hinata udah nemu apartemen, besok Hinata udah masuk sekolah, Kak. Jarak sekolah baru Hinata dan apartemen Kakak jaraknya 50 tahun cahaya. Lagian Kakak kelamaan di Social Camp kampusnya Kakak. Hinata udah gede, Kak, Hinata apa-apa nggak harus bergantung sama orang lain lagi..." Hinata menjelaskan dengan bosan.

'Paman Hiashi nitip kamu ke Kakak...'

"Sudah terbuka.." Shino beranjak keluar dari lift tak lupa membawa kedua koper Hinata.

'Nah, siapa itu... itu suara laki-laki, siapa itu..!' itulah Neji, sepupu laki-laki paling menjengkelkan di dunia. Hinata tak menghiraukan suara setengah berteriak di balik telepon.

Baru dua langkah Hinata meninggalkan lift, rasanya ia sudah tidak mampu berjalan saat melihat kondisi di sekitarnya.

Gelap.

Lorong apartemen begitu gelap. Tidak ada lampu yang menyala, artinya tidak ada cahaya setitik pun.

Glek.

Hinata menggunakan Iphone-nya untuk menerangi jalan, ia berjalan di belakang Shino dengan takut-takut sambil sesekali memandang sekeliling.

"Hey, Shino. Kenapa nggak ada lampu yang nyala. Emangnya kamu dan penghuni lantai 13 yang lain nggak takut?" tanya Hinata tak ingin jauh-jauh dari Shino.

"Lampunya nyala, cuma nggak ada yang terlalu peduli untuk benerin lampu.." ujar Shino santai,

"Kamar nomor 13 kan?" Shino meletakkan koper Hinata di depan sebuah kamar dengan nomor 13 di bagian atasnya yang menyala.

"Thanks ya, aku Hinata. Hyuuga Hinata..." Hinata mengulurkan tangannya, Shino memandangnya sejenak lalu membalas uluran tangan Hinata.

"Aku di kamar nomor 8... Kalo ada apa-apa jangan ragu untuk nekan bel kamar nomor 8" lanjut Shino.

Suara derap langkah seseorang terdengar menuju ke arah Shino dan Hinata, Hinata mengarahkan Iphone-nya ke lorong gelap tempat sumber suara tersebut berasal. Hinata melihat sepasang kaki yang menggunakan sandal, jeans warna hitam dan sisanya Hinata belum bisa melihat apapun selain kegelapan yang begitu pekat.

Langkah orang aneh tersebut terdengar semakin mendekat dan pada akhirnya berhenti tepat di depan Shino, tangannya meraih sesuatu di saku celananya kemudian mengarahkan ke bagian wajahnya.

"AAAA...!" Hinata menjerit sesaat saat orang aneh itu mengarahkan cahaya ponselnya ke bagian wajahnya.

Menyeramkan, itulah kesan pertama Hinata saat melihat wajah yang lebih tinggi darinya.

"Siapa dia, Shino?" suaranya terdengar seperti orang yang baru bangun, bagian bawah matanya hitam dan rambutnya di kuncir.

"Dia... penghuni baru, Shikamaru" sahut Shino.

"Kau seorang gadis?" tanya Shikamaru mengarahkan cahaya ponselnya tepat di wajah Hinata, Hinata menyipitkan matanya. Silau.

"I-iya" Hinata berusaha menutupi matanya.

"Akan ku beritahu Sasuke untuk memperbaiki penerangan di lorong ini" lanjut Shikamaru meninggalkan Shino dan Hinata.

'Sasuke? Mungkin tukang listrik' batin Hinata.

"Dia Shikamaru, penghuni kamar 16. Lebih baik kau cepat masuk" Shino pun meninggalkan Hinata.

Tak ingin berlama-lama di lorong gelap, Hinata segera menekan password apartemen barunya dan menangkut barangnya masuk. Ia menekan saklar lampu dan merasa lepas dari bahaya. Hinata melihat-lihat segala isi apartemennya, mulai dari ruang tamu yang diisi oleh sofa besar dan TV LCD 40 inch, di depan sofa terdapat karpet bulu berwarna putih yang lebat dan terlihat lembut. Hinata mengecek dapur, dapurnya lengkap dengan segala perabotan memasak dan meja makan.

Lalu ia menuju kamarnya, ia memutar knop pintu dan menyalakan lampu. Gadis berambut panjang itu tersenyum lebar saat mendapati kamar barunya sangat sesuai dengan apa yang ia inginkan, spring bed berukuran king size, meja belajar lengkap dengan komputer, lemari pakaian dan sebuah meja rias dengan cermin yang cukup besar. Hinata berjalan menyingkap tirai putih jendela kamarnya, membuka kaca lalu melangkah ke balkon menikmati angin malam.

Gadis bermata ungu itu membiarkan jendelanya terbuka, membiarkan tirai putih jendelanya melambai-lambai tertiup angin. Hinata kembali melangkah memasuki kamarnya, membaringkan tubuhnya di atas kasur dan merasakan lelah yang ia rasakan. Ia menghirup nafasnya dalam-dalam menikmati aroma apple yang menyeruak dari pendingin ruangan.

"Ngghh.." Hinata membalik tubuhnya ke arah pintu kamar tidurnya. Ia membuka matanya lalu-

"AAAAAA...!" lagi-lagi Hinata menjerit.

"HUAAA..! AAAAA..!" Hinata turun dari kasurnya lalu berjalan mundur menjauhi seseorang yang tiba-tiba muncul entah dari mana. Teriakannya pun semakin kencang.

"AAAAAAA...AAAA...!" Hinata masih menjerit, orang yang ada di hadapannya tak bergerak sejengkal pun dan tetap memandang Hinata dengan tatapan yang seolah mengatakan 'berteriaklah sesukamu dan berhenti saat kau lelah'

"Si-siapa?" Hinata mengambil vas bunga di meja belajar dan menodongkannya kepada orang berpakaian serba hitam yang berdiri tepat di hadapannya.

"Jangan pernah membiarkan pintu apartemenmu terbuka begitu saja..." suaranya terdengar berat namun datar tanpa 'kesan' apapun.

Hinata baru ingat, setelah ia mengangkat barangnya masuk, ia lupa untuk menutup pintu apartemennya, ia terlalu sibuk mengamati segala isi apartemen barunya.

Lelaki berambut merah yang kini ada dihadapannya tentu saja masuk melalui pintu apartemen yang terbuka tanpa perlu usaha apapun, perlahan-lahan lelaki dengan garis hitam di sekeliling matanya meraih sesuatu di balik pungungnya. Sebuah katana.

"Gaara..?" seseorang muncul di balik punggung lelaki bernama Gaara, tepat di pintu kamar tidur Hinata. Ia tersenyum dengan mata yang nyaris tertutup. Hinata masih berjaga dengan vas bunga di tangan kanannya,

"Apa yang kau lakukan disini, Gaara?" tanya pemuda berambut hitam pendek,

"Aku hanya ingin memastikan kenapa pintu apartemen 13 terbuka" lelaki bernama Gaara melepaskan genggamannya dari gagang katana yang ia gantung di balik punggungnya.

"Penghuni baru?" tanya lelaki berambut hitam pada Hinata yang masih terlihat pucat.

"I-iya..." Hinata mengangguk tak berniat menurunkan vas bunga yang masih ia pegang meski tangannya perlahan-lahan basah oleh keringat.

"Tenang saja. Aku juga penghuni lantai 13. Aku di apartemen nomor 18. Kamu bisa memanggilku Sai" lelaki bernama Sai berbicara dengan nada suara yang ramah, mencoba menenangkan gadis dihadapannya yang masih terlihat ketakutan. Hinata melirik Gaara yang masih saja menatapnya.

"Dia Gaara, dia juga penghuni lantai 13 di apartemen nomor 19" Sai mengalihkan pandangannya ke Gaara.

"Dia baru pulang dari latihan katana" lanjut Sai.

"Hati-hati dengan pintu apartemenmu.." Gaara berbalik meninggalkan Sai dan Hinata.

"Apa kau orang baru di kota ini?" tanya Sai pada Hinata yang berangsur-angsur tenang sejak Gaara meninggalkan apartemennya.

Sai dan Hinata mengobrol membicarakan banyak hal. Termasuk tentang penghuni apartemen lantai 13, tentang Konoha High School dan tempat-tempat menarik di Konoha. Sai juga membantu Hinata meletakkan dan mengatur ulang beberapa perabotan yang ada di apartemen nomor 13 yang kini menjadi milik Hinata.

Tak terasa hari sudah semakin malam, Hinata mengantar Sai ke depan pintu apartemennya.

"Terima kasih ya, udah bantuin. Ternyata orang-orang sini anak KHS semua.." Hinata kaget saat mendapati lorong apartemen yang tadinya gelap kini menjadi terang benderang, sangat beda dengan situasi pertama ia datang.

Mata ungu Hinata menangkap sosok pemuda berambut raven yang berjalan dari ujung lorong apartemen dekat pintu lift. Matanya hitam, kulitnya bersih, hidungnya mancung dan yang paling penting adalah bodynya yang tinggi dan tegap.

'He's so damn cool' batin Hinata dalam hati tak melepaskan pandangannya dari sosok cowok tinggi yang perlahan-lahan menuju ke arahnya.

"Yo, Sasuke.." sapa Sai.

'Oh jadi ini yang namanya Sasuke, masa tukang listrik penampilannya begini'

"Dari mana?" tanya Sai memandang Sasuke yang berdiri di depan apartemen nomor 12, depan apartemen Hinata.

"Benerin lampu" Sasuke mengangkat kotak plastik yang ada di tangan kanannya.

"Pantas saja, lorongnya tiba-tiba dapat pencerahan" Sai memandang deretan lampu yang benar-benar menghilangkan kesan 'menyeramkan' di lorong lantai 13.

"Shikamaru yang memberitahuku, katanya ada penghuni baru dan itu...seorang cewek" ucap Sasuke sambil melirik singkat ke Hinata, ia menekan password apartemennya, pintu terbuka, ia masuk lalu menutupnya kembali.

'Ternyata bukan tukang listrik'

Sai kembali ke apartemen nomor 18 dan Hinata pun memastikan pintu apartemennya tertutup rapat agar tak ada lagi orang asing yang masuk begitu saja, seperti yang dilakukan oleh Gaara.

Namun, tepat sebelum Hinata berhasil menutup rapat pintu apartemennya. Seseorang tiba-tiba melintas di depan Hinata, ia menggunakan jaket dan penutup kepala. Ia sepertinya menyadari keberadaan Hinata, ia menghentikan langkahnya lalu melirik Hinata dengan ekor matanya.

Kemudian, seberkas senyum yang tak bisa diartikan tercipta di wajah misteriusnya.

.

.

.

Hari yang dinantikan Hinata telah tiba, hari dimana ia melangkahkan kaki untuk pertama kalinya memasuki sekolah barunya. Ia tampak rapi dengan rok kotak-kotak biru dengan potongan di atas lutut, kemeja putih lengan pendek dan dasi kotak-kotak senada yang terpasang longgar di kerah kemejanya. Ia menguncir tinggi-tinggi rambut ungunya, mengenakan sepatu putih dan menyambar ransel Volcom-nya yang berwarna pink kotak-kotak.

"O-ohayo..." sapa Hinata pada Sasuke yang baru saja keluar dari apartemen nomor 12. Seragam Sasuke sama dengan seragam Kiba dan bagi Hinata tetangga barunya itu semakin terlihat ehm...

"Kamu belum pernah keliatan di KHS.." Sasuke menarik pintu apartemennya,memiringkan kepalanya sambil memperhatikan gadis berambut ungu yang baru keluar dari apartemen nomor 13.

"Aku memang siswa pindahan, hari ini hari pertamaku di KHS" Hinata mengekor di belakang Sasuke menuju pintu lift.

"Ada banyak kamar kosong di lantai atas dan lantai bawah, kenapa kamu pilih di sini?" Sasuke menekan tombol lantai dasar, Hinata pun ikut memasuki lift dan berdiri di samping Sasuke.

"Salah ya?" Hinata menaikkan pandangannya menatap Sasuke yang ternyata juga menatapnya.

"Ada banyak rumor yang beredar di sekitar sini, akhir-akhir ini ada banyak gadis yang tiba-tiba menghilang..." ucap Sasuke santai.

"Menghilang bagaimana maksudnya?" tanya Hinata tidak mengerti.

Sasuke tidak menjawab pertanyaan Hinata, pintu lift terbuka dan Sasuke dengan cueknya berjalan menuju basement tempatnya memarkirkan kendaraan kesayangannya. Tinggi badan yang berbeda membuat Hinata harus setengah berlari agar jaraknya tidak terlalu jauh dari Sasuke.

"Hai, Sasukee.." seorang gadis berambut panjang menyapa Sasuke dan langsung merangkul lengannya.

'Pacarnya ya..' entah kenapa Hinata merasa ada sesuatu yang membuatnya sedikit kecewa.

"Shion.." Sasuke menghentikan langkahnya.

"Hari ini kita bareng yah, kayaknya ban mobilku bocor" ucap Shion dengan manja. Sasuke tidak menjawab dan Shion menganggapnya sebagai pernyataan 'iya'. Sekilas Shion menatap Hinata dan memberikan senyuman, Hinata pun membalas senyuman tersebut.

"Apa kau tau jalan ke sekolah?"Sasuke berbalik bertanya pada Hinata yang belum merubah posisinya sedikit pun.

"Iya, aku tahu kok. Kemarin sempat keliling di sekitar sini..." Mendengar pernyataan Hinata, Sasuke tampak mengangguk dan mengalihkan pandangannya,

"Kau ke sekolah naik apa?" Sasuke kembali menatap Hinata, Shion hanya melihat Sasuke dan Hinata bergantian.

Hinata meraih sesuatu di saku kemejanya, ia menekannya kemudian-

Tit..tit

Lampu mobil ford merah di samping Sasuke menyala bersamaan dengan Hinata menekan tombol di tangannya. Sasuke berjalan melewati beberapa mobil dan motor dan tentu saja dengan Shion yang mengekor di belakangnya. Sesaat kemudian, Sasuke muncul dengan mengendarai motor Ninja merah dan lagi-lagi dengan Shion yang duduk di belakang Sasuke.

"Lagian aku mirikin apa sih" Hinata berjalan menuju pintu mobilnya, namun ia tiba-tiba berhenti saat melihat goresan cairan berwarna merah di ujung sepatu putihnya.

"Mungkin hanya tumpahan cat saja.." Hinata berusaha positive thinking.

Hinata memandang sekeliling, basement sangat sepi bahkan lebih dari sepi karena saat ini hanya dirinya dan jejeran mobil yang berada di basement, perlahan-lahan ia mulai berkeringat saat telinganya mendengar sesuatu dari ujung belakang basement.

"Mmpphhhhh... Mpphhhhh" terdengar seperti suara seseorang yang mulutnya di bekap.

"Siapa disanaaa..." Hinata mengeraskan suaranya, ia masih mengedarkan pandangannya dan berhenti saat mata ungunya menangkap bayangan hitam yang melintas di sela-sela barisan mobil.

Tak ingin berakhir dengan rasa penasaran, Hinata memberanikan dirinya mengikuti arah bayangan hitam tersebut. Ia mempercepat langkahnya menelusuri barisan-barisan mobil tapi tak menemukan apapun. Tidak menemukan apapun? Tidak juga karena Hinata menemukan sebuah-

"Cutter?" Hinata melihat sebuah cutter yang berjarak kurang lebih 5 meter darinya. Hinata tak berani melangkah lebih dari ini saat melihat cutter yang berlumuran cairan warna merah.

"Mungkin hanya perasaanku saja..." 10 menit lagi waktu akan menunjukkan pukul 08 pagi, dia tidak boleh membuat hari pertamanya di sekolah menjadi buruk. Hinata kembali ke tempat ia memarkirkan mobilnya.

Cleeennngg..

Baru beberapa langkah, Hinata mendengar suara kaleng terjatuh. Seseorang memperhatikan Hinata dan saat Hinata menoleh kebelakang, kepala dengan penutup kepala berwarna hitam itu menghilang di balik tembok.

Mobil ford merah melaju dengan kecepatan sedang menulusi aspal Konoha menuju Konoha High School. Pemandangan Konoha High School memang terlihat jauh berbeda dengan pemandangan sekolah-sekolah lainnya di Konoha, parkiran sekolah ini penuh dengan deretan mobil mewah, siswa-siswinya pun terlihat sangat modis dan trendy. Hinata mengambil salah satu ruang kosong di parkiran untuk memarkirkan mobil yang menjadi hadiah ulang tahunnya yang ke 16.

Gadis bertubuh mungil itu keluar dari mobilnya dan tampak kebingungan dengan lingkungan barunya. Semua siswa-siswi yang melewatinya tampak sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

"Mencari ruang guru atau ruang kepala sekolah?" Hinata tersentak kaget saat melihat siswa berambut merah tiba-tiba muncul di belakangnya, wajahnya beda jauh dengan Gaara yang juga berambut merah. Si rambut merah yang satu ini tampak lebih imut dan terlihat friendly.

"Kayaknya sih..." Hinata mengangkat bahu sambil mengedarkan pandangannya ke jejeran bangunan KHS.

"Mungkin aku bisa mengantarkanmu ke ruang guru..."

'Sasori' Hinata membaca name tag orang yang baru saja menawarkannya bantuan.

"Biar aku saja yang mengantarkannya.." lagi-lagi Gaara muncul dengan misterius di belakang Sasori.

"Kau lagi..." Sasori mengalihkan wajahnya memandang Gaara yang tak pernah menampakkan ekspresi apapun. Sasori meninggalkan area parkiran, menyisakan Gaara dan Hinata yang saling pandang.

"Aku bisa mencari ruang guru sendirian..." Hinata tersenyum paksa dengan maksud menolak tawaran Gaara.

"Apa kau tidak takut dikerjai siswa lain?" entah Gaara terlalu sopan atau apa tapi setiap ia berbicara kepada seseorang ia selalu menatap orang tersebut dalam-dalam ke arah mata lawan bicaranya.

"Ayo.." tidak ada pilihan lain, Hinata mengekor di belakang Gaara.

Gaara meninggalkan Hinata di depan pintu ruang Kepala Sekolah, Hinata mengetuk pelan pintu kayu lalu memutar knop pintu. Tsunade, Kepala Sekolah KHS, mempersilahkan Hinata duduk dan membicarakan tentang kelas Hinata.

Siswa kelas XI.5 secara teratur menuju ke bangku mereka masing-masing saat salah seorang guru killer KHS memasuki ruang kelas, Anko-sensei, diikuti oleh Hinata yang berjalan di belakang Anko-sensei.

"Hari ini kelas kita kedatangan seorang siswa baru dari Suna, ayo perkenalkan dirimu" Anko-sensei mempersilahkan Hinata.

"Hyuuga Hinata desu, yoroshiku!"

Hinata membungkuk memperkenalkan dirinya, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh bagian kelas, ia tampak tenang saat mendapati Shino duduk di pojok paling belakang. Ia kembali menatap satu per satu siswa yang ada di kelas ini, seperti sedang mencari seseorang. Namun tampaknya orang yang ia cari tidak ada dan ia harus menerima kenyataan pahit saat mendapati Gaara yang duduk di tengah-tengah barisan bangku sedang sibuk membaca buku. Ia juga mendapati Sasori dan Shikamaru dan juga gadis yang tadi berangkat bersama Sasuke, Shion, yang duduk di bangku paling depan.

"Kau boleh duduk disamping Yamanaka Ino, yang berambut panjang itu.." Anko-sensei mempersilahkan Hinata duduk.

"Hai, aku Ino. Salam kenal yaa..." Ino menggeser duduknya lalu memperkenalkan dirinya sambil membentuk pose peace di jarinya.

"Aku Hinata, mohon bantuannya yah. Aku belum tahu banyak disini.." Hinata meletakkan ranselnya.

"Kau tinggal dimana?" tanya Ino berbisik-bisik karena Anko-sensei telah memulai pelajaran Fisika.

"Di Apartemen Akatsuki..." Sahut Hinata mengeluarkan buku tulis.

"Really? Aku juga tinggal disana" Ino tampak bersemangat.

"Kau dilantai berapa?" lanjut Ino.

"Lantai 13, apartemen nomor 13" ucap Hinata pelan.

"Apa? Lantai 13?" Ino terlihat shock

"Apa kau juga percaya terhadap angka keramat?" Hinata bertanya ragu-ragu.

"Angka keramat? Ah, jangan terlalu di pikirkan. Kau ini beruntung bisa tinggal di lantai 13" Ino meletakkan pensilnya, tak berminat dengan Anko-sensei yang menjelaskan tentang gelombang.

"Beruntung bagaimana?" Hinata mendekatkan duduknya pada Ino.

"Dengar ya, penghuni lantai 13 itu cowok-cowok keren. Bayangkan saja, di sana ada Sai, si Ketua Klub Seni, ada Shikamaru juga. Meskipun dia tukang tidur, dia itu smart dan sempat menjadi kandidat calon Ketua Osis tapi dia gagal karena saat pemaparan visi misi dia masih menyempatkan diri tertidur di ruang sidang.." Perkenalkan, Yamanaka Ino. Si bandar gosip. Hinata tertawa geli sambil memandang Shikamaru yang terkantuk-kantuk mendengarkan penjelasan Anko-sensei.

"Aku bertemu dengan mereka dan Sai membantuku membereskan apartemenku..." sahut Hinata.

"Tuh kan. Sai memang anak yang baik. Nah, selain itu ada Shino juga. Dia itu Ketua Klub Biologi. Terus, ada Gaara juga. Dia berkali-kali menang turnamen tanding pedang, aku pernah menontonnya saat latihan menggunakan katana dan itu keren sekali..." Ino melanjutkan penjelasannya sambil menatap Gaara yang terlihat menempelkan sesuatu di jari tangannya..

"Tanganmu kenapa?" tanya siswa berambut cokelat kepada Gaara, teman sebangkunya.

"Tidak sengaja tergores saat membersihkan katana" ucap Gaara pada Kiba.

"Lalu, Shion, salah satu cewek populer di sekolah ini, ku dengar dia sedang menargetkan Uchiha Sasuke, ada Sasori juga, yang sibuk dengan kegiatannya membuat action figure dari bahan bekas..." Ino seolah hafal seluruh penghuni apartemen Akatsuki yang jumlahnya ratusan.

'Jadi gadis itu di lantai 13 juga' Hinata memandang punggung Shion yang duduk di depan.

"Lalu kenapa kau tidak tinggal di lantai 13 juga?"

"Ah, orang tuaku terlalu kolot. Mereka mempercayai angka 13 sebagai angka sial" Ino berdecak kesal mengingat saat ia mati-matian ingin tinggal di lantai 13 tapi orang tuanya melarang.

"Oh iya, mengenai Uchiha Sasuke, kau tidak akan tahan saat melihatnya karena dia itu-"

"Yamanaka-san, coba kerjakan soal nomor 20 di papan tulis..." Suara horror Anko-sensei menghentikan penjelasan Ino yang mengabsen satu per satu penghuni lantai 13.

.

.

.

Pelajaran Fisika berlangsung dengan horror dan dilanjutkan dengan pelajaran Bahasa yang begitu membosankan. Bel istirahat berbunyi, seluruh siswa kelas XI.5 tampak sibuk membereskan alat tulis mereka dan berhamburan keluar kelas. Hinata belum beranjak dari bangkunya, ia lebih memilih berkenalan dengan teman-teman sekelasnya yang lain seperti Sakura, Matsuri.

Percakapan mereka diinteruspi oleh keriuhan suara gadis-gadis kelas XI.5 saat melihat seseorang berambut raven berdiri diambang pintu kelas mereka. Ia memandang seluruh isi kelas kemudian berjalan memasuki kelas.

"Sasukeee.." Shion tampak bersemangat saat Sasuke memasuki kelasnya tapi kesenangannya tak berlangsung lama saat Sasuke melewatinya berjalan menuju barisan bangku belakang.

Sakura, Ino, Matsuri dan Hinata memandang Sasuke yang kini berdiri di depan mereka.

"Kalau kau mau ke kantin, mungkin aku bisa mengantarkanmu" pandangan Sasuke mengarah ke jendela, ia tak berani memandang seseorang baru saja ia ajak.

"Eh?" Sakura dan Ino saling pandang tidak mengerti, sedangkan Hinata masih berusaha mengolah apa yang baru saja ia dengar.

"Aku bertanya padamu.." Sasuke menggerakkan dagunya menunjuk pada Hinata.

"A-aku?" Hinata menunjuk dirinya sendiri.

"Eh, Sasuke, hari ini aku mau makan mi ramen. Kau tahu? Aku belum terlalu bisa makan menggunakan sumpit. Bagaimana kalau kau mengajariku?" tiba-tiba Shion datang dan merangkul lengan Sasuke.

Sasuke terpaksa meninggalkan kelas saat Shion seolah menyeretnya tapi sebelum ia sempat meninggalkan kelas, ia memandang Gaara sambil menyipitkan matanya. Setelah Sasuke pergi, Gaara memutar tubuhnya memandang Shikamaru dan Shino secara bergantian.

Gaara keluar kelas diikuti Shikamaru dan Shino yang setengah berlari.

Mereka tampak menyembunyikan sesuatu.

.

.

.

Pukul 7 malam Hinata baru tiba di apartemen, ia turun dari mobilnya diikuti Ino. Sepulang sekolah mereka menyempatkan diri mengunjungi beberapa tempat di Konoha.

"Maaf ya, membuatmu harus pulang malam..." ucap Hinata berjalan menuju lift.

"Tidak masalah. Lagi pula sudah lama aku tidak jalan"

"Kenapa tidak terbuka.." Hinata berkali-kali menekan pintu lift sebelah kiri tapi tidak terbuka.

"Tidak biasanya lift disini macet,coba yang kanan..." Hinata menuruti Ino dan pintu lift sebelah kanan pun terbuka.

"Aku di lantai dasar apartemen nomor 7. Kalau butuh teman ngobrol, mampir saja" Ino melangkah meninggalkan Hinata yang menghilang dibalik pintu lift.

Hinata melangkahkan kakinya menyusuri lorong apartemen lantai 13, ia sedikit kaget saat mendapati Gaara berdiri di depan apartemennya. Saat Gaara menangkap sosok Hinata, ia berbalik lalu berjalan menuju apartemen nomor 19.

"Tunggu..." Hinata menghentikan langkah Gaara. Gaara menoleh tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Tadi aku membeli brownies keju dan kelihatannya agak berlebih mungkin kau-"

"Tadi kau kesini menggunakan lift yang mana?" Gaara tidak menghiraukan tawaran Hinata.

"Yang sebelah kanan..."

Tepat setelah Hinata mengakhiri kalimatnya, ia mendengar keributan dari arah lift. Izumo dan Kotetsu keluar dari lift diikuti beberapa orang. Izumo membawa kotak besar yang berisi peralatan, sepertinya mereka akan melakukan sesuatu di pintu lift sebelah kiri yang entah sejak kapan tidak berfungsi. Orang-orang terus berdatangan dan berkumpul di depan pintu lift yang sedang diperbaiki.

"Ada apa?" Hinata bertanya pada Gaara tapi tak mendapat jawaban karena Gaara terlihat sibuk dengan Iphone hitam di genggamannya.

Satu per satu pintu apartemen lantai 13 terbuka, mulai dari Shion di apartemen nomor 7, Shino di apartemen 8, Shikamaru di apartemen 16, Sai di apartemen 18 dan yang terakhir Sasori keluar dari apartemen 20. Mereka serentak mengarahkan pandangan mereka ke bagian lift yang entah sejak kapan dipadati orang. Hari ini adalah hari pertama lantai 13 terlihat begitu ramai.

Izumo dan Kotetsu dibantu beberapa orang berhasil membuka pintu lift kiri dan-

"HUUAAAAA...!" terdengar beberapa jeritan dan bersamaan dengan jeritan tersebut semua orang tampak mengalihkan pandangan mereka dari lift yang baru saja terbuka.

Tepat setelah pintu lift berhasil tebuka, tampaklah pemandangan yang begitu mengerikan. Lift tersebut penuh dengan ceceran darah dari sesosok perempuan tanpa busana yang tergeletak tak berdaya di dalamnya. Matanya terbelalak dengan mulut setengah terbuka, dari sudut bibirnya terdapat goresan darah yang telah mengering dan pada bagian leher perempuan malang tersebut terdapat beberapa goresan benda tajam dan hal yang paling mengerikan adalah rambut perempuan tersebut dicukur habis.

Teriakan dan jeritan beberapa orang semakin menjadi. Beberapa orang menutup mulutnya menahan rasa mual yang mereka rasakan.

Gaara meninggalkan Hinata yang masih menenteng kresek berisi brownies keju. Sasori pun melewati Hinata begitu saja. Shikamaru berlari menuju keramaian disusul Sai, Shino dan Shion. Hinata tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan ia pun terlalu penasaran dengan sesuatu di ujung sana. Hinata meletakkan brownies kejunya di depan pintu apartemennya lalu berjalan mendekati kerumunan untuk melihat apa yang terjadi.

Ia membelah satu per satu orang dihadapannya,

"Permisi..."cicitnya pelan berusaha melihat ke bagian dalam lift.

Tepat sebelum matanya menangkap pemandangan yang ada di dalam lift, sebuah tangan menutup matanya dari belakang, ia juga merasakan tangan yang menyentuh punggungnya lalu memutar tubuhnya ke belakang.

Posisi Hinata sekarang tepat membelakangi lift, berhadapan dengan orang yang baru saja menutup matanya dan memutar tubuhnya membelakangi lift.

Tangan yang menutup mata Hinata perlahan-lahan melonggar, Hinata membuka mata dan menaikkan pandangannya.

"Sasuke..?" Jantung Hinata berdegup sangat kencang saat mendapati Sasuke yang berdiri tepat di hadapannya. Tangan Sasuke yang satunya masih menempel di punggungnya.

"Kau tidak perlu melihatnya..." ucap Sasuke tanpa mengalihkan pandangannya dari lift.

.

.

.

To Be Continue

Oke. Kika ngerasa berhutang fic sama temen-temen pecinta misteri di fic sebelumnya (A Letter at 3 am)

Kika nggak bakat di fic ginian tapi tetep nekat nulis. Mohon dukungannya #menggalau

see u next chap!

*KissbyeKissbye