The Power of Gossip

Disc: Masashi Kishimoto

Pairing: SasuNaru

Rat: M

Warn: OOC, bad writer, AU, etc.

.

.

.

Part one: The first—

Naruto Uzumaki mendengkur keras. Dia sudah duduk di kepala kursi dekat jendela kamarnya selama hampir empat jam, menatap keluar jalan yang gelap, dan akhirnya tertidur dengan sebelah pipinya menempel di kaca jendela, dan mulutnya terbuka lebar. Uap hangat yang ditinggalkan napasnya di jendela berkilau kena cahaya jingga lampu jalan di luar, dan lampu artifisial itu membuat wajahnya kehilangan warna sehingga dia tampak pucat di bawah rambut kuningnya yang awut-awutan.

Bermacam barang dan sampah bertebaran di dalam kamar itu. Kertas tergulung, bagian tengah apel, dan bungkus permen berserakan di lantai, beberapa buku bacaannya tergeletak sembarangan di antara baju-baju dan celana dalam yang teronggok begitu saja di atas tempat tidurnya, dan berbagai surat kabar bertebaran kacau dalam sorotan cahaya di mejanya. Salah satu kepala beritanya berbunyi:

Naruto Uzumaki: Seorang gay?

Sebagian besar halaman depan surat kabar ini terisi oleh foto besar berwarna seorang pria dengan rambut raven a la emo yang sedang berbicara dengan gaya cukup mesra bersama seorang pemuda berambut pirang yang merupakan Uzumaki sendiri.

Desas-desus masih terus beredar mengenai percintaan antara seorang Perdana Menteri dengan artis papan atas baru-baru ini. Dalam peristiwa jumpa fans di salah satu mall ternama di Kota Konoha, dia yang merupakan salah satu orang terpenting di pemerintahan membawa segenggam bunga untuk diberikan pada artis berinisial NU.

"Kami melihat jika Perdana Menteri memberikan bunga itu pada NU," kata salah seorang gadis yang merupakan seorang Fujoshi, yang menolak menyebutkan namanya ketika dia meninggalkan gedung mall—tempat jumpa fans diadakan.

Walaupun juru bicara Perdana menteri sampai sekarang bahkan masih menolak mengonfirmasi hubungan NU dengan perdana menteri sendiri, makin banyak orang yang percaya bahwa artis berinisial NU memiliki hubungan dengan sang perdana menteri. Terlebih ketika NU sendiri tidaklah memberikan konfirmasi atau satu kata patahpun yang beredar di kalangan masyarakat a—

Lanjutan cerita ini terhalang oleh tempat pensil yang terjatuh di atasnya. Di dalam tempat pensil itu ada pena, beserta alat tulis lainnya.

Kendatipun sudah hafal isinya, Naruto mencuri pandang ke surat kabar ini beberapa menit sekali sejak pukul tujuh malam ini, ketika dia baru mulai duduk di depan jendela kamarnya, darimana dia bisa cukup jelas melihat kedua rumah depannya yang gelap belum dinyalakan lampunya. Dia tahu tak ada gunanya mengulang-ulang membaca surat kabar tersebut. Naruto telah terjerumus cukup dalam permainan Sasuke, dan sekarang yang bisa dilakukannya hanya bisa pasrah menunggu; masalah akan selesai dengan sendirinya, atau dia akan mundur dari dunia keartisan.

.

.

Jarum menit di jam beker mencapai angka dua belas, dan tepat itu, ponsel nya berbunyi memanggil tuan-nya.

Naruto terbangun seakan bunyi ponsel yang tiba-tiba itu tanda bahaya. Buru-buru mengusap mulutnya, dan melepas pipinya dari jendela, dia mengambil hapenya dari saku celana ketika matanya menyipit antisipasi pada orang yang menghubunginya, iapun mengangkat ponsel itu.

"Lama sekali kau mengangkat teleponnya, Dobe," kata orang di seberang sana, berkata dingin walaupun senyuman bibirnya masih bisa dirasakan Naruto. "Kau tidak tahu aku sangat merindukanmu?"

Naruto tidak berkata apa-apa. Ia tak meragukan jika Sasuke bisa melakukan apa saja agar membuat dirinya merasa kesal atau lebih parahnya bunuh diri di tempat.

"Ah, aku belum menyapamu…," kata Sasuke, dengan nada santai. "Selamat malam, honey."

Kata-kata ini tampaknya membangunkan kesadaran Naruto secara utuh. Jelas bahwa dia tidak suka dengan kata-kata Sasuke yang selalu menggodanya.

"Aku tidak bermaksud tidak sopan—" dia memulai, dengan nada yang menyiratkan kesopanan dalam setiap suku kata.

"—sayangnya, ketidaksopanan yang tak disengaja cukup sering," Sasuke menyelesaikan kalimat Naruto dengan suara pelan. "Paling baik kau kembalilah kesisiku, dan jangan menolak diriku, itu baru sopan."

Naruto mengerang pedas, seakan terkena setrum listrik, ia turun dari atas kepala kursi dengan terburu-buru, dan mulai menyambar apa saja yang ada di dalam jangkauannya dari lantai sebelum melemparkannya ke tembok di depannya untuk melepas kekesalan. Ketika dia sedang melempar satu guling yang berasal dari tempat tidurnya, Sasuke kembali berbicara.

"Naruto—tidak usah kesal seperti itu—dari dulu kita memang mempunyai hu—

"TIDAK!" teriak Naruto, menyambar perkataan Sasuke. "Kita tidak ada apapun di masa lalu, sekarang, maupun masa depan TEME!"

Sasuke mendesah pelan. Ia memilih untuk membiarkan Naruto tenang, yang tampaknya sangat tidak suka mendengar suara Sasuke.

"Apapun yang akan kau katakan, aku akan selalu mengejarmu…," kata Sasuke pada Naruto. "Aku tidak akan melepaskanmu karena kau milikku."

Genggaman tangan Naruto menguat. "Ada apa denganmu?" kata Naruto. "Kau yang meninggalkanku untuk bercinta dengan orang lain, dan kau sekarang mengejarku seperti orang gila." Naruto ingin menghapus semua memori masa lalunya dengan Sasuke, kalau bisa. Pikirannya, dia akan dihantui seumur hidup oleh ketakutan akan hubungannya bersama Sasuke yang jelas-jelas pernah selingkuh di depan matanya sendiri.

"Aku menginginkanmu," kata Sasuke, mengabaikan kesedihan dan kebencian Naruto, yang sekarang tidak dapat dibendung. "Tidak akan ada yang tidak bisa Uchiha dapatkan, Naruto, dan kau harus mengingat itu."

Tampaknya Naruto siap meluncurkan jawaban-jawaban tak menyenangkan, namun dia hanya terenyak ke atas lantai, dengan keadaan lemah, ketika Sasuke menutup hubungan teleponnya.

.

.

Naruto menutup wajahnya dengan lutut. Terdengar isakkan tangis dari bibir tipisnya. Kendati dia terus mencoba untuk bersikap tegar ketakutan pada Sasuke masih terasa di sekujur tubuh. Ia berharap sepenuh hati Sasuke tidak akan datang ke dalam kehidupannya, Naruto merasa sudah cukup dengan luka yang ditorehkan Sasuke di masa lampau. Dia tidak ingin merasakannya kembali; dihianati, dan dicampakkan begitu saja tanpa ada alasan yang berarti. Ingatan akan kedua pemuda yang tidak terbalut sehelai kain pun dan menari di atas ranjangnya terus terbesit, dan ini membuat Naruto semakin sakit. Dia berteriak dikala itu, belum lagi berusaha menghancurkan pintu kamarnya sebelum dia tinggal pergi tanpa satu kata patah pun.

Sasuke, meskipun kondisi demikian, tampak sepenuhnya rileks. Tidak terlihat mengejar Naruto atau memberi pengertian pada Naruto sampai sekarang ini. Pemuda Uchiha tersebut hanya kembali pada kehidupan Naruto seolah-olah tidak memiliki salah seperti bayi yang baru saja disucikan.

'Kau menghukumku seperti ini tuhan,' Naruto membatin. 'Kenapa?' isakkan tangis di dalam kamar semakin keras.

.

.

TBC