Semuanya menjauhiku.
Aku sudah tau kenapa, tapi aku tidak akan marah ataupun kecewa.
Tenang saja, aku tidak akan mengganggu kalian.
.
.
.
.
.
Juga sebaliknya…,
.
.
.
kalian juga jangan menggangguku.
.
.
.
Dear Diary,
30 December 2018
'421' Nomor ini tertulis di leher kiriku.
Bukan hanya aku, semuanya. Semua anak yang ada di sini… leher kiri mereka terdapat nomor yang berbeda-beda.
Aku tahu dengan nomor aneh ini. Ini adalah nomor urutan.
Sebelum itu, akan kujelaskan penelitianku selama kurun waktu 10 tahun ini.
12 tahun yang lalu…
Hari pertamaku untuk melihat kota. Biasanya aku, bukan, kami, hanya selalu berada di tempat yang kelihatan seperti panti asuhan ini. Anak-anak yang sudah berumur 4 tahun akan diajak jalan-jalan oleh pengurus untuk menghilangkan rasa bosan kami. Sekitar ada 20 anak yang berada di bus ini, Kami melakukan perjalanan mengnjungi tempat rekreasi dengan gembira.
Perjalannan yang sangat menyenangkan. Setiap 4 tahun sekali kami melakukannya.
10 tahun yang lalu…
Sudah 2 hari berlalu semenjak hari ulangtahunku. Sekarang umurku sudah 6 tahun. Aku menemui seorang anak yang berumur 2 tahun lebih tua dariku. Dia bilang sebentar lagi akan melakukan rekreasi bersama teman-temannya. Dia adalah hyung-ku yang paling aku sayangi. Dia sangat dekat denganku.
Banyak sekali hyung-ku yang umurnya lebih tua dariku. Mereka semua akan meninggalkan tempat ini ketika sudah menginjak umur 13 atau 16 tahun. Juga anak yang 9 tahun, namun sebagian dari mereka kembali dan akan menunggu umur mereka 13 tahun atau 16 tahun. Ahjusshi bilang kalau mereka akan bersekolah dii kota. Namun, mereka tidak pernah kembali lagi. Sebagian ada yang masih mengirimi kami pesan, sebagian tidak ada.
Setengah jam lagi keberangkatannya untuk melakukakn rekreasi meninggalkan bangunan ini. Namun aku menyadari kalau hyung lupa membawakan buku tulisnya. Buktinya adalah dia kalang kabut untuk mencarinya. Aku khawatir denagn hyung sehingga aku membantunya mencari buku tersebut.
Aku dan hyung berpencar untuk menemukan buku tulis kecil berwarna merah tersebut. Melihat di sekitar bangunan yang memiliki banyak ruangan tersebut. Tubuh kecilku aku tuntun untuk memasuki satu ruangan yang tidak pernah aku masuki. Tidak sangka buku tersebut ada di sana, tergeletak di atas meja begitu saja.
Dengan cepat akau memasuki ruangan tersebut dan melihat sebuah jendela yang letaknya tidak biasa. Aku singkap tabir putih yang menutup sebagian jedela tersebut. Jendela tersebut ternyata adalah pintu. Karena tidak terkunci, aku dengan nekat memasuki ruangan di balik pintu. Ruangan serba putih yang biasanya aku lihat di film-film tentang rumah sakit.
"Apakah ini rumah sakit?" pikirku yang memasuki ruangan berbau obat tersebut.
Sepertinya aku melihat seseorang yang menghadap jendela membelakangiku. Sementara itu aku reflek bersembunyi di balik sebuah ranjang yang tidak mungkin dapat menutupi diriku sepenuhnya. Namun, orang itu tidak menyadariku. Dia masih menatap jedela tanpa mengerakkan badannya.
Aku memilih untuk pergi dari ruangan ini. Tapi ketika aku menoleh kebelakan, aku melihat pria itu memegang boneka dan mulai berbicara sendiri, bukn, sepertinya dia sedang berbicara dengan seseorang tapi tidak ada siapapun yang ada disana kecuali dia dan aku. Aku baru sadar kalau dia sedang berbicara dengan boneka yang dipegangnya tersebut.
Karena merasa aneh, aku melanjut kegiatanku untuk pergi dari tempat ini. Namun aku tersandung sehingga sedikit terhentak lantai. Tetapi pria itu tidak menyadarinya dan masih asyik berbicara dengan boneka tersebut. Aku mengambil kesempatan ini dan langsung berlari menuju pintu tadi.
Aku tidak sengaja melihat tabir putih lainnya. Ada pintu kaca lainnya. Aku tidak ingin memasukinya, aku melihat di dalamnya. Seorang pemuda yang aku ketahui berumur 9 tahun, sedang berbaring di atas ranjang yang kelihatan seperti yang ada di film-film rumah sakit tersebut. Suasana di ruangan sana benar-benar terlihat seperti rumah sakit.
Aku mengetahui alat-alat yang ada di sana secara detail berkat menonton film bertajuk romansa tersebut. Aku benar-benar tiak ingin mengetahui apa yang terjadi. Segera mungkin aku ingin meninggalkan ruangan tersebut.
Buku, buku yang aku pegang masih aman. Aku tidak ingin mengetahui isi buku tersebut, pasti privat. Tapi, dengan tidak malunya aku melihat dan membaca isi buku tersebut. Aku membelakkan mataku membaca buku itu dengan seksama.
'Ini bukan panti asuhan, bukan apa-apa.'
'Ini hanya tempat dimana anak laki-laki akan dijadikan seperti perempuan, BISA MELAHIRKAN.'
'Kami semua yang ada di sini akan dijadikan kelinci percobaan.'
'Percobaan akan dilakukan jika sudah menginjak 9 tahun.'
'Ada yang gagal, ada yang menjadi gila dan ada yang lumpuh.'
'Mereka yang berhasil akan dinikahkan dengan pemuda yang mereka cintai. MEREKA DIPAKSA MENJADI GAY.'
'Mulanya ada 24 anak yang diculik dan 16 anak yang terlantar. Namun seiring bertambah waktu, sekarang ada sekitar 500-an anak yang sudah jadi korban.'
'Korban lainnya adalah anak dari 40 anak pertama yang berhasil selamat dan anak-anak jalanan atau yang terlantar. Begitu pula seterusnya. Generasi kami hanyalah anak dari 12 anak pertama.'
'Pernikahan ini tidak dipaksakan. "Kau berhak mencintai siapa yang kau sukai. TENTUNYA HARUS LAKI-LAKI"'
Jantungku berdegup kencang, menutup mulutku. Aku merasa mual.
"Eeh? Percobaan?"
"Apa maksudnya? Melahirkan? Gay? APA?"
Kini aku tahu kenapa semua anak disini adalah anak laki-laki dan memiliki nomor urut seperti ini.
Aku pergi menuju bis yang sebentar lagi akan berangkat. Disana terlihat hyung sedang tersenyum dan melambai ke arahku. Aku menghampirinya untuk memberikan buku itu kepadanya. Dia bisa melihat mataku yang menegluarkan air mata. Sepertinya dia tahu aku sedanng menangis walaupun aku menundukka wajahku.
Aku menyerahkan buku merah tersebut kepadanya. Aku takut jika dia tahu kalau aku membaca buku tersebut. Air mataku mulai merambat turun dengan deras walaupun suara tangisku tidak keluar. Tiba-tiba dia menepuk bahuku. Aku menongkakkan kepala dan melihat dia menatapku dengan tatapan tajam namun tersenyum.
"Kau membacanya?"
Aku mencoba menghentikan air mata yang selalu keluar dari mataku dan berkata…
"Iya."
Bukannya marah, dia memberiku senyuman lembut dan berkata "Syukurlah…" dan langsung menaiki bis.
.
.
.
.
.
.
"Aku rasa dia tahu kalau aku tidak akan memberitahu ini kepada yang lain."
.
.
.
.
.
Semua itu benar. Saat ulangtahunku yang kesembilan tahun. Aku hanya ingat kalau aku koma selama 5 bulan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Aku berhasil selamat."
.
.
.
.
.
"Tapi kenapa aku tidak senang sama sekali?"
