Indifferent

.

.

[CHAPTER 1]

.

.

Cinta itu berkah dari Dewa

Cinta itu hal yang sangat indah

Cinta itu bisa menjamin orang tersenyum ketika ajalnya

Cinta itu manis bagai lolipop

Cinta itu sesuatu yang indah dan tak bisa diungkap oleh kata-kata

Namun itu hanya berlaku bagi orang yang beruntung atas nama cinta

Cinta itu kutukan dari Dewa

Cinta itu malapetaka besar

Cinta itu bisa menjamin orang merintih sampai ajalnya

Cinta itu pahit bagaikan obat

Cinta itu nama lain dari tipu muslihat yang licik

.

Sore di musim gugur yg cerah terasa sangat dingin ketika angin berterbangan ke sana ke mari lalu menggelitiki orang-orang yang lewat mengakibatkan orang itu akan mengigil burung berterbangan di muka langit dan tak peduli oleh jahilnya angin, mereka tetap terbang ke arah selatan untuk bermigrasi ke daerah tropis selama Daegu di selimuti salju empat bulan lamanya. Para tupai berkejar-kejaran membawa banyak sekali makanan di pipinya dan menyimpannya di batang pohon yang tengah mengugurkan daunnya. Sedangkan sang raja siang telah terkantuk-kantuk di ufuk barat dan tak bisa lagi memancarkan sinarnya yang bisa mengundang keringat.

Di pinggiran kota Daegu, terlihat dua bocah lelaki tengah asiknya bersendau gurau di trotoar sambil memakan ttaepokki yang baru saja dibelinya. Dua bocah itu adalah Park Jimin si tembam dengan tubuh pendek dan Kim Taehyung si pemilik senyum kotak dengan tingkahnya yang ajaib.

Jimin dan Taehyung adalah saudara sepupu yang tak pernah terpisah seakan salah satu dari mereka mempunyai gaya gravitasi untuk menarik salah satu dari mereka agar tak terpisah sedetik saja. Orang tua jimin sudah berada di singgasana surga ketika ia masih berusia 3 tahun dan itu adalah alasan mengapa ia pindah ke Daegu karena sebelum meninggal ibunya meitipkan jimin ke saudara laki-lakinya yang tak lain adalah ayah dari taehyung.

Terlepas dari itu taehyung dan keluarganya bukanlah orang yang kaya raya bahkan rumahnya pun tak ada lantai duanya. Ia tumbuh bersama jimin di keluarga yang sederhana di tengah rumah yang berukuran sedang dan lidah mereka tak pernah menyentuh makanan kaum burjois.

"Chimchim sepertinya kita terlalu banyak membeli ttaepoki, aku sudah kenyang dan ttaepokinya masih banyak." Jimin mendelik dan melirik malas kantung plastik yang menyembunyikan ttaepoki di dalamnya. Ia mendengus kesal melihat taehyung yang mengusap perutnya dengan ekspresi yang aneh.

"Itu salahmu taetae, kau yang memesannya jadi kau sendiri yang harus menghabiskannya." Jimin membuang kasar CO₂ dari paru-parunya.

"-Dan jangan membuangnya."

Taehyung yang hendak mendekati tong sampah yang setia berdiri di dekat trotoar mengerucutkan bibirnya lucu yang akan membuat orang-orang gemas ketika melihatnya namun itu sama sekali tak berpengaruh untuk seorang jimin.

Semakin lama mereka menyeret tungkai mereka, semakin dekat tempat berlindung mereka dan taehyung masih setia mengerucutkan bibirnya. Ia sangat kesal dengan jimin, kalau ttaepoki ini di simpan pasti akan dingin dan rasanya tak enak lagi. Memang dasar bocah yang sangat tabu akan susahnya mencari uang atau tak tau kalau membuang makanan akan membuat pahala terpotong.

Hampir tiba di rumah, jimin merasa ada yang janggal dengan rumah mewah di sebelah rumah mereka. Tak biasanya gerbang yang menjulang tinggi itu terbuka lebar-lebar dan ada sebuah mobil hitam mewah yang terparkir rapih di depan rumah. Jimin menaikkan kedua alisnya dan berusaha mengingat kapan terakhir kali ia melihat gerbang tinggi ini terbuka lebar.

Sedangkan pandangan taehyung tidak pada gerbang ataupun mobil mewah, mata polosnya menatap bangku taman di sekitar air mancur yang tengah diduduki anak kecil yang –mungkin- sebaya dengannya. Anak kecil di bangku taman itu menunjukkan ekspresi senang dan di pelukannya ada sebuah boneka beruang hitam degan bulatan merah di kedua pipinya. Taehyung tak tau apa yang ada di alam pikiran anak itu namun nalurinya berkata ia harus mendekati anak kecil yang akan menjadi tetangganya nanti. Tanpa pikir panjang taehyung memerintahkan kedua kaki kecilnya berlari ke arah anak kecil di bangku taman itu. Kedua kakinya telah berhasil melewati pagar tinggi itu dan hampir sampai di depan anak itu.

"Taetae!" Jimin terperanjat kaget menyaksikan taehyung yang semula berdiri di sebelahnya kini tengah berlari memasuki halaman rumah mewah di hadapannya. Namun taehyung mengaktifkan jurus mode tuli sehingga seberapa keras jimin berteriak ia tak dapat mendengarnya.

Taehyung sampai di hadapan anak kecil yang memeluk boneka beruang hitam itu, kini ia menatap penuh selidik anak kecil yang semula duduk kini berdiri karena kehadirannya yang seperti jelangkung –tak diundang-.

Taehyung mendapati mata polos yang jernih, surai hitam yang indah ketika ditiup sang bayu, bibir kecil yang berwarna seperti cherry, kulit putih bagaikan kertas dan tubuh mungil yang dibaluti jaket hitam dan denim khusus anak-anak. Mereka saling menatap dengan tatapan polos dengan mata jernih mereka hingga akhirnya taehyung dirasuki perasaan asing yang tak ia mengerti dan hatinya berdesir bagai ditiup angin musim semi yang hangat. Ketika tersadar, taehyung mengukir senyuman kotak yang menjadi ciri kahasnya membuat anak di hadapannya mengkerutkan keningnya.

"Namaku Kim Taehyung."

Anak di hadapannya ikut tersenyum manis,manis sekali membuat Taehyung tertegun selama beberapa detik.

"Min Yoongi"

Ah rasa penasaran taehyung telah terobati dengan jawaban anak itu, meski berbicara sedikit namun sudah membuat Taehyung senang.

Tanpa pikir panjang –lagi- Taehyung menyodorkan sekantung ttaepoki yang sendari tadi bertengger di tangannya untuk yoongi yang masih menatapnya polos, taehyung kembali memamerkan senyum kotaknya.

"Ini untuk Yoongi, taetae harap yoongi mau berteman dengan taetae." Taehyung terkekeh kecil ketika yoongi menerimanya dengan senyuman lebar dan tatapan yang berbinar.

"Arigatou taehyung-san." Balas Yoongi sambil membungkukan badannya sembilan puluh derajat yang membuat banyak tanda tanya bermunculan di atas kepala taehyung.

"Arigatou itu apa?" Kini giliran yoongi yang terkekeh mendengar pertanyaan polos dari taehyung.

"Aigatou itu artinya termakasih." Taehyung mengangguk. Sejujurnya ia tak paham namun untuk mencegah tingkah khonyolnya keluar di hadapan yoongi ia berlagak seperti orang pintar.

"Dan ini untuk taehyung-san karena mau menjadi teman yoongi."

Yoongi menyodorkan boneka beruang hitamnya kepada taehyung dengan masih memamerkan senyum manisnya

"Namanya kumamon."

"Kumamon?" Yoongi mengangguk semangat dan tertawa kecil.

"Maaf taehyung-san , yoongi harus masuk kita bermain besok saja ya~." Yoongi melambaikan tangannya lalu berlari mendekati rumahnya yang besar. Taehyung menatap yoongi lenyap dimakan pintu dan kumamon bergiliran. Hari itu sebuah kisah baru dua orang bocah telah dicatat oleh langit dan langit tersenyum lalu menyimak kelanjutan kisah antara taehyung yang ceria dan yoongi yang manis.

.

.

Malam itu taehyung termenung menatap boneka kumamon yang sendari tadi duduk di pangkuannya. Pikirannya melayang-layang di langit-langit kamarnya yang tak terlalu luas dan hanya dengan pencahayaan rembulan yang temaram. Ia tak bisa menyingkirkan yoongi dari alam pikirannya, tak juga bisa menyingkirkan sekelebat perasaan aneh yang merasukinya ketika bertatap dengan yoongi. Perasaan apakah itu? mengapa rasanya begitu asing? Dan sayup-sayup ia mendengar suara musik dari arah rumah yoongi, mungkin di sana diadakan pesta tapi kenapa yoongi tidak mengundangnya?

Jimin yang sedari tadi mengawasinya hanya bisa terkekeh geli, dia tau bahwa saudara sepupunya ini sedang dilanda cinta ya meskipun jimin tak tau menau soal cinta karena ia masih anak kecil ingusan.

"Aku pikir kau jatuh cinta dengan anak yang tadi sore, Taetae."

Kalimat yang meluncur itu seketika membuat taehyung terkesiap dan menoleh pada jimin yang berdiri di ambang pintu. Ia menatap jimin polos bercampur bodoh yang membuat tawa jimin seketika meledak.

"Chimchim cinta itu apa?"

Jimin mematung, ia juga tak tau apa itu cinta karena ia mencuri kata cinta dari drama yang selalu ditonton bibinya.

"Keluar dan tanyakan pada imo." Tanpa pikir panjang untuk kesekian kalinya, taehyung berlari sambil memeluk kumamon keluar kamarnya membuat jimin hanya bisa memasang ekspresi yang datar. Rasa penasaran taehyung dengan perasaan aneh tadi sore itu sangat tinggi.

.

.

"Eomma!" Taehyung berteriak sambil tergopoh-gopoh menghampiri ibunya yang sibuk menyiapkan bekal untuk besok.

"Eomma boleh taetae bertanya sesuatu?" Sang ibu hanya mengangguk pelan sambil hilir mudik di hadapan anak semata wayangnya, ia hanya fokus dengan pekerjaannya.

Taehyung sumringah lalu menghantam ibunya dengan pertanyaan yang tak terduga oleh ibunya.

"Cinta itu apa?"

Ibu terperanjat kaget namun kemudian ia tersenyum lembut. Ditaruhnya kotak bekal di meja lalu menghampiri taehyung yang berdiri tak jauh darinya. Ia mensejajarkan tingginya dengan cara berjongkok.

"Taehyung-ah." Ia mengusap surai hitam anaknya dan manatapnya tak kalah lembut dari senyumannya dan senyum sumringah taehyung tak bisa hilang.

"Umurmu berapa nak?"

"Tujuh tahun."

Ibunya melebarkan senyuman

"Tunggu umurmu sedikit lebih dewasa, nanti kau akan tau sendiri apa itu cinta."

Karena tak mendapat jawaban yang diharapkan, taehyung kembali mengerucutkan bibirnya.

"Chimchim bilang taetae sedang jatuh cinta."

"Dengan siapa?"

"Min yoongi." Ibunya menaikkan sebelah alisnya.

"Min yoongi?" Taehyung mengangguk semangat.

"Iya dia anak baru di rumah sebelah, dia manis sekali eomma bahkan dia memberiku kumamon." Taehyung meninggikan kumamon bermaksud pamer pada ibunya.

"Chimchim saja tak tau cinta itu apa." Ibunya tertawa kecil yang mebuat Taehyung melongo kemudian wanita cantik itu berdiri lalu melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti.

"Em eomma bolehkah besok taetae membawa dua kotak bekal?" Kembali, kegiatan ibunya terhenti.

"Satunya lagi untuk siapa?"

"Untuk Yoongi." Jawab taehyung penuh semangat dan ia memekik girang ketika ibunya mengangguk. Taehyung tak sengaja melihat ke arah pintu dapur dan mendapati yoongi yang menatapnya sinis dari jendela rumahnya. Taehyung tak memedulikan tatapan sinis Yoongi, ia malah melambaikan tangannya namun yoongi cepat-cepat menutup tirai jendela. Taehyung begitu kaget akan tingkah ganjil Yoongi namun segera ditepisnya pikiran negatif tentang yoongi.

"Mungkin dia marah karena ttaepokinya sudah dingin."

.

.

Di pagi hari yang dingin ketika sang mentari terhalang oleh mendung, jimin dan taehyung sudah berdiri di depan gerbang rumah dan sudah lengkap memakai seragam sekolah dan syal rajutan yang melilit lehernya. Diprediksikan hujan salju pertama akan jatuh hari ini. Namun taehyung tak peduli, ia sibuk memimikirkan cara untuk memberikan kotak bekal ini pada yoongi. Ia memeluk kotak bekal itu dengan erat membuat jimin semakin yakin kalau sepupunya tengah dilanda cinta.

Tak lama sebuah mobil mewah yang dilihatnya kemarin sore keluar melewati gerbang tinggi mewah di samping rumahnya, membuat taehyung terperanjat kaget karena dugaannya kalau yoongi berjalan kaki ke sekolah meleset. Dan untuk kesekian kalinya taehyung tak berpikir panjang dan mengejar mobil itu dari trotoar dan lagi ia membuat jimin kaget.

"Taetae!" Jimin berteriak agar bisa menghentikan taehyung dari tindakan bodohnya.

"Yoongi, Min yoongi!" Taehyung berteriak berusaha menghentikan mobilnya dan tak peduli ia sedang dikejar jimin yang meneriakinya. Matanya melihat yoongi yang duduk di jok belakang tanpa menolehnya sedikit pun.

"Yoongi tunggu tae."

Taehyung terus berlari dan berteriak, tak peduli akan tatapan orang-orang di sekitarnya dan tentu saja tak peduli akan Jimin.

Namun akhirnya ia kehabisan tenaga paginya dan terjatuh dengan makanan yang berserakan di hadapannya. Ia menyerah, yoongi tak peduli dengannya. Ia merasa bersalah karena memberikan ttaepoki dingin pada yoongi dan membuatnya marah. Taehyung merasakan darah mengalir di lututnya, namun ia malas untuk bangun dan berdiri.

Dalam sekejap ia mendengar nafas tersengal di sampingnya dan merasakan guncangan pada bahunya. Taehyung masih tak mau bangkit.

"Taetae kau tak apa?"

"Yoongi maaf telah memberikan ttaepoki dingin"

.

.

.

TO BE CONTINUE