DANSE MACABRE
—prolog
Disclaimer:
Hetalia © Hidekaz Himaruya
Plot fic ini © saya
Warning:
AU. OOC maybe. Characters' death. Slight gore.
.
Based on Black Death, Medieval Age, with adaptation.
.
. . .
Maut, Maut.
Di mana kau bersembunyi?
Satu mati, satu lagi diambil pergi
. . .
Sepasang mata yang tak mengerti. Secuil makanan yang tak tampak berbahaya. Sebuah rumah yang tak terawat. Satu tubuh yang tak bersalah, dihinggapi oleh parasit tanpa nama.
"Oh, anakku! Anakku! Jangan! Jangan mendekat!"
"Tapi ibu—"
"Maut ada di sini, anakku! Jangan mendekat! LARI!"
"Ibu…" Satu tangis yang tak terbendung.
"Maut! Ambil aku, tapi biarkan anakku hidup!"
"IBUU!"
Satu tubuh yang tak bersalah. Ditinggal mati setelah gelembung bengkak yang menghiasi kulitnya pecah. Satu jiwa yang tak bersalah. Dijemput maut yang menjejak darah dan nanah yang masih mengalir basah.
Parasit tanpa nama—menyampaikan kutukan dari sang Maut.
. . .
Mati, Mati.
Menari di bawah langit yang kelam
Menebar kutukan, mengundang setan
. . .
Seorang bocah. Gelembung pertama dari infeksi terlihat menghiasi wajahnya. Perlahan menyebar ke lehernya, punggungnya, dadanya, seluruh tubuhnya.
Seorang pria menatapnya dengan kasihan, dari balik dinding tinggi. Mengirimkan kata-kata simpati tanpa suara karena kematian sang ibu, lewat sorot sepasang matanya yang redup oleh sendu pilu. Di saat yang sama menanyakan apa yang telah terjadi dengan ibukota besar ini.
Seorang pria yang menatap sang bocah dengan kasihan—mencoba bertahan sendirian. Bersembunyi dari pesta pora kematian di balik dinding batu yang lemah. Lemah—karena tak akan bisa menghentikan dirinya pergi dari Byzantium menuju alam yang lain, dengan jejak kaki serupa Danza Macabra.
Seorang pria yang berlindung dari langkah dansa sang Maut. Tanpa ia ketahui parasit tanpa nama telah menyusup ke dapurnya. Seekor tikus hitam. Menyiapkan perangkap tanpa jalan keluar.
Seorang pria. Menanti waktunya berakhir.
. . .
Maut. Oh, Sang Maut.
Bersenang-senang dalam tiap langkah dansa
Beralaskan daging dan abu, bermandikan api dan darah
. . .
Teriakan mereka membumbung tinggi. Rasa sakit. Rasa takut. Permohonan ampun—
"Ampun! Ampun! Berikan kesembuhan pada kami!"
Api yang membara, membakar satu per satu tubuh yang sedikitpun tak mengerti. Api yang membara, mengambil satu per satu napas mereka yang hampir tak tersisa.
"Sang Maut tertawa. Setan mengambil saudara-saudara kita."
"Akhiri ini semua! Jangan biarkan mereka yang sakit sampai ke sini!"
"Wahai, manusia! Kalian tak pantas untuk hidup lagi! Lihat diri kalian!"
Parasit tanpa nama telah mengambil segalanya dari mereka. Parasit tanpa nama—yang memangku sebagian dari kengerian itu. Parasit tanpa nama, mewabah dalam undangan ketidakpastian yang disebar oleh sang Maut.
"Kapan wabah ini akan berakhir?"
. . .
Sang Maut. Maut!
Mengundang mereka untuk berdansa bersama mayat
Langkahkan kaki dan menarilah di atas panggung kualat
. . .
Satu bayangan berwajah pucat. Sebuah topeng menutupi sebagian wajahnya. Surainya yang gelap teracak oleh angin keras. Satu kota meradang. Ratusan orang yang memohon ampun dan kesembuhan.
Sakit. Ia merasa sakit. Namun ia berbeda dari mereka.
Parasit tanpa nama telah menghantui kotanya. Sang Maut mengirimkan persembahan untuknya. Pikirannya sendiri dihantui oleh perasaan mereka.
Tidak! Belum saatnya kota ini jatuh. Belum saatnya Constantinople hancur.
Keyakinan terbentuk, hanya untuk dijatuhkan lagi. Karena kala jantungnya berdetak, rasa sakit itu terus saja menyergap dadanya seperti sejuta tusukan jarum. Rasa sakit yang dirasakan orang-orangnya.
"Apa sebenarnya maumu?"
Jubah hitam yang telah koyak berkepak tertiup angin. Kabut kengerian tak kasat mata melayang di sekeliling sosok berwajah setirus tulang belulang. Sang Maut terbahak-bahak di hadapannya. Padatan kalsium penyusun tubuhnya terdengar gemeretak ketika beradu. Suara itu mengolok-olok dirinya yang tak mampu menolong mereka. Menertawakan seorang yang lemah seperti dirinya.
"Kau memang tidak berguna, Turki. Sama saja seperti Justinian."
Ia bisa melihat refleksi ketakutan yang tersorot dari sepasang matanya, terpantul dari mata tajam sabit sang Maut.
. . .
Mati! Maut!
Sambut manusia dalam dunia bawah
Antarkan jiwa pengecut mereka ke abadiah
. . .
Sepasang mata tertutup. Satu jiwa diambil lagi. Tubuh tertinggal, kini tak berarti. Hanya satu dari ribuan manusia yang meradang, yang kini tak tersisa. Eropa menanti ambang suratannya.
"Aku? Aku hanya ingin memiliki orang-orangku sendiri seperti kalian. Dunia bawah terlalu sepi."
Sebuah prelude.
(end of prolog—tbc)
[Listen to: Within Temptation ft. Chris Jones – Utopia]
. . .
*) Danse Macabre (French); Danza Macabra (Italian): Dance of the Death
.
Plague of Justinian I; wabah pes yang terjadi di Konstatinopel (sekarang Istanbul), Byzantium (sekarang Turki), tahun 541-542 AD. Terjadi di masa kekuasaan Justinian I dan membunuh sampai 10.000 orang per hari, juga mengurangi kira-kira 40% dari populasi kota Konstatinopel. Salah satu epidemik hebat pertama dalam sejarah yang diduga disebabkan outbreak bakteri Yersinia pestis penyebab penyakit pes yang disebarkan lewat infeksi pada kutu tikus.
. . .
Emejingnya, fic ini jadi multichapter… untuk si author yang lele ini terlalu sering (dan suka) bikin oneshot :o
Plot terinspirasi dari Black Death, Medieval Age di Eropa—dan mungkin sedikit Asia. Tapi bisa dilihat, nama yang digunakan dalam fic ini adalah nama yang sekarang, bukan nama Medieval. Dan saya tak bisa menjanjikan update reguler, karena kuliah sudah mulai serius. Seribu-rius (?).
Terakhir, tanpa banyak patil (?) lagi, sisihkan semenit untuk review, s'il vous plaît? m(-,_,-)/
-knoc
