Fictogemino: Disebut juga fiksi kembar. Karya fiksi ini memiliki alur ganda. Dapat dibaca dari paragraf pertama ke paragraf terakhir atau sebaliknya, dari paragraf terakhir ke paragraf pertama. Isn't it interesting? Let's try!


Kuroko no Basket © Tadatoshi Fujimaki

[ saya tidak mengambil keuntungan material apapun dari pembuatan fanfiksi ini. I own nothing but the plot ]

.

Ditulis untuk the geminos

Semoga bisa dinikmati~

.

Solilokui Sepi

Di atas, langit cerah. Matahari tengah hari mengawal arakan awan-awan putih yang lena dalam rengkuhan angin padang. Di antara gelombang hangatnya, gemerincing edo furin—yang ia gantung di dahan di atas kepalanya—mengantarnya pada badai yang tenang di dalam kepalanya. Ia ada di posisi semacam maju menyakitkan, mundur sangat disayangkan, dan diam tidak menyelamatkan apa-apa. Akashi Seijuuro memejamkan mata, menyembunyikan pijar merah bola matanya.

Wajahnya menghangat. Dan, itu terasa sedikit menyenangkan.

Ia sedang bersembunyi—atau mungkin berlari? Di tempat rahasia pada waktu rahasia untuk merayakan hal-hal rahasia. Di tempat ini, ia bisa menjadi diri sendiri. Meski tetap ada rasa bersalah, di tanah ini ia boleh menyerah. Melepas semua jenis ekpektasi.

Terkadang ia bingung. Semakin dewasa, ia semakin tak tahu ingin menjadi apa. Bimbang merayapinya seperti bayangan di semua jalan yang ia tapaki. Semakin ia mencoba memecah permasalahan, ia semakin tak berani membayangkan masa depan.

Sering ia pikir, selama ini ia terlalu penurut. Ia melakukan semua yang diperintahkan dan mengabaikan dirinya. Dan karena itu, ia menyalahkan diri sendiri. Di pikiran lain, ia menyalahkan ayahnya dan lingkungannya yang telah memengaruhi jiwa dan kepribadiannya sehingga ia terbentuk menjadi seperti yang sekarang. Perfeksionis, egois dan individualis, serta tertutup dan angkuh. Namun, di antara dua pemikiran itu, muncul pikiran lain, bahwa mencari orang yang bisa disalahkan adalah perbuatan kekanakan. Sisi bijaksana yang lebih sering memperkeruh suasana.

Dadanya sesak. Napasnya tercekat. Ia cengkeram ilalang kuning di bawah telapak tangannya. Tidak. Bahkan di tempat ini dan dalam keadaan menyerah sekalipun, ia menolak untuk menangis.

Kesepian dan kesendirian—sesungguhnya—adalah tempat yang ingin sekaligus tak ingin ia kunjungi. Kesepian memberinya kebebasan hingga menebas semua jenis batas. Sementara kesendirian selalu membuatnya meragukan semua keyakinan.

Pemuda itu mendesah keras.

Setiap kali ke tempat ini, semesta merengkuhnya dalam bimbang seperti lengan ibu yang tak pernah habis kesabaran. Di tempat ini ia biasa berbaring, menyerahkan diri, membiarkan angin mengantar damai dengan tiupannya dalam kelindan gelombang yang tak beraturan.

END.


solilokui/

1 n senandika; 2 sen cara aktor menyampaikan curahan hati dan keluhan dari tokoh yang diperankan dengan berbicara sendiri.


Ini percobaan fictogemino pertama saya. Pendek, hanya 315 kata. Jadi, untuk mengetahui bagaimana hasilnya, saya butuh pembaca sekalian. Segala bentuk tanggapan selalu saya tunggu di kotak review.

Terima Kasih,

Kavya.

—Mataram, 6 Juni 2017