Tittle : IKANAIDE (DON'T GO)

Author : Vanilla Sky

Cast :

Jeon Jung Kook

Kim Tae Hyung

BTS Member

Genre : Hurt/comfort; romance; drama; Shou-ai;

Lenght : Twoshoot [1 of 2]

Warning : Maaf jika ada kalimat yang salah dalam penggunaan, saya bukan orang yang bekerja di dunia kesehatan. Jadi, kalau ada pemakaian sesuatu dalam dunia medis yang kurang tepat, harap maklumi. Jangan di bash ya, lebih baik beritahu di mana letak kesalahan yang saya lakukan. Jika merasa pernah baca FF ini dan merasa tidak asing, ini sebenarnya pernah saya share di note facebook dengan cast Baek Hyun, Kyung Soo, dan Chan Yeol. Tapi waktu itu saya masih pakai nama pena yang dulu. Jadi jangan anggap ini FF plagiat ya, ini FF anggap saja remake dari IKANAIDE versi ChanBaek, karena memang FF ChanBaek yang saya share di facebook belum selesai sepenuhnya. Jadi tidak ada salahnya kalau saya remake jadi versi Vkook dan selesaikan FFnya. JIKA TERDAPAT KESAMAAN KARAKTER, CAST, PLOT ITU MURNI TIDAK DISENGAJA!

IKANAIDE (DON'T GO) © 2015

Vanilla Sky


Chapter 1

Di benak Yoon Gi, tidak pernah terbersit sedikit pun pemikiran bahwa ia akan merasakan sesak saat mengetahui kenyataan Jung Kook menutupi sesuatu darinya. Bahkan, ketika Yoon Gi menanyakan kemana Jung Kook akan pergi setiap hari kamis bersama Nam Joon. Maka Jung Kook akan cepat menjawab bahwa ia rindu orang tuanya, dan sang leader mengantarkan dirinya pulang. Begitukah?

Kecurigaan ini bermula saat Jung Kook ditemukan koleps di belakang panggung pada salah satu acara beberapa minggu yang lalu setelah mengeluh sesak napas. Sejak saat itu, Jung Kook sering keluar bersama Nam Joon atau manajer hyung. Atau bahkan jika kedua pria itu tak bisa mengantar, ia akan pergi dengan menggunakan sopir pribadi yang telah disiapkan oleh orang tuanya.

Pertanyaan yang masih tersimpan rapi di benak Yoon Gi adalah... ke mana magnae kesayangannya itu pergi?

Hari ini, seperti biasa, pada saat jadwal kegiatan BTS tak terlalu padat. Seluruh anggota lebih memilih berdiam diri di dorm. Bersantai bersama anggota lain untuk sekedar mengobrol, menonton film terbaru atau pun bermain game bersama. Yoon Gi kebetulan sedang membuat beberapa cemilan kecil untuk seluruh anggota. Ia tampak sangat sibuk bergelut dengan beberapa makanan di dapur. Sampai seseorang mengejutkannya dari belakang...

"Kook, bisakah kau tidak membuat mood-ku buruk satu hari saja?" Jung Kook hanya mengangkat bahunya saat menanggapi teriakan kesal Yoon Gi padanya. Dengan santai pemuda cantik itu kemudian mengambil susu stroberi dinginnya di dalam lemari es.

"Hyung, susuku habis. Bisakah kau mengantarku ke supermarket setelah memasak?" Yoon Gi mengangguk setuju. Kebetulan bahan makanan untuk satu minggu ke depan memang sudah habis. Jadi tidak ada salahnya jika ia menyetujui ajakan Jung Kook.

Setelah perbincangan singkatnya dengan Yoon Gi, Jung Kook pun lantas meninggalkan pemuda itu sendirian di dapur. Lalu si manis berjalan menuju ruang keluarga, tempat di mana seluruh anggota tengah mengobrol dan menonton film. Ia kemudian menjatuhkan tubuhnya di sofa, ruang kosong di samping Tae Hyung.

"Kau dari mana, Kook?" tanya Tae Hyung yang masih sibuk dengan popcorn di mulutnya.

"Dari dapur. Hari ini aku dan Yoon Gi Hyung akan pergi ke supermarket. Apa di antara kalian ada yang ingin menitip sesuatu?"

"Belikan susu pisang ya, Kook. Aku rindu minuman itu, sudah lama tidak meminumnya," itu Ji Min yang berbicara.

"Apa tidak sebaiknya aku saja yang pergi, Kook? Aku takut kau kelelahan."

Suara sang leader membuat Tae Hyung, Seok Jin, Ji Min atau bahkan Ho Seok menatap Jung Kook penuh selidik. Nam Joon tentu saja mengutuk dirinya sendiri karena kekhawatirannya yang berlebih pada sang magnae.

"Ah... maksudku, aku juga ingin membeli sesuatu. Boleh 'kan aku ikut?"

Menanggapi ucapan Nam Joon, Jung Kook hanya mengangguk dan menyandarkan kepalanya di bahu kanan Tae Hyung, membuat alien kesayangannya itu sontak mengelus kepalanya sayang.

"Mengapa Jung Kook-ie menjadi manja seperti ini, eoh?" Tae Hyung terkekeh gemas dengan sesekali mencubit hidung runcing Jung Kook.

"Tidak apa-apa jika itu padamu 'kan, Hyung?"

"Tentu saja. Kemarilah biar aku mem─ya!"

Seseorang melemparkan apron bergambar pororo pada Tae Hyung, membuatnya memekik kesal. Sementara Yoon Gi-sang pelaku-hanya menjulurkan lidahnya pada Tae Hyung.

"Rasakan! Siapa suruh kau mau macam-macam padanya. Ayo Kook kita pergi."

Mendengar Yoon Gi memanggil namanya, Jung Kook lantas bangkit. Akan tetapi, pada saat ia akan melangkah tiba-tiba Tae Hyung menahan lengannya. Jung Kook sontak menoleh ke belakang, menatap Tae Hyung.

"Hati-hati di jalan. Jika Jung Kook-ie lelah jangan memaksakan diri." Jung Kook mengangguk senang. Sebab Tae Hyung jarang sekali memperlakukannya manis seperti ini.

"Akan kubelikan tiramisu untuk, Hyung. Aku pergi."

Yoon Gi kemudian menggandeng tangan Jung Kook, sementara Nam Joon hanya mengikuti dua pemuda mungil itu dari belakang.


Jika memilih itu sulit...

Mengapa harus ada pilihan di dunia ini?

Mengapa Tuhan tidak langsung memberikan satu yang menurut-Nya baik?

.

"Ini, tadi aku sudah berjanji akan membelikan Hyung tiramisu, bukan? Jadi... makanlah."

Tae Hyung menerimanya dengan senang hati. Ia bahagia karena Jung Kook begitu memerhatikannya. Namun pada saat yang sama, sepasang mata lain memandang Jung Kook dan Tae Hyung dengan tatapan sendu. Yoon Gi, pemuda mungil itu hanya menatap keduanya dengan tatapan yang sulit diartikan. Bahkan tanpa diketahui seluruh saudaranya, berkali-kali ia mengepalkan tangannya dan menghela napas dalam.

"Hyung, bantu aku mengambil sesuatu di dapur," ucap Jung Kook berhasil membuyarkan lamunan Yoon Gi. Satu anggukan dari Yoon Gi membuat Jung Kook tersenyum manis. Lantas tangannya pun terangkat tatkala Hyung mungil kesayangannya, yang selalu menjadi lawan bertengkarnya itu lebih banyak diam hari ini.

Di dapur, Yoon Gi tengah sibuk mengupas buah apel, tangannya tampak telaten membelah buah itu menjadi beberapa bagian, kemudian ia memindahkan semuanya ke dalam piring. Sedangkan Jung Kook masih menuangkan sirup jeruk pada gelas.

"Kook, sirupnya tumpah!" teriak Yoon Gi saat Jung Kook tak sengaja menuangkan sirup itu lebih banyak dan akhirnya meluber keluar.

"Ah... mengapa bisa sampai begini?!" pekiknya kesal.

Yoon Gi hanya menggeleng gemas manakala Jung Kook terus merutuki perbuatannya yang tidak pernah benar. Lalu, Yoon Gi pun membantu Jung Kook membersihkan lelehan sirup yang membasahi sebagian meja makan.

"Terima kasih. Hyung memang nomor satu," ucap Jung Kook seraya mengacak gemas surai blonde milik Hyung kesayangannya itu.

Entah karena perlakuan Jung Kook yang manis, atau memang udara di sekitar dapur panas, mengapa kali ini wajah Yoon Gi dihiasi semburat berwarna merah muda? Pemuda manis itu jelas tersipu dan lebih memilih menundukkan pandangannya, mengalihkan sesaat dari objek yang membuatnya tak bisa bernapas untuk beberapa detik.

"Hyung, apa kau baik-baik saja? Telingamu memerah."

Yoon Gi gelagapan mendengar penuturan polos Jung Kook. "Ah... udara di sini panas, Kook. Sepertinya aku harus meminta manajer Hyung untuk memasang air conditioner di tempat ini," kilahnya, kemudian berjalan meninggalkan Jung Kook sendirian.

"Panas? Bukankah saat ini musim gugur, dan yang aku tahu cuaca bahkan sangat dingin," ucap Jung Kook yang kemudian menyusul Yoon Gi.

.

.

.

Saat-saat seperti inilah yang Jung Kook akan rindukan. Sampai kapan kebersamaan ini akan ia rasakan? Tiga bulan, satu tahun atau bahkan beberapa puluh tahun yang akan datang?

Jung Kook bersyukur dipertemukan dengan orang-orang menyenangkan dalam hidupnya. Nam Joon, walaupun terkadang kadar kecerewetannya melebihi batas normal, akan tetapi ia tahu, jika Nam Joon adalah tipikal orang yang begitu peduli.

Tae Hyung, si alien kesayangan Jung Kook itu jelas adalah orang yang bisa mengubah mood buruk siapapun kembali membaik. Tak heran jika aliennya mendapat julukan anggota teraneh, sebab Tae Hyung memang orang yang sangat menyenangkan; walau wajahnya akan berubah seperti orang bodoh dan sangat aneh. Terkadang Jung Kook membenci Tae Hyung ketika pria itu mulai memamerkan senyumannya yang terlihat seperti orang bodoh.

Sementara Yoon Gi, dari awal Jung Kook selalu berusaha ingin lebih dekat dengan pemuda yang usianya lebih tua beberapa tahun di atasnya itu. Awalnya Jung Kook mengira bahwa Yoon Gi tidak akan pernah membuka hati dan membiarkan dirinya dekat. Namun sekarang Jung Kook begitu menyayangi Yoon Gi. Pemuda itu bahkan bisa menempatkan dirinya pada situasi apapun, Yoon Gi selalu mempunyai tempat istimewa setelah Tae Hyung tentunya. Dan itulah yang membuat Jung Kook merasa menyesal jika pada akhirnya ia akan pergi meninggalkan orang-orang yang begitu ia sayangi.

Bagaimana jika ia pergi? Pasti Ji Min lah orang yang pertama kali menangis histeris melihat tubuhnya terbujur kaku. Atau Ho Seok yang akan terdiam tanpa ekspresi, dan Seok Jin... oh, pasti Hyung tertua kesayangannya itu pun akan menangis dan mogok melakukan apapun. Bagaimana dengan Yoon Gi dan Ho Seok? Apakah mereka juga akan menangis seperti Ji Min saat dirinya benar-benar pergi? Oh tidak! Hal yang paling tidak ingin ia pikirkan adalah tentang Tae Hyung-nya. Tidak! Ia tak sanggup membayangkan alian kesayangannya itu.

"Hei, kau melamun, eum?" tiba-tiba Tae Hyung berhasil menarik jiwa Jung Kook kembali ke alam nyata.

Jung Kook hanya menggeleng. "Hyung, aku lelah. Bisakah mengantarku ke kamar?"

Tae Hyung mengangguk. "Tentu saja, ayo."

Tae Hyung mengulurkan tangannya, menunggu Jung Kook. Dengan senang hati si mungil langsung menggenggam jemari besar milik Tae Hyung.

"Selamat tidur, Kook," ujar Yoon Gi.

"Hyung juga. Selamat malam semuanya."


Di dalam kamar, Tae Hyung telah lebih dulu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang jaraknya beberapa petak dari tempat tidur Jung Kook. Pria itu masih belum tidur, hanya saja ia mencoba memejamkan matanya, menunggu Jung Kook yang masih berada di kamar mandi. Tak berselang lama, kelopak matanya kembali membola saat pintu kamar terbuka, menampilkan Jung Kook telah memakai piyama yang nyaris kebesaran di tubuhnya.

Jung Kook sendiri masih tak menyadari bahwa saat ini Tae Hyung tengah menatapnya. Pemuda mungil itu berjalan dan berdiri tepat di depan cermin berukuran besar. Sesaat, ia meneliti tubuhnya di depan cermin. Pipinya kini semakin tirus, kelopak matanya bahkan memiliki kantung mata seperti panda. Betapa mengenaskan sekali tubuh Jeon Jung Kook sekarang. Kulitnya memang putih, akan tetapi apakah bibir yang semula merah itu pun harus berubah menjadi pucat pasi?

"Kau masih terlihat manis, Kook," ucap Tae Hyung yang kini tengah berdiri dibelakang tubuh mungil Jung Kook. Sejak kapan Tae Hyung di sana?

"Tidakkah Hyung melihat bahwa aku begitu mengerikan?" Tae Hyung menggeleng. Ia semakin merapatkan tubuhnya pada Jung Kook. Tangannya pun bahkan telah tersampir di bahu Jung Kook.

"Tidak apa-apa. Di mataku Jung Kook tetap terlihat manis, walau nanti penampilan Jung Kook lebih buruk dari ini."

Jung Kook menatap sendu pantulan bayangan dirinya dan Tae Hyung di depan cermin. "Sejak kapan Hyung mengetahui ini?"

Tae Hyung terkesiap. "Mengetahui apa?"

"Tentang apa yang terjadi padaku."

Deg. Tae Hyung menegang, ia memang bukan pembohong ulung. Dan salahkan Jung Kook yang terlalu mudah membaca pikirannya.

"Sejak tak sengaja membaca hasil kesehatan yang kau sembunyikan di bawah bantal," ujar Tae Hyung. "Mengapa harus menutupi itu dariku, eum? Apa Jung Kook takut?"

Jung Kook mengangguk. "Terlalu takut."

Tae Hyung mengerti kondisi Jung Kook saat ini. Ia tidak ingin banyak bertanya, walau ia belum tahu penyakit apa yang di derita Jung Kook. Ia hanya ingin saat ini Jung Kook lebih terbuka padanya. Ia hanya ingin Jung Kook tidak lagi menutupi apapun darinya. Sekalipun itu menyakitkan, tidak apa. Selama itu Jung Kook, Tae Hyung akan selalu siap melakukan apapun.

"Tidak perlu takut. Aku akan selalu bersamamu. Jangan mengkhawatirkan apapun. Dan satu hal... jangan lagi menyembunyikan apapun dariku." Jung Kook mengangguk. Dan malam ini berakhir dengan Jung Kook yang menangis dalam dekapan Tae Hyung.

'Vonis apapun tidak akan mengubah perasaan ini untukmu. Karena Kim Tae Hyung sangat menyayangi... Jeon Jung Kook. Sangat!'


Seluruh anggota BTS saat ini tengah bersiap untuk jadwal pemotretan pada salah satu majalah terkemuka di Korea. Mereka tengah berada di perjalanan menuju tempat pemotretan. Jung Kook duduk bersebelahan dengan Yoon Gi dan Tae Hyung di belakang. Ji Min, Seok Jin, dan Ho Seok berada di tengah, sementara Nam Joon serta manajer Hyung berada paling depan.

Jung Kook terkekeh saat mendengar celotehan Ji Min yang bercerita bagaimana mimik ketakutan Ho Seok ketika kedua Hyung-nya itu menonton film horor bersama beberapa waktu lalu. Atau sesekali si manis akan tersipu malu manakala Tae Hyung menggodanya. Dan tak jarang pula ia akan berbicara dengan Yoon Gi yang berada di samping kanannya. Bahkan Jung Kook tak segan menggenggam jemari lentik milik Yoon Gi dan jemari besar Tae Hyung secara bersamaan. Dan itu jelas membuat Yoon Gi menegang, sementara Tae Hyung tetap santai.

"Seok-ie Hyung kemarin hampir menangis saat hantu dalam filmnya mulai muncul. Ah... sayangnya kalian tidak melihat itu. Jika melihat, kalian pasti akan tertawa sampai terkencing-kencing melihat betapa jelek ekspresi, Seok─aww! Kau menginjak kakiku, Hyung!" pekik Ji Min saat Ho Seok berhasil menginjak kakinya kasar.

"Hukuman untukmu, bocah pendek. Sialan!"

Semua kembali tertawa, saat melihat tingkah Ji Min dan Ho Seok tak pernah akur satu sama lain.

"Sudah-sudah. Ho Seok, kau harus mengalah karena bagaimanapun Ji Min tetap lebih muda darimu. Dan kau Jim, jangan pernah menggoda Hyung-mu lagi," jelas sang manajer, membuat Ji Min hanya menangguk patuh.

Mereka pun akhirnya tiba, berjalan menuju ruang make up, serta langsung berganti pakaian dengan wardrobe yang sudah disediakan oleh pihak majalah.

"Maaf, kami agak sedikit terlambat."

Pihak majalah masih memaklumi keterlambatan anggota BTS. Ini pertama kali mereka telat tiba di tempat acara. Dan salahkan jalanan kota yang hari ini padat merayap.

"Sebaiknya kalian bersiap-siap."


Yoon Gi sesekali melirik ke arah Jung Kook yang tengah duduk menyandarkan kepalanya pada tepian sofa. Pemuda cantik itu rupanya tertidur setelah sesi pemotretan selesai. Yoon Gi mengedarkan pandangannya pada seluruh sisi ruangan, semua anggota masih melakukan pemotretan untuk bagiannya masing-masing, sementara dirinya dan Jung Kook memang mendapat giliran pertama. Ia kemudian menggeser posisi duduknya semakin dekat dengan Jung Kook yang masih terlelap. Yoon Gi pun memberanikan diri membelai surai coklat madu milik Jung Kook. Sangat hati-hati karena ia tak mau sampai membuat Jung Kook terbangun dengan ulahnya.

"Aku menyayangimu, Kook..." bisiknya lirih, kemudian Yoon Gi menggenggam tangan Jung Kook. Dingin, mengapa tangan Jung Kook sangat dingin? Apa air conditioner dalam ruangan ini suhunya memang terlalu tinggi?

"Yoon Gi Hyung..." Yoon Gi terkejut saat mendengar Jung Kook menggumankan namanya. Namun ia kembali bernapas lega, sebab Jung Kook hanya mengigau rupanya.

"Beristirahatlah. Aku tahu akhir-akhir kau sering kelelahan. Tidurlah," entah mengapa ucapan Yoon Gi seperti mantra pengantar tidur untuk Jung Kook. Pemuda mungil itu pun balas menggenggam tangan Yoon Gi dalam tidurnya.

"Lelah sekali!" teriak semua anggota yang baru saja masuk ke dalam ruang make up. Yoon Gi masih duduk dan sibuk dengan smartphone yang berada di tangan kirinya.

"Hyung, Jung Kook sudah lama tertidur?" tanya Tae Hyung yang kini duduk pada penyangga sofa di dekat Jung Kook.

"Sudah hampir setengah jam, Tae. Sepertinya Jung Kook kelelahan. Biarkan saja dulu." Tae Hyung mengangguk, pemuda tampan itu tersenyum manis saat melihat betapa damainya Jung Kook ketika tertidur. Berbeda dengan malam-malam biasa, di mana ia akan menemukan Jung Kook terbatuk dan napasnya tiba-tiba sesak. Tangan besar Tae Hyung secara refleks membelai surai Jung Kook sayang. Betapa ia begitu memuja sosok manis kesayangannya itu.

"Jung Kook, kita pulang. Nanti Jung Kook bisa tidur kembali di van," ucap Tae Hyung setengah berbisik.

Jung Kook menggeliat dan matanya mengerjap lucu berkali-kali. Saat ia membuka mata, sosok Tae Hyung yang pertama kali dilihatnya.

"Kau lelah, eum?"

Jung Kook menggeleng. "Hanya sedikit. Maaf, pasti kalian menunggu lama."

"Tidak apa-apa," ujar semua anggota kompak.

Semua berjalan lebih dulu menuju van, Jung Kook masih meregangkan tubuhnya. Ia, Tae Hyung dan Yoon Gi lah yang berjalan paling akhir menuju van. Jung Kook berjalan terhuyung kali ini, entah kenapa tiba-tiba ritme jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Sebisa mungkin, Jung Kook berulang kali menghembuskan napasnya. Tae Hyung menyadari hal itu, ia kemudian menghampiri Jung Kook.

"Apa yang sakit?"

Jung Kook menggeleng saat melihat Tae Hyung begitu panik. Berulang kali Jung Kook menggumamkan kata maaf pada pemuda kesayangannya itu, karena telah membuatnya khawatir. Sementara itu Yoon Gi menangkap ekspresi berbeda dari Tae Hyung. Ia melihat raut kekhawatiran Tae Hyung lebih di dominasi dengan ketakutan yang berlebih. Sorot mata Tae Hyung terlihat menahan kesedihan yang mendalam tatkala pemuda itu menatap binar cantik Jung Kook yang terlihat sendu.

"Mau kugendong?" tawar Tae Hyung.

"Tidak perlu. Hyung juga pasti lelah, sebaiknya bantu aku berjalan saja."

Tae Hyung mengangguk, tangannya kini melingkar manis di pinggang Jung Kook. "Ayo, Yoon-ie Hyung."

"Ah... iya, Kook."


Sebenarnya Jung Kook berusaha untuk tertidur dengan menyandar pada dada bidang Tae Hyung. Namun matanya menolak, walaupun tubuhnya sangat lelah. Jung Kook hanya menatap sendu kelima saudaranya itu. Hanya sesekali ia tersenyum tipis saat Ji Min-yang memang belum menyadari apapun-kembali menggoda Ho Seok.

"Kook-ie tidak apa-apa, kan?"

Jung Kook menolehkan kepalanya, menatap Yoon Gi yang kembali duduk bersamanya dan Tae Hyung di belakang. "Aku baik-baik saja, Hyung," ucap Jung Kook dengan tangannya kembali menggenggam lembut jemari kecil Yoon Gi.

Jika di lihat secara seksama, mungkin ini seperti cinta segitiga. Di mana Jung Kook secara terang-terangan bermesraaan di depan Tae Hyung dengan Yoon Gi. Namun, seperti yang mereka tahu, jika Jung Kook memang terlampau dekat dengan Yoon Gi. Dan Tae Hyung pun tak pernah mempermasalahkan hal itu. Ya, walau terkadang protes kecil pasti akan Tae Hyung lontarkan jika Jung Kook lebih sering menghabiskan waktu dengan Yoon Gi.

Yoon Gi memang sangat menyayangi Jung Kook. Jung Kook pun demikian, ia akan lupa dengan hal di sekitarnya-termasuk Tae Hyung-jika ia dan Yoon Gi tengah bersama. Entah mengapa, Yoon Gi seperti menjadi pelengkap hidupnya setelah Tae Hyung. Jung Kook selalu menyukai sepasang iris hazel Yoon Gi yang membentuk garis lurus pada saat pria manis itu tertawa, atau di kala ia menunjukan ekspresi terkejutnya. Bahkan Jung Kook tak jarang menggoda Yoon Gi, hingga keduanya saling memukul satu sama lain; walau sebenarnya Yoon Gi yang lebih sering memukul Jung Kook.

"Aku ingin makan es krim, Hyung." Nam Joon yang duduk paling depan refleks menoleh ke arah Jung Kook.

"Tidak, Kook. Ini sudah malam, lagipula udara di luar sangat dingin. Jadi, bagaimana jika besok saja Hyung belikan es krimnya?"

Jung Kook mengerucutkan bibirnya. "Hyung tidak seru," cibirnya membuat Yoon Gi terkekeh.

"Ya! Seharusnya rajukan seperti itu hanya aku yang boleh melakukannya, Kook," itu Ho Seok yang protes.

"Ish... Hyung ini. Kau itu sudah tua, Hyung." Jung Kook menjulurkan lidahnya. Membuat Ho Seok menekuk wajahnya kesal, lalu memalingkan wajahnya dari Jung Kook.

"Jin Hyung, mengapa Hyung tidak membelaku saat kelinci nakal itu mengejekku." Ho Seok merajuk pada Seok Jin. Sementara anggota lain lebih memilih diam, dan tak memedulikan tingkah Ho Seok.


Ini hari Kamis, hari di mana Jung Kook mengatakan akan mengunjungi kedua orang tuanya. Tapi kali ini ia tidak didampingi oleh Nam Joon atau pun sang manajer, melainkan Tae Hyung lah yang menemani Jung Kook pergi. Yoon Gi sebenarnya penasaran, apakah Jung Kook benar-benar pergi menemui orang tuanya atau ada tempat lain yang ia kunjungi? Akan tetapi, ia tak berani menanyakan apapun lagi pada Jung Kook. Karena percuma menurutnya, Jung Kook pasti mengatakan hal yang sama sebagai jawabannya.

"Kau akan pergi lagi, Kook?" kali ini Ji Min yang bertanya saat Jung Kook baru saja duduk di kursi makan bersebelahan dengan Tae Hyung.

"Iya, aku akan pergi bersama, Tae Hyung."

"Apa aku boleh ikut, Kook?" pinta Ji Min.

"Aku hanya menemui orang tuaku, Jim Hyung. Lagipula hanya sebentar." Ji Min mengerucutkan bibirnya, ia kembali melahap sosis panggang miliknya. "Sudahlah, jangan bersedih. Kau bisa pergi dengan Yoon Gi Hyung atau Ho Seok Hyung ke game center, bukankah kita sedang tidak ada jadwal apapun hari ini?"

"Benar, Ji Min bisa pergi bersamaku. Mau tidak? Nanti aku belikan ayam kesukaan, Jim." Ji Min tersenyum sumringah saat Yoon Gi mengatakan kekasihnya; ayam.

"Tentu saja aku mau. Apa kau mau ikut, Ho Seok Hyung?" hening. Ho Seok masih diam dengan sesekali tangannya tampak mengaduk makanan miliknya. "Hyung! Jung Ho Seok Hyung, apa kau mendengarku?!" teriak Ji Min kesal.

"Ya! Berisik sekali kau, pendek!"

Ji Min siap melemparkan garpu ke kepala Ho Seok kalau saja Seok Jin tidak menahan tangannya. Ia sensitif dengan kata 'pendek'. Ya walaupun pada kenyataan tinggi badannya memang tidak lebih tinggi dari yang lain. Tapi, haruskah itu di perjelas?

"Sudah-sudah. Kalian ini selalu saja bertengkar," ucap Seok Jin. "Ho Seok-ah apa yang kau pikirkan, eoh? Itu makanan dan jangan pernah memainkan makanan seperti itu lagi!"

"Maafkan aku, Hyung."


"Apa tidak apa-apa merepotkan, Hyung." Tae Hyung menoleh pada Jung Kook, namun kembali menatap lurus jalanan karena ia tengah mengemudi.

"Tentu saja tidak apa-apa."

Jung Kook tersenyum. "Terima kasih banyak. Tapi apa Hyung tidak takut?"

Tae Hyung kembali menoleh. "Takut? Maksudmu?"

"Mengetahui penyakitku," ucap Jung Kook.

"Mengapa harus takut. Apa Jung Kook takut?"

Jung Kook menggeleng mantap. Kemudian tangannya menggenggam jemari Tae Hyung erat. "Dulu memang takut. Tapi sekarang tidak, sebab Hyung yang menemaniku."

Tae Hyung hanya tersenyum sebagai jawaban dari ucapan Jung Kook. Ia tidak ingin banyak berbicara sekarang, jauh di sini... dalam hatinya, sebenarnya saat ini Tae Hyung tengah mempersiapkan diri untuk mengetahui vonis dokter perkara sakit yang di derita Jung Kook. Bohong jika ia mengatakan tidak takut. Semua ucapannya semata-mata itu ia lakukan untuk Jung Kook.

"Sudah sampai. Ayo turun."

Di ruang serba putih inilah Tae Hyung dan Jung Kook berada. Ruangan dokter Tan, seorang pria berusia lima puluh tahunan yang menjadi dokter pribadi Jung Kook sejak dua minggu terakhir. Saat ini Jung Kook sedang diperiksa oleh dokter Tan dalam bilik yang hanya tertutupi oleh sehelai kain putih panjang. Tae Hyung masih setia menunggu, hingga sampai Jung Kook duduk kembali disampingnya.

"Bagaimana keadaan Jung Kook, dokter?"

Dokter Tan tersenyum. "Ini hasil rontgen, Jung Kook -sshi." Dokter Tan kemudian memperlihatkan hasil rontgen jantung Jung Kook pada Tae Hyung.

"Bisa anda jelaskan ini, dokter? Saya tidak mengerti."

"Arteria koroner atau kita sering menyebutnya jantung koroner."

Deg. Tae Hyung merasa lemas untuk beberapa saat setelah mendengar penuturan dokter Tan perihal penyakit yang di derita Jung Kook. Separah inikah?

"Penyebabnya adalah penyempitan pada pembuluh darah koroner, di mana pembuluh darah ini berfungsi untuk menyediakan darah ke otot jantung. Penyempitan ini juga bisa disebabkan oleh tumpukan kolestrol atau protein lain yang berasal dari makanan yang masuk dalam tubuh. Akibatnya pembuluh darah koroner menjadi kaku atau dalam dunia medis lebih sering dikenal dengan sebutan aterosklerosis," jelas sang dokter.

Tae Hyung sesaat menoleh kearah Jung Kook yang tersenyum tipis. Jung Kook hanya menggeleng seolah kekasihnya itu berkata bahwa ia baik-baik saja. Tapi bagi Tae Hyung, ini adalah sebuah tamparan terbesar dalam hidupnya. Ia benar-benar tidak pernah membayangkan bahwa Jung Kook-nya, pria kecil kesayangannya itu akan mengalami hal paling berat dalam hidupnya. Tae Hyung ingin menangis, meraung dan berteriak pada Tuhan agar kekasih mungilnya dibebaskan dari penyakit terkutuk itu. Atau bila boleh ia meminta, ia siap menggantikan posisi Jung Kook sekarang.

"Apa ada cara untuk menyembuhkannya, dokter?"

"Karena telah terjadi penyumbatan, maka satu-satunya tindakan medis yang harus diambil adalah dengan pemasangan keteterisasi dan cincin agar pembuluh darah koroner tidak tersumbat. Tetapi cara ini belum tentu bisa berhasil juga, sebab ada kemungkinan terjadi penyumbatan pada pembuluh lainnya."

Oh Tuhan, bunuh saja Tae Hyung sekarang juga. Rasanya ia tak sanggup jika harus mendengar penjelasan yang membuat seluruh persendiannya sakit bukan main.

"Jangan membuatnya kelelahan. Obat saat ini hanya memperlambat dan bukan menyembuhkan. Jika cara tadi ingin dilakukan, lebih cepat lebih baik menurut saya," saran dokter Tan.

"Tapi kami masih memiliki jadwal untuk beberapa bulan ke depan, dokter. Dan jika saya harus melakukan pemasangan seperti saran dokter, itu berarti saya harus menghentikan sejenak kegiatan saya, dan saya tidak mau."

"Kook..." Tae Hyung menggenggam tangan Jung Kook. Pria tampan itu menggeleng. "Tidak apa-apa. Asalkan ini demi kesembuhanmu. Jung Kook mau, kan?"

Jung Kook menggeleng. "Tapi bagaimana dengan fans kita, Hyung. Apakah mereka tidak akan curiga denganku yang tiba-tiba tidak ada di antara kalian?"

Tae Hyung tersenyum lembut. "Mereka pasti akan mengerti."

Jung Kook menghempaskan tangan Tae Hyung begitu saja. Pemuda itu langsung berlari tanpa memedulikan teriakan Tae Hyung.

"Kalau begitu saya permisi, dokter. Maafkan sikap, Jung Kook." Dokter Tan hanya tersenyum dan mengangguk.

Tae Hyung bergegas mengejar Jung Kook yang berlari menuju parkiran, tempat di mana mobil mereka berada. Benar saja, Jung Kook sudah berada di sana dengan berjongkok di samping ban mobil depan. Tubuhnya terlihat bergetar, dengan tangan menutup wajahnya. Mungkinkah Jung Kook menangis? Oh tidak! Jangan sampai pria kecilnya itu menangis lagi seperti kemarin malam.

"Jung Kook..." Tae Hyung membelai surai Jung Kook. Samar-samar ia mendengar isakan kecil lolos dari bibir Jung Kook -nya. "Jangan menangis... kumohon..." lirih Tae Hyung.

Jung Kook menengadahkan kepalanya, memperlihatkan wajahnya yang telah basah oleh airmata. "Hyung sama saja."

"Maaf. Tapi ini semua demi kebaikan dan kesembuhanmu, Baby."

Jung Kook menggeleng kasar. "Tidak, jika setelahnya aku tidak bisa beraktifitas seperti sebelumnya. Lagipula dokter Tan juga mengatakan, pemasangan cincin itu bisa saja gagal dan malah terjadi penyumbatan di titik yang lain. Hyung mendengarnya tadi, kan?"

"Banyak orang yang beruntung dan sembuh total setelah melakukan cara ini."

"Dan bagaimana jika aku salah satu orang yang tidak beruntung? Aku masih ingin ikut serta dalam konser pertama kita yang tinggal menghitung hari. Aku masih ingin ikut serta dalam promosi album terbaru kita, bernyanyi, menari dan bahkan melakukan banyak hal bersama kalian. Aku... hiks..."

"Jangan menangis. Aku tidak akan memaksa jika memang kau tidak mau." Tae Hyung kemudian merengkuh tubuh rapuh itu dalam dekapan hangatnya. Diam-diam ia pun menangis, namun sebisa mungkin ia menahan agar isakan itu tak terdengar oleh Jung Kook.

"Ayo kita pulang. Pasti yang lain sudah menunggu."


Yoon Gi menolehkan pandangannya pada satu titik di mana ia melihat Jung Kook dan Tae Hyung baru saja meninggalkan sebuah gedung. Seoul International Hospital. Mengapa Jung Kook pergi ke rumah sakit? Apa ada kerabatnya yang di rawat inap di sana? Atau... sesuatu sebenarnya terjadi, dan Jung Kook sedang mencoba menutupi dari Yoon Gi dan yang lain. Berbagai kemungkinan memang bisa saja terjadi. Namun Yoon Gi tetap berpikiran baik, semoga terkaan pertamalah yang sebenarnya terjadi.

"Hyung, kau melihat apa?" Ho Seok menepuk lembut bahu Yoon Gi. Sesaat pemuda mungil itu menoleh dan menggelengkan kepalanya.

"Tidak ada, hanya sepertinya aku melihat seseorang yang aku kenal."

"Oh." Ho Seok kembali terpaku pada PSP-nya, memainkan game-nya kembali.

"Kau pergi bersama Ji Min saja ke game center. Tiba-tiba ada sesuatu yang aku lupakan. Tidak apa-apa, kan?"

Ji Min yang berada di kursi depan hanya menoleh pada Yoon Gi. "Hyung tidak seru. Padahal aku sudah membayangkan jika Hyung akan membelikan aku banyak makanan hari ini."

"Maafkan aku, Ji Min-ah. Kau bisa membeli makanan apapun yang kau suka dan tagihannya masukan saja ke dalam tagihanku," ucap Yoon Gi sembari memberikan kartu kredit miliknya pada Ji Min.

"Hyung memang nomor satu. Aku mencintai, Yoon Gi Hyung,"

"Cih! Penjilat," ejek Ho Seok.

Ho Seok dan Ji Min turun dari mobil setelah mereka sampai di tempat yang mereka tuju. Sementara Yoon Gi kembali ikut bersama sopir yang mengantar mereka tadi ke game center.

"Seoul international hospital, Bang Ahjussi."

-TBC-

Gak tau diri loh ya, padahal SAIGOMADE aja belum tamat, ini udah nekat publish FF baru. Tenang, FF ini sudah selesai kok sampai akhir (lah emang cuma twoshoot aja), jadi tidak usah khawatir bakal gantung dan gak lanjut :D

Hayo loh, ada moment KookGa juga :P di BTS selain saya menggilai Vkook, saya pun mengidolakan Suga. Asli, rambut blondenya bikin dia tambah bersinar #eaeaea.

Saya tekankan sekali lagi, FF ini sudah pernah saya publish sebelumnya di NOTE FB dan grup tertutup ChanBaek couple dengan pairing ChanBaek. Jika berminat membaca, saya akan berikan link aslinya di PM masing-masing :)

Ini anggap aja hadiah FF buat yang sudah hebat memecahkan kode biner di Saigomade chapter 4 #pelukcium.

Yuk atuh ah, kotak review masih nganggur, silahkan dicoret-coret sama kritik dan saran yang membangun ^^