.

Doctor POV

Pagi ini aku mendapatkan tugas yang cukup berat juga unik bagiku, di usiaku yang hampir mencapai kepala 4 ini, belum pernah sebelumnya aku menemui kasus seperti ini sebelumnya. Aku terkenal sebagai dokter ahli kejiwaan yang memiliki nama tersohor dikalangan kepolisian untuk menyelidiki sebuah kasus dari segi psikologis. Banyak yang menilaiku bahwa aku seorang yang bisa membaca pikiran seseorang, padahal sesungguhnya aku mempelajari psikologi bukan karena ingin membaca pikiran seseorang, aku hanya ingin mengenal berbagai macam karakter manusia. Kehidupan ku sama dengan kebanyakan manusia dimuka bumi, memiliki keluarga, anak, juga pekerjaan. Aku juga memiliki sebuah kantor khusus yang bertepatan di samping kantor kepolisian, guna mengefisienkan pengirimian hasil analisa ku. Aku juga dibantu beberapa asisten yang hebat, yah mereka hebat bisa bertahan bekerja sama dengan ku. Aku tak bisa bilang bahwa aku seserang yang bertempramental tinggi, justru aku bukan seseorang yang mudah bersimpati dengan seseorang. Kau bisa menyebutnya sebagai manusia berhati dingin. Sungguh aneh, bahwa kenyataannya seorang psikolog harus memiliki rasa simpati yang amat besar untuk masuk kedalam pemikiran seseorang dan menyelami kehidupannya.

Pagi ini udara cukup dingin, aku juga sudah mengunakan mantel tapi mengapa udara dingin itu tetap masuk seakan menusuk tulangku. Kantor ku tak jauh dari apartemen ku, jadi aku hanya berjalan kaki untuk mencapainya sembari melatih otot otot kaki ku yang terlalu lama membeku karena seharian duduk untuk menganalisa berbagai kasus.

"Selamat pagi dokter," Sapaan itu terdengar setelah aku masuk kedalam kantor ku yang terlihat sangat sibuk, beberapa asisten ku sedang menyiapkan berkas untuk melaporkan kasus yang hari ini akan kami selesaikan. Aku hanya menganguk sebagai jawaban dan masuk keruangan ku, meninggalkan mereka dengan kesibukan mereka.

Beberapa menit setelahnya, aku mendengar pintu terketuk oleh seseorang. Itu dia, salah satu asisten ku yang hebat bernama In Kyung. "Permisi dokter, saya ingin menyerahkan berkas untuk hari ini." Gadis muda itu menyerahkan berkas itu di atas meja ku. Wajahnya tampak bahagia, seirama dengan warna bajunya.

"Wajah mu terlihat begitu berseri hari ini," Komentar ku melihat In Kyung yang terlihat berbeda dari biasanya. Gadis itu menganguk seakan membenarkan jawaban ku, "Kau tepat dokter, aku sedang bahagia sekarang." Ia membeberkan alasannya, hal ini bukan termasuk hal yang tabu dikalangan ku dan asisten ku.

Aku lalu mengambil berkas yang In Kyung letakan di atas meja dan membacanya sekilas, "Apakah itu berhubungan dengan kekasih mu?" Aku bertanya padanya mengenai hal apa yang membuatnya begitu berseri hari ini, sekali lagi ia membenarkan jawaban ku, "Tepat, kekasihku melamar ku semalam dokter. Dan kami akan segera menikah." Wajahnya tersenyum sambil menceritakannya. Aku hanya menganguk mengerti.

Kebetulan aku tak asal menebak atau membaca pikiran In Kyung, tenanglah. Psikologis bukan berhubungan dengan hal mistis, justru daya analisa mu yang akan di uji. Kebetulan aku mengetaui bahwa In Kyung memiliki kekasih sebelumnya, mood seseorang akan berpengaruh dengan reaksi orang di sekitarnya. Biasanya reaksi yang paling gampang terbaca ialah jika seseorang memiliki kekasih, maka jika moodnya membaik atau memburuk kemungkinan besar berhubungan dengan kekasihnya itu. Atau bisa jadi dari lingkungan keluarga, atau hal yang ia sukai. Ini hanya mengunakan kepekaan mu juga analisa mu, ku katakan sekali lagi, Psikologi bukan ilmu mistis, tetapi ilmiah.

"Stockholm syndrome?" Aku mengalihkan topik dan kembali fokus kepada pekerjaan. Sambil menantap heran pada In Kyung yang berdiri di depan ku yang menunggu komentar atau reaksi ku selanjutnya.

"Iya dokter, Anak itu adalah korban penyekapan oleh pamannya sendiri. Tetapi yang anehnya, anak itu berkata bahwa pamannya tak pernah menyakitinya, tapi beberapa hasil pemeriksaan medis mengatakan bahwa anak itu telah di pukuli juga disodomi. Ibunya juga memberikan keterangan bahwa ia tak pernah melihat luka luka pada tubuh putranya pada saat terakhir kalinya." In Kyung menjelaskan secara garis besarnya, aku hanya menganguk paham. Sejujurnya, aku belum pernah menangani kasus seperti ini di sepanjang karir ku. Ini sungguh rumit melibatkan anak kecil yang masih belum mengerti dirinya dalam bahaya atau bukan. Logika mereka kadang belum sempurna, bukannya aku menyepelekan anak anak, tetapi kondisi mental mereka bisa dipengaruhi atau bahkan bisa diberikan informasi yang keliru dan itu menyebabkan hal hal yang tidak di inginkan terjadi di masa depan.

"Apakah dia akan kemari?" Aku masih membaca berkas itu secara detail guna memperkuat analisis ku dan mencari tau penyebabnya. "Iya, anak itu akan kemari sehabis jam makan siang, dokter."

"Baiklah, kau bisa kembali ke meja mu sekarang." Aku secara halus mempersilahkan In Kyung keluar dari ruangan ku, karena aku tertarik pada kasus ini.

Sepeninggal In Kyung, aku dengan serius membaca keterangan yang telah diberikan polisi beserta bukti medis yang tertulis disana. Ini kasus yang menarik, karena stockholm syndrome merupakan fenomena yang langka. Aku belum bisa menarik kesimpulan dari hipotesa ku, bahwa anak bernama Luhan ini benar benar mengidap stockholm syndrome atau bukan. Lalu aku membaca beberapa buku referensi sembari menunggu anak yang bernama Luhan itu akan datang.

.

Aku tak tau berapa lama aku membaca buku untuk mencari referensi tentang stockholm syndrome, yang pasti ada sebuah ketukan pintu yang menyadarkan ku dari buku buku itu. In Kyung masuk kemudian, "Dokter, Luhan sudah datang."

"Persilahkan dia masuk," Aku segera mengembalikan buku yang ingin ku baca ke rak dan melirik jam di dinding, berati aku sudah melewati jam makan siang ku. Salah satu kebiasaan yang bisa dikatakan buruk bagi kesehatan, tapi rasa penasaran ku melawan itu semua.

Tak lama berselang, aku mendapati seorang anak kecil di depan pintuku bersama In Kyung. Aku mempersilahkan keduanya untuk masuk, "Ayo silahkan masuk, jangan sungkan." Aku melihat Luhan mengunakan pakaian musim dingin yang membungkus badannya seperti kepompong, ia diboyong In Kyung memasuki ruangan ku, ku rasa ia merasa sedikit gugup dengan suasana seperti ini.

"Luhan, perkenalkan ini Dokter." Luhan menatap ku dengan matanya yang sembab, bisa ku pastikan anak ini menangis sebelum kemari atau mungkin tadi malam. Aku segaja tersenyum kecil, agar Luhan merasa tak cangung dengan ku. Mungkin eksistensi ku selama ini sebagai Psikolog akan di uji dengan kasus ini. Luhan membungkukan badannya, "Halo, aku Luhan." kemudian aku mempersilahkan Luhan untuk duduk di sofa dan In Kyung meninggalkan kami berdua.

Suasananya begitu kaku dan pasif pada awalnya, Aku tak segaja melihat Luhan yang menatap kue stik keju yang ada di meja, aku berinisiatif untuk memancingnya berbicara dengan mengunakan kue itu. "Luhan, mau ini?" Aku menawarkan kue stik itu kepada Luhan, ia hanya menganguk dan mengambilnya.

"Bagaimana rasanya?" Aku menunggu reaksi anak itu agak lama.

"Enak," Jawab Luhan singkat, sambil memakan kue stik keju itu dengan perlahan. Matanya yang sembab itu hanya berani menatap ke arah ujung sepatunya, entah mengapa. Padahal aku tak menatapnya dengan padangan yang aneh.

"Apakah Luhan menyukai keju?"

Luhan mengeleng kemudian dengan masih menikmati kue di tangan kecilnya, aku terheran. Apa maksud tindakan anak ini sebenarnya, "Paman Sehun yang suka keju." Jawaban Luhan yang polos seakan menjawab pertanyaan di otak ku dengan cepat, nama itu tidak terdengar asing karena itu adalah pelaku yang menyekap Luhan selama seminggu.

"Siapa itu paman Sehun?" Tanya ku seolah aku tak mengetaui apapun, kami berbicara seolah kami teman seumuran. Dan aku harus menyesuaikan diri agar aku tak terlihat seperti mengintrogasinya. "Paman Sehun itu orang baik."

Sejenak aku terdiam, Luhan kembali mengambil stik keju keduanya, lalu memakan perlahan kue itu kembali. Aku mencatat di kepala ku, bahwa Luhan memiliki stigma yang bagus tentang paman Sehunnya. Aku belum bisa memberi sebuah vonis kepada anak ini, tapi kemungkinan besar Luhan memang terkena Stockholm syndrome. Itu ditandai dengan pandangan 'baik' Luhan terhadap paman Sehunnya yang terang terangan telah menyiksanya. Seharusnya, Luhan mengatakan bahwa paman Sehunnya adalah orang jahat atau penculik. Aku telah menemukan 1 diagnosa untuk Luhan.

"Lalu dimana paman Sehun sekarang? Dokter ingin memberinya kue stik keju ini padanya juga." Aku melanjutkan pertanyaan ku tentang paman Sehun, seolah aku ikut tertarik dengan paman Sehunnya. Padahal sebenarnya bahan perbincangan kami adalah Keju.

Seketika Luhan berhenti untuk mengunyah kuenya, tangannya bergetar dan mata sembabnya itu menatapku dengan nanar. "Paman Sehun diambil polisi," Ungkapan polos Luhan dengan nada menahan tangisnya. Aku menangkap tersirat rasa kesedihan disana. Aku merasa ada sesuatu yang ganjil disini.

"Bagaimana bisa? Apa paman Sehun itu orang Jahat?"

Luhan mengeleng, air matanya telah berkumpul di pelupuk matanya dan tinggal menunggu jatuh. "Paman Sehun orang baik, dia selalu menyayangi Luhan. Polisi itu yang jahat! mereka malah mengambil paman Sehun." Luhan yang sudah menangis dengan argumennya sendiri, aku mengamati dari kejauhan. Aku menduga bahwa Luhan memiliki indikasi kesalahan persepsi atau semacam pemahaman yang salah, sejujurnya hal ini lumrah bagi anak anak seusianya, tapi dalam kasus ini lain lagi maknanya. Aku berusaha mengingat ini dalam memori ku sebagai diagnosa 2; dimana Luhan merasa orang yang ingin menyelamatkannya dari penculikan adalah orang jahat.

Luhan mengusap air matanya yang berjatuhan dengan kasar mengunakan punggung tangannya, "Luhan kangen sama paman Sehun, tapi ibu melarangku untuk bertemu dengannya." Beber Luhan tak di segaja, mengungkapkan bahwa ia merindukan Sehun yang telah menyiksanya selama seminggu. Aku bisa mengatakan bahwa arti 'kangen' itu bukan sesuatu yang bermakna sebenarnya. Sesuatu yang hanya di ketaui oleh Sehun juga Luhan tentunya. Aku hanya memikirkan dan berusaha menebak, apa maksud ucapan Luhan itu.

"Apa Luhan yakin, bahwa paman Sehun orang baik?"

Luhan menganguk yakin dengan pernyataannya, lalu ia dengan polosnya membeberkan kisahnya bersama paman Sehunnya selama seminggu ini.


...

...

...

Stockholm Syndrome

Present by Rafra

Characters; Sehun, Luhan, Someone who is called with Doctor, and some assistan's.

Disclaimer: This story belong to me, but the characters is not mine.

Rating M

Warn; Yaoi, BDSM, Pedophile, Makian kasar, dan prilaku yang tak patut untuk dicontoh, beberapa typo(s), dan bahasa yang kurang sedap gitu :v

Dont like dont read, i warn you before!

...

...

...

Part 1

...

...

...

[Author POV]


-Malam Pertama.

Sehun tak bisa melepaskan pandangannya dari tubuh telanjang Luhan yang sedang terikat di kursi. Sehun pikir dia cukup gila karena ia menculik keponakannya sendiri dan sekarang bermastrubasi di depannya. Luhan masih dalam keadaan terbius, dan Sehun masih saja mengocok penisnya sendiri sembari menunggu Luhan tersadar.

Sehun tak habis pikir bagaimana bocah berusia 13 tahun itu bisa membangkitkan gairah seksualitasnya. Yang Sehun tau, dialah bukan seorang pedofilia, tapi semenjak ia bertemu dengan Luhan, semua itu terbantahkan dengan seringnya Sehun mimpi basah tentang Luhan. "Persetan, cepatlah kau bangun Luhan.." Tangannya semakin mengocok dengan cepat penisnya yang hampir mengeluarkan sperma, dan Sehun tak tahan untuk segera memperkosa Luhan secepatnya.

"Ahh... Luhannn..."

"Lebihh cepatt... Ohh.."

"Fuckkk... youu.. Luhann..."

Sehun membayangkan bahwa Luhan sedang mengulum penisnya saat ini, dengan mulut kecilnya, dengan bitchy facenya, dan erangan yang erotis yang sanggup membuat penis panjangnya juga tegang itu mengeluarkan precum berkali kali. Tangannya mengocok secara sembarang karena ia akan segera mencapai klimaksnya, fantasi itu masih berlanjut sampai pada akhirnya Sehun mengerang kenikmatan karena spermanya berlomba-lomba keluar dari dalam penis besarnya itu.

"Ahhh... Luhann.."

Nafas Sehun terdengar memburu setelah ia mencapai klimaksnya sendiri dan tubuhnya bersandar pada sofa yang sedang ia duduki. Sepintas ia melihat tanganya yang banyak berlumuran sperma, lantas ia berjalan menuju Luhan dan memeperi sperma yang ada ditangannya diwajah Luhan yang masih tertidur. "Cepatlah bangun anak manis dan kau bisa bermain dengan ini segera." Sehun dengan segaja menampar pipi dan bibir Luhan dengan penisnya yang masih menyisakan beberapa tetes sperma disana. Wajah Luhan terlihat menyedihkan dengan beberapa cairan kental sperma yang menempel indah disana. Sehun hanya tersenyum mengerikan melihat kondisi wajah Luhan yang penuh dengan sperma, ia semakin terangsang dengan bocah ini.

"Hey... bangunlah Luhan," Sehun masih menampar pipi dan bibir mungil itu dengan penisnya yang masih sedikit tegang itu, namun Luhan masih belum menampakan kesadarannya. Sehun mengeram kesal melihat betapa lambatnya Luhan tersadar.

"Luhan! Ayo bangun... penis ku sudah menunggu lama," Tamparan penisnya pada pipi Luhan agak keras, membuat kesadaran anak itu mulai muncul. Sehun mulai menyeringai, sebentar lagi Luhan akan melihat penisnya yang mulai tegang lagi akibat menampar pipi dan bibir mungil Luhan.

"Eung..." Suara khas anak kecil baru bangun pun terdengar selain bunyi tamparan penis Sehun, ia merasa wajah dan bibirnya lengket juga berbau aneh. Tapi sinar lampu dari ruangan itu begitu silau bagi matanya untuk mencerna lebih lanjut, Luhan masih berusaha untuk sadar, ia merasa tubuhnya tak bisa bergerak dengan nyaman dan sedikit dingin.

"Luhan sudah bangun ya?" Suara itu pertama kali yang Luhan dengar, ia mencoba melihat siapa yang berbicara itu dan ternyata itu pamannya, paman Sehun. Ia melototkan matanya melihat penis tegak itu di depan matanya, ia masih tidak mengerti dengan ini semua, kepalanya masih pusing akibat efek biusnya.

"Paman Sehun?" Cicit Luhan kecil dengan menatap horor ke arah penis pamannya yang sangat besar, baru kali ini ia melihat penis selain punyanya yang sangat kecil dibandingkan pamannya. Ia jadi malu sendiri.

"Kau masih mengenalku uh?" Sehun menampar kembali pipi Luhan dengan penisnya, bocah itu hanya terkaget melihat perbuatan pamanya yang tidak senonoh padanya. "Paman kenapa tidak pakai celana?" Luhan bertanya dengan bingung, ia sejujurnya malu melihat pamannya tanpa celana seperti ini. Bukannya Sehun menjawab pertanyaan keponakannya itu, malah ia menyodorkan penisnya pada bibir Luhan, "Hisap penis ku sayang," Tawar Sehun tak tau diri.

Luhan yang tak mengerti, ia tak beraksi apapun selain menatap pamannya dengan tatapan bingungnya. Sehun yang geram tak segan segan menjambak rambut Luhan secara kasar, "Masukan penis ku ke mulut mu, bodoh!" Perintah Sehun dengan kasar, membuat Luhan ingin menangis dengan merasakan nyeri pada kepalanya.

"Ahhhh..."

Luhan berteriak kesakitan, Sehun tak menyiayiakan kesempatan ini, ia segera memasukan penis tegangnya itu ke mulut Luhan dan anak itu mulai merasa tersedak. Sehun merasa tak peduli dengan air mata Luhan yang berjatuhan di pipinya, ia dengan kasar mengerakan kepala Luhan dan membuat sensasi tersendiri pada penis besarnya itu.

"Ohhh... Luhann.."

Mulut Luhan yang kecil juga menambah sensasi sempit pada penis Sehun, yang membuat si keparat Sehun itu mengerakan kepala Luhan semakin cepat dan membuat Luhan hampir muntah karena tersedak penis Sehun yang mencapai kerongkongannya. "Shitt... mulut mu sempit sekali, bitch!" Kata kata kotor Sehun seakan menjadi penghias ruangan selain tangis Luhan yang tersedak penis Sehun.

"Eumm... euhh..." Suara Luhan tertahan, dan Sehun dengan biadabnya menambah kecepatan genjotannya pada mulut Luhan yang mulai terasa pegal. Sehun terus saja mengucapkan beberapa kata kotor dan mengatai Luhan tanpa berhenti, Luhan yang tak mengerti apa maksudnya pamannya berkata demikian, ia hanya menangis dalam diam. Ia tak menyangka bahwa paman Sehunnya menyiksanya demikian.

"Ahhh... Luhann.. teruss.. ahhh.." Sehun merasakan kenikamatan yang tiada tara karena telah melecehkan mulut Luhan, Luhan hanya bisa pasrah dengan mulutnya yang masih tersumbat penis Sehun yang ukurannya sangat besar itu membuat ia menjadi pegal. Tak sampai di situ, tangan Sehun mulai mengerayangi nipple mungil Luhan yang terlihat mengangur, ia segaja memilin dan menarik nipple itu kuat-kuat. Luhan yang tak bisa berteriak itu hanya bisa mengeram, membuat getaran pada penis Sehun yang tak terbantahkan. Ia menyukai sensasinya, dan Sehun sengaja melakukan itu berulang ulang.

"Ohhh.. fuckk... you... Luhan..."

"Yeah,.. teruss.. seperti itu.. ahh.."

"Ayoo, sayanghh.. hisap teruss.. ahh.."

Dan desahan desahan Sehun yang nista lainnya yang begitu mengambarkan kenikmatan melecehkan mulut Luhan ditambah dengan sensasi bergetarnya, Oh sungguh Sehun tak menyangka jika hanya dengan mulutnya saja sudah begini sensasinya apalagi dengan lubangnya yang sempit dibawah sana? Sehun tak bisa mengambarkan kenikmatan yang ia dapatkannya sekarang.

"Luhann... Ahhh..."

Sperma begitu banyak keluar dari penis Sehun dan tertampung secara otomatis di mulut Luhan. Begitu banyaknya sampai beberapa cairan kental itu tak sengaja mengalir ke luar, Sehun segera menarik penisnya keluar dan memerintahkan Luhan untuk segera menelannya. "Telan sekarang juga, Luhan." Paksa Sehun dengan kasar, menarik dagu mungilnya mendongak ke atas dan melihat wajah tersiksa Luhan secara dekat. Ia menyeringai.

"Ku bilang telan sperma ku, Luhan!" Nada bicara Sehun begitu menakutkan bila digambarkan, Luhan yang awalnya ingin memuntahkannya menjadi takut dengan ancaman pamannya yang terdengar begitu membahayakan. Dengan terpaksa Luhan menelannya, merasakan cairan yang tak pernah ia minum sebelumnya itu memasuki kerongkongannya dan memasuki lambungnya. Rasanya sungguh aneh, di tambah bau yang menyengat khas penis sehabis klimaks, Luhan tak bisa mengambarkannya betapa mualnya dirinya saat itu juga.

Sehun tersenyum miring melihat Luhan patuh akan perintahnya, ia membelai wajah mungil itu dengan tatapannya, "Kan lebih bagus kalau kau menurut, Luhan." Ucapannya seolah ia adalah pemilik tubuh Luhan. Anak itu kini memandang takut kepada Sehun, ia takut paman Sehun akan melakukan yang lebih kasar dari yang tadi. Tanpa sadar rasa ketakutannya terbaca dari air mata yang telah berkumpul di pelupuk matanya, Sehun mengelus pipi berlumuran sperma miliknya itu, "Jangan takut, Luhan. Paman Sehun orang baik kok."

Tidak ada orang baik yang akan memaksa mu mengoral penis pamannya, dan Luhan tidak sempat berfikir sejenak dengan ucapan pamannya itu karena Sehun menciumnya tiba-tiba. Tubuh terikat Luhan mengeliat gelisah karena tangan Sehun yang meraba-raba tak tau diri, sembari ciuman panasnya dengan Luhan, ia melepaskan ikatan ditubuh Luhan tanpa anak itu sadari. Luhan hanya bisa kualahan dan tak bisa membalas ciuman Sehun yang sangat ahli itu, Sehun sengaja mencubit nipple Luhan dan anak itu menjerit tertahan. Sehun langsung menyerbunya dengan segala jurus ciuman panas yang ia kuasai, Luhan yang nafasnya pendek pun tak bisa melepaskan ciuman Sehun yang terlihat protektif itu, tangan bebasnya mendorong dorong Sehun untuk melepaskan ciuman panasnya.

Sehun menatap marah kearah Luhan yang terengah engah, tanpa berfikir dua kali, Sehun menjambak Luhan lagi dengan kasar dan memaki habis habisan ke arah anak itu. "Kau berani melawan ku, hah?!" Tatapan menyeramkan Sehun membuat Luhan ingin kembali menangis, ia mengeleng takut kepada Sehun yang terlihat marah.

"Jangan pernah sekalipun kau membantahku, Luhan. Atau aku akan menghukum mu sampai kau patuh." Tak ada yang bisa Luhan lakukan selain menganguk dan menyetujui bahwa ia akan disiksa, anak itu tak punya pilihan apalagi kekuatan untuk melawan Sehun. Sehun merasa terangsang melihat kondisi Luhan yang pasrah setengah takut, ia rasa ia benar benar sudah gila. Sungguh ia tadi sebenarnya juga tak ingin membentak Luhan.

"Kau harus ingat! Paman Sehun, orang baik." Ancam Sehun sembari melepas jambakannya pada Luhan, anak itu merasa sakit pada kulit kepalanya yang akan robek sepertinya akibat sering di jambak seperti itu. Luhan tak sadar bahwa tubuhnya yang telanjang itu berpindah tempat setelah ia merasakan kasur yang empuk menghantam punggung halusnya dengan kasar.

Sehun segera mengendong Luhan dari kursi itu dan melemparnya sembarang saja di ranjang, Luhan yang mengeluh sakit pada punggungnya pun ia tak pedulikan. Ia segera melepas semua baju yang masih ia kenakan dan semua jatuh begitu saja dilantai dengan waktu 10 detik. Ia menghampiri Luhan dengan senyum mesumnya.

"Luhan..." Suara berat Sehun mengintrupsi Luhan di ranjang, membuat Luhan melototkan matanya, ia dan paman Sehun sama sama tanpa busana. Luhan yang merasa nada bicara Sehun yang begitu membahayakan itu, tanpa sadar ia memundurkan dirinya menjauhi Sehun hingga ia sampai pada batas kepala ranjang.

Sehun menghampiri Luhan diranjang dengan seringaian mesum yang membuat anak itu takut, ia berjalan mendekat ke arah Luhan dan mendekap tubuh polos itu semaunya. Luhan yang bergetar ketakutan merasa was-was dengan Sehun, lalu Sehun membisikan beberapa kalimat di telinganya. "Paman Sehun orang baik," Sehun terus merapalkan kalimat itu pada Luhan yang ketakutan. Luhan mencengkram bahunya dengan kuat, ketika jari tengah Sehun menembus masuk kedalam Lubang sempit Luhan.

"Ahhhh... Pamann Sehunnn..."

Teriakan juga isakan Luhan mengiringi aksi mesum Sehun yang terus melesakan jari tengahnya pada lubang Luhan, dan Sehun terus merapalkan kalimatnya pada telinga Luhan seakan memberikan sugesti padanya. Sehun melakukan itu berulang ulang sampai pada akhirnya ia menambah jari keduanya.

"Katakan, paman Sehun orang baik!" Jari kedua Sehun menembus lubang sempit Luhan, anak itu kembali menjerit dan mencengkram bahu Sehun dengan kuat, ia merasa tubuhnya sangat perih dan terbelah menjadi dua. Tak lama kemudian, Luhan mendesah lagi, sesuatu di dalam tubuhnya menyentuh jari Sehun. Luhan bergetar kemudian.

"Ahhh.. paman... Sehunn.. orang... baikkhh.."

"Paman! Oohh... paman Sehunn..."

"Ahhh... paman Sehun!"

Sehun hanya menyeringai dengan reaksi Luhan, ia bisa menemukan prostat Luhan hanya mengunakan jarinya. Lalu Sehun melanjutkan dengan berdirty talk dengan Luhan, "Kau harus merasakannya Luhan, lubangmu menjepit jari jari paman dengan erat." Suara beratnya cukup membuat Luhan memerah dengan perkataannya yang begitu vulgar itu.

"Lubang mu lapar ya? ia menelan semua jari jari paman didalam dengan sangat rakus. Apa kau suka paman melakukan ini pada mu uh?"

Sehun menghentakan jarinya di dalam lubangnya, dan Luhan menjerit keenakan. Ia memeluk Sehun dengan erat setiap kali hentakan jari Sehun yang melecehkan Lubangnya.

"Ahhh... paman Sehunn.."

"Ohhh... lagiiihh... paman!"

Dan Sehun terus melakukan itu sampai ia rasa penisnya kembali menegang akibat desahan yang terlalu seksi milik Luhan. Dengan perlahan ia melepaskan kedua jarinya yang telah melecehkan lubang virgin Luhan, dan anak itu merasa ada sesuatu yang hilang di dalam tubuhnya, ia merasa tubuhnya lemas dan agak nyeri pada bokongnya. Dan Sehun bangkit melihat Luhan yang begitu tidak berdayanya akibat aksi mesumnya, ia bukan merasa kasihan, malah ia semakin bernafsu untuk memasuki Luhan dengan penisnya yang sudah menegang minta di masukan dalam lubang Luhan secepatnya.

"Sayang, ayo menungging. Paman akan memberikan yang lebih nikmat dari jari jari tadi." Luhan dengan patuhnya segera menuruti permintaan Sehun walau tubuhnya lelah dan merasa nyeri, tapi ia segera menungging dan memperlihatkan lubangnya pada Sehun yang tersenyum mesum.

'PLAK'

Satu tamparan tepat mengenai pantat putih Luhan yang terlihat memerah kemudian, Luhan meredam sakitnya dengan mencengkram sprei yang sudah berantakan. "Sakiitt... paman!" Luhan berteriak menahan perih pada bekas tamparan Sehun pada pantatnya. Air matanya kembali mengenang, dan Sehun begitu menyukai reaksi Luhan yang mengaduh kesakitan dan lubang Luhan yang berkedut kedut seakan mengodanya untuk segera memasukinya.

'PLAK'

Luhan kembali mencengkram kuat sprei yang ia pegang, merasakan perih yang kedua kalinya pada pantatnya yang terlihat kemerahan. Luhan tak bisa melihat ke belakang, melihat apa yang paman Sehunnya lakukan, tapi yang pasti ia merasa lubangnya kembali di paksa masuk dengan sebuah benda yang dingin dan bergetar kemudian setelah ia berhasil masuk ke dalam lubang kecilnya.

"Akkhhh... paman... sakkittt!"

Benda panjang yang berada di dalam lubangnya itu bergetar, membuat Luhan kaget dan tersentak. Ia merintih juga mendesah ketika benda panjang itu mengoyak habis habisan lubang anusnya. Luhan yang merasa sudah tak sanggup lagi menahan berat badannya, tapi Sehun segera mencegah itu dengan memperlebar kaki Luhan sebagai pijakan membuat benda yang bergetar itu semakin menembus kedalam lubangnya.

"Ohhh... pamaann... hentikkaann..."

"Pamann... Sehunnn.. sakiitt..."

"Ahhh... pamaan... Sehunnn..."

Luhan menjerit-jerit ketika dildo itu semakin masuk kedalam berkat Sehun yang memasukannya, sprei di tangannya sudah tak berbentuk lagi oleh Luhan. Luhan benar-benar merasakan sangat perih pada lubangnya saat ini ketimbang tadi dengan jari-jari Sehun, air matanya yang berurai seakan tak mempunyai arti bagi Sehun, ia hanya menikmati ekspresi kesakitan Luhan yang menurutnya keenakan dengan dildo tersebut.

'PLAK'

"Kau suka lubang mu di isi dengan itu, uh?"

Luhan mengeleng sebisanya, ia merasa tak punya cukup tenaga lagi untuk membalas ucapan pamannya. "Kau bohong, sayang." Bantah Sehun dengan menaikan volume getaran pada dildo yang tertanam di lubang Luhan. Seketika Luhan menjerit kemudian merasakan benda itu semakin membuat lecet anusnya, "Ahhhh... pamann... Sehunnn.." Entah air mata yang ke berapa, yang pastinya pipinya selalu terasa basah dengan itu.

Sehun terkekeh melihat ekspresi Luhan, melihat betapa hipokritnya anak ini. Bukannya melepas dildo itu tetapi Sehun memandangi wajah tersiksa Luhan dari jarak yang dekat, "Bagaimana? Apa kau suka penis tiruan itu, Luhan?" Luhan merespon dengan menggeleng, ia tidak suka benda ini. Mata terpejam sedikit ketika mainan itu berhasil menyentuh prostatnya dan Luhan meneriakan kefrustasiannya.

"Kau tak suka, uh? Lalu, apa Luhan lebih suka penis paman Sehun yang besar dan panjang ini?" Luhan tak sanggup menjawab karena ia merasakan sesuatu yang menyentuh prostatnya dan ia tak begitu mendengar apa yang Sehun katakan, ia hanya merundukan kepalanya di ranjang dengan rambutnya yang berantakan. Sehun mengartikannya dengan kekehan kecil mengangap bahwa Luhan lebih menyukai penisnya dari pada mainan plastik itu.

Luhan tak tau berapa lama alat itu bergetar dan menusuk-nusukan prostatnya, tiba tiba ia merasakan bahwa ada sesuatu yang menghilang, sesuatu yang sempat membuatnya merasa keenakan diantara lubangnya yang lecet. "Tuut... tuut... penis paman akan masuk sebentar lagi, sayang." Belum sempat Luhan melihat apa yang terjadi, lubangnya kini dipaksa masuk dengan sebuah penis yang lebih besar dari pada mainan tadi. Luhan berteriak dan memejamkan matanya. Ia merasa lubangnya benar-benar akan robek sebentar lagi.

Sehun yang baru memasukan sedikit penisnya ke dalam lubang Luhan sudah mengeram, astaga ini benar-benar sempit dan sensasinya melebihi oral di mulut kecil Luhan. Penisnya seakan terjepit diantara celah lubang milik Luhan yang sangat erat. "Fuck! Luhannn.. kau sempitthh.. sekalihh.."

Dan Sehun terus berusaha memasukan penisnya itu tenggelam dalam lubang Luhan dan hanya menyisakan twinsballnya saja. Luhan yang berurai air mata lagi dan berteriak betapa besar dan panjangnya penis pamannya itu sampai sampai perutnya merasa penuh. Sehun mengakui bahwa jepitan anus Luhan memang yang terbaik, ia belum pernah merasakan lubang yang sesempit ini sebelumnya. Sehun mulai memaju-mundurkan pelan penis tegangnya itu di dalam lubang Luhan. "Ohhh... pamaan! pamaan... Sehunn..." Sehun tak peduli apa itu teriakan kesakitan atau sebaliknya.

"Yeahh... Luhaann... kauu nikmaatthh..."

Beberapa menit setelahnya, Sehun dengan tenaganya mengenjot Luhan dengan cepat dan agak kasar, bahkan sampai Luhan terdorong-dorong kedepan dengan desahan sexy Luhan. Sehun memegang pinggul anak itu karena Luhan sudah hampir jatuh karena tenaganya mungkin sudah habis. Sehun tak menyangka ia akan benar-benar memperkosa Luhan yang awalnya adalah mimpi-mesum-basah miliknya.

"Ahhh... paman Sehunn! Ohh... terusshh..."

"Luhannn... ahh... ini nikmathh... sekalihh.."

"Sehunnn... Ohhh... pamannn... Ahhh..."

Dan Sehun memberikan kenikmatan lebih saat salah satu tangannya mengocok penis mungilnya, rasa sakit yang tadi sempat Luhan rasakan seakan menguar entah kemana. Kini ia merasakan kenikmatan berkali-kali lipat yang paman Sehunnya berikan, Luhan merasa sebentar lagi ia akan mencapai klimaksnya, "Pamaann... Luhaann.. mau pipiss... ahhh..."

Sehun yang menyadari bahwa Luhan akan segera mencapai klimaksnya, ia segera mengenjot lebih kuat lagi dan menghasilkan bunyi perpaduan antara pantat Luhan dengan twisnball Sehun. "Bersamaaa... Luhannn... Ohhhh.." Sehun merasakan nikmat yang tiada tara.

Beberapa tusukan pada lubang Luhan kemudian mengantarkan mereka pada klimaks dan desahan desahan keduanya yang tak terbantahkan. Sperma Luhan membasahi tempat tidur dan tangan paman Sehunnya, sedangkan sperma Sehun mengenang dalam lubang Luhan yang memberikan sensasi hangat pada keduanya. Luhan yang tak sanggup menahan bebannya akhirnya menjatuhkan diri pada ranjang beserta penis paman Sehunnya yang masih menacap di lubangnya.

Keduanya terengah-engah, Sehun dengan lembut mengecup-ngecup puncak kepala Luhan. Luhan tak memberikan respon apapun, tangan kecilnya mengambil selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya dan Sehun segera mengapai tangan Luhan, "Ayo tidur Luhan, mimpi indah sayang." Sehun kembali mengecup pundaknya yang masih nampak, merengkuh Luhan dengan tubuh polosnya yang tertutup selimut, tidur bersama paman Sehunnya. Tak mengindahkan penis Sehun yang masih menancap disana, Luhan dan pamannya tertidur pulas seusai aktivitas dewasa yang mereka lakukan.

Setidaknya itulah yang Luhan ingat pada malam pertama kali paman Sehun menyentuhnya, tidur bersama paman Sehun dan melakukan aktivitas dewasa. Yang sampai sekarang, Luhan tak mengerti mengapa paman Sehunnya berbuat itu kepadanya.

...

...

...

TBC OR END?

...

...

...


FYI about Stockholm syndrome, pedofilia, and Psychology of criminal;

1. Sindrom Stockholm adalah respon psikologis dimana dalam kasus-kasus tertentu para sandera penculikan menunjukkan tanda-tanda kesetiaan kepada penyanderanya tanpa memperdulikan bahaya atau risiko yang telah dialami oleh sandera itu. [Cr. Wikipedia]

2. "Menurut sistem klasifikasi psikologi Amerika, gangguan pedofilia cuma berlaku jika seseorang memiliki hasrat seksual terhadap anak-anak dan menjalaninya, Tapi jika sesorang cuma memiliki hasrat belaka tanpa lantas menjadi pelaku, kita bisa menyebutnya sebagai orientasi seksual." [Cr. www. dw. de / darimana -hasrat -seksual- pedofil- berasal/ a- 17651137] Hilangkan spasinya, jika ingin mengetaui lebih lanjut.

3. Psikologi kriminal adalah ilmu pengetahuan tentang jiwa individu atau kelompok (yang secara langsung atau tidak langsung) berkaitan dengan perbuatan jahat dan akibatnya. Psikologi kriminal yang mendasari analisanya dari segi psikologi dalam upaya mengetahui tipe-tipe penjahat, sedangkan psikologi juga berusaha menganalisa kejahatan tersebut dari sudut kejiwaan tentang macam-macam frustasi dan tekanan-tekanan jiwa manusia yang menjadi sebab timbulnya kejahatan. Pendekatan ini akan mempelajari perbedaan individual yang menyebabkan sebagian orang melakukan tindak criminal, yang tidak dilakukan oleh orang lain dengan latar belakang yang sama.

4. Selain itu, psikolog juga berperan dalam sebuah kesaksian. Psikolog menganalisa kesaksian dari saksi ataupun tersangka. Melihat dari struktur kognitif, teori atribusi, ataupun mengidentifikasi dari TKP. Yang penting juga yaitu jika ada saksi mata seorang anak-anak.

5. Psikolog juga membantu saksi mata untuk dapat mengenali suatu kejadian serta membuat saksi mata dapat memperoleh ingatan mengenai suatu tindak kejahatan.

6. Psikolog juga menganalisa apakah hukuman penjara bekerja atau tidak, serta efek psikologis yang terdapat pada mereka yang dipenjara.


.

Rafra notes;

Annyeong? Rafra balik dengan ff baru nih. Ahaha... yang lain aja belum pada tamat ya, ini malah gue nambah new entri aja, LOL. Mumpung idenya juga masih fresh, ya jadi dibikin aja gitu ffnya, sayang kalau tema berbau psikologis gini enga di posting, kan jarang-jarang ada di ffn. Rafra enga tau ini adegan 'plus-plusnya' udah hot atau belom, soalnya ngerjainnya pas lagi galau/?/ yah jadi gitu deh ;_;

Gimana untuk rate psikologisnya dapet enga feelnya? Sorry ya kalau enga ngefeel ;_;

Menurut rafra ceritanya ini complicated banget, bayangin seorang psikolog ngewawancara anak kecil yang habis di culik. Otomatis si anak ini kan masih dalam kondisi trauma berat, tapi si anak ini malah ngebela si penculiknya dan bilang penculiknya itu orang baik. Dalam psikologi hal kaya gini katanya sih jarang, apalagi anak anak yang enga suka berbau kekerasan gitu. Tapi kalian akan tau jawabannya dibeberapa chapter kedepan kalau banyak yang review ._. /Hayoo... sider tobat gih./

Entah badai apa yang buat rafra mau bikin tema kaya gini -_- soalnya setiap rafra ngetik bagian ngenesnya, rafra selalu inget adik cowok rafra -_- Rafra juga mau bilang banyak terima kasih buat Drama Dr. Frost. Berkat itu drama, rafra banyak belajar tentang psikologi (walau sebenarnya rafra anak teknik) dan hal hal kriminal lainnya, juga akhirnya berani buat bikin tema yang serem kaya gini :v Tapi serius, karakter dokter disini itu bukan si Dr. Frost -_-

Buset ini note panjang amat ya. LOL. Ayo ingin pada tau kan kelanjutannya? Jangan lupa review ya setelah baca. Rafra menghimbau bagi siders yang jumlahnya ribuan, kadang rafra suka merasa sedih /?/ kalau ternyata yang baca hampir 2.5k disetiap ff tapi yang review secuil aja yang nonggol ._. Ayo dong siders jangan jahat atuh ama rafra mah, sama-sama saling menghargai aja, kalau rafra seneng kan updatenya juga cepet gitu... /muntah pelangi/

Yaudah itu aja sih yang pengen rafra sampaikan, terima kasih buat yang udah review, alert, juga follow di setiap ff rafra. Rafra harap siders juga tobat ya~ Makasih ya yang udah bersedia baca sampai sini wkwk panjang banget ya ini notes kaya anu-nya Sehun? /Di gamplok/

**The Byun Baekhyun Diaries dan kode etik? akan update minggu depan, maaf itu lama banget updatenya. LOL.

Review Juseyooo~

Review pleasee~ \Aegyo ala Luhan\ -_-