xxXxx
Sapphire Blue
Series 2
Cast :: Super Junior Member.
Rate :: T.
Warning :: Genderswitch, OOC, AU, and Typos.
Disclaimer :: This story is mine. Casts in here were their own. And casts in here I'm just borrow their name. So you easily imagine the story. Don't bash the casts. Last, Kim Jongwoon a.k.a Yesung is mine.
xxXxx
Bab 13
You Are My Endless Love
Yewook
Yesung mendudukan dirinya dikursi yang berjejer rapi disisi-sisi dinding. Dengan bosan ia melirik jam tangannya dan mendesah pelan. Tangan kanannya merogoh saku dan mengeluarkan sebuah ponsel hitam ber-case elegan dengan huruf Y berwarna emas nan besar dibelakang. Sponsor toko kacamata miliknya.
Ibu jarinya lincah menari dilayar ponselnya. Mata tajamnya terus menatap layar sambil sesekali mulutnya berkomat-kamit, mengucapkan nama Kim Ryeowook sebanyak-banyaknya. Setelah ia mendapatkan apa yang ia ingin, namja itu menempelkan ponselnya ke telinganya yang memakai anting.
'Maaf, nomor yang anda tuju sedang diluar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi.'
Kesal, Yesung menarik jauh ponsel itu. Selalu kalimat dari operator yang ia dapat ketika menelefon yeojya yang sudah lama ia tak temui itu. Jangankan temui, keberadaan yeojya itu saja ia tak tahu. Berbagai usaha telah ia lakukan. Bahkan menggedor-gedor pintu apartemen Kangin pun ia lakukan.
"Kim Yesung-sshi?"
Yesung mendongak dan tersenyum tipis pada seorang namja yang memanggilnya tadi. Dia berdiri dan membiarkan namja tadi merunduk sopan padanya. "Eottokhae?"
Namja tadi tersenyum puas. "Diketahui Kim Ryeowook berangkat ke Jepang dan tinggal dikediaman orangtuanya yang bekerja disana. Ini alamat kediamannya dan alamat kantor perusahaannya."
Yesung menerima sebuah kartu nama, dibaliknya tertera alamat detail. Kali ini Yesung yang tersenyum puas. "Uangnya akan segera dikirim ke rekeningmu sesuai perjanjian."
"Gamsahamnida telah mempercayakan jasa kami."
xxXxx
"Wookie?"
Ryeowook menoleh dan menatap bingung ummanya yang berdiri diambang pintu kamarnya. Perlahan yeojya itu mendekati Ryeowook yang sedang duduk diranjangnya dengan laptop yang menyala dihadapannya.
"Waeyo umma?"
Umma Ryeowook tersenyum dan mengelus rambut Ryeowook, memilah mana yang rontok mana yang tidak. "Bagaimana keadaanmu?"
Ryeowook tersenyum palsu. "Nan gwaenchana, umma. Jangan khawatir."
"Apa kau akan terus menunggu sampai parah baru kau akan chemotherapy?" Tanya umma Ryeowook pelan namun penuh penekanan. "Besok kau harus kerumah sakit. Setidaknya kau memeriksa sejauh mana penyakitmu."
"Geuman," Pinta Ryeowook lemah. "Geumanhae, umma."
Yeojya paruh baya itu memeluk Ryeowook erat, lalu mengecup kening Ryeowook. Tanpa berkata apapun yeojya itu keluar dari kamar Ryeowook. Terdengar isakan pelan dari balik punggung nyonya besar itu. Setelah ummanya menutup pintu kamarnya, Ryeowook menundukan wajahnya dan menutup layar laptop itu tanpa instruksi seharusnya.
Bahunya bergetar. Ruangan sunyi senyap itu jadi penuh dengan suara isakan pilu dari yeojya mungil yang meringkuk diranjangnya yang cukup untuk tiga orang itu. Butiran air mata mengalir deras melewati pipinya yang makin tirus.
Lelah, Ryeowook akhirnya tertidur setelah mencurahkan perasaannya yang sudah tak bisa ditahan lagi dengan cara menangis tadi. Jejak air mata terlihat jelas bahkan dengan keadaan kamar yang tak bercahaya itu.
"Ngh, Yesung oppa…"
xxXxx
Seperti kebiasaannya, Yesung menyiapkan segala keperluannya untuk berangkat ke Jepang beberapa jam lagi. Dia tak mau berlama-lama menunggu sampai esok hari untuk berangkat ke Negeri Sakura itu. Setelah semuanya dirasa siap, namja tampan itu bergegas tancap gas ke Jepang dengan penerbangan terakhir.
Karena sudah memesan kamar hotel setibanya disana, sekarang ia hanya butuh bersantai dan beristirahat selama dipesawat. Tapi istirahatnya tak sesempurnya yang ia bayangkan. Otaknya menolak untuk beristirahat, terus saja memikirkan yeojya manis imut berbadan mungil yang menggemaskan. Tak sabar bertemu dengan Kim Ryeowook.
Menempuh perjalanan selama satu setengah jam tanpa berhenti memikirkan Ryeowook membuatnya agak jetlag. Setelah memanggil taksi dan menyebutkan nama hotel yang ia tuju, Yesung memejamkan matanya sebentar.
"Tuan, sudah sampai."
Sebentar yang Yesung maksud juga tak sesingkat yang ia bayangkan. Tokyo pada jam sepuluh benar-benar jiplakan Seoul, indah dan ramai. Buru-buru ia mengambil beberapa uang yen dan membayar sang supir. Sambutan hangat ia terima ketika memasuki hotel. Setelah check-in, langsung saja ia naik lift untuk beristirahat dikamar hotel yang tidak bisa dibilang murah per malamnya.
"Surga…"
Komentar Yesung singkat ketika ia membuka pintu kamar hotelnya. Pemandangan kota yang luar biasa indah bisa ia lihat dengan jelas karena hanya dibatasi sebuah jendela yang tak bisa dibilang kecil. Yesung langsung mengambil foto dirinya beserta pemandangan itu dan mem-posting ke akun twitter miliknya. Dengan kalimat 'dimana aku?' ditweetnya.
Dering ponselnya membuatnya agak kelabakan. Butuh berpikir dua kali untuk mengangkat telefon yang dituju kepadanya itu. Tapi setelah berdoa singkat, dia menjawab telefonnya.
"Yeoboseyo?" Ujarnya pelan.
"Eoddiya? Pergi tanpa ijin kepadaku? Bahkan kau tidak ijin pada appa dan umma?"
Dengan desahan Yesung membuka mulut untuk menjawab. "Aku di Jepang saat ini. Noona jangan beritahu siapapun. Apalagi kalau sampai media tahu."
"Babo! Kau saja meng-upload foto seperti itu. Benar-benar mencurigakan."
"Biarkan saja mereka menebak sendiri. Sudahlah, aku mau istirahat. Sejak berangkat tadi aku sama sekali tak tidur. Ne? Jaljayo, Chullie noona."
"Ya! Ya! Jongwoon-ah!"
Yesung segera memutuskan sambungan telefon dari Heechul dan mematikan ponselnya yang sudah sekarat. Setelah ia selesai mandi, namja itu langsung melempar dirinya kekasur. Sekejab jiwanya sudah memasuki alam mimpi yang akan memanjakan jiwanya.
xxXxx
"Sudah mau berangkat?"
Ryeowook mengangguk dan menghabiskan susu vanilla yang disediakan untuknya. Yeojya itu memakai ear-phone dan topi rajutan dari bahan wol. Tas kecil berbahan jeans juga ia pakai dibahunya. Dengan kecupan singkat dipipi orangtuanya, yeojya itu pamit pergi.
Sejak Ryeowook tinggal kembali di Jepang, yeojya itu selalu mengunjungi Taman Nasional Sakura. Buat apalagi kalau bukan untuk melihat Pohon Sakura yang berguguran. Ryeowook juga membumi, dia tidak mau memakai mobil pribadi. Yeojya itu hanya mau memakai subway.
Perjalananan singkat ia lakukan untuk mencapai Taman Nasional Sakura yang berada dipinggiran Tokyo. Setelah sampai, ia langsung berjalan lagi ke pohon sakura kesukaannya. Agak jauh dari ratusan pohon sakura lain yang berjejer rapi sepanjang jalan setapak, pohon sakura kesukaannya hampir tak ada orang yang kesana.
"Hai, kita bertemu lagi." Sapanya pada pohon sakura yang agak nyasar dari teman-teman lainnya.
Ryeowook duduk menyender pada pohon itu dan mengambil buku kecil tempat dimana ia menulis beberapa keinginannya sebelum meregang nyawa. Dua keinginan lagi yang belum ia ceklis. Dengan senyuman ia membolak-balik buku itu.
Ryeowook melepas earphone-nya. "Kesepian, eh? Kau ditanam terlalu jauh dari kawan-kawanmu. Mereka lebih sering difoto daripada kau. Bahkan orang-orang tidak tahu kau hidup disekitar sini. Belum ada yang mengunjungimu selain aku ya?"
Layaknya orang gila yang mengobrol dengan pohon sakura, Ryeowook tak peduli. Tidak ada orang yang melihatnya.
"Tak masalah, aku akan menemanimu sampai aku menceklis keinginanku yang kesembilan."
xxXxx
"Kemana, Tuan?"
Yesung memberikan sebuah kartu nama yang diberikan oleh jasa pencarian orang yang memang cukup terkenal. Sang supir mengangguk dan mengembalikan kartu nama itu pada Yesung. Sedangkan Yesung sembari menunggu sampai dia hanya memperhatikan jalanan yang menarik baginya.
Apalagi sebuah palang yang bertuliskan arah kemana Taman Nasional Sakura. Di musim gugur seperti ini memang cocok melihat hanami. Sejenak Yesung berdiam diri dan menunggu taksi menepi. Tak lama apa yang diharapkannya pun terkabul. Taksi itu menepi tepat didepan gerbang.
"Sudah sampai Tuan."
Yesung memiringkan kepalanya agar bisa melihat keluar dengan bebas. Tapi matanya tak bisa melihat lebih karena terhalang gerbang berbahan kayu itu. Yesung memberikan supir taksi itu uang sesuai argo dan turun dari taksi itu.
Perlahan Yesung mendekati tombol intercom dan memencetnya. Harap-harap cemas namja ini menunggu jawaban dari dalam.
"Moshi-moshi?"
"Gomen," Ujar Yesung gemetar. "Kim Ryeowook…"
Lama Yesung mencoba merangkai kata untuk seseorang yang memakai bahasa setempat. Maklum, pengetahuan Yesung untuk Bahasa Jepang tak banyak. Sedikit sulit saat dia berkunjung ke Jepang sendirian tanpa guide atau manager.
"Apa anda orang Korea? Teman dari Ryeowook-sshi?"
"Ne! Ne…" Jawab Yesung cepat.
Perlahan tapi pasti, sekarang gerbang itu sedang dibuka oleh seseorang dari dalam. Seorang yeojya yang mungkin seumur ummanya memakai apron. "Masuk, Tuan."
Yesung mengangguk dan melangkah masuk. Bibirnya membulat ketika melihat rumah yang layaknya rumah Jepang jaman dulu yang sekarang berada dihadapannya. Rumah orangtua Ryeowook membuatnya kagum setengah mati. Pelayan itu membawa Yesung masuk dan menemui umma Ryeowook. Umma Ryeowook langsung memeluk Yesung ketika baru saja bertemu. Dengan bingung Yesung hanya membungkuk setelah umma Ryeowook melepas pelukannya.
"Kim Jongwoon, kan? Penyanyi yang memiliki suara emas itu?" Tanya umma Ryeowook, memperjelas.
Yesung mengangguk dan tersenyum. "Ne, Nyonya Kim. Apa Ryeowooknya ada?"
Yeojya itu menarik Yesung untuk duduk. "Ryeowook tak ada. Dia melakukan kegiatannya seperti hari-hari sebelumnya."
"Kegiatan sehari-hari?"
"Eung, dia akan pergi pagi-pagi dan akan pulang sebelum gelap. Ahjumma tahu kok kalau kalian saling mencintai." Ucap umma Ryeowook setengah berbisik.
"Dia kemana?" Tanya Yesung lagi, penasaran.
Umma Ryeowook tersenyum penuh arti. "Taman Nasional Sakura yang tak jauh dari sini."
xxXxx
Ryeowook mengangkat kedua tangannya untuk mengambil daun pohon sakura yang berguguran dengan indahnya. Menggapai-gapai diudara untuk menangkap daun berwarna soft pink itu dengan senang. Badannya menghadap ke langit biru yang tak bosan ia tatap. Dengan alasan mungkin lain kali ia tak akan bisa melihat langit biru lagi.
Reflek Ryeowook meringkuk diatas rumput hijau itu, memegangi perutnya karena kesakitan. Matanya terpejam dan bibirnya ia gigit untuk menahan rasa sakit yang luar biasa ia rasakan saat ini. Keringat bercucuran deras dari keningnya dan lehernya.
"Arghhh!"
Darah keluar perlahan dari hidung dan bibirnya. Rasa sakit itu tiba-tiba hilang dan menyisakan perih yang dibibirnya yang berdarah karena digigitnya tadi. Nafasnya tak karuan seperti orang habis berlari. Dengan ujung baju didaerah tangannya, ia mengelap darah dari hidung dan bibirnya. Tapi darah yang dari hidung tak berhenti sehingga membuatnya kesal.
"Ayolah, jangan terus keluar seperti ini." Ujarnya kesal sambil terus mengelap darah yang keluar dari hidungnya.
Dengan kasar yeojya mungil itu mengelap hidungnya, tapi darah tetap mengalir. Bahkan dengan brutal yeojya itu terus mengelap sampai philtrumnya berwarna kemerahan dan lecet. Ryeowook terus melakukan hal yang sama sampai akhirnya ia marah pada dirinya sendiri dan memilih untuk memeluk kakinya yang ia lipat.
Lagi-lagi menangis adalah satu-satunya jalan yang bisa ia lakukan untuk meluapkan kemarahannya, kemarahannya pada diri sendiri. Yeojya itu paham betul waktunya tak banyak lagi. Akhir Bulan Agustus sudah dekat, bahkan sekarang sudah tanggal 24 Agustus.
"Saengil chukhahae, Yesung oppa…" Gumamnya pelan sambil terisak.
"Ryeowook-ah?"
Ryeowook tertawa getir. Bahkan dalam seperti ini dia masih bisa berhalusinasi kalau namja yang ia sayangi sedang memanggilnya. Ajalnya mungkin semakin dekat.
"Kim Ryeowook!"
Ryeowook kali ini mengangkat kepalanya dan menemukan Yesungnya sedang berjongkok dihadapannya dengan senyuman bodoh milik namja itu. Tanpa berkata apapun Ryeowook langsung menghabur kepelukan hangat namja bernama Jongwoon itu. Tangan Yesung beralih ke punggung yeojya itu dan membelainya lembut.
"Na bogoshipta," Bisik Yesung ditelinga Ryeowook. "Kau meninggalkanku tanpa pamit, eh?"
Ryeowook masih meletakan kepalanya dibahu Yesung, tangan yeojya itu kembali mengelap darah yang mengalir dari hidungnya. "Jangan bicarakan itu sekarang."
Yesung terkekeh. "Baiklah. Jadi berapa keinginan lagi yang harus kau ceklis?"
"Dua."
"Apa aku bisa membantu?" Tanya Yesung lagi.
Ryeowook melepas pelukannya pada Yesung dan menatap mata Yesung seseduktif mungkin. Sedangkan yang ditatap hanya cengar-cengir bodoh. Ryeowook memutar bola matanya dan menggeleng lemah. "Tidak bisa."
"Eh? Waeyo?" Yesung memiringkan kepalanya. "Uhm, changkkaman! Kau mimisan ya?"
Yesung mengusap philtrum Ryeowook dan memandanginya lama. Ryeowook mengelak dan menutupinya. "Aniya."
"Ya! Jangan bohong!"
Yesung buru-buru mengangkat tubuh Ryeowook dan menggendongnya ala pengantin. Yesung baru saja akan berjalan tapi Ryeowook sudah meronta untuk turun. "Turunkan aku, oppa. Aku bisa jalan sendiri."
Yesung menyerah karena dadanya sekarang sakit karena dipukuli Ryeowook, dia menurunkan Ryeowook. Yeojya itu memungut tas miliknya yang masih tergeletak direrumputan. Tapi ketika tubuhnya merunduk untuk mengambil tas tadi, setetes darah menetes jatuh ke rumput hijau. Membuatnya kontras dengan warna merah darah.
Seketika tubuh yeojya itu oleng dan ambruk. Dengan cepat Yesung berjongkok dan menarik Ryeowook ke pelukannya. "Ryeowook-ah! Ya! Irreona!"
xxXxx
Yesung menunduk dalam menutup matanya rapat-rapat. Dipijitnya pelan keningnya yang terasa pusing. Bau rumah sakit yang ia suka karena menenangkan malah sama sekali tidak membantunya. Telinganya mendengar suara langkah kaki yang mendekatinya, tapi ia tak begitu peduli.
"Yesung-sshi?"
Yesung menengadah dan menemukan Kangin yang berdiri tak jauh darinya. Namja gemuk itu duduk dibangku tunggu yang berada diluar ruangan yang menangani Ryeowook. Namja yang berstatus kakak kandung Ryeowook itu menyender pada bantalan bangku panjang itu.
"Kau bahkan datang lebih dulu dariku. Padahal aku ini oppanya sendiri," Ujar Kangin sambil mendesah pelan. "Gamsahamnida, Yesung-sshi."
"Belum, belum saatnya kau berterimakasih padaku. Bisa saja sehabis ini kita tidak bertemu dengannya lagi. Bukannya aku menyumpahinya, tapi perasaanku memang sedang tak bisa memikirkan hal-hal positif."
Kangin mengangguk kecil. "Arraseoyo. Aku berterimakasih karena telah memberikan Wookie kesempatan untuk merasakan cinta sebelum dia pergi. Aku siap tak siap harus menerima dan menunggu hasil akhir bulan ini."
"Hasil akhir bulan ini?" Yesung memandang bingung pada Kangin.
Kangin mengangguk. "Dia divonis dokter tak akan bisa bertahan lebih lama dari akhir Bulan Agustus ini."
Diawal Musim Gugur ini, tak ada yang bisa mendengar suara petir disore hari yang cerah seperti ini. Hanya Yesung yang bisa mendengar petir itu. Jauh diotak kecilnya, petir itu menyambar-nyambar dengan hebatnya. Sehebat berita kematian Ryeowook yang tak langsung dari Kangin tadi.
"Dokter bukan Tuhan yang bisa tahu kapan Ryeowook akan mati."
Kesimpulan pendek dari Yesung memang benar, pikir Kangin. Tapi tidak membuatnya sedikit lebih optimis dari sebelumnya. Tak ada yang bisa menyelamatkan Ryeowook selain keajaiban.
Ya, keajaiban.
"Dia sudah sadar."
Informasi dari dokter membuat kedua namja itu langsung berdiri dan memasuki ruangan luas itu. Tak banyak barang didalamnya, sehingga terlihat kosong. Hampa. Dokter berdiri disamping ranjang pasien yang berada ditengah ruangan. Ryeowook menatap sayu kedua namja yang ia sayangi.
"Oppadeul…" Sapanya lemah.
Yesung berjalan cepat kesisi lain ranjang Ryeowook. Memandangi wajah pucat Ryeowook yang menyiksa batinnya saat ini. Senyum tipis Ryeowook buat diwajahnya. "Bagaimana keadaanmu?"
Ryeowook tersenyum makin lebar. "Nan gwaenchana."
"Kau tidak baik-baik saja, Kim Ryeowook-sshi," Ujar dokter berkebangsaan Korea itu marah. "Kau bisa dikatakan baik-baik saja ketika kau menjalani chemo."
"Jangan harap." Desis Ryeowook pada dokter itu.
Yesung dan Kangin hanya menghela nafasnya mendengar percakapan Ryeowook dokter itu. Dokter itu pergi setelah mendata dan memberikan obat-obat serta vitamin untuk Ryeowook. Kangin juga pamit untuk membeli minuman dan makanan kecil dicafetaria rumah sakit.
Sekarang hanya tinggal Yesung dan Ryeowook dikamar itu.
"Oppa, sudah makan malam?" Tanya Ryeowook basa-basi.
"Bagaimana aku bisa makan bahkan berpikirpun tak bisa?" Jawab Yesung seadanya.
Ryeowook mengangguk-angguk mengerti. Tapi bingung mau berkata apalagi. Setelah kabur dari Korea, Ryeowook tidak menyangka akan bertemu lagi dengan Yesung. Tangan Yesung merogoh saku celananya dan mengeluarkan benda kotak kecil.
"Yeogi…"
Ryeowook menerima buku kecil miliknya yang benar-benar pribadi itu. "Oppa tidak membukanya?"
Yesung menggeleng. "Aku tidak berani."
Ryeowook membuka buku itu dan sesekali tersenyum. Ketika sudah mencapai keinginan kesembilannya, dia menatap Yesung dan buku itu bergantian. Sedangkan yang ditatap sedang sibuk dengan ponsel miliknya. Yeojya mungil itu tersenyum dan menaruh buku itu.
"Kita ke Taman Sakura lagi yuk." Ajaknya.
Yesung mendongak. "Jangan bertindak bodoh, Kim Ryeowook."
Ryeowook tersenyum jahil pada Yesung. Sedangkan Yesung berkacak pinggang dan menatap Ryeowook tajam. Ryeowook mengerti, Yesung pasti akan luluh. Pasti.
xxXxx
"Uwah, sepi."
Yesung memutar bola matanya kesal. "Tentu, sudah waktunya taman tutup. Tapi seorang yeojya agak sinting membayar petugas dengan mahal hanya untuk datang kesini."
Ryeowook memutar tubuhnya dan mengembungkan pipinya. "Aku kesini mau menyelesaikan keinginan kesembilanku, babo."
"Eh? Jeongmal?!"
Ryeowook mengangguk puas. "Keuromyeon. Oppa mau membantuku kan?"
"Dengan satu syarat."
"Mwoya?" Ryeowook memiringkan kepalanya.
"Kau harus mau chemotherapy," Tegas Yesung, sedangkan Ryeowook menggeleng cepat. "Kalau begitu tak usah."
Ryeowook mengangguk setuju. "Keurae! Tidak usah. Aku tidak butuh bantuan oppa! Percuma saja aku membayar petugas itu mahal-mahal."
Yesung tertawa geli. "Kau harus setuju, mau tak mau. Dengan catatan aku akan menemanimu chemo di Seoul. Aku akan cuti dari duniaku."
Mata Ryeowook melotot sempurna. "Jeongmaliya?"
"Jinjjayo, yaksokhaejyo," Janji Yesung, dia berjalan kehadapan Ryeowook dan mengunci yeojya itu dibatang pohon. "Aku tidak main-main."
Ryeowook makin mundur dan merasakan pohon sakura menghalanginya. Tatapan mata Yesung yang tajam semakin menginterupsinya untuk bergerak. Bibir Yesung yang, uhm… menggoda. Ingin sekali ia merasakan bibir yang terlihat manis itu.
"Tunggu, Yesung oppa," Tahan Ryeowook. "Aku kan belum bilang setuju."
"Lalu apa jawabanmu? Aku tidak mau penolakan."
Ryeowook tersenyum dan mengangguk. "Kalau begitu aku setuju, asalkan kau selalu bersamaku."
Yesung menyodorkan jari kelingkingnya pada Ryeowook. "Yaksok."
Ryeowook mengaitkan jari kelingkingnya dijari kelingking Yesung denan senyuman. Yeojya itu sejenak lupa apa yang ingin ia lakukan disini. Tapi tak lama yeojya manis itu ingat dan mengambil buku kecil yang ada disakunya.
"Saranghae," Bisik Yesung tepat ditelinga Ryeowook. "Jeongmal saranghaeyo, Wookie."
Pohon sakura kesepian itu tiba-tiba bercahaya karena lampu-lampu berkelap-kelip diatasnya. Begitu pula dengan pohon sakura lainnya. Cahaya yang tidak begitu menyinari membuat terlihat remang-remang namun tercipta keromantisan malam itu.
Ryeowook tersenyum manis. "Nado saranghaeyo, Yesungie oppa."
Yesung menarik tubuh kurus Ryeowook kepelukannya. Biarkan saja, biarkan mereka sejenak melupakan mimpi buruk yang akan mereka hadapi setelah ini. Sebentar saja mereka merasakan kebahagiaan singkat sebelum menerima ujian terberat selanjutnya. Sebentar saja mereka melupakannya.
"Oppa harus tau apa keinginan kesembilanku." Ujar Ryeowook senang.
Yesung terlihat ingin tahu. "Mwoya ige?"
Ryeowook tersenyum jahil lagi. "Penasaran? Tutup matamu."
Yesung menurut dan menutup matanya. Dengan ragu Ryeowook menunduk dan berpikir ulang. Apa sehabis ini aku akan bertemu malaikat pencabut nyawa? Keinginan kesembilanku itu kan 'mendapatkan ciuman terakhir'. Apa… ini yang terakhir? Pikirnya.
Ryeowook tersenyum dan memegang tengkuk Yesung yang lebih tinggi darinya. Ryeowook berjinjit dan mendekatkan wajahnya ke wajah Yesung. Ryeowook menempelkan bibirnya dibibir Yesung, hanya ditempelkan. Tapi Yesung sedikit mundur karena kaget.
Tapi setelah agak lama, Yesung sekarang mengangkat tangannya dan menahan tengkuk Ryeowook. Memulai permainan baru yang dia pimpin. Yesung melumat bibir kering Ryeowook dan membuatnya lembap kembali.
Yesung melepas pagutannya ketika melihat cahaya seperti kilat dari sebelah kanan. Ryeowook mengecek polaroid berwarna ungu yang selalu ada ditas miliknya. Ryeowook mengeluarkan foto hasil jepretannya dan mngibas-kibaskan foto itu dengan senang. Yesung memperhatikannya dengan wajah bingung.
"Kau… mengambil gambar ketika kita ciuman?"
Ryeowook mengangguk dan memandang foto itu dengan senang. "Uwah! Sempurna!"
Ryeowook memperlihatkan foto hasil polaroid miliknya pada Yesung. Foto itu men-closeup mereka berdua yang sedang berciuman. Wajah Yesung memerah ketika melihat gambar dirinya yang sedang mamandu Ryeowook untuk berbagi saliva.
Yesung mengembalikan foto itu pada Ryeowook. "B-buat apa?"
Ryeowook tersenyum tanpa menjawabnya. Tangan mungilnya mengambil buku kecil dan membuka halaman keinginan kesembilannya ditulis. Yesung yang penasaran mencoba untuk mengintip apa yang Ryeowook tulis disana. Tapi dengan cepat yeojya itu menempel foto ciuman mereka dan menutup buku itu lagi.
"Sudah!" Ujar Ryeowook girang. "Gomawoyo."
Yesung mengangguk dan tersenyum. "Kalau begitu, kau yeojyachinguku?"
Ryeowook memiringkan kepalanya. "Memangnya oppa pernah memintaku untuk menjadi yeojyachingu oppa? Oppa hanya bilang kalau oppa mencintaiku."
Yesung tertawa geli. "Kau benar-benar menggemaskan. Mau kan jadi yeojyachinguku?"
"Terlalu berharap."
Yesung sweatdrop. "Jadilah yeojyachinguku."
Ryeowook menggeleng. "Terlalu memaksa."
Yesung pundung dibawah pohon sakura. "Kau bersedia jadi yeojyachinguku?"
Kali ini Ryeowook tersenyum dan memasukan semua barang-barang penting miliknya ke tas berbahan jeans yang ia bawa tadi. Ryeowook menengadah menatap lurus kearah mata bulan sabit milik Yesung. Namja itu menunggu dengan sabar.
"Aku bersedia."
xxXxx
Bab 14
Be My Girl
Haehyuk
"Naneun Lee Hyukjae, aku yeojya hebat yang tak pernah putus asa."
Mantra milik Hyukjae yang setiap harinya diucapkan oleh yeojya manis nan enerjik itu sebelum ia pergi kerja. Tepat didepan cermin yang ada dikamarnya yeojya itu mengucapkannya dengan senyum dan suara lembut. Kaki jenjang yeojya itu melangkah keluar kamar dan keluar rumahnya.
Hyukjae menunggu bis berwarna hijau itu datang dengan sabar. Setelah bis itu datang, Hyukjae menaikinya dan menunggu bis berhenti di Dongdaemun. Kesehariannya sebelum datang ke café memang tidak menarik, pikirnya. Untung bis dengan cepat menurunkannya distasiun Dongdaemun, tak jauh dari café tempatnya kerja.
Sapphire Blue.
"Annyeonghaseyo."
"Ah! Hyukjae-ah!"
Hyukjae langsung menoleh ketika Heechul memanggilnya. Yeojya anggun itu duduk dikursi pelanggan bersama pegawai lainnya. Hyukjae berlari kecil untuk menghampiri teman-temannya. "Ne, eonnie?"
Heechul tersenyum tipis. "Café membuat acara lagi. Menyambut Musim Dingin, berhubung sudah memasuki Bulan Oktober."
"Hm, begitu ya," Hyukjae mengangguk paham. "Lalu apalagi?"
"Baru rencana sih, menurutmu kita membuat acara seperti apa?" Tanya Heechul.
Hyukjae memutar otak, tapi tak lama dia mengangkat bahunya. Tanda tak tahu. Sedangkan yang menunggu jawaban darinya sekarang menghela nafas. "Ya sudah, lain kali kita bahas. Sekarang ganti seragammu dan siapkan café."
Hyukjae dan Kibum mengangguk. Sedangkan Heechul masih berdiam diri ditempatnya sambil memainkan pulpennya yang berhiaskan boneka lucu diatasnya. Yeojya cantik itu kembali mendesah pelan.
"Pegawaiku berubah pasca sakit hati."
xxXxx
Telinga Donghae menangkap sebuah suara klakson mobil dari depan rumahnya. Namja tampan itu mengintip dari jendelanya dan melihat Sungmin membuka pintu dan membiarkan seorang namja kurus berkulit pucat masuk kerumah keluarganya. Kecupan singkat mereka lakukan setiap paginya.
Cukup membuat Donghae cemburu.
Tunggu, bukan cemburu karena ia menyukai noonanya. Tapi cemburu karena dia tak pernah disambut dengan kecupan oleh siapapun. Terakhir ketika ia masih menjadi namjachingunya Yoona.. Ah… uri Donghae ini rindu disambut dengan kecupan.
"Bahkan Minnie noona punya namjachingu yang lebih muda dariku." Gerutunya kesal sambil memakai kemeja putihnya.
Donghae sedang bersiap ke kantornya. Kemarin malam dia baru pulang dari kerja dinas di Jeju, jadi dia memilih untuk datang siang ke kantor. Setelah dirasa cukup, dia keluar dari kamarnya dengan sebuah tas ditangan kirinya. Namja itu menuruni tangga dan menemukan noonanya dan Kyuhyun sedang mengobrol diruang tv.
"Hyung," Donghae menoleh malas pada Kyuhyun. "Ini kan sabtu."
"Aku ada kerjaan."
Jawaban singkat dari Donghae membuat Kyuhyun bungkam. Sedangkan Sungmin hanya tersenyum dan membiarkan Donghae. Sungmin sudah kapok menegur Donghae, dia bahkan didiami Donghae karena menegurnya.
Setelah menyesap kopinya Donghae langsung keluar rumah menuju parkiran khusus miliknya. Memasuki mobil Lamborgini yang baru saja dirilis di Korea beberapa saat lalu. Mobil sport dengan keunggulan kecepatannya yang sesuai dengan 600 tenaga kuda itu laku di Eropa. Kalau di Korea hanya beberapa yang memilikinya, bahkan bisa dihitung dengan jari.
Mengebut dalam mobil itu sekarang sudah menjadi hobi Donghae. Arah ke kantornya selalu melewati Dongdaemun yang super ramai. Donghae tidak mengeluh sekalipun mobil itu tak berguna jika dipakai dijalanan yang macet seperti Dongdaemun. Hanya karena satu alasan.
Matanya tertuju pada meja kasir dicafe itu. Café Sapphire Blue yang berada disebuah belokan di Dongdaemun. Tempat stategis untuk diperhatikan karena pas dengan lampu merah. Donghae tanpa ekspresi memperhatikan yeojya itu.
Lee Hyukjae.
"Menopang dagu dan menatap kosong kurasa sekarang mejadi hobimu," Gumam Donghae pada dirinya sendiri. "Bogoshipeoseoyo."
xxXxx
Hyukjae menyodorkan beberapa uang kearah pelanggan yang menunggu uang kembalian darinya. Setelah itu Hyukjae tersenyum dan membungkuk pada pelanggan itu. Tapi senyumnya langsung meredup tak lama. Terlihat jelas kalau senyuman tadi adalah senyum palsu.
Dan begitu setiap harinya. Semenjak Donghae tidak pernah lagi menghubunginya. Kalau saja ia tidak menyatakan cinta lebih dulu dan lewat telefon, pasti Donghae masih menghubunginya. Apalagi Donghae sendiri yang ingin mengundurkan diri dari kehidupannya, bukan?
Desahan penyesalan selalu keluar dari mulutnya setiap kali yeojya itu mengingat Donghae. Bodoh memang jika masih mengharapkan namja itu kembali.
"Eonnie," Hyukjae menoleh menatap Kibum yang memanggilnya. "Nanti setelah shift selesai, jangan pulang duluan ya. Tunggu aku."
Tanpa curiga Hyukjae hanya mengangguk mengiyakan dan kembali menjaga kasir. Satu namja kecil dan satu yeojya terlihat dorong-dorongan didepan kasir. Keduanya terlihat mirip, hanya yang namja lebih tinggi dan kurus.
Hyukjae menunduk dan memperlihatkan gummy smile-nya. "Ada yang bisa noona bantu?"
Sang yeojya kecil mengembungkan pipinya lucu. "Ahjumma jangan lebut Cehunnie! Cehunnie itu milik Luhan!"
Hyukjae melotot pada yeojya kecil yang mengaku bernama Luhan itu. "Aku… ahjumma? Ahjumma katamu?"
Sang namja kecil membungkuk minta maaf. "Mianhae noona, Luhannie memang alogan dan cembuluan."
Hyukjae melotot lagi lebih lebar dari tadi. Dengan tak percaya memandang kedua anak kecil yang membuatnya bingung dan kesal. Pertama wajahnya yang manis imut-imut dibilang ahjumma. Lalu bingung melihat namja kecil yang mempunyai bahasa yang luar biasa dewasa. Apa dia benar-benar mengerti dari kata 'arogan'?
"Kalian berdua… pacaran?" Tanya Hyukjae pelan-pelan karena masih kaget.
Luhan dan Sehun mengangguk, lalu Luhan mengapit lengan Sehun seseduktif mungkin. "Kami menikah Christmas Eve nanti."
Hyukjae menatap yeojya kecil itu malas. "Ya ya terserah kalian berdua. Lalu kalian mau apa?"
Keduanya menepuk kening masing-masing dan mengeluarkan sebuah kotak kecil. Sehun mengulurkan tangannya dan memberi Hyukjae kotak itu. Dengan masih bingung Hyukjae mengambil kotak yang masih tersegel dengan sebuah pita yang membuat kotak itu seperti kado kecil.
"Buatku? Dari siapa?" Tanya Hyukjae lagi.
"Dari "
Baru saja Luhan mau mengatakan siapa yang memberinya, tapi Sehun sudah mengunci mulut Luhan dengan tangannya. "Dia tidak mau membelitahu. Yang jelas ini buat noona."
Hyukjae membuka pita itu dan membuka tutup kotak itu perlahan. Hanya ada secarik kertas yang bertuliskan beberapa kalimat diatasnya. Ada permen lollipop berwarna-warni juga.
'Mungkin lollipop bisa membuatmu berhenti melamun. Geumanhae, neomu shirreoyo. Arraseo?'
Dan, hanya itu yang tertulis. Tanpa embel-embel lain orang itu menyuruhnya, agak tidak sopan memang. Hyukjae menunduk lagi, tapi kedua anak kecil itu sudah tak ditempat. Satu orang yang sekarang ada dipikirannya. Memungkinkan dia yang mengiriminya ini.
Lee Donghae.
Yah, tidak mungkin. Mungkin ini dari Tuhan yang sudah lelah melihatku seperti ini, pikirnya. Ah… kedua anak kecil itu tidak mungkin malaikat. Hanya fisik mereka yang menggemaskan, tapi setelah tahu keduanya jadi tidak mengira keduanya malaikat lagi.
"Gomawo."
xxXxx
Donghae tersenyum senang ketika kedua bocah kecil itu kembali menghadapnya. Dengan riang Luhan menarik pergelangan tangan Sehun supaya lebih cepat berjalannya. Dengan riang Luhan membuka tangannya pada Donghae.
"Mana hadiah kami?" Tanya Luhan tak sabar.
Donghae membawa keduanya ke kedai es krim lalu memesan dua cone es krim rasa vanilla dan cokelat. Setelah dia membayar, Donghae memberikan es krim itu pada kedua bocah itu. Keduanya menerimanya dengan senang hati.
Donghae mengelus rambut Luhan dan Sehun bergantian. "Pelan-pelan makannya. Gomawo, ne?"
Keduanya mengangguk dan meneruskan acara makan es krim gratis dari Donghae. Donghae berjalan beberapa langkah dan mengintip kedalam café itu. Sembari memakan lollipop, Hyukjae tersenyum ramah ke pelanggan yang membayar pesanan padanya.
Donghae tersenyum tipis. "Jangan tersenyum palsu lagi."
xxXxx
Hyukjae melirik jam tanganya, setengah jam lagi shift kerjanya selesai. Sekarang café buka mulai siang hari, tepatnya jam dua belas tepat dan tutup pada jam sepuluh malam sampai seterusnya. Hyukjae menyesap espresso gratisan bagi setiap pegawainya. Bahkan jika mereka ingin makanan apapun akan diberikan gratis selama pelanggan hari itu ramai.
"Hyukie," Heechul mendekati Hyukjae yang berdiri dibalik meja kasir. "Aku pulang duluan ya. Aku bawa satu kunci, kau bawa kunci depan."
Heechul menyerahkan satu kunci yang memiliki gantungan pita pada Hyukjae. Baru saja Heechul mau pergi meninggalkan café, Hyukjae memanggil yeojya itu. "Eonnie…"
Heechul menoleh. "Ne?"
"A-aku pinjam café sebentar ya. Maksudku, aku akan tutup café tepat jam sepuluh. Tapi aku akan menghabiskan waktu disini dulu. Mungkin aku baru benar-benar mengunci café jam sebelas malam."
Heechul mengerutkan dahinya, dia tak ingin berlama-lama dicafe sebenarnya. Hangeng sudah menunggunya diluar. "Wae geurae?"
Hyukjae tersenyum dan mengangkat bahunya. "Hanya ingin saja. Aku malas pulang kerumah."
"Jangan membuat khawatir kedua orangtuamu, Hyukie. Tapi tak apa kalau sekali-sekali, bersenang-senanglah dicafe ini sampai kau merasa tidak terbebani lagi. Hati-hati ya."
Hyukjae mengangguk. "Eung."
Mata indah Hyukjae terus mengikuti punggung Heechul yang keluar café. Hangeng yang tidak sabar menunggu Heechul sudah berdiri disamping mobilnya dengan terus mengetuk-ketukan ujung sepatunya diaspal jalan. Dengan desahan Hyukjae tampak iri dengan pasangan itu.
Kali ini dia mengedarkan pandangan kesegala penjuru café. Hanya terisa empat orang yang masih duduk dikursi pelanggan. Shindong juga sudah berleha-leha bersama Kibum sambil bercanda. Sesekali kedua orang itu tertawa geli.
"Hyukie, kau tak ingin ikutan?" Tawar Shindong.
Hyukjae menggeleng. "Kurasa aku lebih baik disini."
Hyukjae memainkan laptop yang terhubung dengan speaker dicafe itu. Dia yang menjadi DJ setiap harinya, Hyukjae yang menentukan lagu mana yang akan diputar. Dan akhir-akhir ini, lagu-lagu dicafe itu selalu bergenre ballad.
xxXxx
Donghae menopang dagunya bosan sambil mencari-cari channel tv yang menarik. Tapi dia tidak menemukan satu acara pun yang menarik baginya. Matanya yang terasa berat karena mengantuk tidak membuatnya ingin tidur saat itu juga. Walau lelah ia tetap bersikeras tidak ingin tidur.
"Ah aku kan ingin menonton bola!"
Yah, itulah alasan Donghae tidak ingin tidur awal. Klub bola jagoannya bertanding jam dua belas malam nanti. Sedangkan matanya sudah tidak bisa menahan lagi. Tiba-tiba lampu bohlam terlihat diatas kepalanya, tanda dia mempunyai sebuah ide.
"Beli kopi dicafe Sapphire Blue, ah. Siapa tahu aku bertemu Hyukjae." Ujarnya riang.
Buru-buru Donghae memakai cardigan dan menyemprotkan parfum ke beberapa tempat ditubuhnya. Dengan percaya diri dia keluar dari kamarnya dan langsung tancap gas dengan mobilnya. Namja itu menepikan mobilnya dan menatap café Sapphire Blue yang sudah gelap dari luar.
Donghae mengerang. "Argh! Kenapa sudah tutup sih?! Eh? Changkkaman…"
Matanya menyipit dan kepalanya maju untuk melihat lebih jelas kedalam café yang gelap itu. Masih ada orang didalam, dan dia hafal bentuk badan itu. Tubuh kurus namun seksi, rambutnya panjangnya dicat hitam gelap.
Lee Hyukjae.
"Dia belum pulang? Jangan-jangan dia terkunci dan sendirian didalam?!"
Donghae langsung turun dari mobilnya, tak lupa mengunci mobil sport miliknya itu. Dengan hati-hati Donghae menyebrang dan mengintip dari luar. Matanya menangkap siluet yeojya yang sedang menuang soju ke gelas kecil lalu meminumnya sampai habis.
Tak lama dua namja asing mengetuk pintu kaca café itu. Hyukjae yang sudah terpengaruh alkohol membuka kunci pintu café tanpa curiga. Lalu namja tadi masuk dan menyerang Hyukjae. Salah satu namja asing itu menahan Hyukjae agar tidak mencoba menyerang kedua namja asing itu.
"Ya! Ya! Lepaskan dia!"
Donghae berlari masuk dan menyerang salah satu namja asing yang menahan Hyukjae. Dengan melotot Hyukjae kaget melihat Donghae yang luwes dan lancar menyerang penjahat-penjahat itu. Setelah kedua namja asing itu kalah karena serangan bertubi-tubi dari Donghae, keduanya memohon ampun.
"Mau apa kau kesini? Buat apa kau menyerangnya, hah?!" Donghae memegangi kerah baju kedua penjahat itu dengan masing-masing tangannya.
"Kami hanya menginginkan uang yang ada dikasir, Tuan. Tapi kami menyesal." Ujar salah satu namja takut-takut pada Donghae.
Donghae masih memelototi keduanya, marah besar dia. "Beraninya dengan yeojya! Jangan berani-berani kembali kesini, arra?! Minta maaf padanya!"
Keduanya mengangguk bersamaan. "Kami berjanji, Tuan. Jwisungieyo, agasshi…"
Hyukjae mengangguk canggung. "N-ne, gwaenchana."
Donghae membawa kedua namja asing itu keluar dan mendorong mereka jauh-jauh. Setelah kerah baju mereka dilepas Donghae, kedua penjahat itu langsung berlari terbirit-birit karena takut dihajar Donghae lagi. Donghae kembali masuk kedalam dan menghampiri Hyukjae yang masih shock terduduk dilantai.
"Gwaenchana? Mereka tidak menyakitimu kan?" Tanya Donghae sambil memeriksa Hyukjae.
Hyukjae mengangguk takut. "N-nan gwaenchana, Donghae-ah."
Donghae menghela nafasnya. "Kau tidak baik-baik saja, Hyukjae-ah. Kau bahkan shock sekarang. Brengsek, aku akan mencari keduanya lagi. Mereka tidak pantas untuk dimaafkan."
Donghae membantu Hyukjae berdiri dan membantu yeojya itu untuk duduk dikursi pelanggan, Hyukjae menggeleng cepat. "Hajima, mereka kan sudah berjanji tidak akan datang lagi."
"Tapi kau "
"Nan gwaenchana," Ujar Hyukjae sambil tersenyum. "Percaya padaku."
Donghae akhirnya mengangguk samar, walaupun dia masih marah pada penjahat tadi. Kaki Donghae melangkah meninggalkan Hyukjae, dia ke dapur mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih. Setelah itu kembali lagi dan menyerahkan gelas itu pada Hyukjae.
"Gomawo, Donghae-ah." Hyukjae melengkungkan bibirnya dan meminumnya perlahan.
Donghae menunggu Hyukjae selesai meminum airnya dengan sabar. Setelah itu, gentian ia yang meminum air yang tersisa. Hyukjae membulatkan bibirnya. "I-itukan bekasku."
Donghae tidak peduli. "Memangnya kenapa? Tidak masalah kok, apalagi secara tak langsung bibirku bersentuhan dengan bibirmu kan?"
Hyukjae makin melongo mendengar jawaban acuh dari Donghae. Tapi tak lama wajahnya berubah, menjadi merona dan tersenyum malu. Dalam hatinya bersyukur kalau café ini gelap sehingga Donghae tidak bisa melihat pipinya yang memerah sekarang.
"Gomawo lollipopnya."
Donghae tersedak air yang belum masuk kelambungnya, buru-buru Hyukjae mengelus punggung namja itu dengan panik. "L-lollipop? Lollipop apa?" Donghae pura-pura tak tahu.
Hyukjae tertawa geli. "Jangan mengelak, arrayo."
"Kedua bocah itu membeberkannya? Aish, kalau begitu aku tidak akan membelikan kedua bocah setan itu es krim." Gerutu Donghae kesal.
"Tunggu, kau menyuruh kedua anak itu dan kau membayar mereka dengan es krim?" Kali ini Hyukjae menatap Donghae bingung.
"Eh? Kau tidak tahu soal ini?"
Hyukjae menggeleng. "Tadi aku hanya diberitahu Kibummie kalau kau yang memberikan lollipop ini lewat kedua bocah tadi. Hanya itu."
Donghae makin merengut, ternyata dia bisa makin terlihat bodoh dihadapan Hyukjae. Image keren dan tampan yang disandangnya sekarang berubah menjadi namja babo dihadapan Hyukjae. Ingin sekali rasanya ia mengubur diri sendiri saat ini.
"Kenapa aku selalu merasa bodoh dihadapanmu…" Ujarnya pilu.
Hyukjae tertawa geli. "Aniya, kau tetap keren kok."
Donghae mengembungkan pipinya dan melipat tangan didadanya. "Huff, kau menertawaiku."
"Arraseo, arraseo," Hyukjae menghentikan tawanya. "Gomawo."
"Itu bukan apa-apa, malah kau tidak seharusnya berterimakasih padaku," Ujar Donghae sambil menunduk, Hyukjae makin tidak bisa melihat ekspresi wajah Donghae. "Aku tidak menghubungimu setelah apa yang kau katakan padaku waktu itu, itu karena aku bingung."
"Oh, ne. I-itu aku…"
"Nado johahaeyo, Hyukjae-ah," Donghae masih menunduk. "Tapi waktu itu aku baru kehilangan Yoona, aku masih belum yakin kalau aku benar-benar bisa mengatakan 'cinta' padamu."
Hyukjae diam, menunggu kalimat selanjutnya dari Donghae. Yeojya itu dengan harap-harap cemas apa yang akan dikatakan namja yang selama ini membuatnya kacau. Hyukjae tidak bisa berpikir jernih ketika namja itu memutuskan untuk menjauhinya.
"Dan setelah kupikir-pikir lagi, ternyata kau terlalu cepat menyembuhkanku. Aku bahkan jatuh cinta denganmu setelah kau mengetahui yang sebenarnya tentang Yoona. Kau candu bagiku," Donghae mengangkat kepalanya dan menatap mata Hyukjae dalam-dalam. "Kau gravitasiku saat ini Lee Hyukjae."
Hyukjae menatap namja itu tak percaya. "Dan kau baru sadar sekarang?"
Donghae mengangguk dan mendesah. "Aku menyesal karena terlalu lama menyadarinya."
Mata Donghae terbelalak lebar ketika badannya ditubruk dan dipeluk Hyukjae. Badan Hyukjae yang bergetar membuatnya sadar kalau yeojya itu sekarang menangis dibahunya. Donghae bahkan bisa merasakan air mata Hyukjae merembes masuk mengenai kulit bahunya.
Tangan Donghae perlahan melingkar dipinggang Hyukjae yang ramping. "Mianhae mianhae. Jeongmal saranghaeyo, Hyukie. Jeongmal."
"Hiks… nado, Donghae-ah."
"Jadilah yeojyachinguku?" Bisik Donghae tepat ditelinga Hyukjae.
Hyukjae mengangguk cepat. "Aku akan mengatakan 'ya' meskipun kau tak memintanya, Lee Donghae."
Donghae tersenyum lebar mendengar jawaban memuaskan dari Hyukjae, Hyukjaenya, Hyukie miliknya. Namja itu terus memeluk erat Hyukjae sampai yeojya itu berhenti menangis, tapi yeojya itu masih belum berhenti. Donghae melepas pelukannya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Hyukjae. Donghae mengecup kening Hyukjae dan menghapus air mata Hyukjae.
"Uljimayo, hm? Aku akan terus berada disisimu sampai kau tidak menginginkanku lagi." Bisik Donghae lalu mengecup sisa air mata dipipi Hyukjae.
Otomatis Hyukjae langsung berhenti menangis karena terkejut atas perlakuan Donghae yang luar biasa romantis. Mungkin ini sisa-sisa dari sifat playboy miliknya yang dulu. Semoga saja Hyukjae menjadi satu-satunya dihati Donghae.
"Kau milikku." Bisik Donghae lagi.
Hyukjae membuat gummy-smile miliknya. "Aku milikmu sekarang dan selamanya, Hae.
xxXxx
Cha Sapphire Blue Second Series is up!
Baru dua couple yang jadian, masih ada sisa dua lagi ya? Uhh kecepetan nggak sih? Nggak lah ya hehe. Semoga chingudeul seneng baca lanjutannya deh dan nggak nyesel nungguin ff semi abal begini. Dapet nggak nih gregetnya? Wish you all said yes, kkk.
Gamsahaeyo yang udah review diseries pertama, author gemblung ini amat senang. Pokoknya setelah baca, tolong tinggalin jejak ya chingudeul. Bow! Last time, gamsahamnida!
