"Seriously, eomma! Aku sedang sibuk sekarang. Bisa kita bahas lain kali saja?"

Seorang namja yang sedang duduk di kursi kantornya sibuk membalik kertas laporan dengan sebelah tangan, sedang tangannya yang lain memegang handphone yang sudah terasa panas di telinganya.

"Kenapa dirimu selalu sibuk? Hei, bukankah kau bilang sudah punya kekasih? Kapan akan kau kenalkan ke eomma"

Kening namja bernama Park Jimin itu berkedut. "Eomma, aku sedang tidak ada waktu akhir-akhir ini."

"Wae? Apa kalian putus? Dari ceritamu, kekasihmu terlihat sangat baik, penyabar, dan suka mengurus dirimu."

Jimin mengigit bibirnya. Demi apapun, ia harus segera bersiap untuk meeting 10 menit lagi. Dan ia sangat tau kalau pembicaraan ini tidak akan berhenti hingga sejam ke depan jika ia tidak memutar otaknya. Mematikan benda berbentuk persegi panjang itu juga bukan solusi yang bagus, ia sudah pernah mencobanya.

"Baiklah. Aku akan mengajaknya secepatnya. Jadi tolong berhenti membuat telingaku berdengung!"

"Kenapa tidak dari dulu? Oh, demi Tuhan. Eomma harap siapapun itu bisa mengubah hidup tidak sehatmu, Jimin!"

"Tidak ada yang salah dengan hidupku, eomma. Aku harus rapat sekarang. Taehyung sudah menungguku." Jimin melirik sahabat sekaligus sekertarisnya yang baru saja masuk ke ruangannya.

"Hei, bahkan Taehyung saja sudah tunangan Jimin. Kapan kau akan menyusul?"

"Eomma." Jimin hanya memutar matanya malas mendengar pertanyaan itu.

"Baiklah. Oh, aku lupa memberi tahumu. Minggu depan eomma akan ke tempatmu. Annyeong~"

Jimin belum sempat protes ketika sambungan telepon itu mati dalam sekejap. Dengan kesal ia melempar ponselnya, membiarkannya menjadi yang kesekian kalinya rusak.

"Kabar buruk?" Taehyung yang sedari tadi diam di dekat pintu akhirnya berbicara.

"Sangat buruk, Tae."

.

.

.

Married?

By: dewinters

Pairing: Jimin x Yoongi aka MinYoon

Genre: Romance

Warnings: OOC, typo(s), DLDR!

.

.

.

Semua bermula sejak tiga bulan yang lalu. Pagi yang cerah dengan kopi panas kesukaannya. Semua terasa sempurna sampai Jimin menerima sms Taehyung yang hari itu izin karena demam. Sesungguhnya Taehyung tidak sepenuhnya salah karena sudah mengirimkan pesan itu dari pagi buta. Tapi kebiasaan Jimin yang mematikan suara handphone-nya, akibat panggilan umma-nya yang seperti teror sejak tadi malam, membuatnya baru membaca pesan itu sejam sebelum rapat.

Jimin berakhir dengan mengacak meja Taehyung untuk menemukan bahan presentasi yang harus ia bawakan. Di tengah kekacauan itu pula ponselnya kembali berdering tanpa henti. Dengan kesal akhirnya Jimin mengangkat telepon dari umma-nya itu.

Dan berakhir dengan sebuah kebohongan akan seorang kekasih.

Hell. Jimin tidak memiliki waktu untuk itu. Jika sang umma bertanya lagi, tinggal mengatakan bahwa mereka sudah putus dan masalah akan selesai. Setidaknya begitu di pikirannya saat mengatakan hal itu.

Tapi kebohongan itu berlanjut hingga sekarang tanpa kendali. Dan Jimin hanya bisa berpikir keras untuk mencari jalan keluar.

"Salahmu sendiri berbohong ke ahjumma seperti itu."

Komentar Taehyung membuat Jimin semakin mengacak rambutnya frustasi. "Bantu aku cari jalan keluar, Tae. Bukan membuatku semakin frustasi."

Taehyung hanya mengedikan bahunya sebelum kembali menatap laptop di hadapannya. "Bilang saja kekasihmu sakit atau liburan sehingga tidak bisa bertemu. Lalu kalian putus karena ternyata ia selingkuh. Masalah selesai."

Jimin menatap sahabat sejak kecilnya itu dengan tatapan berbinar. "Kau jenius, Tae!"

"Kau saja yang baru sadar. Sekarang cepat kerjakan tugasmu agar aku bisa segera pulang ke apartemenku!"

"Apartemen?"

.

.

"Jimin, kau sadar kan kalau aku seorang desainer interior? Bukan seorang pembantu rumah tangga yang akan membersihkan apartemenmu?"

"Tentu. Karena itu aku memanggilmu, hyung!" Jimin hanya menyengir pada namja yang lebih tua di hadapannya itu.

"Tapi mungkin yang kau butuhkan hanya cleaning service. Tidak perlu mengubah interior apartemenmu, jika aku mendengar ceritamu itu." Yoongi, tetangga Jimin sejak kecil hingga pindah ke apartemen ini, berusaha memberi solusi yang lebih tepat setelah mendengar kebohongan Jimin.

Jimin mendengus. "Itu tidak akan cukup, hyung. Eomma akan segera tau."

Kini giliran Yoongi yang mendengus. "Bukankah lebih baik begitu? Salahmu karena berbohong."

"Dan berakhir dengan perjodohan? Tidak, terima kasih."

Yoongi menatap berbagai sudut apartemen Jimin. "Sebenarnya interiornya sangat sangat minimalis, karena ditinggali sendiri. Mungkin mengganti sofa dan memberi berbagai foto atau lukisan untuk dipigura. Dan beberapa peralatan makan couple. Dan sesungguhnya kau butuh korden untuk menutup jendelamu. Bagaimana?"

"Entahlah. Bagaimana interior yang menurut hyung cocok untuk seorang namja dengan kekasih yang peduli padanya?" Jimin balik bertanya. Sungguh ia bukan orang yang akan mempermasalahkan bagaimana warna cat dinding rumahnya atau ada berapa kursi di meja makan. Tapi ia sadar apartemennya terlalu suram dan minimalis untuk seseorang yang memiliki kekasih.

"Baiklah, sofa, lukisan dan foto, serta korden. Punya foto yang bisa aku bingkai? Foto dengan pacar khayalanmu mungkin?"

Jimin menggeleng. "Kalau foto denganmu atau Taehyung sih ada."

Dan Yoongi hanya bisa mendengus.

.

.

.

"Kau terlihat senang hari ini. Rasanya baru dua hari yang lalu kau panik setengah mati."

Komentar Taehyung pagi itu dianggap sebagai pujian oleh Jimin. Tentu saja ia senang. Ia sudah menemukan solusi yang bagus untuk menghadapi kedatangan sang eomma. Oh, bahkan itu patut untuk dibuatkan pesta syukuran.

"Lebih baik cepat akhiri masa lajangmu Jim. Paling tidak cari kekasih yang serius biar tidak kalang kabut mencari kebohongan."

"Yah, kau tau aku tidak punya waktu untuk berkencan. Aku bahkan bisa menghitung berapa hari aku libur dalam setahun!"

Taehyung hanya memutar matanya jengah. "Dan kau akan jadi pria tua lajang nantinya."

Jimin tertawa mendengar sebutan itu. "Hei, bukankah itu terdengar lebih baik dibandingkan duda? Aku tidak mau berkencan dan menikah hanya karena paksaan lalu bercerai. Sesederhana itu."

"Ya ya ya. Terserah dirimu saja." Kali ini Taehyung kembali mengalah dengan ideologi seorang Park Jimin. Ia pun segera mengambil tumpukan berkas yang sudah selesai ditandatangi oleh Jimin.

"Oh, aku baru ingat. Eomma-mu tadi pagi menelponku dan mengatakan akan mengambil penerbangan besok pagi ke Seoul." Taehyung segera berjalan cepat menuju pintu dan keluar sebelum teriakan Jimin terdengar.

"Yah! Kim Taehyung!"

.

.

.

"Park Jimin! Kenapa tiba-tiba sekali sih? Kau tau barang-barang yang dipesan baru akan tiba besok siang!"

Jimin sedikit meringis mendengar teriakan seorang Min Yoongi. "Maaf, hyung. Eomma mendadak bilang akan datang besok pagi."

"Pabbo-ya! Makanya jangan berbohong, sekarang aku juga ikutan terkena sialnya kan."

"Aku akan memberimu tiket liburan akhir tahun ini. Bagaimana?" Jimin mencoba membujuk Yoongi yang masih sibuk mengeluarkan kata-kata umpatannya pada Jimin. Dan ia tau Yoongi tidak akan melewatkan sesuatu yang gratis dari Jimin, yang biasanya melibatkan lebih dari ratusan ribu won.

"Aku sibuk hingga akhir tahun ini, Jim. Dan aku tidak akan selalu bisa kau bujuk dengan dompet tebalmu itu." Yoongi mencoba menolak agar Jimin mengerti. Membujuk Yoongi dengan hadiah mahal tidak akan menyelesaikan masalah utama Jimin. Hell, Jimin mungkin akan membujuknya menjadi kekasih palsu dengan iming-iming black card di masa depan.

"Baiklah, maaf..." ujar Jimin singkat.

"Bagus kalau kau mengerti. Sekarang susun piring, gelas, dan sendok ini di lemari. Aku akan mencoba menelpon kurir antar agar mengirimkan barangmu sore atau malam ini." Yoongi menujuk peralatan makan set yang masih tersimpan rapi di dalam kardus kepada Jimin. Melihat Jimin mulai membuka kardus itu dan menyusun isinya, Yoongi segera mengeluarkan handphonenya.

Jimin mengeluarkan beberapa peralatan makan yang baru saja Yoongi beli untuknya. Beruntung Yoongi tidak ada proyek minggu ini, sehingga ketika mendapat telpon mendadak dari Jimin, ia bisa segera bertindak. Sesungguhnya mereka berencana untuk membelinya bersama akhir minggu ini. Yoongi tau apa yang harus ia beli, tapi corak dan bentuknya seharusnya berdasarkan selera Jimin.

Dan berhubung Yoongi berakhir dengan membelinya sendiri, Jimin agak memincingkan matanya melihat corak daun-daun minimalis berwarna biru. Well, ia tidak punya selera khusus. Hampir semua barang di apartemen ini dibelikan oleh sang eomma. Tapi Jimin berpikir mungkin corak seperti itu adalah selera Yoongi.

"Kabar baik!"

Suara Yoongi membuat Jimin dari lamunannya dan hampir menjatuhkan piring di tangannya. "Kabar baik?" tanya Jimin ulang.

"Dan kabar buruk sesungguhnya. Kabar baiknya sofa dan korden yang kupesan bisa diantar sore ini. Kabar buruknya, lukisannya baru datang besok pagi. Jam berapa Park eommonim akan datang?"

Jimin menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Entahlah, hyung. Eomma bahkan menelpon Taehyung agar mengejutkanku. Jadi aku tidak tau pasti."

"Besok pagi kurir datang jam 8 pagi. Jam berapa kau ke kantor?"

"Jam 9, berhubung tidak ada rapat."

"Baiklah, besok aku akan datang jam 8 dan kita bereskan semuanya. Dan cepat tata itu, Jimin. Jangan hanya dipandangi saja."

.

.

.

Sesuai janjinya, tepat jam 8 pagi Yoongi sudah membunyikan bel apartemen Jimin. Jimin baru saja bangun dan mandi, langsung berlari menuju pintu depan. Bertahun-tahun menjadi tetangga dan teman sejak kecil, Jimin tau kalau seorang Min Yoongi tidak suka dibuat menunggu.

Benar saja, Yoongi sudah sedikit menampilkan wajah kesalnya begitu pintu terbuka. "Yah, lama sekali! Aku bahkan yang sempat menerima lukisan ini dari kurir."

"Aku baru selesai mandi, hyung. Bahkan tidak sempat memakai baju karena berlari membuka pintu..." ujar Jimin melirik tubuh bagian atasnya yang masih telanjang.

"Ya ya, simpan saja alasanmu. Sekarang ayo buka bungkusan lukisan ini, dan kau bisa memakai bajumu."

Yoongi sudah siap dengan salah satu lukisan dan mencoba mengantungnya di salah satu paku yang sudah dipasang kemarin. Sesungguhnya ia juga tidak mau bangun sepagi ini. Tapi bagaimanapun Jimin adalah klien minggu ini. Ia harus profesional terhadap tegat waktu.

"Kenapa mereka memaku tinggi sekali, sih?" keluh Yoongi sambil mencoba memasang pigura lukisan di tangannya dengan menjinjit. Sungguh, bukan salahnya yang sedikit pendek dan tidak bisa meraih tempat tinggi dengan mudah.

"Berhasil!" ucap Yoongi senang ketika berhasil memasang pigura berat itu. Namun sialnya ia justru kehilangan keseimbangannya di detik berikutnya.

"Hyung!"

Teriakan Jimin menyadarkan Yoongi kalau tubuhnya benar-benar jatuh. Dengan memejamkan kedua matanya, Yoongi bersiap menerima rasa sakit yang sebentar lagi akan menghantamnya.

Satu

Dua

Tiga

..dan Yoongi tidak merasakan apapun. Ia membuka matanya dan melihat lengan seseorang yang tak lain adalah Jimin memeluknya dengan erat.

"Yah, hyung. Kalau tidak sampai bilang padaku. Biar aku yang pasang, tidak perlu jinjit begitu sampai jatuh kan."

Yoongi masih memproses kejadian itu sebelum pintu depan apartemen Jimin terbuka lebar...

"Jimin! Ommo!"

...menampilkan eomma Jimin yang datang dengan tiba-tiba.

Melihatnya dan Jimin.

Di lantai.

Berpelukan.

Oh, jangan lupakan Jimin yang belum memakai baju.

"Kya! Jadi kekasih yang sangat baik, penyabar, dan suka mengurus dirimu itu adalah Yoongi?"

Tentu saja akan menimbulkan salah paham kan? Yoongi berjanji tidak akan membantu Jimin lagi setelah ini!

.

.

.

TBC (?)

.

.

A/N: Aku kembali sementara, habis ga kuat melihat MinYoon yang makin nempel. Anggap aja pelampiasan(?) ya. Yoongi dengan rambut hitam kenapa makin manis dan cute dan cantik? Ga kuat T-T

Silahkan main-main ke instagram kalau mau, siapa tau kita bisa berbagi momen MinYoon atau Namjin hehe :D

IG: dewinterings

Last, mind to review?