Abstract Fantasia

Hetalia © Himaruya Hidekaz

Summary : Sebuah kisah fantasi tidak jelas yang mengisahkan tentang petualangan menuju kepulauan tanpa nama untuk mencari harta karun terpendam hingga berusaha untuk bertahan hidup disana.

Warning : human names, OOC, OC, OOT, GaJe, typo, garing, bahasa kadang ringan kadang berat, De El El!

.

.

.


Semilir angin laut berhembus di pelabuhan pantai timur. Gemerlapan bintang di langit terlihat bagaikan ribuan debu berkilau dari hancurnya batu sapphire. Bulan purnama di langit terlihat bulat sempurna mempengaruhi pasangnya air laut. Tak perduli dengan keadaan sekitar, sosok gadis dengan memakai kerudung biru mendorong sebuah perahu dari bibir pantai ke laut. Manik kecokelatannya menatap lurus ke seberang laut tiada bertepi itu dengan harapan bahwa doanya akan terkabul oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

"Aku harus menyelamatkannya," gumamnya mantap sambil terus mendorong perahu tesebut.

Sebelum perahu itu berhasil semakin menjauh dari bibir pantai, sebuah anak panah dengan ujungnya yang diikat oleh tali melesat hampir mengenai kerudung birunya dan berhasil menancap pada bagian perahu.

"Akak Maya, kau mau pergi kemana malam-malam begini menggunakan perahu itu?" tanya seorang pemuda berkacamata yang tadi sempat melesatkan panah ke perahu. "Jika Abang Yao tahu, dia pasti marah sekali."

"Aku tak perduli!" Kepalanya tertunduk dengan sepasang manik kecokelatannya menatap sendu air laut yang telah menenggelamkan bagian pinggangnya saat ini. "Aku ingin menyelamatkannya…. Aku ingin…."

Kedua tangannya yang basah karena air laut ia kepalkan begitu erat, sesaat gadis bernama Maya itu menggigit bagian bawah bibirnya, berusaha untuk menahan luapan amarahnya. Tetapi tentu tidak bisa.

"Aku ingin menyelamatkan Indon….! AKU INGIN MENYELAMATKAN AKAK NESIA, RAIHAN!"

Perlahan pegangan tangan pemuda bernama Raihan itu pada busurnya melonggar hingga busur tersebut terjatuh di atas permukaan pantai berpasir putih. Ia mengerti dengan kekhawatiran Maya pada saudari tertua mereka. Dia pasti akan melakukan hal yang saat ini dilakukan oleh Maya juga, tetapi masalahnya akan ada hal yang sangat berat bahkan hal tersebut takkan bisa mereka lawan begitu saja.

"Akak, aku mengerti apa yang kau rasakan saat ini. Tetapi sadarlah, negeri itu sangatlah jauh, ditambah lagi banyak orang-orang jauh lebih tangguh daripada Abang Yao dan Abang Somchai di sana. Jika kau pergi sendirian, kau bisa saja mati dengan mudah di sana!"

"Tapi, Raihan! Aku‒"

"Maya!"

"Ate Maya!"

Maya dan Raihan menatap seorang pria dan seorang gadis berlari menghampiri mereka. Terlihat dari raut wajah mereka, begitu mencemaskan sosok berkerudung biru itu. Si gadis berhenti berlari di samping Raihan sambil berusaha mengatur nafasnya setelah berlari cukup cepat menyusul pria itu, sedangkan sang pria buru-buru menghampiri Maya yang berada di ujung bibir pantai dengan bagian pinggangnya yang telah tenggelam lalu dia buru-buru menarik Maya menuju pantai walau gadis itu bersikeras enggan untuk kembali sambil meneriakan alasan yang sama.

"Abang Yao, lepaskan aku! Aku ingin menyelamatkan Akak Nesia dari para perompak itu! Aku ingin menyelamatkannya! Dia dalam bahaya, Bang!"

"Tenangkan dirimu, Maya! Orang Asyan seperti kita takkan mampu merebut Nesia dari para perompak Europa!" ucap Yao padanya sambil terus menarik Maya menuju pantai.

Kini terasa wajah Maya menghangat dan air mata mulai menetes, mulutnya pun bergetar hendak untuk berteriak.

Ketika sampai di pantai, Maya berlutut pasrah sambil kedua tangannya menutupi wajahnya yang kini sepenuhnya basah oleh air mata.

"Akak Nesia…. Akak Nesia…. Akak Nesia…." Maya tak henti-hentinya memanggil saudarinya seakan-akan nama tersebut adalah mantra yang sanggup mengembalikannya.

Gadis yang satunya tadi ikut bersimpuh di hadapan Maya. Perlahan ia tarik tubuh Maya ke dalam pelukannya lalu mengelus-elus punggungnya agar dapat menenangkan saudarinya itu.

"Maria…., Akak Nesia…."

"Aku tahu, Ate Maya…."

Perlahan air mata ikut mengalir membasahi kedua pipi Maria yang mulai memerah. Dia yang dapat merasakan kecemasan Maya ikut hanyut dalam kesedihan mendalam, tetapi Maria berusaha terus meyakinkan Maya bahwa saudari tertua mereka akan baik-baik saja.

"Dia baik-baik saja…. Percayalah…. Hiks….! Di-dia menguasai ilmu be-beladiri silat…., dia ju-juga menguasai…. Hiks….! ….santet…." Isak tangis Maria terasa menjadi-jadi dengan pelukannya pada tubuh Maya yang terasa bergetar. "Jangan cemas…. Kita pasti…. Pasti akan menyelamatkannya…. Ta-tapi belum sekarang…."

"Maria…. Maya…."

Yao telihat menatap kedua saudari itu, ikut hanyut dalam rasa sedih tetapi ia berusaha untuk menahannya. Bagaimanapun juga Yao ikut cemas dengan kehilangannya salah satu sosok anggota keluarga mereka. Yao juga ingin sekali menyelamatkannya sekarang juga, tetapi ia tahu bahwa orang-orang yang menculiknya jauh lebih kuat.

"Abang Yao…."

Yao menoleh pada Raihan ketika pemuda itu memanggil namanya.

"Bagaimana ini….?"

Yao hanya menggeleng pelan menandakan bahwa ia tidak tahu apa yang harus dilakukan demi menyelamatkan sosok bernama Nesia itu. Raihan yang terkenal datar hanya bisa memeluk dirinya sendiri, entah karena kedinginan oleh hembusan angin laut pada malam itu atau berusaha untuk menahan luapan emosinya.

Mereka berempat tenggelam dalam suasana sedih dan hampa hingga terdengar suara sebuah pohon kelapa tumbang di pantai itu. Spontan mereka menatap ke arah pohon tumbang tersebut dan menemukan seseorang berdiri di sana dengan tangannya terkepal erat.

"Kudengar sahabatku dari negeri ini diculik oleh para perompak Europa, da?" Walau senyum polos terukir pada wajah rupawan pria bersyal itu, tetapi Yao tahu bahwa terasa hawa menakutkan yang sangat peka muncul di sekitarnya.

Yao yang kenal betul dengan sosok pria bertubuh besar itu terlihat begitu syok sekaligus takut ketika melihatnya. Dia tak mampu membayangkan bagaimana jadinya jika pria itu marah setelah mengetahui bahwa sahabat setianya telah diculik para perompak.

"I-I-Ivan….?"


Abstract Fantasia


"Ugh…."

Perlahan gadis itu membuka kedua mata kecokelatannya. Tangan mungilnya perlahan memijat kepalanya yang masih terasa pusing. Dia terlalu lelah untuk bangun, tetapi setelah cukup tidur sudah saatnya sistem pada otaknya membangunkan dirinya.

"Eeeh….?"

Kesadarannya terkumpul penuh ketika ia menyadari bahwa ia tengah berada di dalam sebuah ruang yang terbuat dari kayu. Kosong. Tidak ada apa-apa di ruangan itu selain dirinya.

"Dimana aku?"

Gadis itu meraba-raba tubuhnya, ia masih memakai kebaya kuningnya yang telah kumal, rambut hitam yang selalu ia sanggul kini terurai mencapai lantai ketika ia duduk, dan jangan lupa bau aneh tercium dari tubuhnya. Baiklah, bau itu sebenarnya karena dia belum mandi dari kemarin.

"Tempat apa ini?"

Suaranya bergema di ruang kayu yang kosong itu ketika ia bicara. Gadis tersebut mulai berjalan melihat-lihat setiap sudut ruangan. Kosong, semuanya benar-benar kosong.

"Ah, apa aku dikerjain si Malon lagi? Awas saja dia! Aku akan mencincangnya nanti!" ucap gadis itu penuh emosi walau ia tak tahu situasi sebenarnya seperti apa.

Sang gadis berjalan menuju pintu kayu dengan beberapa jeruji besi terpasang di sana. Gadis itu berusaha membuka pintunya, namun tak bisa.

"Lho? Terkunci, ya? Sudah kuduga ini pasti kerjaannya si Malon."

Gadis berkebaya itu menaikan kain batik yang melilit di sepanjang kaki dan pinggangnya hingga mencapai lutut, kemudian bersiap dengan posisi kuda-kuda untuk mengeluarkan kemampuan silat yang selama ini ia pelajari. Lalu ia mulai melancarkan serangannya.

BHUAK!

BRUUUK!

BRAK!

KRAK!

DHUAK!

Dia memukul, menendang, dan melakukan hal itu berulang kali pada pintu tak berdosa tersebut agar mampu terbuka maupun hancur. Tetapi wujud dari pintu itu tetap sama, masih utuh dan terkunci dengan kuatnya.

"ARGH! INI CUMA PINTU KAYU BIASA! TAPI KOK ENGGAK BISA KEBUKA WALAU DENGAN KEMAMPUAN SILAT TERKUATKU?! AAAARRRRGGGGHHH!" teriaknya depresi.

Gadis itu memutuskan untuk melihat keadaan di luar melalui jeruji besi yang ada pada pintu kayu tersebut. Dia hanya melihat lorong kayu di kanan dan kiri. Tidak ada yang menarik tentunya hingga terlihat seseorang lewat sambil memeluk seekor anak beruang kutub.

"Hei, kau!" panggil gadis itu pada sosok pria yang lewat tersebut.

Pria itu berhenti berjalan lalu menatap sang gadis. Sempat ia celingukan ke kanan-kiri memastikan apakah ada orang selain dirinya di sekitar. Setelah memastikan cuma dia yang ada di sana, sang pria menunjuk dirinya sendiri.

"Kau memanggilku? Kau bisa melihatku?" tanyanya dengan bingungnya.

Gadis itu menjawab dengan kesal, "Ya, iyalah! Memang siapa lagi yang kupanggil selain kau di sekitar sini? Memangnya kau setan apa?!"

Pria itu mulai menyunggingkan senyuman ramah padanya. Dia terlihat tidak berbahaya sama sekali.

"Ada apa kau memanggilku, Lady?" tanyanya dengan begitu ramah.

"Siapa namamu?"

"Ma-Matthew…. Matthew Williams, Lady Nesia."

Gadis dipanggil Nesia itu langsung terkejut ketika menyadari bahwa Matthew sempat memanggil namanya. Seingat Nesia ia belum pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya.

"Tunggu dulu! Darimana kau tahu namaku? Kau siapanya Malon, hah?!"

Matthew menaikan sebelah alisnya sambil memeringkan kepalanya. "Ma-Malon….? Itu 'kan sejenis buah?"

"YANG KAU MAKSUD ITU MELON, DODOL!" teriak Nesia emosi. "Kau pasti tahu 'kan kalau Malon mengerjaiku?!"

"Eeeeh…. Maaf sebelumnya, Lady Nesia. Mungkin kau mengira kalau kau masih di negeri Asyan."

Nesia berkedip bingung beberapa kali membuat ekspresi gadis itu terlihat semakin imut dan tentunya ketika melihat ekspresi seperti itu Matthew sempat merona sesaat, tetapi ia sempat menyembunyikan rona merah di wajahnya dengan menundukan kepalanya sehingga gadis itu tidak menyadarinya.

"Maksudmu….?" tanya Nesia.

Masih menunduk malu, Matthew menjawab, "Kapten memerintahkan kami untuk membawamu pergi dari negeri itu. Katanya kau akan dijadikan penunjuk untuk sampai ke kepulauan tanpa nama."

Sebelah alis Nesia terlihat berkedut. "Dibawa pergi? Kepulauan tanpa nama? Penunjuk? Kapten….? Maksudmu aku diculik begitu?!"

Setelah dirasa rona merah di wajahnya memudar, Matthew memandang Nesia kembali sambil menggaruk pipinya. "Emmm…. Secara logis sih begitu. Tapi aku lebih suka menyembutnya membawa pergi saja."

"APA?! MEMANGNYA SEKARANG AKU ADA DIMANA, HAH?!" teriak Nesia untuk kesekian kalinya.

"Kau berada di kapal Kapten perompak dari Europa, Lady Nesia."

Tamatlah riwayatmu, Nesia….


Abstract Fantasia


Indonesia : Nesia

Malaysia : Maya

Philipines : Maria

Singapore : Raihan

Yosh! Hola! Anzel bikin fanfic dengan judul ngasal. Btw, beberapa karakter menggunakan pakaian khas negara masing-masing, sedangkan untuk para perompaknya terserah readers aja mau ngebayangin pakaian mereka seperti apa.

Alur ceritanya bakalan abstrak, jadi maaf jika hasilnya bakal mengecewakan ^^/