Fanfiction

Cast : Jongin, Sehun

Genre : Romance, Drama

Warning : Sexual Content

Summary : Jongin baru saja pindah ke lingkungan baru dimana ia bertemu dengan bocah tiga belas tahun bernama Sehun yang sering berbuat seenaknya. Jika biasanya Jongin akan menghajar bocah mengesalkan, tapi sepertinya Sehun adalah sebuah pengecualian. KaiHun. Yaoi. Rated M.

Part One

Jongin benar-benar benci membersihkan rumah. Sudah sepanjang pagi Jongin mencoba merapikan apartemen kecilnya yang akan ia tempati selama beberapa tahun ke depan. Tahun ini Jongin masuk universitas bergengsi di Seoul, hal ini membuat Jongin harus menyewa apartemen dekat dengan universitasnya agar ia tidak perlu bangun ekstra pagi untuk berangkat kuliah.

Jongin menyesal sekali tidak menerima bantuan Kyungsoo, teman SMU-nya yang sudah lama naksir padanya. Sebelum menempuh ujian nasional Kyungsoo memang pernah menyatakan perasaannya pada Jongin, namun dengan lembut pernyataan cinta itu Jongin tolak dengan alasan mereka sedang disibukkan dengan ujian-ujian.

Begitu Jongin sudah lulus SMU dan masuk universitas, Kyungsoo kembali berusaha mendekati Jongin yang kebetulan diterima di universitas yang sama dengannya. Jongin kini kebingungan bagaimana menolak perasaan Kyungsoo tanpa menyakitinya. Jongin menolak bantuan dari Kyungsoo juga salah satu bentuk untuk menghindari Kyungsoo. Jongin tidak ingin Kyungsoo tahu tempat tinggalnya selama di Seoul.

"Permisi!" Sebuah suara menghentikan Jongin dari kegiatan bersih-bersihnya.

"Selamat pagi Hyung! Aku Oh Sehun dari rumah sebelah. Ibuku menyuruhku memberikan ini padamu!" Jongin membuka pintu dan langsung dihadapkan dengan seorang bocah berumur belasan yang tersenyum lebar sambil membawa sepiring tteok.

"I-iya. Terima kasih." Jongin menerima piring yang disodorkan padanya. Anak laki-laki itu masih tersenyum lebar, membuat sepasang bulan sabit muncul diwajahnya. "Si-silahkan masuk.." Jongin mempersilahkan tetangga barunya untuk masuk.

"Wah, rumahnya Hyung masih berantakan." Bocah itu berkomentar jujur.

"I-iya. Aku masih belum selesai bersih-bersih." Jongin menggaruk lehernya malu. Oh Sehun, tetangga barunya langsung melihat-lihat isi apartemen kecil Jongin sambil terus berkomentar. Jongin tidak peduli dengan komentar-komentar Sehun yang terlalu jujur hingga membuat hatinya sedikit kesal karena Sehun memang masih bocah.

"Hyung, apa kau kuliah di Seoul University?" Sehun bertanya setelah puas mengomentari koleksi komik Jongin yang banyak.

"Iya." Jongin menjawab sambil membongkar pakaian-pakaiannya.

"Kau keren sekali Hyung! Aku ingin kuliah disana jika sudah besar nanti!"

"Kalau begitu rajin-rajinlah belajar sejak sekarang." Jongin merespon ucapan Sehun sambil lalu karena disibukkan menata baju-baju kedalam lemarinya.

"Uh, Hyung bodoh sekali sih dari tadi bersih-bersih rumahnya. Sini aku bantu!" Sehun gemas dengan Jongin yang dari tadi bekerja dengan lambat dan tidak efisien. Dengan cepat Sehun membantu Jongin mengeluarkan isi kardus pakaian Jongin dan merapikannya didalam lemari.

"Nah! Sudah selesai kan!" Hanya dalam dua puluh menit Sehun sudah selesai merapikan isi lemari Jongin.

"Wah, dari mana kau belajar hal seperti itu?" Jongin berdecak kagum.

"Ibuku selalu mengajariku membersihkan rumah, memasak, menjahit dan segala macam kegiatan menyenangkan seperti itu!" Sehun menjawab jujur. Begitu selesai dengan kardus pakaian, Sehun langsung beralih membongkar kardus-kardus lainnya tanpa Jongin minta.

Jongin tidak terlalu terkejut mendengar jawaban Sehun, ia bisa melihat jika Sehun tidak terlalu maskulin untuk ukuran seorang pria. Caranya berjalan, caranya berbicara hingga caranya melakukan segala hal, Sehun sangat gemulai.

"Hyung, ini apa?" Sehun mengeluarkan sebuah majalah dari salah satu kardus milik Jongin.

"Berikan pada Hyung. I-ini..majalah untuk lelaki yang sudah besar." Jongin merebut majalah itu dari tangan Sehun sebelum bocah itu membuka-buka isinya.

"Tapi aku sedah besar Hyung!" Sehun mengernyit tidak suka dengan jawaban Jongin. "Semua orang selalu bilang nanti kalau sudah besar, hanya untuk orang yang sudah besar! Sehun sudah besar tahu!" Sehun cemberut kesal.

"Bu-bukan begitu.." Jongin tidak tahu harus bereaksi bagaimana, baru kali ini ia menghadapi bocah yang ngambek. Maklum lah Jongin memang anak tunggal.

"Aku mau pulang!" Sehun langsung berdiri dan berjalan keluar apartemen Jongin. Lelaki dewasa itu hanya menatap kepergian Sehun, ia masih tidak mengerti dengan situasi yang dihadapinya.

"Ah, dasar bocah! Tidak apa-apa deh, paling tidak lemariku jadi rapi." Jongin kembali merapikan barang-barang yang masih berantakan dikamarnya. Hari itu berjalan sangat lambat untuk Jongin, seluruh tubuhnya pegal-pegal karena terlalu lama membenahi tempat tinggal barunya. Perutnya kelaparan dan dia tidak punya bahan makanan sama sekali, Jongin harus segera menyelesaikan semuanya sebelum malam tiba agar besok ia bisa bersanta-santai saja.

Matahari baru saja terbenam ketika Jongin keluar dari kamar mandi untuk membersihkan diri. Perutnya berbunyi keras memohon untuk diisi. Jongin dengan cepat memakai pakaiannya dan keluar kamar kecil itu menuju mini market terdekat.

Jongin tersenyum senang melihat suasana apartemennya yang sangat cantik, kamarnya yang menghadap jalan kecil disamping gedung tempat ia tinggal memiliki pemandangan yang sangat asri. Penghuni-penghuninya banyak meletakkan berpot-pot bunga cantik dan juga tanaman-tanaman kecil yang membuat suasana tampak segar.

Langkah kaki Jongin diiringi siulan kecil, menunjukkan betapa baiknya suasana hati Jongin senja itu. Perjalanan Jongin menuju lantai bawah terhenti setelah beberapa langkah, sebuah pintu salah satu tetangganya terbuka. Jongin sudah memasang senyum cerah untuk menyapa tetangga barunya.

Namun, senyum Jongin langsung hilang begitu melihat siapa yang keluar dari pintu itu. Oh Sehun, bocah yang tadi siang mampir ke apartemennya. Entah kenapa Jongin sedikit kesal dengan Sehun, apa karena koleksi komiknya dikomentari oleh bocah itu? Atau karena ia dikatai bodoh? Ah, sebenarnya Jongin hanya kesal saja bocah itu terlalu cerewet, padahal mereka baru saja bertemu.

Belum lagi tadi tiba-tiba Sehun marah padanya dengan alasan yang menurut Jongin tidak masuk akal. Jongin kan hanya tidak ingin bocah yang ia pastikan polos ini ternodai oleh majalah dewasanya, kenapa ia malah dibentak-bentak.

"Huh! Mau apa kau?" Sehun langsung memasang wajah masam pada Jongin.

"Ya! Oh Sehun! Sejak kapan ibu mengajarimu bicara seperti itu pada yang lebih tua? Hah?" Belum sempat Jongin membalas perkataan Sehun, suara seorang wanita terdengar dari dalam apartemen, pintunya yang masih terbuka membuat Jongin bisa mendengar suara itu dengan jelas.

"Uh, dia tuh Bu! Dia mengataiku anak kecil!" Sehun menunjuk ke arah Jongin yang terbelalak mendengar perkataan Sehun barusan. Kapan ia mengatai Sehun anak kecil?

"Huh?" Seorang wanita setengah baya muncul dari dalam apartemen sebelah Jongin. Wajahnya mirip sekali dengan bocah didepannya itu, pasti ibunya.

"Eh, kau pasti Kim Jongin."

"Ah, i-iya." Jongin tersenyum canggung, wanita ini ramah sekali.

"Jangan dengarkan Sehun, aku tahu kau tidak mengatainya." Wanita itu tersenyum lagi. "Kau sudah makan malam?"

"Ah, be-belum bibi. Saya baru akan keluar untuk membeli makan malam."

"Wah, makan saja bersama kami."

"Ibu!" Sehun merengut mendengar tawaran ibunya pada Jongin.

"Ah, tidak usah." Jongin menolak tawaran itu karena seram melihat tatapan Sehun padanya, bocah itu ternyata lumayan menakutkan.

"Jangan sungkan. Bibi memaksa." Wanita itu dengan lembut menyentuh lengan Jongin agar masuk ke dalam apartemennya. "Sehun, cepat sirami tanamannya agar kita bisa segera makan malam."

"Iya." Sehun menjawab singkat, menunjukkan ia sangat kesal melihat Jongin akan bergabung dengannya untuk makan malam.

Ruangan apartemen tempat tinggal Sehun dan ibunya tidak jauh berbeda dengan apartemennya. Hanya saja ruangan itu terasa lebih nyaman, hangat dan penuh cinta. Ada sofa yang dipenuhi dengan benang-benang wol warna-warni, lalu setumpuk komik di atas meja kopi, keranjang baju didepan televisi. Ruangan itu sedikit berantakan, namun bagi Jongin terlihat sangat nyaman.

"Maaf ya berantakan. Sehun sedang berlibur jadi rumahnya selalu ia buat kacau." Wanita itu mengambil jaket dan botol minum yang tergeletak tidak beraturan.

"Tidak apa." Jongin tersenyum sambil mengikuti langkah ibu Sehun menuju dapur dan ruang makan.

"Duduk dulu, bibi tinggal menunggu supnya matang. Dan Sehun yang masih menyiram tanaman." Jongin mendudukkan diri dan mengamati keadaan dapur keluarga Sehun. Berkotak-kotak sereal, cokelat dan makanan ringan ditumpuk disudut meja.

"Bibi minta maaf kalau Sehun membuatmu kesal." Wanita itu berbicara sambil menata meja makan. "Dia memang sedikit cerewet dan sensitif masalah menjadi dewasa."

"Huh? Kenapa begitu Bibi?" Jongin bertanya heran, kenapa sih Sehun tadi sangat marah ketika ia bilang majalah itu hanya untuk orang dewasa?

"Sehun itu hanya kesal karena teman-temannya terus mengolok-oloknya, mereka selalu mengejek Sehun bocah ingusan. Sehun memang termasuk kecil untuk anak ukuran tiga belas tahun dan dia memang masih sangat kekanakan."

"Ah begitu.." Pantas saja Sehun tadi kesal sekali, ternyata ia sering diejek bocah oleh teman-temannya, Jongin jadi merasa sedikit bersalah.

"Itu dia Sehun." ibu Sehun tersenyum melihat Sehun yang menutup pintu apartemen dengan wajah ditekuk. "Sehun, ayo makan malam."

"Hiks..hiks.."

Jongin menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari sumber isakan tersebut. Kosong. Lobi gedung apartemen sederhana itu kosong, bahkan pos keamanan yang biasanya ada Paman Kim saja juga kosong.

"Hiks..hiks..hiks.."

Suara itu semakin jelas ditelinga Jongin, kakinya mencari-cari sumber suara menyedihkan itu. Pendengaran Jongin membawanya menuju ruangan kecil dimana petugas kebersihan menyimpan sapu dan segala macam alat kebersihan lainnya.

"Sehun?" Jongin membuka pintu ruangan penyimpanan dan mendapati Sehun sedang duduk dilantai dengan wajah diantara kakinya.

"Mau apa kau? Mau mengataiku bocah ingusan juga?" Sehun memandangnya tajam disela-sela tangisannya.

"Huh? Tidak. Aku hanya ingin mengeluarkanmu dari ruangan bau ini." Jongin mengulurkan tangannya ke arah Sehun. Hubungan Jongin dan Sehun memang tidak harmonis sejak hari pertama mereka bertemu waktu itu dan sudah hampir dua minggu keduanya hanya akan saling membuang muka jika berpapasan. Jongin tahu jika sikapnya sama kekanakannya dengan Sehun, seharusnya dia yang sudah dua puluh satu tahun mengalah dan memperbaiki hubungannya dengan Sehun terlebih dahulu.

Keadaan Sehun yang mengenaskan kali ini membuat Jongin tidak tega, dengan seragam SMP yang berantakan, wajah memerah yang menangis juga sorot mata sedih yang tidak bisa membohongi siapapun. Jongin tahu, pasti Sehun baru saja dikatai bocah ingusan lagi oleh teman-teman sekolahnya.

"Ayo, menangis ditempat yang lebih baik."

"Aku tidak mau pulang, nanti ibu khawatir melihatku seperti ini." Sehun menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu menangis di apartemenku saja."

"Huh? Bolehkah?" Sehun mengusap air matanya dan memandang Jongin penuh harap.

"Tentu saja, kau boleh menangis di apartemenku selama yang kau mau." Sehun akhirnya meraih tangan Jongin yang masih terulur untuknya, ia berdiri dan mengikuti langkah Jongin menuju elevator tua digedung itu.

"Kodenya 229909, kau berlari saja duluan kalau kau merasa cemas ibumu tiba-tiba muncul." Jongin melihat gelagat Sehun yang cemas. Sehun hanya mengangguk sambil terus memperhatikan tombol-tombol elevator yang berjalan sangat lambat. Begitu mereka sampai di lantai tujuan, Sehun langsung melesat lari keluar elevator, meninggalkan Jongin yang tersenyum melihat tingkah bocah itu.

"Hei, ganti dulu bajumu. Kau bau sekali." Jongin menyodorkan kausnya pada Sehun yang sesenggukan diatas karpet diruang tengah apartemen Jongin. Sehun menerima kaus pemberian Jongin dengan wajah tertunduk.

"Kau pasti tahu letak kamar mandi. Aku akan membuatkanmu minum." Jongin meninggalkan Sehun sendirian dan menuju dapur, ia benar-benar tidak tega melihat hidung Sehun yang sudah memerah dan sepasang mata yang biasanya menatap galak dirinya kini bengkak.

Jongin terus memandangi pintu kamar mandinya yang sedang dipakai oleh Sehun, ia heran. Kenapa ganti baju saja memakan waktu hampir setengah jam, berbagai pikiran mengerikan memenuhi kepala Jongin. Jangan-jangan Sehun berusaha membunuh dirinya sendiri…

Klik!

Pintu kamar mandi akhirnya terbuka, Sehun berdiri disana dengan rambut setengah basah dan kaus kebesaran miliknya. Jongin langsung melotot dan menelan ludahnya kasar, bagaimana mungkin bocah berumur tiga belas tahun bisa seseksi ini?

"Hyung, aku tadi…minta sabun dan shampoo-mu sedikit.." Sehun berkata malu-malu sambil mengusap-usap kepalanya yang masih basah. "Dan aku juga memakai handuk bersih yang ada dilemari."

"I-iya. Tidak apa-apa." Jongin berusaha mengalihkan pandangannya dari kaki jenjang Sehun yang sangat menggoda imannya.

"Hyung, bolehkah aku disini sampai mataku tidak bengkak lagi?" Sehun berjalan mendekati Jongin yang duduk di sofa ruang tengah, ia mendudukkan dirinya tepat disamping Jongin.

"Si-silahkan.." Jongin ingin sekali menampar dirinya sendiri agar tidak gugup seperti ini, tapi bagaimana bisa ia tidak gugup dengan pemandangan paha Sehun yang semakin terekspos begitu bocah itu duduk?

"Hyung, aku…aku…mau minta maaf." Sehun berkata pelan sambil memainkan ujung kaus yang ia kenakan. "Aku tidak seharusnya bersikap tidak sopan pada orang yang lebih tua, aku sering membuang muka ketika melihatmu, lalu aku juga sering tidak menyapamu.."

"Ah, tidak usah dipikirkan. Hyung tau kau tidak bermaksud tidak sopan, hyung juga minta maaf kalau kau tersinggung dengan ucapan hyung waktu itu."

"Eh, iya.."

Suasana menjadi canggung. Sehun dan Jongin sama-sama tidak mengeluarkan satu patah kata, keduanya masih belum begitu akrab untuk mengobrol lagi. Berbeda sekali sikap Sehun saat ini dengan sikap riang diawal pertemuan pertama mereka.

"Hyung, aku lapar." Sehun memecahkan keheningan, rupanya dia diam karena malu mengungkapkan keinginannya untuk makan.

"Eh, aku tidak bisa masak. Kau mau aku belikan sesuatu?" Jongin yang belum bisa menguasai dirinya akibat pemandangan kaki indah didepannya langsung menjawab dengan terburu-buru. Jongin berharap ia bisa pergi dari hadapan Sehun karena ia takut jika tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi.

"Huh? Apa Hyung sama sekali tidak punya bahan makanan?"

"Ada sih, tapi hanya sedikit." Jongin berjalan meninggalkan ruang tengah untuk mengecek isi lemari esnya.

"Ada apa saja Hyung?" Sehun tiba-tiba sudah berdiri tepat disamping Jongin dan ikut mengintip isi lemari es Jongin. Wajah Sehun yang begitu dekat dengan Jongin membuat pemuda dua puluh satu tahun itu merasa jantungnya nyaris lepas, ia bisa mencium aroma shampoo yang biasa ia pakai.

"Ah, aku bisa memasak dengan semua bahan itu." Sehun tanpa meminta ijin terlebih dahulu langsung mengeluarkan sayuran-sayuran yang menjelang layu, beberapa telur dan daging.

Sehun dengan cekatan menyiapkan bahan-bahan makanan yang akan diolah, sedangkan Jongin duduk diruang makan sambil mengamati betapa cantiknya Sehun ketika sedang memasak. Juga paha seksinya yang putih bersih, juga pipinya yang sedikit memerah akibat hawa panas bulan September. Jongin bisa melihat jika Sehun hanya mengenakan celana dalam dibalik kaus yang ia pinjamkan itu.

"Hyung, ibuku suka sekali jika aku memasak tumis sayuran seperti ini."

"Kau memang terlihat berbakat memasak." Jongin menjawab sambil lalu dengan mata masih terpaku pada pantat Sehun yang bergoyang kesana kemari.

"Padahal aku ingin jadi atlet olahraga, tapi tidak pernah lolos pemilihan.."

"Olahraga apa?"

"Baseball." Jongin menahan tawanya, membayangkan tubuh mungil Sehun bermain baseball melawan atlet-atlet yang bertubuh besar membuatnya tertawa. Jelas saja mereka tidak menerima Sehun, bocah ini cocoknya memang memasak.

"Aku ingin keren seperti teman-temanku disekolah! Bisa olahraga, lalu merokok. Tapi aku merokok saja langsung muntah-muntah. Huh!" Sehun bercerita lagi, tangan mungilnya terlihat sangat ahli mengiris sayuran.

"Merokok itu sama sekali tidak keren tahu."

"Kata temanku merokok itu pertanda kalau kita sudah dewasa!"

"Aku tidak merokok dan semua orang menganggapku dewasa."

"Benarkah? Hyung tidak merokok?" Sehun berhenti sejenak dari pekerjaannya dan memandang Jongin yang duduk diruang makan.

"Benar, hyung tidak pernah merokok sama sekali. Merokok itu hanya membuang-buang uang." Jongin tersenyum mendengar keluh kesah remaja didepannya. Ia juga pernah mengalami masa-masa dimana ingin merokok dan berbuat kenakalan remaja lainnya, untung saja ayahnya seorang dokter jadi ia tahu betul efek samping dari merokok.

"Ah iya, rokok sangat mahal! Aku harus menabung agar bisa membelikan ibu tiket pesawat ke Pulau Jeju! Aku tidak akan merokok!"

"Ke Pulau Jeju?"

"Iya, ibu ingin mengunjungi ayah katanya, tapi tiket pesawat sangat mahal. Gaji ibu tidak cukup untuk membeli tiket." Sehun masih saja terus bercerita dengan wajah serius mempersiapkan makan siang.

"Ayahmu…?" Jongin sebenarnya ingin sekali menanyakan perihal ayah Sehun, hanya saja ia tahu bahwa mungkin pertanyaannya akan kurang sopan.

"Ayahku meninggal karena tenggelam saat mencari ikan waktu badai dan akhirnya ibu takut dengan laut membuat aku dan ibu pindah ke Seoul, yang jauh dari laut." Jongin paham benar maksud dari penjelasan Sehun yang kalimatnya terdengar sedikit aneh. Mungkin karena Sehun masih bocah jadi sulit baginya menjelaskan hal rumit seperti itu.

"Kau takut laut?"

"Tidak! Aku suka laut! Aku suka sekali berenang di akhir musim panas seperti ini, tapi penjaga kolam selalu melarangku berenang di kolam orang dewasa, kesal!"

"Hyung akan mengajakmu berenang dikolam orang dewasa kalau kau mau." Jongin memberi penawaran pada Sehun. Tawaran yang diberikan Jongin bukan hanya ingin menyenangkan anak remaja didepannya ini tapi juga ingin melihat tubuh nyaris tanpa busana Sehun jika berenang.

"Nah, makan siang sudah siap!" Sehun berkata riang sambil mematikan kompor.

"Biar Hyung bantu." Jongin dengan sigap membantu Sehun yang tingginya hanya sampai dadanya untuk mengangkat panci berat miliknya.

"Ah, kalau begitu aku siapkan sumpit dan sendoknya. Dimana Hyung menyimpannya?"

"Dilaci paling bawah." Sehun membungkuk untuk mengambil peralatan makan milik Jongin, tanpa ia sadari kaus kebesaran yang ia kenakan naik hingga menunjukkan pantatnya yang berisi. Pemandangan itu Jongin nyaris menjatuhkan piring-piring ditangannya.

"Kalau gelas dimana Hyung?" Sehun bertanya lagi tanpa memperhatikan wajah Jongin yang memerah.

"Di-disana." Sehun berjalan menuju laci lain yang untungnya tidak terletak dibawah. Tidak berapa lama kemudian, Jongin sudah duduk menghadap makan siang terlezat yang pernah ia lihat selama hidup di Seoul, belum lagi ditemani oleh laki-laki muda yang cantik dan seksi.

"Selamat makan!" Sehun berkata riang sambil menyendok sesuap besar nasi dengan sendok ditangannya. Jongin juga mulai makan begitu melihat wajah cerah Sehun, tidak seperti beberapa waktu yang lalu.

"Wah, masakanmu enak sekali!" Jongin heran sekali dengan Sehun yang baru tiga belas tahun tapi kemampuan memasaknya melebihi kemampuan ibunya.

"Tentu saja. Oh Sehun memang jago memasak!" Sehun menepuk dadanya bangga. "Ah, Hyung, boleh aku minta tolong satu lagi?" Sehun tiba-tiba memasang wajah serius.

"Katakan saja." Jongin menjawab santai, yakin jika permintaan tolong Sehun pasti akan dengan mudah ia lakukan.

"Ajari aku jadi dewasa dong Hyung, biarkan aku membaca majalahmu yang waktu itu. Boleh kan?" Sehun memandang penuh harap kepada Jongin yang tersedak sup panas. Jongin terbatuk-batuk dan merasa kerongkongannya terbakar oleh panasnya sup yang terlalu cepat ia telan.

"Uhuk..uhuk..kau-kau memang tahu itu majalah apa?" Jongin menerima sodoran gelas berisi air dari Sehun.

"Uh, pasti tutorial cara menjadi dewasa kan? Seperti buku resep memasak ibu, ada cara-cara yang harus dilakukan supaya bisa jadi dewasa." Sehun menjawab tidak yakin.

"Astaga, kau benar-benar…" Jongin kehabisan kata-kata mendengar jawaban Sehun, harusnya seorang laki-laki seumuran Sehun sudah mengetahui satu-dua hal tentang seks, tapi sepertinya bocah didepannya terlalu sibuk belajar memasak sampai tidak tahu apa-apa.

"Pleaaaaaseeeee Hyuuuuunggggg…" Sehun tanpa sadar mengeluarkan rengekan manja yang sering ia gunakan pada ibunya.

"Tidak." Jongin menjawab dengan tegas.

"Hyung, tolonglah aku! Aku bosan dikatai terus disekolah!"

"Memangnya kenapa kalau belum dewasa? Kau yang seperti ini sudah manis kok." Jongin memuji Sehun dengan sedikit malu, wajah lelaki berkulit kecoklatan itu sedikit merona.

"Aku tidak ingin jadi manis! Aku ingin jadi dewasa!" Sehun sama sekali tidak menyadari pujian yang Jongin layangkan untuknya, yang ia mau hanya ia dianggap dewasa oleh teman-temannya.

"Majalah itu tidak akan membuatmu jadi dewasa dalam sekejap Hun—"

"Pinjamkan padaku pokoknya Hyung! Aku hanya ingin tahu menjadi dewasa itu seperti apa." Sehun memohon lagi, kali ini ditambah dengan memasang wajah memelas.

"Baiklah, terserah padamu." Jongin tentu saja luluh diberi tatapan seperti itu oleh Sehun.

"Terima kasih Hyung!" Sehun semakin cepat mengunyah makan siangnya, ia ingin segera membaca majalah yang ia yakini akan membuatnya menjadi semakin dewasa. Jongin menghela nafas panjang, pikirannya sibuk membayangkan bagaimana reaksi Sehun begitu melihat isi majalah dewasa tersebut.

"HYUNG!"

"HYUNG!"

"JONGIN HYUNG!"

"Tidak usah berteriak begitu. Apartemen ini kecil aku bisa mendengarmu dengan jelas." Jongin membuka pintu kamarnya dan menemukan Sehun duduk di kasurnya dengan wajah bingung dan memerah.

"Hyung! Aku tidak paham dengan majalahnya." Sehun menatap Jongin bingung.

"Uhh.." Wajah Jongin ikut memerah. Dia tidak tahu harus menjelaskan apa pada Sehun, kalau mempraktekan mungkin dia bisa. Huh?

"Apa ini macam-macam kegiatan untuk orang dewasa? Tapi kenapa mereka semua tidak pakai baju?" Sehun menyerah Jongin dengan pertanyaan-pertanyaan. Jongin memijat kepalanya yang mendadak pening. Padahal dia sengaja menyuruh Sehun membaca sendiri majalah itu dikamarnya agar ia tidak diganggu dengan hal-hal aneh yang bisa membangkitkan birahinya. Tapi Sehun malah berteriak-teriak seperti orang kemalingan.

"Hyung kan sudah bilang, kau tidak akan mengerti isi majalah itu." Jongin berusaha tidak memandang kearah Sehun.

"Jelaskan padaku Hyung!"

"Hyung kan hanya berjanji akan meminjamkan majalah itu. Hyung tidak berjanji akan menjelaskan apapun padamu." Paha Sehun yang terekspos membuat Jongin kepanasan, ia berkata sambil lalu dan meninggalkan kamarnya. Bahaya jika lama-lama berdekatan dengan Sehun yang berpakaian seperti itu.

"Hyuuuuunnggg…" Sehun langsung bangkit dan menahan pintu kamar Jongin yang nyaris tertutup, ia mengikuti langkah Jongin yang kembali menuju ruang tengah. "Jelaskan padaku sedikit saja.."

"Hal seperti itu tidak bisa dijelaskan Sehun…" Bisanya dipraktekan..

"Mana mungkin ada hal yang tidak bisa dijelaskan. Ayolah Hyung…"

"Tidak bisa."

"Hyung jelaskan yaa. Aku hanya tidak ingin dianggap anak ingusan saja." Sehun mendudukkan dirinya disebelah Jongin yang duduk disofa, kaki langsing itu langsung semakin terlihat dengan jelas. Putih, bersih, dan sangat menggiurkan.

"Ti-tidak bisa Hun."

"Kenapa tidak bisa? Jangan-jangan Hyung juga tidak paham ya?" Sehun duduk semakin dekat dengan Jongin, tangannya sudah menyentuh lengan Jongin dan menggoyang-goyangkannya.

"Huh? Tentu saja Hyung paham!"

"Kalau begitu jelaskan Hyung!"

"Aghh! Kau keras kepala sekali sih!" Jongin menatap kaki Sehun yang menempel dengan kakinya, ingin sekali ia meraba kaki itu sebentar saja. Pasti sangat halus.

"Maka dari itu, jelaskan padaku ya? Aku berjanji tidak akan menganggu Hyung lagi setelah itu." Sehun mendekatkan wajahnya pada lengan Jongin, tingkahnya yang seperti anak anjing ini membuat Jongin mengerang. Sejauh apa dia bisa menahan diri untuk tidak menodai bocah didepannya ini?

"Hyuuuunggg…" Sehun merengek lagi. "Hyung jelaskan pada—"

CUP!

Jongin mendorong tubuh mungil disamping pada sandaran sofa dan diciumnya bibir tipis yang sedari tadi merengek tanpa henti. Lengan kekar Jongin mencengkram lengan Sehun erat dan bibirnya mendorong bibir Sehun dalam-dalam.

Sehun yang tiba-tiba dicium seperti itu hanya diam saja, ia tidak tahu harus berbuat apa. Belum pernah ada orang yang menciumnya dan ia tidak tahu harus berbuat apa, ia hanya memejamkan matanya karena bibir Jongin yang melumat bibirnya terasa sangat menyenangkan.

Jongin sendiri juga lupa jika lelaki muda didepannya masih berumur tiga belas tahun, masih belum ilegal untuk ia cium seperti ini. Tapi Jongin tidak peduli, bibir Sehun terasa sangat manis dibibirnya. Ditariknya tengkuk Sehun agar ciuman mereka semakin dalam, lidahnya mulai ikut bermain dibibir Sehun, memohon akses untuk masuk.

"Hhh.." Sehun mendesah pelan. Kenapa darahnya tiba-tiba berdesir terlalu cepat? Kenapa otot-ototnya terasa lemah? Kenapa tangannya ingin meremas rambut hyung didepannya agar ciuman mereka semakin dalam?

"Nghh..Hyunghh.." Rongga mulut Sehun sudah diinvasi oleh lidah Jongin. Lelaki muda itu mencengkram kaus Jongin erat-erat. takut jika tiba-tiba ia pingsan karena sensasi aneh yang sedang ia rasakan pada sekujur tubuhnya.

Tangan Jongin mulai bergerak pada kaki yang sedari tadi menggodanya, dirabanya perlahan, dengan lembut, dengan penuh perasaan. Kaki Sehun ternyata memang sangat halus. Lidahnya masih terus menelusuri setiap bagian rongga mulut Sehun, dililitnya lidah Sehun dengan lidahnya membuat lelaki muda itu mengerang.

"Hahh..Hyunghh.." Tangan mungil Sehun mulai mendorong dada Jongin, nafasnya mulai habis. Sayangnya Jongin tidak menggubrisnya. "Hyunghh.." Sehun mendorong lebih keras lagi.

"Huh?" Jongin melepaskan ciumannya dan menjauhkan tangannya dari paha Sehun. Wajah tampan Jongin memerah dan sadar dengan tindakan tidak senonoh yang baru saja ia lakukan pada lelaki yang masih ilegal tersebut.

"Uh..tidak bisa bernafas.." Sehun berkata pelan sambil mengatur nafasnya. Pipinya memerah melihat Jongin yang juga terengah-engah, bibir penuh Jongin terlihat sangat menawan dimata Sehun saat ini.

"Ma-ma—"

"Aku pulang dulu Hyung, selamat siang." Sehun tiba-tiba bangkit dari duduknya dengan wajah semerah tomat. Tidak lupa ia menyambar tas dan seragam sekolahnya sebelum berlari menuju pintu.

"Astaga..apa yang baru saja aku lakukan?" Jongin mengacak rambutnya sendiri, ia masih melihat pintu dimana Sehun baru saja keluar. Jongin membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya jika Sehun mengadukan ciuman panas mereka pada ibunya. Pasti ia akan langsung mati dengan pisau dapur milik keluarga Oh.

Tapi saat ini Jongin punya masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu, yaitu kejantannnya yang menegang hanya karena ciumannya dengan Sehun yang sangat sebentar. Jongin mengelus gundukan yang membesar diantara kakinya, nafasnya langsung memberat begitu penis tegangnya ia pijat sendiri.

"Hmmhh…Hunhh…" Jongin mendesah, membayangkan tangan mungil dan cekatan Sehun yang meremas gundukannya. Jongin segera memasukkan tangannya kedalam celana jeansnya dan memainkan ujung penisnya sendiri.

Pikiran Jongin dipenuhi oleh Sehun, ia bayangkan pemuda cantik itu telanjang didepannya, membuka lebar kaki langsing itu dan menunjukkan setiap jengkal keseksian tubuh mungilnya. Jongin mengerang semakin keras, ia lepas celana jeansnya dan muncullah kejantanan yang besar dan sangat keras.

"Kenapa bocah sepertimu bisa membuatku setegang ini…" Jongin memandangi penisnya dengan kasihan. "Ah, dasar ereksi sialan!"

To Be Continue

Seri baru!

Minggu kemarin HunKai jadi minggu ini KaiHun, gantian ya tiap minggu hehehehe.

Seri yang ini banyak fluff-fluff gemes bikin meleleh dengan hadiah scene-scene panas wkwkwk

Semoga banyak yang suka ya sama seri yang ini!

Jangan lupa tinggalkan review, kritik dan saran. Gomawo dan selamat Malam Jum'at^^