Seorang pria dengan setelan putih yang rapih dan dilengkapi dengan rantai jas yang pada ujungnya terdapat bros berbentuk heart arrow yang bersandang dengan rapih pada kerah jas putihya.

Pria itu tadi duduk pada sebuah bangku taman sambil menyilang kakinya, ia menatap jengkel pada dua orang yang duduk pada bangku diseberangnya, si pria manis yang terus-terusan membaca bukunya dan pria berwajah kecil yang sibuk bermain handphone.

Pria bersetelan putih tadi, Guanlin, mendecih, pasalnya dua orang didepannya ini masih belum juga berinteraksi, padahal menurut perkiraannya 2 bulan lalu keduanya seharusnya sudah saling mengenal dan sekarang mereka seharusnya sudah saling mencintai.

Guanlin menjentikkan jarinya dan tiba-tiba sebuah map biru muncul di tangannya, ia membuka map tersebut dan meneliti isi dokumen dalam map itu.

Bae Jinyoung dan Park Jihoon

Engaged : 14 Februari 20xx , Married : 21 September 20xx

Guanlin mendengus, bagaimana tidak? Menurut data yang ia dapat Jinyoung sudah melamar Jihoon di bulan Februari yang berarti hanya tersisa 4 bulan lagi. Tapi bagaimana mereka akan melamar 4 bulan lagi kalau sekarang saja mereka masih belum ada interaksi?

Mungkin kalian sedikit bingung apa hubungan Guanlin dengan pernikahan kedua orang tadi, dan jawabannya adalah TIDAK ADA. Oke aku bercanda, tentu saja ada, Guanlin adalah seorang cupid, tapi jika kalian berfikir bahwa cupid adalah makhluk dengan pakaian yang terbuka kemana-mana, bersayap kecil dan membawa panah, kalian salah.

Cupid pada dasarnya hanya manusia yang diberi kelebihan sedikit kemampuan telekinesis, dan lainnya yang dapat membantu mereka menyatukan pasangan. Mereka juga layaknya manusia lainnya butuh makan, minum, hidup normal, hanya saja mereka memiliki Jas kerja mereka yang bisa membuat wujud mereka menjadi tidak terlihat dan sama sekali tidak bisa dirasakan, seperti hantu.

Dan jika kalian berpikir bahwa cupid hanya harus memanahkan panah cinta yang mereka bawa kemudian dua orang akan jatuh cinta, kalian juga salah. Pekerjaan para cupid lebih rumit daripada itu. Mereka terbagi menjadi 2 tim, tim planning dan tim field.

Tim Planning bekerja di kantor, mereka akan merencanakan berbagai skenario yang memungkinkan untuk kedua pasangan untuk bisa bertemu dan memiliki perasaan satu sama lain dan plan yang harus dibuat sangatlah banyak karena terkadang sangat sulit menyatukan dua orang. Yang kedua, tim field, mereka adalah para cupid yang mengatur agar hal-hal yang telah dibuat oleh tim planning bisa berjalan, mengikuti pasangan-pasangan, mengatur agar suasana menjadi romantis, mengubah suasana hati mereka agar mereka mudah jatuh cinta dan hal lainnya, itulah yang dilakukan tim field.

Yang membuat Guanlin kesal sekarang adalah mengapa dia harus mengikuti Bae Jinyoung dan Park Jihoon? Dia berada di tim planning, bukan tim field. Ini semua salah kedua orang itu yang tidak bisa disatukan walaupun sudah mencoba 37 plan yang ada, jadi Guanlin yang sialnya merupakan planner terbaik ditugaskan untuk langsung menyatukan keduanya.

Sebenarnya Guanlin kewalahan karena mereka memecahkan rekor pengguna plan terbanyak. Sebelumnya ada juga pasangan yang sangat sulit disatukan, kalau tidak salah itu adalah Kang Daniel dan Ong Seungwoo yang sampai menggunakan 30 plan baru bisa bersatu, tapi Jinyoung dan Jihoon bisa mengalahkannya.

Sudah ada 10 kali mungkin Guanlin meminta pada 'orang-orang yang diatas' untuk memberikan data ulang mengenai Jinyoung dan Jihoon untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pasangan disini, namun tetap saja data yang diberikan selalu sama, Jinyoung dan Jihoon akan berjanji untuk menikahi satu sama lain tanggal 14 Februari nanti.

Banyak skenario yang Guanlin berikan pada keduanya, bahkan Guanlin pernah membuat keduanya terjebak dalam kereta selama setengah jam dengan posisi Jinyoung yang mengungkung Jihoon dan wajah mereka sangat dekat, namun keduanya hanya saling menatap dan benar-benar tidak berbicara satu sama lain.

Guanlin berdiri kemudian menunduk didepan Jinyoung, ia mengetuk dahi Jinyoung dan mulai berteriak-teriak tidak jelas.

"Ayolah bung! Kau sudah bertemu dengannya hampir setiap hari! Sapa saja, kenalan! Dia manis, dia juga tipemu, apa susahnya?!" Guanlin mengusap-usap wajahnya sebelum melihat Jihoon yang sibuk membaca buku tebalnya yang sesekali akan menuliskan sesuatu di catatannya.

"Kau juga! Ayolah, ajak bicara si tampan sebelahmu ini! Kau sendiri yang selalu bertanya-tanya kapan jodohmu datang, tapi kau bahkan tidak berniat menegur jodohmu, DIA DISAMPINGMU. bodoh, bodoh, bodoh!"

PLAK

"OUCH!" Guanlin menoleh kebelakan dan mendapati Daehwi yang sedang berkacak pinggang.

"temanku, aku mengerti kalau kau lelah, akupun begitu, aku juga lebih suka berada dikantor ketimbang mengurusi manusia bodoh ini, jadi lebih baik pikirkan ide brilian ketimbang marah-marah tidak jelas."

Guanlin menendang betis Daehwi, ia menggoyangkan map biru ditangannya kemudian melemparkannya ke Daehwi yang dengan cepat menangkapnya. Daehwi membuka map itu kemudian mengangkat alisnya.

"Benarkah? Lai Guanlin, peraih penghargaan Planner terbaik, inikah rencana terbaikmu?" Guanlin kembali mendengus untuk kesekian kalinya hari ini, ia mendelik kearah Daehwi.

"Punya rencana lebih baik?" Daehwi hanya terkekeh menampakkan deretan gigi putihnya.

Plan 38.

Terbangkan kertas ditangan Jihoon ke wajah Jinyoung. SEKARANG.

Daehwi menjentikkan jarinya, dan seketika ntah darimana ada angin yang berhembus, tidak terlalu kuat, tapi cukup untuk menerbangkan kertas Jihoon ke Jinyo—

"Ya Tuhan! LEE DAEHWI KAU MELESET"

Bukan kewajah Jinyoung melainkan ke paha seseorang yang duduk di bangku sebelah mereka. Orang itu berjalan kedepan Jihoon dan tersenyum seraya memberikan kertas milik Jihoon, Jihoon mengambil kertasnya sambil tersenyum kembali dan mengucapkan 'terima kasih'

Orang yang mengembalikan kertas tadi mengangguk, ia tersenyum semakin lebar menampakkan gigi gingsulnya, "Hei, ini kertasmu"

Jihoon mengangguk, "Ah terimakasih, maaf jika mengganggumu" Jihoon sedikit tertawa,

"Aku baru selesai skripsi, kulihat kau sedang membuat slide untuk sidang? Kurasa aku bisa membantu strukturnya" Jihoon tersenyum dan menoleh kewajah pria bergigi gingsul tadi dengan senang.

"Benarkah? Ya tuhan terimakasih banyak!" sedangkan Daehwi dan Guanlin? Mereka berdua tercengang, pasalnya parameter cinta milik lelaki dengan gingsul tadi naik, walaupun hanya sedikit tapi kan tetap saja bahaya.

Guanlin dan Daehwi dibuat tambah terkejut karena Jinyoung yang tiba-tiba beranjak dari kursinya.

"WOY KAU MAU KEMANA! NANTI DULU BAE JINYOUNG KEMBALI, JODOHMU BISA-BISA DIREBUT ORANG! HEY" Guanlin menjerit-jerit dan Daehwi hanya bisa terduduk lemas di tempat Jinyoung tadi duduk.

"Ya tuhan, harus berapa rencana yang kita gunakan untuk mereka?"

Plan 38, FAIL (totally)


Guanlin menjatuhkan kepalanya ke meja, jam kerjanya baru saja habis yang artinya dia bisa kembali menjalani kehidupan seperti manusia umumnya.

"Kalau begitu terus nanti kau cepat tua hyung"

Seseorang yang menggunakan apron dengan label 'Seons Café' meletakkan segelas Americano dingin didepan Guanlin. Saat ini Guanlin memang sedang berada di café walaupun waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam.

"Aku lelah Seonho-ya" Seonho— pria yang membawakannya Americano tadi hanya terkikik, ia tahu benar kalau Guanlin pasti kelelahan, tapi kekasihnya ini selalu saja memaksakan diri untuk menjemputnya.

Seonho adalah kekasih Guanlin, mereka baru mulai berpacaran setelah kasus '30 Rencana untuk Kang Daniel dan Ong Seungwoo' dan Guanlin mengutuk siapapun yang memberi plan tidak bermutu untuknya dan Seonho waktu itu. Seonho juga sudah tahu kalau Guanlin adalah cupid walaupun ia sempat menertawakannya.

"Kenapa tidak langsung pulang hmm? Aku baru selesai satu jam lagi" Seonho memeluk Guanlin dari belakang dan mengecupi pipinya berkali-kali. Seonho sebenarnya adalah pemilik café ini, dia bisa saja pulang cepat dan menyuruh seseorang untuk menjaga café-nya di pagi hari tapi pada dasarnya ia memang mencintai pekerjaannya sebagai barista.

"Aku merindukanmu sayang" Guanlin menolehkan kepalanya dan balas mengecup bibir Seonho.

"Bersiap-siaplah untuk pulang, aku akan tunggu" Seonho tersenyum kemudian mengangguk sebelum meninggalkan Guanlin.

CLANG

Bel di pintu café Seonho berbunyi menandakan ada pelanggan yang masuk membuat Guanlin menggeram karena Seonho harus pulang lebih lama nantinya, mana pegawai Seonho yang mengisi shift malam juga belum datang.

"Pulang kerja cepat dan ingin pacaran huh?" Guanlin mendongak, ternyata yang masuk tadi adalah Daehwi ia masih lengkap dengan setelan kerjanya yang berarti Daehwi masih membuntuti seseorang sekarang.

Guanlin melihat kearah kasir di café dan benar saja, yang masuk kedalam tadi adalah Park Jihoon yang membawa laptop nya. Sepertinya bocah itu akan begadang lagi, memang sulit jadi mahasiswa kedokteran yang sedang dekat sidang skripsi, ketemu jodoh saja jadi lambat.

Daehwi melemparkan jas putih milik Guanlin, setidaknya mereka harus mencoba sesuatu malam ini yang mungkin bisa menyatukan Jinyoung dan Jihoon. Guanlin hanya mendengus, ia masuk ke dalam kantor Seonho dan memakai jasnya, menulis sebuah notes yang mengatakan kalau ia ada kerja tambahan dan meletakkannya di meja Seonho.

"Apa rencanamu?" Ujar Guanlin saat ia sudah mengenakan jasnya, ia dengan seenaknya menduduki bagian meja Jihoon yng kosong, Daehwi yang duduk di bangku yang berhadapan dengan Jihoon mendumal kesal karena Guanlin memang selalu duduk seenaknya kalau sedang 'tidak terlihat'.

"well, anak ini memang berencana kesini, jadi aku sedikit mengubah suasana hati tuan Bae." Guanlin menaikkan alisnya, seingatnya Jinyoung sudah tidur tadi.

"Aku memberinya mimpi buruk, dia pasti akan kesini dalam 5 menit." Tambah Daehwi yang merasakan kebingungan Guanlin, Guanlin hanya mengangguk, dia sebenarnya sudah malas, tapi tidak ada salahnya mencoba.

"Kenapa harus sekarang sih?" Tanya Guanlin.

Daehwi melemparkan sebuah map berwarna hijau kearah Guanlin. Itu adalah map tanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres, dan benar saja memang sesuatu yang buruk sedang terjadi disini.

Park Woojin, Park Jihoon kemungkinan bersama 15%

Guanlin menepuk dahinya, sungguh ini sangat merepotkan, kalau kemungkinan Park Woojin dan Park Jihoon sudah sampai diatas 25% maka jodoh mereka berdua yang sebenarnya akan dieliminasi, yang berarti berkas mereka akan dikirim ke tempat Grimm Reaper lebih cepat dari seharusnya.

CLING

Lonceng tersebut kembali berbunyi dan kali ini Bae Jinyoung yang masuk, ia memesan segelas caramel macchiato dingin, gila pikir Guanlin, malam-malam begini malah minum minuman dingin, padahal dia sendiri juga minum Americano dingin barusan.

Setelah mendapatkan pesanannya Jinyoung mengedarkan pandangannya keseluruh café, memilih-milih tempat duduk, ia melihat Jihoon yang duduk di meja dekat jendela, tanpa sengaja mata Jinyoung dan Jihoon bertemu sebentar dan—

PIP!

Guanlin dan Daehwi terbelalak, pasalnya tadi, selama 5 detik mereka bersumpah parameter milik Jinyoung dan Jihoon naik walaupun hanya sedikit, dan sebentar, sangat sebentar.

"Apa aku terlalu mengantuk atau tadi benar-benar terjadi sesuatu dengan parameter mereka berdua?" Daehwi menggeleng, ia juga yakin tadi parameter Jinyoung sedikit naik.

"Tapi Guan, kenapa hanya beberapa detik dan kemudian turun lagi? Apa parameter mereka tidak beres?" Guanlin hanya menggeleng, dia sudah cukup puas karena setidaknya ada 'sedikit' dan 'sekilas' perasaan yang mulai muncul.

"Kita lanjutkan nanti Daehwi-ya, ini cukup untuk hari ini"


Jihoon POV

Aku mengacak rambutku, entah kenapa aku sangat sial hari ini. Listrik di apartemen ku padam, gawat kalau begini aku tidak bisa mengerjakan tugas, aku butuh internet! Terpaksa aku pergi ke café terdekat untuk meminjam koneksi internet disana, buang-buang uang saja.

Entahlah, belakangan ini kejadian aneh sangat sering terjadi kepadaku, mulai dari angin yang selalu menerbangkan kertas-kertasku, tidak dapat tempat di perpustakaan, naik ke gerbong kereta paling penuh dan harus berdesak-desakkan. Dan yang paling aneh adalah semua kejadian-kejadian itu terjadi setiap kali ada—

CLING

Aku mendongak, Ya tuhan apa kubilang? Kalau ada kejadian aneh pasti ada dia! Dasar pembawa sial.

Sejak beberapa waktu lalu, aku bertemu dengan seseorang berkepala kecil, tampan, tinggi, cukup atraktif kalau boleh kubilang. Entahlah sudah berapa kali aku tidak sengaja bertemu dengannya, kurasa hampir tiap hari? Bodoh bukan beberapa kali tapi sudah hampir selama dua bulan ini aku selalu saja bertemu dengannya.

Anehnya setiap hari selalu ada-ada saja kejadian sial menimpaku kalau ada orang ini, aku tidak mengerti kenapa itu terjadi, yang jelas aku harus cepat-cepat mengerjakan tugasku atau harus mengucapkan selamat tinggal pada gelar dokter.

Dia menatap sekeliling café dan tanpa sengaja mata kami bertemu. Aku yakin dia juga mengenali wajahku, kami sudah terlalu sering berpapasan. Aneh, rasanya ada sesuatu yang bergejolak dalam diriku saat mata kami bertemu tadi.

Pria berkepala kecil itu menempati meja yang berada tidak jauh dariku, jujur saja aku sangat sibuk tapi sialan, kenapa rasanya aku ingin menatapnya lagi?

Entah kenapa aku tidak bisa melawan keinginanku untuk menatap si wajah kecil itu lagi. Aku mengalihkan pandanganku dari kertas-kertas bodoh ini sejenak hanya untuk menatapnya, tapi sialnya mata kami malah bertemu, dan aku rasa aku terlalu lelah karena tiba-tiba saja jantungku berpacu lebih cepat.

Ya tuhan jangan lakukan ini.

Dia berjalan kearahku sambil tersenyum, dan tiba-tiba saja ia sudah duduk disepanku. Oh tidak, aku sedang skripsi, bukan waktu yang tepat untuk jatuh cinta. Aku harus lulus dan aku harus menyelesaikan skripsi bodoh ini dan sidang minggu depan agar bisa wisuda di bulan Februari.

"Tugasmu banyak sekali." Ujarnya, aku hanya mengangguk dan berdehem, dan pura-pura sibuk.

"Kita pernah bertemu sebelumnya?" tambahnya lagi membuatku mendongak dan tertawa kecil. Ha. Lucu sekali dia bertanya seperti itu, kita bahkan bertemu setiap hari.

"Aku yakin yang kau maksud dengan 'sebelumnya' adalah tadi siang. Kita sudah SERING bertemu kurasa." Dia tertawa pelan mendengar ucapnku kemudian mengulurkan tangannya.

"Bae Jinyoung, Fakultas Hukum" Aku menjabat tangannya, tidak ingin terkesan sombong.

"Park Jihoon, Fakultas Kedokteran."

Dia hanya berdehem pelan. Teryata anak Fakultas Hukum, pantas saja aku sering berpapasan dengannya, Fakultas Kedokteran dan Hukum memang bersebelahan.

"Kau sedang skripsi?" Aku mengangguk.

"Wah, aku turut berduka." Candanya, aku hanya tersenyum membalasnya.

"Aku juga baru selesai skripsi dan mengantri wisuda" Enak sekali, sudah tinggal mengantri saja. Pantas dia selalu melamun di taman kampus.

"Aku juga sebentar lagi selesai, mungkin kita akan wisuda bersama?" Dia tertawa kemudian mengangguk.

Cukup lama kami berdua terdiam. Dia yang sibuk memainkan ponselnya dan aku yang sibuk menyelesaikan sebagian hasil penelitianku.

Sekitar jam 1 pagi aku baru menutup laptopku, dan aku terkejut karena Jinyoung yang masih tetap berada didepanku.

"Kenapa tidak pulang?" Tanyaku.

"malas, kau sudah selesai?" Aku mengangguk dan membereskan barang-barangku, dan Jinyoung, pria ini cukup manis, dia membuang cangkir bekas minuman kami, oh, aku suka laki-laki yang bersih—

Tidak Park Jihoon, kau tidak ada waktu untuk jatuh cinta sekarang.

"Jinyoung-ssi aku duluan ya" Aku baru saja mau berpamitan dengannya namun dia terlebih dulu memegang lenganku, aku bisa melihat sang barista yang cekikikan melihat kami berdua yang sudah seperti di drama-drama yang sering di tonton Yoojung. Apa-apaan dia memegangku?

Aku mencoba menarik tanganku yang ditahannya, dia melepaskan tanganku. "Ah, maafkan aku, aku bukan bermaksud lancang, tapi ini sudah sangat larut, kalau seingatku kita pernah satu kereta dan kurasa rumah kita searah, mau kuantar? Aku bawa mobil."

Hello jantungku yang bodoh, tolong berhentilah berdetak terlalu cepat, sudah terlalu banyak darah yang dipompa ke wajahku. Apa-apaan perutku yang seperti berisi kupu-kupu ini? Ini sudah larut dan aku lelah, bukan waktunya terpesona.

"Kau yakin tidak akan merepotkan?" Tanyaku berusaha terdengar sedatar mungkin walaupun sebenarnya aku ingin mengangguk dan mengatakan padanya kalau dia sangat tampan, karismatik dan gentle. Aku jadi ingin cepat-cepat lulus dan kalau bisa menikah dengannya.

Aku berpikir apa sih barusan, pasti aku terlalu lelah. Dan entahlah, tanpa sadar aku sudah berada di mobil Jinyoung. Kaya sekali ya dia, hanya ke kafe saja pakai mobil sport.


Hari ini adalah hari yang baik menurut Guanlin, selain dia bisa 'sarapan' dengan Seonho pagi ini, dia juga senang karena siang ini Jinyoung akan menjemput Jihoon dan dia tidak bisa berhenti melompat kegirangan karena parameter Jihoon dan Jinyoung yang sudah terisi.

Bae Jinyoung, Park Jihoon kemungkinan bersama 48%

"Wah wah, tuan Lai semangat sekali hari ini." Seorang pria blasteran tiba-tiba berdiri disampingnya sambil membawa map biru yang bisa Guanlin tebak itu adalah data milik Jinyoung dan Jihoon.

"Heh? Sammy? Mana Daehwi?" Guanlin menaikkan alisnya, heran kenapa bukannya Daehwi tapi Samuel yang menemaninya.

Samuel hanya menggedikkan bahunya. "Demam"

Guanlin hanya ber-O ria, dalam hati dia sangat iri karena Samuel dan Daehwi yang merupakan pasangan jadi mereka sering bertukar tugas dan saling menggantikan.

Saat ini Guanlin dan Samuel berada di depan apartemen Jinyoung yang kalau menurut Daehwi dia bisa saja tinggal disitu tanpa ketahuan. Apartemen Jinyoung sangat luas, padahal hanya dia sendiri yang menempatinya.

Guanlin melihat Jinyoung baru saja keluar dengan menggunakan kemeja biru dongker yang lengannya digulung sampai siku dan kancing teratasnya ia biarkan terbuka, Guanlin sedikit jijik melihatnya. Mentang-mentang punya abs dan badan yang bagus, Jinyoung selalu saja pamer, kan Guanlin iri karena dia yang hanya bisa bersaing dengan tiang bendera.

"Sam, kalau kita buat mereka berdua memakai baju berwarna sama bagaimana?" Guanlin menoleh kearah Samuel, namun ia hanya berdecak kesal karena tentu saja Samuel pasti sudah ke tempat Jihoon dan mencoba membuat Jihoon memakai baju yang berwarna serupa dengan Jinyoung.

Memang ya, kalau Samuel kerjanya cepat dan teliti, beda dengan Daehwi yang bisanya mengacau saja seperti kejadian dengan Woojin kemarin dan ujung-ujungnya akan mengoceh sendiri seperti perempuan yang datang bulan hari pertama.

"Wah kita tidak janjian untuk memakai baju yang sama kan?" Jihoon mengerjap, ia baru saja masuk ke mobil Jinyoung, tersenyum menyadari dia dan Jinyoung memakai baju berwarna mirip.

"Kurasa tidak? Kecuali kau mengintipiku dan sengaja menggunakan baju yang sama denganku?" Jinyoung mencebikkan bibirnya. "Sembarangan, maaf saja ya, aku sih malas mengintipimu, secara kau kan…" Jinyoung menusuk pipi tembam Jihoon dengan jarinya.

"Gendut"

Guanlin yang berada di kursi belakang terbahak-bahak mendengarnya, tidak terlalu membosankan juga ternyata berada di tim field rasanya seperti menonton live drama saja. Jihoon? Dia sudah cemberut ingin rasanya ia memukul pria berkepala kecil yang sedang menyetir itu tapi ia urungkan takut nanti mereka kecelakaan.

Tidak lucu kalau hari ini Jihoon kecelakaan, secara dia hari ini sidang, dia sudah mati-matian memperjuangkan penelitiannya dan menyelesaikannya agar bisa ikut wisuda periode awal. Bahkan dia beberapa minggu ini jadi mengganggu Jinyoung terus-terusan, mulai dari minta antar kesana kemari mencari dosen pembimbingnya, minta ditunggui selama kolokium, yang jelas Jinyoung sudah seperti penenang dan pelayannya Jihoon sekarang.

"aduh aku benar-benar gugup" Jihoon memukul-mukul dadanya, ia sangat gugup, sebentar lagi ia akan sidang skripsinya.

Jinyoung memegang pipi Jihoon dan tersenyum lembut seraya menatap Jihoon.

"Tenang saja, apapun yang terjadi, aku berjanji kau akan lulus, semuanya akan baik-baik saja, Jihoonie" Jika tadi jantung Jihoon berdebar-debar karena takut, sekarang jantungnya justru berdebar-debar karena tatapan teduh dari pemuda Bae itu, ditambah lagi panggilan 'Jihoonie' yang memberi efek menyenangkan itu.

Jihoon sepertinya sudah lupa kalau dia pernah mengatai Jinyoung pembawa sial, justru sekarang kalau tidak ada Jinyoung semuanya tidak akan baik-baik saja.

"Kalau kau tidak bisa menjawab bilang saja lupa, jangan bilang tidak tahu dan jangan menjawab asal-asalan atau kau akan di bombardir lagi, mengerti?" Jihoon hanya mengangguk, masih menatap wajah Jinyoung.

"Kau pasti bisa, berjanjilah kau akan menyelesaikannya, kita akan wisuda bersama, oke? Aku akan memberimu hadiah terbaik saat wisuda nanti." Jihoon tersenyum, ia mencium pipi Jinyoung sebelum melesat keluar dari mobil Jinyoung untuk menyembunyikan wajahnya yang super merah sekarang.

Guanlin yang masih duduk di bangku belakang mobil Jinyoung tersenyum penuh kemenangan melihat parameter milik Jihoon dan Jinyoung yang menunjukkan angka 60%, sepertinya mungkin bagi mereka untuk bertunangan bulan Februari nanti.


"Senangnyaaa" Saat ini Jihoon sedang makan cake kesukaannya bersama Jinyoung, kata Jinyoung sih sebagai hadiah karena Jihoon akhirnya menyelesaikan skripsinya.

"Selamat ya, Park Jihoon calon Sarjana Kedokteran, selamat berjuang sebagai Co-ass nantinya." Jinyoung mengacak rambut Jihoon kemudian mencubit pipi tembamnya.

Jihoon yang tadinya tersenyum langsung kembali cemberut.

"Aduh jangan diingatkan tentang ituu! Aku malas sekali membayangkan kalau aku akan jadi budak di rumah sakit nanti. Ah rasanya menyesal masuk kedokteran. Rasanya ingin berhenti saja dan langsung menikah dengan orang kaya" Jihoon mengumpat membayangkan kalau nanti dia harus belajar di rumah sakit lagi dan masih harus ikut ujian kompetensi dokter dan hal-hal rumit lainnya, bisa-bisa jadi perawan— maksudku perjaka tua dia nanti.

"cih, kalau begitu menikah saja, jadi ibu rumah tangga mungkin?" Jihoon memutar bola matanya mendengar Jinyoung yang bicara seenak jidat kecilnya itu.

"Brengsek, kalau pun menikah dengan orang kaya aku juga harus tetap bekerja. Lagian orang kaya mana yang mau menikahiku? Kau mau menikahiku Tuan Bae Jinyoung, Putra dari Senator Bae yang uangnya melimpah?" Jinyoung terkikik, Jihoon memang cerewet kadang-kadang.

"Hmm bagaimana ya, Kau pintar, cukup manis, ayahku pasti suka. Tapi sayang ada satu hal yang kurang." Jihoon mendelik sepertinya ia tahu apa yang akan Jinyoung katakan selanjutnya.

Gendut

Jihoon yakin dalam 3 detik si bangsat Bae Jinyoung yang sebenarnya mengganggu pikirannya belakangan ini akan mengatainya lagi. Padahal Jihoon juga sudah berusaha mati-matian mengurangi makannya, dan dia juga sebenarnya tidak gemuk, hanya pipinya saja yang sedikit berisi.

Ancang-ancang untuk menendang tulang kering Jinyoung dibawah meja Jinyoung justru malah memajukan wajahnya dan membisikkan sesuatu yang membuat Jihoon hampir kena serangan jantung mendadak.

"Sayangnya cincin yang kupersiapkan untuk melamarmu belum selesai dibuat."

Jinyoung mengedipkan sebelah matanya setelah menggoda Jihoon seperti itu, dia tertawa melihat Jihoon yang kembali memerah karenanya membuat Jihoon kembali merengut karenanya.

"Bodoh, berhenti menggodaku!" Jihoon menendang betis Jinyoung membuat empunya mengerang kesakitan.

"Yak! Dasar! Aku hanya bercanda, kau kenapa? Terbawa perasaan ya? Maaf ya, aku memang terlalu mempesona, jangan mencintaiku terlalu dalam." Jihoon menatap jijik pada Jinyoung karena perkataannya barusan.

'Brengsek, aku sudah terlanjur mencintaimu. Mau bagaimana lagi?'

Daehwi dan Guanlin hanya menatap datar pada pasangan yang mereka ikuti, "Jinyoung ini beda di mulut beda lagi di hati." Ucap Daehwi saat ia melihat bagaimana parameter Jinyoung sebenarnya sudah menunjukkan angka 100 % yang artinya dia sebenarnya sudah benar-benar jatuh dalam pesona Jihoon.

"Yang ada dia yang mencintai Jihoon terlalu dalam. Jihoon juga biasa-biasa saja" Sambung Guanlin ia tertawa kecil saat melihat angka di parameter Jihoon sepertinya stuck di angka 75 %

"Jadi perempuan itu tidak boleh terbawa perasaan terlalu dalam, Guan." Guanlin hanya memutar bola matanya. 'dasar uke' pikirnya, lagian Jihoon kan bukan perempuan.


Jinyoung tersenyum saat melihat Jihoon yang keluar dari gedung serba guna sambil tersenyum senang. Ia merentangkan tangannya dan Jihoon langsung berlari dan meloncat kepelukannya.

Hari ini Jihoon yudisium, namun karena orang tuanya sibuk mereka tidak bisa datang untuk menjemput Jihoon. Tapi untung saja Jinyoung bersedia menjemputnya dan mentraktirnya makan malam merayakan kelulusannya.

"Sudah kubilang kan? Kau akan lulus! Nanti kita wisuda sama-sama ya?" Jihoon sedikit meregangkan pelukan mereka dan menatap Jinyoung sambil tersenyum. Ia mengangguk lucu kemudian dengan berani mencium pipi Jinyoung (lagi).

"Terimakasih Jinyoung" Jihoon kembali menyembunyikan wajahnya yang sudah seperti kepiting rebus di pelukkan Jinyoung.

Jinyoung tersenyum dan mengecup pucuk kepala Jihoon gemas.

"Ayo, kudengar ada harga special di Seon's café malam ini, bagaimana kalau kita kesana dulu sebelum makan malamnya hm?" Jinyoung melepasnya pelukannya dengan Jihoon dan melingkarkan tangannya di sekeliling bahu Jihoon, menuntun Jihoon yang masih kekeuh memeluk pinggangnya dari samping dan menyandarkan kepalanya di bahu Jinyoung menuju parkiran.

"Terserah kemana saja asal dengan Jinyoung"

Jinyoung terkikik geli, "Kalau begitu kurasa sebaiknya kita ke pelaminan saja sekarang hmm?"


"Hoonie, kau makin hari makin sering muncul di snapgram Bae Jinyoung. Calon ya?" Hyungseob dan Jihoon saat ini sedang makan di buffet salah satu hotel ternama, kata Hyungseob sih traktiran karena dia dan Woojin akhirnya jadian.

Jihoon saja terkejut saat tahu Hyungseob dan Woojin memiliki perasaan satu sama lain, padahal waktu itu mereka berdua bertemu karena Jihoon meminta Woojin untuk membantunya dengan Hyungseob latihan presentasi. Bahkan Jihoon sempat mengira kalau Woojin ingin mendekatinya, aduh malu sekali dia sudah berpikiran seperti itu.

"Perkenalkan, saya Lai Guanlin, saya ingin menikahi anak tuan dan nyonya Yoo." Jihoon dan Hyungseob menoleh ketempat duduk disamping mereka, seorang laki-laki berwajah tampan sedang memperkenalkan dirinya pada kedua orang paruh baya didepannya dan seorang laki-laki yang juga tampan namun terlihat manis yang wajahnya terlihat tegang disampingnya. Jihoon merasa sedikit familiar dengan wajah pria manis itu namun dia memilih untuk mengabaikannya, beda dengan Hyungseob yang masih menatap kearah meja sebelahnya.

"Berhentilah menatapi mereka Ahn— ah maksudku Park Hyungseob" Jihoon menegur Hyungseob.

Hyungseob mendecih sebelum angkat bicara, "Jihoon-ah kau tahu, si calon istrinya itu owner café langganan kita! Yoo Seonho! Masa kau tidak mengenalinya." Jihoon kembali menoleh kesebelahnya dan mulutnya terbuka lebar.

"Yaampun, pantas saja rasanya familiar! Wah aku tidak menyangka, dia sering bertindak bodoh tapi pacarnya tampan sekali ya."

"Kau juga lebih bodoh dan dapat pacar tampan" Hyungseob mengejek Jihoon.

"Dia bukan pacarku!" Jihoon kembali mengelak, walaupun sebenarnya dia tidak bohong, dia dan Jinyoung memang tidak pacaran tapi memang Jinyoung terkadang memberinya kode-kode kalau ia sedang mendekati Jihoon dan perlakuan Jinyoung padanya sudah seperti kekasihnya sendiri.


"Hoon, bukankah itu Jinyoung?" Jihoon menoleh, ia melihat Jinyoung sedang berjalan memasuki toko perhiasan bersama seorang wanita yang memeluk lengannya.

Jihoon sebenarnya tidak ingin mengikuti Jinyoung, tapi dia penasaran dan terpaksa membuntuti Jinyoung. Hyungseob yang memang ratu gossip sih semangat-semangat saja mengikuti mereka.

Rasanya denyut jantung Jihoon melambat saat melihat Jinyoung dan wanita itu memilih-milih cincin bersama sambil tertawa, sepertinya mereka senang sekali. Jihoon pergi begitu saja, ia muak melihat adegan didepannya terutama saat wanita itu memasukkan cincin kejari Jinyoung. Sungguh, Jihoon membenci Jinyoung. Pria itu mempermainkannya, Jihoon sudah membuka hatinya dan memberi lampu hijau bagi Jinyoung untuk mendekatinya. Namun sepertinya ia salah mengartikan perlakuan Jinyoung padanya, dia harus berhenti menjadi naïf.

"Hey! Kau mau kemana?!" Hyungseob berteriak memanggil Jihoon yang pergi begitu saja.

"Kenapa dia malah kesal? Bukannya seharusnya senang? Jinyoung bahkan sampai minta bantuan kakak tirinya untuk membuat cincin pernikahan…"

To Be Continued

Aneh ya? tau kok, idenya sebenernya dapet karena ga sengaja denger lagu Red Velvet - Stupid Cupid. Rencananya sih ini Twoshot dengan sedikit adegan enaena. Dan kalau ada waktu mungkin aku bakal buatin yang Guanho atau Ongniel nya juga. seperti biasa RnR yaa