swaggin-jin present;
The Sweet Snacks
.
Jimin x Yoongi
0o0
Entah sejak kapan—Jimin tak menyangka jika ada suatu hal yang membuatnya bisa berpaling dari cemilan manisnya.
0o0
An absurd ficlet x3
.
Warn(s); Yaoi/Shoneun-ai. AU. Typo. OOC. Alur yang kecepetan. And any other.
The Sweet Snacks
"Dimana modelmu?" Tanya Jimin menatap lelaki yang baru saja duduk dihadapannya. Tentu saja, ia tetap tak menghiraukan cemilan manis ditangan kanannya.
"Sebentar lagi. Mungkin dia sedikit gugup karena ini adalah proyek pertamanya." Ucap lelaki itu santai lalu menyeruput kopinya. Jimin yang melihatnya hanya terangguk-angguk lalu berkutat pada kamera digitalnya.
"Ah! Omong-omong konsep apa yang akan kau pakai kali ini?" lelaki berambut merah itu segera menegakkan punggungnya dan meletakkan gelas kopinya. Mendekati Jimin dengan tangan yang melipat tepat dadanya.
Mendengar pertanyaan lelaki cebol yang terkesan tenang itu membuat Jimin mendelik lalu medegus keras setelahnya. "Kutebak kau tidak membaca proposal yang aku kemarin berikan, kan hyung?"
Lelaki yang Jimin panggil 'hyung' itu mengangguk innosen, "Kau kan tahu, aku lebih suka kau yang menjelaskan secara langsung padaku daripada aku repot-repot membaca." Lantunya sambil bermuka masam saat mengatakan tiga kata terakhir.
Jimin kembali mendelik. Seandainya Kim Seokjin bukan seorang yang ia kenal, ia pasti sudah akan mematahkan tangan orang itu dengan tangannya sendiri, lalu mencabik-cabik kulitnya, layaknya heyna yang kelaparan dengan saliva yang bergenlatungan dibawah bibirnya.
Ia mencoba mengontrol tangannya dan tersenyum mengerikan pada lelaki dihadapannya, "Jadi konsep yang aku buat kali ini adalah konsep tentang—"
"—Sir Seokjin!"
Keduanya saling menoleh. Baik itu Jimin maupun Jin yang tengah dipanggil namanya. Mata kedua pasang mereka mendapati lelaki berparas manis dengan rambut caramel yang begitu kental. Lelaki itu melambaikan tangannya dan tersenyum pada mereka berdua—mungkin lebih ke Seokjin.
"Dia datang." Seokjin berbisik pada telinga Jimin lalu memberinya senyuman aneh dan alis yang bergerak-gerak keatas. Jimin sempat ngeri. Ia kembali menatap lelaki imut yang tengah berlari kecil menuju padanya—juga Seokjin.
Jimin sempat membeku. Matanya berkedip-kedip selama beberapa detik. Cemilan manis ditangan kanannya tak lagi ia urusi. Ia lebih fokus pada obyek yang baru ia lihat selama hidupnya.
Mata sempurna berbentuk bulan sabit, hidung kecil yang memerah (mungkin karena cuaca hari ini cukup dingin), dan bibir bak buah plum merah delima itu.
Ok, Jimin mengakui jika obyek itu hal yang sangat diinginkan bagi Jimin. Sangat sempurna. Pas sekali dengan type dan style Jimin—Pilihan pas Jimin untuk menjadi modelnya. Bukan karena hal lain.
"Hosh—maafkan saya atas keterlambatan saya." Ucapnya memegang dada lalu membungkuk sembilanpuluh derajat pada Jimin dan Jin. Jin menepuk bahu lelaki itu, "Tidak, tidak. Kau tidak terlambat. Duduklah."
Lelaki berparas imut itu segera duduk dikursi berhadapan dengan Jimin. Sesaat lelaki itu menatap Jimin dengan mata sedikit berbinar lalu menunduk; bersikap sopan saat pertama kali bertemu. Kemudian secara antusias dia berseru, "Selamat siang. Saya Min Yoongi. Saya akan bekerja keras untuk proyek anda ini! Mohon kerja samanya."
"Kalau begitu, aku tinggal, tidak apa-apa, kan Jimin? Kau bisa mengurusnya sendiri, kan? Aku tahu kau adalah pro-nya untuk membimbing model baru. Aku ada kencan siang ini dengan Taehyung, sampai jumpa!" Seokjin mengambil jas birunya lalu cepat-cepat melangkah menuju pintu. Jimin yang mendengarnya hanya mendegus dan mulai berkomat-kamit memaki seseorang bernama Kim Seokjin didalamnya.
Belum sempat ia menutup pintu café itu, lelaki itu berbalik dan berteriak, "Jaga dirimu baik-baik Yoongi. Dia orang yang memiliki temperamen buruk dan selalu berkutat pada cemilan manisnya. Bersabarlah dan ikuti ucapannya saja, okay?"
Yoongi yang sedikit bingung, hanya bisa mengangguk ragu-ragu. Selanjutnya ia melihat aksi kejam dari Park Jimin yang melempar pensil pada bos besarnya. Yoongi sedikit terkekeh dan kembali menatap lelaki dihadapannya saat punggung Jin menghilang dicelah-celah pintu berbahan kaca bening itu.
Hening.
Mata kelabu itu menatap sorot mata Yoongi yang mulai mengecil. Melakukan observasi dengan melihat bagian kepala sampai bahu dari Yoongi dengan kacamata berbentuk bulat yang entah sejak kapan terpasang. Yoongi yang merasa tidak enak ditatap dengan intens itu mengalihkan pandangannya.
"Berapa umurmu?" suara dingin Jimin memecah keheningan. "Tu-tujuh belas tahun, Sir." Yoongi mengusap keringat dingin yang turun ditepi pipinya.
"A-apa!? Jin memperkejakan seorang bocah abal sepertimu untukku?" kejam. Memang benar temperamennya buruk, bahkan ia tak bisa menjaga omongannya pada orang yang baru bertemu pertama kali padanya. "Sa-saya akan bekerja dengan keras, Sir. Saya sudah melewati pelatihan selama enam bulan." Ucap Yoongi yakin sambil menunduk hormat.
Jimin berdecih lalu melipat tangannya didada, "Aku hargai semangatmu. Ini proyek pertamamu, jadi apa salahnya mencobamu. Kuharap kau tak mengecewakan." Yoongi menatap lelaki didepannya dengan mata berbinar, reflek ia mengembangkan senyumannya pada lelaki itu.
Jimin membeku mendapati lengkungan manis yang terbentuk pada bibir lelaki didepannya. Tersedak cemilan manisnya, dan terbatuk pelan. "Anda tidak apa-apa, Sir?" Tanya Yoongi khawatir cepat-cepat memgambil tisu dan membereskan serbuk-serbuk manisan yang berada disekitar bibir Jimin.
"O-oi, bocah!" Yoongi membeku mendengar hentakan Jimin. Tubuh lelaki berkulit tan itu terlihat kaget dan berusaha menjauh. Yoongi yang menatapnya heran, hanya bisa menjauhkan jaraknya. "Aku bisa melakukannya sendiri." Serunya merebut tisu ditangan Yoongi. "A-ah, maafkan atas kelancangan saya, Sir."
"Ja-jadi, apa yang harus saya lakukan untuk pemotretan proyek anda?" Yoongi menunduk dan bertanya ragu-ragu. Jimin berdeham sekali, lalu memposisikan duduknya dengan benar.
"Pertema, pengertian konsep dan material." Jimin memberikan beberapa lembar kertas pada Yoongi. "Y-ya?"
"Musim semi akan datang. Dan untuk menyambut hal itu, konsep yang aku pakai adalah berhubungan dengan pantai. Laki-laki yang bertelanjang dada, hanya memakai celana santai dan melingkarkan papan selancar disebelah tangannya. Tema-nya tak begitu mencekam atau serius, jadi mudah diekspresikan—"
"—Ja-jadi, aku harus bertelanjang dada?" Pertanyaan yang lolos dari bibir Yoongi, membuat Jimin harus menatapnya datar, kacamata-nya menggelap. "Tentu saja, bocah. Atau kau ingin memakai lingerie dan hotpans pada tubuhmu? Jelas, kau itu model lelaki bukan model wanita seksi. Imej cool dan macho harus melekat pada dirimu saat pemotretan."
Yoongi meneguk liurnya, ia benar-benar lupa cara bernafas dengan benar saat itu. "Ku-kurasa Sir Seokjin salah memilih orang. Saya masih model baru di agensi, tidak mungkin sa—"
"—Aku sudah tahu itu. Kau masih remaja ingusan yang baru terjun di dunia modelling. Lalu apa salahnya mencoba konsep summer ini bagi pemula seperti dirimu? Karirmu akan melonjak dengan cepat dalam satu minggu."
"Ta-tapi, Sir—imej macho dan cool tidak ada pada diri saya. Saya tidak berbakat dalam hal itu." Yoongi menunduk dan meremas tangannya sendiri. Jimin yang melihat itu, mendegus. Meraih dagu lelaki berparas manis itu dan menatap mata caramel melelehkan itu.
"Jadi, kau menyerah hanya karena konsep yang aku pakai? Dimana semangatmu yang begitu meyakinkan tadinya?" Jimin menatap lelaki itu serius dan intens. Yoongi yang menerima perlakuan lelaki itu hanya bisa terbeku. Ia lagi-lagi lupa caranya bernafas.
Jimin menghelas nafas, melepas dagu halus itu, lalu kembali duduk, "Ini salah Seokjin yang memperkejakan anak abal sepertimu. Aku benci basa-basi, jika perlu aku tekankan."
Jimin segera mengambil kamera dan beberapa lembar kertas lalu ia menggulungnya, "Entah kau akan datang atau tidak, besok kau harus datang jam 9 untuk pemotretan." Setelah kata-kata yang ia keluarkan, Jimin beranjak dari tempat duduknya, dan berjalan melalui lelaki manis yang manis membeku ditempatnya.
Meninggalkan seorang bocah ingusan abal yang kebingungan pada keputusan yang akan ia putuskan nantinya.
The Sweet Snacks
Esoknya, Yoongi benar-benar datang. Entah keputusannya akan berjalan lancar sesuai harapannya atau akan rusak begitu saja karena kerjanya untuk menjadi model sangat tidak professional.
"Oi, bocah. Berhenti melamun, dan cepat pergi ke studio pemotretan." Yoongi terlonjak kaget saat melihat Jimin berada dibawah wajahnya. Lelaki itu berjongkok mendekat kearah wajah Yoongi dan sempat menyentil dahi Yoongi begitu keras.
Yoongi yang baru menyadari itu segera menutup bibirnya dan memundurkan punggungnya. Tadi itu, jarak yang terlalu dekat, dan sukses membuat kedua pipi Yoongi bersemburat kecil berwarna merah. Tentu saja, reflek sang empu menutupi kedua pipinya.
Jimin yang melihat itu hanya mengernyit keheranan lalu berdiri dan berjalan memandu lelaki manis itu. Menggapai telapak tangan lelaki berkulit putih itu, dan menariknya menuju lift.
.
.
.
Jimin mengeluarkan beberapa perlengkapan kameranya lalu menata disana sini, "Dimana managermu?" Jimin bertanya tanpa mengalihkan kegiatannya mengatur fokus kameranya. Yoongi yang tadi sempat melamun, sedikit terlonjak. Menatap rekan atasnya dengan tatapan sidikit bingung dan tertekan. "A-anou—" Jimin mengerutkan alisnya dan menatap modelnya dengan tatapan datar, "Ah benar. Kau masih model baru. Apa agensi belum mencari manager untukmu?"
Yoongi berdiri sambil mengeratkan tangannya pada tasnya, "Kukira saya tidak membutuhkan ma-manager, Sir. Omong-omong dimana semuanya?"
Jimin kembali fokus pada kameranya, "Kau tidak tahu rupanya. Setiap melakukan pemotretan denganku, aku tidak memerlukan orang untuk penataan lampu, atau yang lainnya. Aku, fotografer kelas dunia yang bisa bekerja mandiri dibelakang panggung." Yoongi hanya sedikit tertegun mendengar perkataan atasannya. Ia pun kembali menunduk dan duduk pada tempatnya.
"Apa boleh buat, kau tak memiliki manager. Aku yang akan memilihkan pakaianmu. Ayo." Jimin beranjak dari tempatnya menuju pintu didalam ruangan tersebut. Yoongi segera melepaskan tasnya dan mengikuti Jimin dari belakang. Menuju dressing room.
Yoongi terduduk dikursi yang depannya memiliki kaca setengah besar terpampang didinding. Ia melihat kaca tersebut. Melihat bayangan yang terbentuk. Seorang Park Jimin yang sedang sibuk mengutak-atik mencari baju yang pas untuk konsep pemotretan. Yoongi mendegus.
Pemikiran tentang konsep kemarin seperti, harus bertelanjang dada dan memakai celana santai sedengkul muncul memukul otaknya. Entah bagaimana nasibnya nanti saat pemotretan, yang jelas ia tak bisa membayangkan betapa mengerikannya jika hal itu terjadi. Oh, ayolah, seperti apa kata Jimin, Min Yoongi itu remaja ingusan yang masih baru terjun dalam dunia modeling. Ini proyek pertamanya—kerja pertamanya, tapi konsep pemotretan sudah begitu dewasa. Yoongi memang ingin menjadi model professional, tapi ini masih dini. Konsep dewasa—masih belum cocok bagi tubuh kurusnya.
Jimin melihat modelnya kembali melamun. Ia pun kembali menatapnya datar, dan segera melempar beberapa kain yang menggelatung ditangan kanannya pada Yoongi, "Berhenti melamun. Dan cepat berganti."
Yoongi lagi-lagi terlonjak mendapati satu kaus putih oblong—istilah gaulnya tanktop, dan satu celana surfing pendek selutut bermotif garis-garis hitam-putih, berada dikepalanya. "Tu-tunggu Sir," Jimin berbalik bersamaan dengan tangannya yang memutar kenop pintu. Yoongi mengangkat kaus putih itu dan menunjukkannya pada Jimin, meminta penjelasan. "Ah, konsep kemarin lupakan saja. Karena kemampuanmu masih dibawah rata-rata aku mempertimbangkan lagi tadi malam. Lagipula, kau perlu membentuk ototmu yang tak berisi itu jika mengambil konsep kemarin. Kau perlu berlatih membentuk otot dengan Kim Namjoon. Dia pro-nya melatih model dalam hal pembetukan otot."
Penjelasan panjang dari seorang Park Jimin, membuat Yoongi ternganga. Setelah melihat Jimin menutup pintu, Yoongi menatap kedua kain yang berada pada tangannya. Ia kemudian tersenyum. Menatap pintu yang tertutup manis itu. "Terimakasih, Sir."
.
Kedua pasang iris mata hitam kental menangkap sejuta moment, saat ini. Sang empu, lelaki berkulit tan itu melongo. Sorot matanya yang terbiasa datar kini berubah sedikit ada pancaran. Banyak hal yang diperbingungkan Jimin ketika melihat Yoongi membukakan pintunya. Memperlihatkan setelan baru yang ia pakai.
Leher putih terekspos dengan begitu jelas. Putih, mulus—tanpa hickey ataupun bitemark. Terlihat begitu kenyal dan—entah sejak kapan, Jimin tak menyangka jika ada satu hal yang membuatnya bisa berpaling pada cemilan manisnya.
"Sir," Yoongi mengerutkan keningnya, dan mencoba mendekati rekan fotografernya. Langkah lelaki manis itu, malah membuat Jimin meneguk liurnya. Memundurkan langkahnya perlahan dan, "Akh!" –sempat mengenai penegak kamera. "Sir! Anda tidak apa-apa!?" Yoongi berlari kecil dan melihat kepala bagian belakang milik Jimin. Dan mau tidak mau, Jimin harus menundukkan kepalanya. Gulp—Jimin lagi-lagi harus menelan air liurnya. Tadi—hidung Jimin bersentuhan sempat bersentuhan dengan leher lelaki itu. Dan sekarang, dia harus menikmati leher jenjang mulus itu secara dekat.
For a God Shake! Jimin tidak ingin pingsang hanya karena horny melihat leher bocah ingusan ini. Ia tidak mau pemberitahuan dimedia melampirkan berita tentangnya yang tidak masuk akal.
Seorang fotografer kelas dunia, Park Jimin, pingsan hanya karena melihat leher rekan model barunya? Sungguh tidak percaya. Kabarnya, lelaki muda sukses ini menjadi penjomblo selama sepuluh tahun. Jadi, apakah benar orientasi seksnya berubah menjadi penyuka sesame jenis selama 10 tahun?
Oh, tidak! Jimin tidak ingin membayangkan hal mengerikan seperti itu.
"O-oi bocah!" Jimin menjauhkan jaraknya. "Sa-satu hal yang perlu kau tahu jika ingin bekerja sama denganku. Jarak. Kau harus menjaga jarak! Mengerti!?" Yoongi terlonjak saat mendengar peringatan atasannya. Ia pun menunduk dan berkali-kali mengucapkan kata 'maaf'.
"Ta-tapi, Sir. Anda mimisan! Hwaaaa!"
Dueng!
Jimin mencoba menutup-nutupi rasa malunya, sedangkan Yoongi berlari-lari mengutari studio itu. Mencari sebuah tisu, mungkin? Keadaan yang begitu absurd dan memalukan yang terjadi antara fotografer dan modelnya. Hahaha, tapi setidaknya moment itu begitu lucu dan manis tanpa mereka sadari.
.
Selanjutnya, acara pemotretan berjalan. Agak lama karena memang pemotretan bagi model baru itu memang menyulitkan. Bagi Yoongi itu masih terasa asing dan terlalu menegangkan. Apalagi, wajah Jimin yang menjadi serius ketika menangkap sejuta potret saat Yoongi mengekpresikan gayanya.
Satu hal yang perlu kalian ketahui. Jimin tidak menyentuh cemilan manisnya. Seperti apa yang Jin katakan, Jimin si maniak hal berbau manis itu tidak akan pernah serius jika terus melahap cemilannya. Dan ini pertama kalinya. Dalam proses pemotretan—seorang Park Jimin tak menyentuh cemilan manisnya—sama sekali.
The Sweet Snacks
Satu minggu kemudian…
"Selamat, Park Jimin. Kau berhasil membuat model muka baru di agensiku, melambung hanya dalam satu minggu. Kau memang benar-benar bisa dihandalkan!" Jin memeluk lelaki berwajah datar dengan posesif.
Sesaat, setelah Jin melepas pelukannya ia memberi sebuah cash pada Jimin, "Honormu."
Jimin menatap Jin kosong, melamun dan tak kunjung menerima pemberian rekan kerjanya. "Leher." Ucap Jimin tiba-tiba menatap Jin dengan tatapan aneh. Bukan aneh sih, tapi sulit dimengerti bagi Jin.
"Aku tak mengerti maksudmu, bocah." Jin menatap datar lelaki dihadapannya, dan menyodorkan kembali cash pada Jimin. "Leher." Jimin kembali mengucapnya. Jin hanya bisa terdiam, dan memijat keningnya. Apakah Jimin memiliki penyakit psikologi yang baru? Seperti psikoneurosis? Kenapa dia mengulangi kata-kata yang sama dan tak dimengerti maksud tujuannya?
"Leher. Leher. Leher!" Jimin memukul meja didepannya dengan tangan. Membuat Jin melotot dan terlonjak kaget. Tangan Jin bergetar dan segera mengetik '119' pada handphonenya.
"Hyung." Jimin berdiri pada tempatnya. Jin yang sedikit ngeri mengikuti Jimin untuk berdiri, "K-kau kenapa?"
…Hening
Jimin terdiam beberapa saat, lalu menatap Jin datar. Seperti hari-hari biasa. Jin yang melihat perubahan itu, kembali melotot. Maunya anak ini apa sih?
"Aku menginginkannya."
…
…
…
"—Siapa?"
Jimin menoleh ke arah belakang, dan menunjuk obyek yang tengah berlari kecil sambil menyeruput minumannya bahagia. "Modelmu—Min Yoongi."
Jin melotot tak percaya. Jimin yang tak lagi mendengar suara lelaki yang lebih tua tiga tahun itu, segera beranjak dari tempatnya. Berjalan cepat, menuju model baru agensi sobatnya. Menarik tangannya, lalu menuntunnya, keluar dari gedung agensi. Yoongi yang sedikit bingung, hanya bisa pasrah dan terus mengikuti atasannya.
Jin yang masih dalam keadaan shock itu segera menuliskan sesuatu pada handphonenya.
'Kabar baru untukmu, sayang. Seorang pujangga muda dengan umur 27 tahun, sudah menemukan pengganti dari cemilan manisnya—pendamping hidupnya. Kau mau tahu? Dia seorang bocah ingusan, berumur tujuh belas tahun!'
Send to Taehyung.
Klik!
…
…
…
"…"
{END dengan tidak elitnya} x'''D
—Berakhir dengan seorang pedofil yang naksir pada bocah ingusan dengan leher mulus yang terlihat lebih manis dan kenyal daripada cemilan manis kebanggaan, Sir Jimin.
A/N; Ok. Dengarkan penjelasanku, guys. Aku memang cukup gila disini/? Buat Jimin jadi om-om yang umurnya udah 27 tahun, sedangkan Yoongi bocah manja yang masih berumur tujuh belas tahun xD Apalagi disini yang tsundere, Jimin. Haduh, dunia uda kebalik/? Intinya sih, aku cuma pingin buat Pedo!Jimin sama Yandere!Jimin hehe x3
Daaan~ ada kabar gembira untuk kita semuaaa! Kulit manggis kini ada ekstraknya!
…
…
…
Ok, abaikan.
Kan ada seseorang yang request cast story sama saya, kemarin. Nah, aku jadi kepikiran, pingin buat fik sesuai dengan kemauan kalian. Jadi kalian bisa request cast plus storynya, aku persilahkan pada kalian semua.
Jadi, intinya fik ini nanti berisi kumpulan ficlet dari request kalian. Yang mau request, tulis di kolom review, atau send pm. Aku akan menerima dgn senang hati :D kalo belum jelas, bisa tanya-tanya. Itupun kalo ada yang mau request/?
Illegal, aku bakal update secepatnya—semampuku kalo gak sibuk/?
Untuk chap 2 fik ini, castnya JinSuga special for . Thx uda buat request-nya nanti aku buat :d
Akhir kata—as always,
Mind to review guys?
