Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto. I am making no profit from this fanfiction
Warning: 1st POV, Modified canon (Chapter 181), OOC-maybe, plot hole (Iya, saya mengakui ini, tapi plis abaikan saja for the sake of this fic :"|)
Notes: Seperti yang bisa dilihat, ini versi editan. Gak jauh beda sebenarnya, saya cuma benerin typo, males ngubah diksi karena saya gak bisa nulis selebay ini lagi. Bacotan lebih jauh di bawah.


"Do you realise how devoted I am to you? There's nothing I wouldn't do for you."

- Virginia Woolf (with a little edit)

.


Prologue


Bodoh.

Satu kata yang cukup untuk menjelaskan diriku. Bagaimana tidak bodoh, sebenarnya apa yang ada di pikiranku ketika aku memutuskan untuk membuang semua yang kumiliki hanya demi mengikutinya? Mengikuti seseorang yang aku tahu hanya akan menyeretku ke kegelapan. Tapi kenapa tetap kulakukan?

Hanya untuk bisa selalu melihat senyumnya. Walau air mata tak jarang menetes tiap melihatnya.

Ketika melihatnya akan pergi hari itu, sebagian dari diriku menolak untuk berpisah, walau yang sebagian lagi masih punya kewarasan untuk menyuruhku tetap tinggal. Dia cintaku—aku tahu aku terlalu muda untuk tahu apa itu cinta, tapi dia cinta pertamaku—mana mungkin aku hanya diam saja saat mengetahui dia akan pergi meninggalkan Konoha untuk bergabung dengan Orochimaru.

Dia akan terseret ke kegelapan.

Dengan kebencian setengah mati yang dipendamnya untuk Itachi, dan keputusannya untuk merelakan tubuhnya menjadi wadah asalkan bisa mendapat kekuatan. Apa aku hanya akan diam saja melihatnya terjerumus ke dasar jurang kegelapan?

Setidaknya, seretlah aku juga.

Jika aku ikut dengannya, aku bisa menjadi cahayanya, menjadi penerangnya, sehingga dia tidak kehilangan arah. Aku tidak akan pernah membiarkannya terjatuh, aku akan selalu ada di sisinya.

Mengamatinya dari jauh ketika dia sedang berlatih keras. Mendekatinya ketika dia membutuhkanku. Menolongnya ketika hasil dari latihan itu melukai tubuhnya. Mendengarkannya ketika dia bicara mengenai strateginya. Menghiburnya ketika dia gagal dalam mencoba jutsu baru. Mencoba membuatnya tersenyum walau usaha itu jarang berhasil.

Tapi aku menikmatinya. Walau latihan super keras dan cenderung mengarah keabnormalan juga diberikan untukku—dan tak jarang membuatku merasa ingin mati saja—tapi, sekali lagi, semua itu bukan masalah.

Selama dia di sisiku, ular berbisa pun bagiku tak menakutkan. Markas Orochimaru berubah menjadi surga ketika aku bersamanya.

Konoha. Okaasan. Otousan. Naruto. Kakashi-sensei. Tsunade-sama. Semua teman-temanku. Semua keluargaku. Itulah yang kubuang hanya demi dirinya.

Demi Uchiha Sasuke. Tapi apa yang tidak demi dia. Apa yang tidak mau aku korbankan hanya untuknya? Aku akan terus bersamanya untuk menunjukkan aku lah orang yang bisa dia percaya.

Bodoh. Ya, aku memang bodoh. Kadang aku tertawa jika mengingat masa lalu. Ketika segalanya normal. Aku dan dia berada di Konoha, bersama dengan Naruto dan Kakashi-sensei, menjalani misi kelompok 7, berkumpul dengan keluarga dan teman-temanku. Betapa normalnya saat itu. Tapi ketika aku tertawa mengingat masa-masa itu, entah kenapa air mata juga mengalir.

Aku rindu kalian semua.

Aku meninggalkan semuanya hanya untuk dirinya. Karena, bagiku, dialah cinta sejatiku. Walau aku tahu dia tak mungkin membalas perasaan ini. Tapi mengingat dia mengizinkanku mengikutinya saja itu sudah lebih dari cukup untukku. Asal dia tetap disampingku itu sudah cukup untukku.

Menjadi umpan, mata-mata, penyusup, penjahat, pencuri, pengkhianat, atau apa pun. Apa pun, Sasuke, aku rela melakukannya untukmu. Gunakan aku semaumu, selama aku berguna untukmu, selama bagimu aku adalah bagian yang penting.

Aku tahu aku akan baik-baik saja.

Kau harus tahu, Sasuke, aku akan menjadi malaikat pelindungmu. Tidak akan aku biarkan kau jatuh. Tidak akan aku biarkan kau sendirian. Tidak akan aku biarkan kau terseret kegelapan. Tidak akan aku biarkan kau kehilangan cahaya.

Kau selalu mengatakan kau sendirian di dunia ini dan tak memiliki apa-apa. Sasuke, aku akan selalu di sampingmu dan akan selalu menjadi milikmu. Ingat itu.

"Sakura." Suara itu memecah kesunyian di kamarku yang senyap.

Aku menoleh, memandang wajah itu. Wajah letih itu. "Ya, Sasuke-kun?"

"Sudah waktunya." Gumamnya pelan, singkat, dan jelas.

Aku mengangguk, berjalan mengikutinya.

Naruto, Kakashi-sensei, Tsunade-sama, Konohagakure, maafkan aku.


To be continued...


Notes: Lirik lagu saya hilangkan karena song fic di larang di ffn, right? Tapi credit judul untuk Red Jumpsuit Apparatus.

Saya bikin fic ini saat kelas 3 SMP, sekarang sudah kuliah semester 2. Sebenernya gak ada niat buat lanjutin ini lagi, tapi baca review yang masuk itu beneran bikin terharu :""| makasih ya yang masih setia nungguin, saya udah ngedit prolog anggap aja sebuah kemajuan. Tahun ini janji pasti bakal apdet!