i think we can say the same things too © Miss Chocoffee

Haikyuu! © Furudate Haruichi

.

Fanfiksi ini hanya dibuat untuk kesenangan batin, saya tidak mengambil keuntungan dalam bentuk apapun.


Mendapati ruang gym yang ributnya melebihi tempat penitipan balita itu sudah biasa. Apalagi jika kelompok inti dari biang ribut squad sudah memulai misi mulia mereka, ditambah dengan kepanikan Azumane Asahi dalam usahanya menenangkan quartet maut sebelum sang kapten sendiri yang turun tangan. Tsukishima Kei sudah terbiasa. Terlalu terbiasa sampai-sampai membuatnya lelah sendiri.

Berbekal tampang datar dan handuk bekas keringat, middle blocker kelas satu itu beringsut menjauh. Sengaja mencari tempat di pojok ruangan demi menghindari kebisingan semata, yang pada akhirnya malah terasa sia-sia. Teriakan cempreng Hinata yang meminta toss dari Kageyama, serta ocehan absurd dari dua senpai-nya masih memekakkan telinga. Tsukishima menyesal karena tidak diperbolehkan membawa headphonenya ke dalam sini.

"Tsukki!" Botol minum disodorkan tepat di depan muka, mengalihkan perhatian Tsukishima dari kacaunya suasana gym. Tanpa berkata apa-apa, minuman itu kini sudah berpindah tangan, sementara si pengangsur sibuk dengan botol minumnya sendiri.

Keheningan kemudian merayapi selama beberapa menit. Agak ganjil terasa, karena tidak biasanya Yamaguchi Tadashi hanya diam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Kedua matanya terpancang lurus, memperhatikan pasangan duo-kombi-aneh yang masih melatih serangan cepat mereka.

"… bola matamu akan keluar kalau terus-terusan melotot seperti itu."

"E-eh?" Yamaguchi tersentak. Sejurus kemudian, kepalanya secara otomatis berpaling ke arah Tsukishima yang masih berdiri tenang di sampingnya. "A-aku tidak melotot, Tsukki!"

"Katakan itu pada tiang net di sebelah sana."

"Tsukki!"

Protesan itu hanya dibalas dengan sebuah senyuman miring. Tsukishima ikut memperhatikan apa yang membuat sahabatnya itu menjadi begitu fokus beberapa saat yang lalu, tapi kemudian dia malah mendengus penuh ejekan.

"Siapa yang kau perhatikan? Si pendek atau Ou-sama?"

Sindiran itu sebenarnya terdengar biasa saja, tapi siapa sangka membuat wajah Yamaguchi memerah sampai ke telinga. Pinch serve satu itu tergagap panik, mulutnya terbuka untuk mengeluarkan sangkalan, tapi Tsukishima sudah lebih dulu paham tanpa perlu mendengar jawaban Yamaguchi. Dia hanya terlalu mengerti; untuk setiap gerak-gerik Yamaguchi, Tsukishima hanya terlalu mengerti.

"Hinata," Nama itu keluar pada akhirnya. Tsukishima melirik Yamaguchi yang menunduk dengan satu tangan memainkan ujung kaus, memilin-milin pelan. "Aku hanya merasa iri… padanya."

"… kenapa? Apa karena dia masuk tim inti dan kau tidak?"

Tsukishima menyadari adanya ekspresi terkejut aneh yang dipancarkan oleh Yamaguchi. "B-bu─bukan begitu!" Ia menyanggah. "Aku hanya… iri karena dia bisa mengatakan sesuatu tanpa perlu banyak berpikir."

Kening Tsukishima berkerut, sedikit tidak paham. "Bukannya yang seperti itu malah membuatnya terlihat bodoh?" komentarnya kemudian. Dan sekali lagi, raut ganjil itu tertangkap jelas oleh retinanya.

"Bukannya bodoh, tapi dia bisa lebih lepas untuk berkata jujur tentang perasaannya, kan?"

Inilah yang selalu mengusik rasa penasaran Tsukishima; wajah terkejut Yamaguchi seolah-olah dia baru saja mengatakan sesuatu yang berakibat fatal. Gelenyar kepanikan tertangkap jelas melewati kedua matanya, dan Tsukishima tidak sempat bertanya karena teriakan 'berkumpul!' dari sang kapten sudah lebih dulu menggaung keras.

Pada akhirnya Tsukishima memilih diam; memberikan kesempatan bagi Yamaguchi untuk menenangkan diri. Walaupun matanya tak pernah lepas untuk mencari tahu, apa yang dipikirkan oleh pemuda itu saat ini.


"Apa yang sebenarnya ingin kau katakan padaku?"

Saat itu jalanan ditutupi oleh salju yang menumpuk. Syal yang dikenakan Tsukishima belum cukup untuk membuatnya merasa lebih hangat. Kebalikannya, ia malah merasa kedinginan. Ditambah pula lirikan sembunyi-sembunyi dari Yamaguchi yang membuatnya sedikit jengah.

Senyuman tipis dibiarkan tersembunyi di balik syal. Tanpa banyak bicara, hanya memberi lirikan; pertanda kalau Yamaguchi harus menjawab pertanyaannya barusan. Kali ini tidak ada toleransi apapun bagi Yamaguchi untuk menghindar seperti tadi.

Merespon kalimatnya barusan, Yamaguchi terlihat panik. "A-apanya, Tsukki?"

"Kata-katamu tadi. Saat latihan." Tsukishima mengulang enggan. "Dan maksud dari lirikanmu itu."

"A-ak─aku─" Yamaguchi terlihat kebingungan untuk memulai dari mana. "Lu… lupakan saja, Tsukki. Itu tidak terlalu penting, kok."

Tsukishima tidak menjawab. Lirikan singkat dilempar dibarengi decakan samar. Kedua tangannya semakin tenggelam di balik saku celana. Seolah mencari pelampiasan atas kejengkelannya terhadap Yamaguchi. "Kau tahu aku tidak suka menunggu, Yamaguchi."

Ada banyak hal yang dipikirkan oleh Tsukishima saat ini. Tentang Yamaguchi yang bertingkah aneh, Yamaguchi yang tidak biasanya diam, Yamaguchi dengan rasa iri anehnya terhadap Hinata, dan Yamaguchi yang terus-terusan menunduk murung di sampingnya. Lalu, mendadak saja Tsukishima tertawa dalam hati, sadar kalau seharian ini pikirannya hanya tertuju pada sahabat baiknya.

Ia tidak menampik kalau kekhawatirannya kini sudah mencapai level teratas. Ada bayang-bayang kengerian yang muncul atas sikap pasif Yamaguchi Tadashi seharian ini. Ah, mungkin tidak hari ini saja. Dari empat hari yang lalu, sahabatnya itu semakin aneh setiap harinya.

Pun, usaha yang dilakukan Tsukishima juga tidak benar-benar berhasil. Ia mencoba mengorek petunjuk apapun yang bisa membuatnya mengetahui apa yang mengganggu pikiran Yamaguchi. Mungkin itu terdengar mustahil, tapi Tsukishima sudah terbiasa untuk selalu memperhatikan detail Yamaguchi dari atas sampai bawah; memastikan bahwa anak itu baik-baik saja, walaupun dia melakukannya secara diam-diam. Bersikap begitu apatis di luar, tapi luar biasa paham di dalam.

"Tsukki,"

Keheningan lama kemudian terpecah. Tsukishima menyadari ada perasaan lega asing yang melingkupi hatinya saat ini.

"Hm?"

"… mau mampir ke konbini sebentar?"

Ajakan dari Yamaguchi memberi pemahaman lain dalam otaknya. Yamaguchi sedang mengulur-ulur waktu, mencoba mencari momen yang pas untuk menjelaskan maksud dari sikap anehnya pada Tsukishima. Dan jelas, Tsukishima tidak akan melewatkan kesempatan itu begitu saja.


Tsukishima sudah menyadarinya dari jauh-jauh hari. Tentang perubahan dinamika di antara mereka yang disebabkan oleh naiknya level 'suka' Tsukishima pada Yamaguchi. Itu sudah terjadi berbulan-bulan yang lalu, ketika Tsukishima akhirnya sadar bahwa jantungnya bekerja terlalu cepat ketika Yamaguchi berada di sekitarnya.

Pun, Tsukishima menyadari ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Ia heran kenapa bibirnya tidak bisa menahan senyum ketika melihat Yamaguchi tertawa senang. Kenapa ada perasaan tidak suka ketika melihat sahabatnya itu murung. Atau kenapa dia selalu ingin bersama-sama dengan Yamaguchi.

Ketidak wajaran semakin meningkat ketika kulitnya tanpa sengaja bersentuhan dengan Yamaguchi. Entah saraf apa yang otomatis bekerja membuat wajahnya memerah sampai ke telinga. Ketika dia dihadapkan dengan pertanyaan khawatir Yamaguchi tentang perubahan tingkahnya, Tsukishima buru-buru menjawab dengan suara enggan, mengatakan tidak apa-apa sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Dan biasanya, jawaban 'baiklah.' dari Yamaguchi menutup topik pembicaraan mereka untuk sementara.

Dengan semua pengalamannya itu, bukanlah hal aneh ketika Tsukishima tidak mampu menahan diri agar tidak terkekeh lebih dulu. Atas penjelasan implisit dari Yamaguchi, dan bagaimana kedua mata sahabatnya yang memicing tidak suka. Berlawanan dengan rona merah yang muncul pada kedua pipinya.

"A-apanya yang lucu, Tsukki?"

"Ah," Tsukishima berusaha meredakan tawanya. Senyum menyebalkan kini bertengger dengan sempurna. "Kau, jelas."

"Heee?"

"Akhirnya aku paham kenapa kau iri dengan si pendek itu." Tsukishima berujar tenang. Sengaja menghentikan langkahnya, diikuti oleh Yamaguchi yang masih menampilkan ekspresi heran. "Kalau begitu, kenapa tidak katakan saja?"

"Katakan?"

"Ya," Kini wajahnya sengaja dicondongkan pada Yamaguchi. Prediksinya semakin menguat ketika rona merah itu kembali menyebar pada wajah lawan bicaranya. "Kupikir kita bisa mengatakan sesuatu yang sama."

"Ma-maksudmu, Tsukki?"

"Aku menyukaimu. Kan?"

Perkiraan bahwa dirinya akan terdengar gugup ternyata salah besar. Tsukishima berhasil mempertahankan ketenangannya, masih bisa tersenyum tipis seperti biasa seolah itu bukan sesuatu yang sulit untuk dikatakan. Padahal jantungnya kini sudah berdetak dua kali lebih cepat, seperti siap menembus dada. Entah kenapa mengatakan hal semacam ini perlu waktu berbulan-bulan untuk mengumpulkan keberanian.

"Tsukki, k-kau… a-aku," Yamaguchi mendadak kehilangan ribuan kosakata. Wajah terkejutnya perlahan berubah menjadi senang, dan Tsukishima jelas tidak melewatkan kejadian itu begitu saja. "Aku menyukaimu." Ia mengulanginya, kali ini lebih mantap. "Aku menyukaimu, Tsukki!"

"Hm," Tsukishima bergumam, tidak mampu menahan perasaan sayang meluap dari kedua pancaran matanya. "Aku juga." Dibiarkan tangannya bergerak, merengkuh tubuh Yamaguchi agar bersandar padanya.

Keheningan melingkupi selama beberapa detik, ketika Yamaguchi mengangkat wajah dan membiarkan matanya bersibobrok dengan sepasang manik coklat keemasan itu. Senyuman lebar menghipnotis Tsukishima, seolah mengundang agar pemuda itu mendekat; menciumnya.

"Boleh aku menciummu?"

Tersadar dengan ucapannya, Tsukishima segera memalingkan wajah. Telinganya memerah, mendadak malu sendiri. Hingga tawa geli menyela segala kemungkinan buruk yang bergentayangan dalam otaknya, dibonusi dengan sebuah pelukan balasan di bagian pinggang.

"Kenapa tidak, Tsukki?"

Atas konfirmasi itu, Tsukishima melakukannya. Kepala ditundukan, meraup bibir Yamaguchi dan membawanya ke dalam sebuah ciuman manis.

"… aku menyayangimu, Tadashi."

[]

FIN


a/n : TsukiYama pertama saya! Maaf jika banyak kekurangan dan terkesan OOC /sob/ Saya cukup kesusahan nuntasin endingnya, entah dari pemilihan kata atau dari pendeskripsian Tsukishima sendiri. Karakternya itu lumayan sulit, dan entah kenapa saya ngemaso pengen bikin dari side dia /melipir/ Jadi maafkan kalau endingnya tidak semanis interaksi mereka /HEH!/

Akhir kata, ditunggu kritik/sarannya ;)

[p.s; was edited.]

Sign,

Miss Chocoffee


.

[June 22, 2016]