—
—
—
Once Again
mingyu x wonwoo
presented by mingyouths
—
—
—
"Berberes, dan kalian boleh pulang!"
Langit mulai berubah menjadi oranye. Karena itulah orang-orang di restoran tersebut mulai berbenah. Membersihkan sedikit kekacauan bekas-bekas makanan di setiap sudut ruang restoran.
"Jihoon, mana kotak sampahnya?"
Lelaki dengan tubuh yang berisi meraih-raih sampah di bawah meja.
Seorang lelaki—juga—datang ke arahnya dengan menenteng trash bag.
"Kotak sampahnya di pakai Seokmin. Ini, buang di sini saja."
Sosok yang terbilang montok itu mendongak menatap yang barusan berbicara padanya.
"Bantu sedikit di sini, Jihoon. Aku benci membersihkan bekas tisu yang bercampur dengan suatu yang basah." Air mukanya menunjukkan rasa jijiknya.
Jihoon, yang menenteng trash bag hanya mendengus.
"Aku sudah membersihkan enam meja di sana yang tisunya sudah kumuh. Jangan bilang kau baru membersihkan satu di sini?"
Yang di tuduh cepat menggeleng. "Tidak! Aku sudah menyapu dan mengelap meja. Kecuali memunguti bekas tisu itu."
Jihoon merunduk ke bawah meja. Tubuh mininya mempermudah dia merunduk, tidak seperti Seungkwan—lelaki montok—yang mendempet-dempetkan badannya kesusahan di bawah meja.
"Terima kasih, Jihoon-ah. Duh, perutku terasa sakit merunduk sedari tadi."
"Kapan kau akan mulai diet?"
"Yaa, kenapa kau menanyakan hal yang menyakiti hatiku begitu? Tiba-tiba, pula!"
"Kalau tidak tiba-tiba kau tidak akan sadar."
"Jangan jahat begitu Jihoon-ah, aku sedih nih."
"Masa bodoh, Seungkwan. Mana, dekatkan trash bag-nya kesini."
Seungkwan cemberut sambil mendekatkan kantung sampah itu ke arah Jihoon.
Jihoon menegakkan tubuhnya setelah meja itu sudah bersih. Ia beralih ke meja disampingnya dan merunduk lagi. Seungkwan mengikutinya patuh.
"Jihoon-ah, mau makan tidak sehabis ini?"
Jihoon menyerenyit di bawah meja. Kemudian mengarahkan jari-jarinya yang agak kotor ke belakang, menyentil dahi Seungkwan.
"Baru tadi kubilang untuk diet, kau malah menawari makan!"
"Aduuuh, sakit! Aku menawari hal yang baik-baik, loh! Jun sedang memasak bersama yang lain di belakang, dia ingin traktir kita dalam rangka ulang tahunnya kemarin,"
"Kau juga belum makan daritadi siang, iya kan?" lanjutnya memelas.
Jihoon selesai, meraih kantung yang dipegang Seungkwan. Jari-jarinya mengikat ujung kantung itu. Dia menatap Seungkwan. "Jangan sok perhatian, kalau kau yang ingin makan banyak sih, bilang saja."
Seungkwan cemberut lagi. "Selalu salah aku di matamu, ya, Jihoon-ah."
Jihoon melotot—main-main. "Diamlah, dan buang sampah ini. Aku sudah memungut tisu yang kau bilang jijik."
"Aaah, malas. Perutku masih sakit,"
Jihoon bersiap untuk menyentil dahi Seungkwan lagi.
"Lagipula, mana Wonwoo? Dia tidak kelihatan berbersih." Jihoon mengurungkan niatnya ketika Seungkwan berkata begitu.
"Jangan asal bicara, gendut. Wonwoo mencuci piring di belakang."
"Yaaa, jangan panggil gendut! Huhuhu."
"Ish, sudah, ini buang keluar sana."
Seungkwan meraih kantung sampah dengan enggan. "Tumben, Wonwoo mau mencuci piring. Ooh, apakah dia sedang menghindar?"
"Entahlah... Kurasa dia tidak sedang menghindar. Eh, tapi entahlah, mungkin saja."
Seungkwan melihat ke luar kaca jendela restoran yang bening. Menampakkan langit dengan warna jingga yang semakin pekat.
"Tidak ada orangnya."
"Belum datang. Wonwoo sedang bersiaga."
"Hmm, hmm, kau benar.."
"Hai~"
Seungkwan terlonjak—benar-benar terlonjak ketika suara berat namun lembut itu menginterupsi. Dekat sekali dengan telinganya.
"Ish, Wonwoo-ya! Jangan berbicara di dekat telinga orang begitu, dong."
Yang mengagetkan Seungkwan hanya tertawa manis. Hidungnya berkerut, matanya menyipit. "Maafkan aku."
Dia melirik kantung yang dipegang Seungkwan. "Mau aku saja yang membuangnya?"
Seungkwan tersenyum aneh setelahnya. "Baik sekali~ tolong buangkan, ya, Wonwoo yang manis."
Tawa manis terdengar sekali lagi. "Sekali ini saja, sebagai permintaan maaf karena mengagetkanmu—"
"—gendut."
"Yaaaaa, jangan ikut-ikutan Jihoon!"
Seungkwan mencak-mencak di tempatnya, sedang Jihoon geleng-geleng kepala melihat Wonwoo tertawa puas dan berlari keluar—membuang sampah.
"Kita langsung pulang saja setelah Wonwoo membuang sampah, tidak usah ikut makan-makan, ya."
"Tidak mauuuuu!"
Wonwoo menuju kotak sampah yang jaraknya hanya beberapa meter di depannya sekarang. Bibirnya menyunggingkan senyum simpul.
Moodnya bagus, sangat bagus untuk hari ini.
Terlebih setelah koki-koki di dapur selesai memasak, ia akan makan besar bersama teman-teman rekan kerjanya.
Junhui, teman rekan kerjanya yang berulang tahun kemarin bilangnya ingin mentraktir di restoran lain yang lebih mewah. Dimana jika atasannya tahu Jun berkata seperti itu kemungkinan temannya itu akan dipecat.
Namun, karena kekurangan dana yang dipunya, Jun hanya mampu mentraktir di restoran tempat mereka bekerja. Tidak apa-apa, pikir Wonwoo. Makanan di restoran juga tidak kalah enak dengan restoran lain kok.
Kantung sampah dimasukkan ke dalam tempat sampah yang kosong. Nampaknya Seokmin belum membuang sampah yang lain, pikirnya.
"Oke, waktunya makan-makan."
Wonwoo membalikkan tubuhnya, masih tersenyum.
Cukup terkejut ketika ia dihadapkan dengan tubuh raksasa yang sudah berada di depannya ketika berbalik.
Senyumnya luntur.
Mukanya datar, menunjukkan ketidaksukaan.
Moodnya seketika memburuk.
Ia ingin melangkahkan kakinya pulang sekarang.
Ia sudah tidak tertarik untuk acara makan-makan Junhui.
"W-Wonwoo-ya? Hei?"
Wonwoo ingin berjalan lagi. Namun tangan lelaki yang memanggilnya itu meraih pergelangan tangannya.
Wonwoo langsung menghempaskannya. "Lepaskan."
Lelaki dihadapannya tergagap. "O-oke, aku lepaskan."
"Tapi dengarkan aku bicara dulu, tolong..."
Wonwoo menatap langit penuh minat, dibandingkan dengan lelaki dengan nada suara memelas kepadanya itu.
"A-ayo pulang bareng, Wonwoo-ya."
Wonwoo menggeleng. Lalu melangkahkan kakinya lagi.
"W-Wonwoo-ya!" Lelaki itu mengejarnya.
"Tunggu... Jangan pergi meninggalkanku dulu." Lelaki itu berusaha memanggil Wonwoo.
Dan ia berhasil menyamakan langkahnya dengan Wonwoo. Diraihnya lagi lengan Wonwoo. "Kau sudah selesai bekerja? Bagaimana pekerjaanmu? Lancar?"
Wonwoo menatap orang dihadapannya jengah. "Lancar. Baik-baik saja."
Lelaki itu tersenyum dengan gigi taringnya. Tampan, manis, namun Wonwoo tidak merasakan hal itu lagi sekarang.
"Baguslah... Kupikir tidak ada lagi pelanggan yang melemparimu tisu kotor seperti kemarin."
Wonwoo hanya diam. Lelaki itu lagi-lagi tergagap.
"Ehm... O-oh iya, kau haus? Mau minum jus? Aku barusan belanja untuk bahan makanan bulan ini."
Wonwoo tidak tertarik.
"Kau mau jus, Wonwoo-ya? Ku ambilkan?"
Wonwoo tidak tertarik.
"Kau tahu, kau nampak sangat lelah. Aku akan membelikanmu makanan enak di tempat jajanan di ujung jalan di sana—"
"Aku tidak memintamu." tukas Wonwoo cepat. Terselip geraman di setiap kalimatnya. Bibirnya terkatup, menahan emosi.
Lelaki itu menatap Wonwoo sendu.
Tak lama, ia tersenyum lagi—dipaksakan. Namun ia tetap ingin menampilkan senyum tulus untuk Wonwoo.
"Y-yah... Baiklah kalau kau tidak mau..."
Wonwoo memasang muka datarnya kembali, lalu lanjut melangkah.
Dia benar-benar tidak berminat dengan lelaki yang menghampirinya itu, setiap dia pulang kerja.
Dia benar-benar tidak berminat dengan lelaki yang menawarinya ini itu, setiap dia pulang kerja.
Dia benar-benar tidak berminat dengan lelaki yang mengajaknya pulang bersama, setiap dia pulang kerja.
Dia benar-benar sudah kehilangan minat, seluruh minatnya terhadap lelaki itu.
Karena dia yang memintaku untuk berhenti menaruh minat kepadanya.
"W-Wonwoo-ya! Ehm..."
Dia tidak membiarkan Wonwoo begitu saja. Dia menyusul Wonwoo yang mengarah kembali ke arah restoran.
Tersenyum menyedihkan menatap punggung Wonwoo yang enggan berbalik untuknya.
Sedari tadi, Wonwoo tidak pernah menatapnya.
Hatinya tersayat, sangat dalam.
"Wonwoo-ya? Hei! Wonwoo-ya!" Seungkwan memanggil sahabatnya yang terus berjalan menuju ruangan karyawan di belakang.
Lelaki yang mengejar sudah berhenti, sejak Wonwoo memasuki restoran. Hanya bisa menatap sendu ke dalam restoran. Tidak berani ia melangkahkan kaki ke dalam restoran, walau sebenarnya ia ingin. Ia hanya tidak ingin diteriaki Wonwoo jika dia semakin nekat.
Jihoon menatap ke arah Wonwoo berjalan. Wonwoo yang terlihat tidak baik-baik saja usai keluar hanya untuk membuang sampah.
Ia melihat keluar. "Pantas saja... Dia datang."
"Hah? Datang?" Seungkwan menoleh menatap Jihoon.
Jihoon agak mendekat ke arah pintu. Menatap lelaki yang terdiam di luar dengan kasihan.
Dibukanya pintu restoran. "Hei, Mingyu!"
Lelaki itu mendongak cepat.
Jihoon berkata ragu, "Masuklah, ikut makan-makan bersama kami."
—
—
—
—
( t b c )
—
—
—
—
hello, this is mingyouths!
first fanfic, and it's uri cutie meanie couple ululululu ヾ(´︶` )ノ
sorry kalau ada typo nyelip-nyelip.
selalu kobam kalo lihat meanie. dan aku coba untuk bikin fanfic tentang mereka!
give me reviews, i will be waitin'~ so aku bisa mutusin buat lanjut atau tidak (。•́︿•̀。)
—
—
( ˙︶˙ )ノ
mingyouths
