Kura-kura dan sebuah biji

Arta Gusdan

Dahulu kala, pernahlah hidup seokor kura-kura kecil yang tinggal bersama sebuah pohon apel. Setiap hari, si kura-kura kecil selalu bermain di bawah pohon apel, entah itu berlari-lari, barmain ayunan, atau disaat tidur. Kura-kura kecil tersebut selalu menghabiskan harinya disana.

Hingga disuatu hari, si kura-kura kecil tersebut menanam sebuah biji, biji apel. Ia tanam biji apel tersebut di suatu yang amat jauh, sebuah tempat terbaik dan subur untuk menanam. Melewati bukit-bukit yang tinggi dan hamparan hutan, ia tanam biji tersebut disana.

Setiap hari, kura-kura tersebut selalu membawakan air dan pupuk untuk biji apel tersebut. Air yang harus ia ambil dari telaga di ujung pulau, berjalan memutar menuju biji apel. Serta sekantung pupuk yang dengan susah payah ia buat. Bukan hanya satu hari, namun setiap hari, setiap minggu, setiap tahun ia melakukan hal yang sama. Ia rela berjalan begitu jauh untuk menemui biji apel tersebut.

Dia tidak pernah mengeluh dengan kesehariannya. Di musim dingin dan panas, ia selalu menjaga biji tersebut supaya tidak mati. Ia terjaga malam agar tidak ada orang yang mengambil biji yang sudah menjadi benih apel tersebut, dan juga itu tidak ia lakukan satu kali atau beberapa kali, namun setiap kali.

Hari sudah berganti tahun, kini biji tersebut juga semakin besar. Setelah bertahun-tahun lamanya, untuk pertama kali pohon tersebut berbuah dan daunnya pun mulai berguguran. Karena itu, setiap hari si kura-kura selalu menbersihkan daun dan buah apel busuk yang berserakan di bawah pohon ada tanaman liar tumbuh di sekitar pohon apel, selalu kura-kura bersihkan.

Hingga tak terasa, telah seratus tahun sudah pohon itu tumbuh. Kini akar dan batang pohon tersebut telah amat kuat. Tak terasa setiap hari dari seratus tahun tersebut ia telah melakukan kegiatan yang senang tiasa sama pula. Sekarang si kura-kura tidaklah muda lagi, ia sudah memiliki beberapa cucu, tenaganya tadak seperti dulu. Maka yang ia bisa lakukan sekarang hanyalah menghabiskan hari di bawah pohon apel tersebut seperti dulu.

Suatu hari, ia habiskan sore hari bersama anak dan cucunya. Lalu diantara anak tersebut bertanya, "Kenapa anda sangat senang berada di dekat pohon ini, wahai ayah?" Lalu sang kura-kura pun menjawab "pohon ini, adalah ibumu wahai anakku sekalian. Beliau menintaku untuk menyayangi pohon apel ini, seperti aku menyanyangi ibu."

Sungguh andaikan pengorbanan kita sekian besar seperti kura-kura.

Maka itu masih belumlah cukup dari satu nafas seorang ibu ketika melahirkan.