" Daisuki Nanodayo "

Disclaimer: KuroBas—termasuk Chintalou dan Takao—kepunyaannya Fujimaki Tadatoshi. I don't own anything.

Demi Putraerae Zarippaa,saya membuat fanfic ini. Salam, semoga kau suka! /siapa kau/

Berawal entah darimana, tapi tiba-tiba terpikir untuk membuat pedo pairing. Akhirnya pedo pair jatuh pada TakaMido. Oke, Rae, terima kasih sudah menggubris tweet-ku kemarin-kemarin sehingga aku benar-benar membuat fanfic ini.

Sekalian deh buat Mochiyo-samayang entah menyukai pedo pair ato chibi pair dan Rein Yuujiro yang cinta sama TakaMido. Maaf Rii SKSD 8DD /pergisanakau

Berniat membuatnya one-shot tapi malah jadi multichap. Mungkin hanya two-shots.

AU / OOC / Alternate-Age

Pedo!Takao x Kid!Midorima.

Don't like don't read.

Penuh kegajean, kecadelan (?), dan paling penting; kepedoan.

Judul asal muncul ketika lagi nyanyiin opening ZnT yang kedua sambil mikirin Midorima. Tau, kan? "Daisuki Na No Ni", saya ganti jadi "Daisuki Nanodayo". Berhubung lagi nggak ada ide judul, jadi saya pake judul ini karena bingung.

Thanks for reading! Mind to review?


Duk!

Takao melempar bola basket sekali lagi. Hampir masuk, sih, sayangnya melenceng sedikit dan meleset. "Cih," Takao mendecak kesal. Kenapa bolanya tidak masuk? Padahal ia nyaris memasukkan bola lima puluh kali berturut-turut. Sudah bola keempat puluh delapan, tinggal dua lagi, kenapa bisa meleset?

Bola menggelinding menuju pinggir lapangan. Takao tidak langsung mengejarnya, ia mengambil nafas dan meregangkan tubuh dulu, lalu menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal—memikirkan apa ada yang salah. "Menyebalkan," ujarnya sambil menyeka keringatnya. Ia berjalan malas menuju arah bola itu menggelinding.

Tep.

Tiba-tiba sebuah tangan kecil meraih bola basket besar itu. Orang itu mengangkat tubuhnya dan mendongak menatap Takao.

Anak SD. Berambut biru lembut dengan poni hampir menutupi matanya, mengenakan kacamata, baju hijau lengan pendek, dan celana pendek berwarna merah, dan masih membawa tas sekolah. Iris hijaunya menatap Takao dari balik kacamatanya. Tatapannya agak dingin, tapi menyejukkan. Entahlah, hanya saja Takao merasa senang melihat anak itu.

"Ah," panggil Takao. "Bola itu..."

Anak kecil itu mengangguk. Ia bergerak maju beberapa langkah mendekati Takao hingga jaraknya tinggal sekitar dua meter dari Takao. Anak itu menatap lurus ke arah pria berambut hitam di depannya. "Bola itu..." ulang Takao. Anak itu tak menggubris. Ia mengambil kuda-kuda siap melempar bola itu. Takao menganggap anak itu ingin melempar bola padanya, jadi ia bersiap-siap menangkap sambil tersenyum.

Syut!

Bola melambung tinggi dan masuk ke ring basket dengan mulus. Takao tersentak kaget dan menatap bola yang memantul-mantul di tanah tak percaya. "... A... apa...?"

"Itu yang namanya melempal," ujar anak kecil itu. "Bukannya melempal dan tidak masuk dalam jalak segitu, nanodayo."

Menyebalkan. Takao mendelik. Ia menatap anak kecil itu kesal, tetapi ia sangat kagum. Anak itu jauh lebih pendek darinya, ukuran tubuhnya mirip anak kelas 3 SD kebanyakan, berbeda sekali dengannya yang kelas 1 SMA, tetapi ia bisa melempar bola dari jarak segitu dengan sangat mulus. Anak itu seorang three pointer yang sangat hebat. Dibandingkan sebal dengan perkataannya yang menusuk, Takao lebih memilih tersenyum karena anak itu menatapnya dengan tatapan dingin yang... apa, ya? tsundere, mungkin, ditambah lagi anak itu sangat menarik. Rasanya Takao Kazunari ingin mengenal anak ini lebih jauh lagi.

Takao mengambil bola itu. "Ya, ya, aku mengaku kalah," ujar Takao dan melempar bola itu pelan ke arah anak kecil itu dan langsung disambut. "Karena aku kalah, boleh aku tahu namamu?"

"Menang kalah tak ada hubungannya dengan nama, baka-niisan," ujar anak itu sambil menghela nafas. "Yah, baiklah, Midolima Shintalou, kelas 3 SD."

"Shin-chan, hm?" Takao tersenyum. Seenaknya saja ia memberikan nama panggilan untuk anak kecil itu.

"Midolima Shintalou, bukan Shin-chan," ulang anak itu kesal, tetapi Takao ngotot memanggilnya Shin-chan. "Ah, lalu... kau siapa...?" tanya Midorima pelan, sangat pelan.

"Takao Kazunari," ujar Takao memperkenalkan diri. "Senang sekali bertemu denganmu, Shin-chan."

Midorima hanya diam saja, tak mau menatap Takao. Ia mengangkat bolanya, memposisikan akan melempar bola tersebut.

Takao tampak bersiap menangkis lemparannya, tapi begitu Midorima melemparnya, Takao malah tak bisa menangkisnya—entah kenapa. Takao tertawa. "Ahaha, Shin-chan," ujarnya senang. "Kau hebat."

Wajah polos dari anak kelas 3 SD itu bersemu merah. "Ti—tidak, kok!" bantahnya, dan membuat Takao makin tertawa senang.

"Dasar, tsundere!" ujar Takao senang dengan nada nakal. Midorima kecil mengabaikan kata-kata itu sambil terus berusaha menyembunyikan wajahnya yang merah padam.

Senang...

Beberapa lama mereka bermain bersama, tanpa sadar matahari sudah mau terbenam. "Wah," Takao mengambil bola basket sambil menatap matahari. "Tampaknya hari ini sampai sini saja, ya?" ia menghela napas panjang. Midorima ikut menghela napas, kecewa.

Menyadari anak kecil itu menghela napas, Takao berbalik dan menatap anak kecil berambut hijau itu. "Kenapa? Kau kecewa harus selesai bermain denganku?" pertanyaan iseng Takao itu lagi-lagi membuat Midorima salah tingkah.

"Bo—bodoh! Bu—bukannya aku suka belmain denganmu! Tapi, tapi—ah, sudah! Aku mau pulang!" Midorima mengambil tas sekolahnya dan berlari.

"Aku senang bermain denganmu, Shin-chan! Besok kita harus main lagi!" ujar Takao riang.

Midorima tertegun sejenak. Ia berdiri di pinggir jalan. Sambil tetap membelakangi Takao, ia berkata, "Ba—baiklah! Ja—janji, ya?" tanya Midorima. "Ka—kalau besok kau tak datang, akan kulempal kau dengan bola basket, nanodayo!"

Sekali lagi, Takao tertawa senang. "Tentu saja!"


Duk!

Bola basket itu kembali memasuki ring basket dengan sangat mulus. Sudah entah-keberapa kali ia memasukkan bola sejak sejam yang lalu. Ia kembali mengambil bola itu dan menatap sekeliling, khawatir. Daritadi ia begitu berharap akan menemukan sosok Takao yang berjalan ke arahnya dan menyapanya iseng sambil menyunggingkan senyum menyebalkannya. Sayang sekali pemuda itu tak tampak juga.

Lima menit. Sepuluh menit. Tak ada.

Midorima tambah khawatir. Ia menimbang-nimbang akan pulang atau tetap menunggu.

"Shin-chaaannn!"

Panggilan menyebalkan itu membuat Midorima tersentak kaget. Baru saja dipikirkan. "Ta—Takao!" serunya tiba-tiba.

"Hm~? Kenapa, Shin-chan~? Apa kau sudah menungguku daritadi~? Merindukanku~?" tanya Takao beruntun dengan nada menyebalkan. Midorima memalingkan wajahnya, berusaha menyembunyikan semburat merah di wajahnya.

"Ti—tidak, kok!" Midorima menggeleng. Takao hanya bisa tersenyum. Selalu, selalu tersenyum. Sifat tsundere Midorima selalu bisa membuatnya tersenyum. Anak manis ini sangat membuatnya tertarik.

... Dan membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat...

Itu pun membuat Takao kaget. Ia bingung. Kenapa dengan melihat wajah manis anak kelas 3 SD yang bersemu merah padam itu bisa membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat?

Tidak mungkin!

Anak itu kelas 3 SD, dan ia kelas 1 SMA. Apa, sih, yang ia pikirkan?! Takao menggelengkan kepalanya dan menepuk pipinya. Midorima menatapnya bingung.

"Kenapa? Apa kau menjadi gila, nanodayo?" tanya Midorima dingin. Takao memaksakan seulas senyum.

"Tidak, kok~" ujarnya riang. Agak dipaksakan? Mungkin... sementara jantungnya masih berdetak cepat.

'Jangan, Kazunari, Jangan!' ujarnya pada diri sendiri dalam hati. 'Jangan menyukai anak ini atau kau akan menyesal!'

: To Be Continued :