Long Distance Relationship; Young Love
.
A Fanfiction by naranari and phylindan
©2015
Park Jimin & Min Yoongi
Romance
Boy's Love. AU
We don't take any profit with this chara and the story
DO NOT PLAGIARIZE
.
.
.
Yoongi terus melajukan mobilnya menuju provinsi Gyeongsang Selatan. Selama perjalanan Yoongi disuguhi oleh pemandangan sawah dan pegunungan yang ada di samping kanan-kirinya. Suasana pegunungan yang sejuk membuat seluruh otot Yoongi rileks dan dia merasa sangat sehat. Sudah lama sekali sejak terakhir kalinya dia berkunjung ke daerah ini. Saat itu Yoongi masih berumur awal duapuluhan. Dia beserta keluarganya datang ke Miryang untuk menonton pertunjukan kesenian tradisional rakyat Miryang.
Miryang Baekjeong Nori, adalah sebuah festival tradisional yang diadakan setiap tanggal Limabelas bulan ketujuh pada kalender Lunar. Atau festival ini sering disebut juga Kkombaegi Cham Nori atau Hari Pelayan. Yoongi sangat antusias mengikuti festival ini, karena selain ini adalah pertama kalinya dia datang kemari, juga ada banyak sekali makanan yang terhidang.
Well, Yoongi selalu merasa lapar setiap saat.
Dan sekarang Yoongi juga mempunyai tujuan yang sama datang ke Miryang. Festival ini sangat rugi jika tidak dihadiri. Saat melewati gunung Jaeyak—salah satu gunung yang mengelilingi Miryang—Yoongi menepikan mobilnya. Udara sejuk dan bau khas pepohonan menyapa indra penciumannya. Ini bukan musim gugur jadi gunungnya tidak berwarna-warni.
Tapi Yoongi mempunyai kenangannya sendiri. Di tepi jalan daerah gunung Jaeyak. Saat musim gugur, ketika para petani menjual buah-buahan khas musim semi. Dengan seorang pemuda yang saat ini menjadi calon penempat hatinya.
.
.
.
.
"Yoongi-ah, ibu akan membeli beberapa apel dan buah kesemek dulu. Kau mau tunggu di mobil atau ikut denganku?"
Ibu Yoongi menata sedikit riasannya pada kaca spion mobilnya sebelum menengok ke kursi belakang. "Bagaimana?"
Yoongi menghela napasnya, matanya memandang jauh kearah gunung Jaeyak. Musim semi seperti ini biasanya keluarganya berlibur ke pulau Jeju untuk menikmati pemandangan bunga sakura yang bermekaran. Tapi tahun ini entah mengapa ibunya yang cantik itu ingin sekali ke Miryang. "Bagaimana Yoongi-ah?" tanya ibunya sekali lagi.
"Baiklah, aku ikut."
Ibunya tersenyum lalu membuka pintu mobil disusul Yoongi kemudian. Di sepanjang tepi jalan banyak sekali petani yang menjual buah-buahan hasil kebun mereka dan kebanyakan buah apel. Ibu Yoongi segera menuju salah satu petani dan membeli buah apelnya. Yoongi memberengut, di Seoul buah apel kan juga banyak. Kenapa ibunya mesti repot-repot ke sini sih kalau hanya ingin membeli apel.
Sama halnya dengan para ibu yang berbelanja, transaksi jual-beli terasa lama karna kegiatan tawar-menawar yang mereka lakukan. Jadi tanpa sepengetahuan ibunya Yoongi mulai berjalan menjauh. Dia menikmati pemandangan kaki gunung Jaeyak dan gunung-gunung di sekitarnya (gunung Baegun dan gunung Gaji). Di musim semi seperti ini gunung-gunung yang ada di sana menjadi berwarna-warni yang Yoongi tidak tahu kenapa bisa seperti itu. Ini cukup menyenangkan walau jarang sekali bunga sakura yang terlihat.
"Aduh!"
Yoongi mengaduh tanpa sadar saat dirinya tidak sengaja menabrak tubuh seseorang di depannya. Buah apel berjatuhan dari kantung yang dibawa orang itu, menggelinding hingga ke jalan. "Apelku!" seru orang itu. Yoongi segera menuju tepi jalan dan berniat mengambil apel-apel yang berjatuhan tadi. Walau tidak sengaja tetapi Yoongi yang menabrak orang ini hingga apelnya jatuh, jadi dia ingin bertanggungjawab.
"Aey, tidak usah diambil."
Tahu-tahu tangan orang itu mencengkram pergelangan Yoongi. Rasanya hangat, kontras sekali dengan hawa di sini yang sejuk cenderung dingin. Yoongi menoleh ke atas dan menemukan wajah seorang pemuda. Yang matanya sipit lucu dan bibirnya kecil. Pemuda itu menatap Yoongi dengan cemas. "Tidak apa-apa. Tak perlu diambil."
"Hey, kau masih di sana?" pemuda itu menggoyangkan tangannya di depan wajah Yoongi. Dan membuat Yoongi terkesiap. "E-eh, iya aku tidak apa-apa."
Pemuda itu menarik Yoongi untuk berdiri. Wow, tinggi mereka hampir sama. Yoongi menunduk, "Maaf aku tidak sengaja menabrakmu dan membuat apelmu jatuh."
Ugh, pemuda di depannya ini gemas melihat cara Yoongi menunduk.
"Aku sudah bilang ini tidak apa-apa. Kesalahanku juga karena tidak melihatmu."
Yoongi menggaruk tengkuknya, keadaan menjadi canggung mendadak. Bagaimana tidak. Pemuda itu terus saja menatap Yoongi dengan intens. Siapapun yang ditatap seperti itu akan merasa risih dan canggung.
"Kenapa?" tanya Yoongi.
"Hah? Apa?"
"Kenapa melihatku seperti itu?"
Kini giliran pemuda yang di depannya yang menggaruk tengkuknya. "Panggil aku Jimin." Yoongi masih bengong saat pemuda itu mengulurkan tangannya. "Namaku Jimin. Park Jimin." Ulangnya lagi.
"U-oh. Iya, namaku Min Yoongi."
Akhirnya mereka berjabat tangan dengan senyum yang terkembang di masing-masing bibir. Rasa hangat langsung menjalar di seluruh tubuh Yoongi saat Jimin menggenggam tangannya. Jenis rasa yang menyenangkan karna selain tubuhnya, Yoongi juga merasa hatinya menghangat.
"Umm apa kau asli penduduk sini?" Tanya pemuda yang memperkenalkan dirinya dengan nama keluarga Park itu.
Yoongi menggeleng pelan. "Tidak, aku dari Seoul..."
Jimin berbinar mendengarnya. "Kalau begitu kita sama! Aku juga dari Seoul. Ah, rasanya seperti kita memang ditakdirkan untuk bertemu."
Yoongi mendadak merona tipis mendengarnya. "A-ah mungkin juga."
"Omong-omong, aku masih kuliah. Aku masih harus mengerjakan tugas untuk manajemen desainku. Ah, sayang sekali aku harus kembali ke penginapan." Pemuda sipit bermata tajam itu berucap sedih. Merasa harus meninggalkan Yoongi dan pertemuan singkat yang manis bagi mereka.
Yoongi tertawa pelan mendengarnya. Sejujurnya ia juga merasakan hal yang sama. Hanya saja Yoongi tidak berbakat dalam hal mengungkapkan.
"Iya..." Yoongi bergumam pelan. Ia menundukkan kepalanya. Rona tipisnya masih kentara di kedua pipi pucatnya sebenarnya. "Kalau begitu..." Jimin mendadak meraih sebelah tangan Yoongi untuk digenggamnya. Membuat Yoongi segera mengangkat kepalanya dari tertunduk hanya untuk kemudian kedua maniknya bertemu dengan kedua manik milik Jimin.
Jimin sempat menghentikan napasnya begitu tatapannya terkunci dengan Yoongi. Desiran halus mengaliri darahnya dan membuat jantungnya memompa lebih cepat. Jimin terpesona dalam pandangan sedamai embun itu. Tanpa sadar membuat Jimin mengeratkan genggamannya di telapak tangan Yoongi yang hangat.
"Iya?" Yoongi bersuara pelan memecah keheningan dan kegugupan yang ada.
"Ah, kalau begitu aku harus punya nomor ponselmu. Supaya kita bisa terus berhubungan tentunya." Jimin mengungkapkan dengan ceria dan diakhiri dengan senyum eye smile-nya yang menawan dan membuat kedua mata sipitnya hampir terpejam.
Yoongi tak bisa untuk tak membalas senyuman tulus dan menawan itu. "Ya, tentu saja."
Setelah hari itu, Yoongi tahu hari-hari kedepannya akan terasa lebih berwarna ketika setiap momen rutinitasnya ada seseorang yang selalu mengabari dan mengobrol ringan meski hanya lewat pesan elektronik, panggilan suara ataupun panggilan secara video.
Teman dekat barunya ini benar-benar terasa berbeda.
.
.
.
.
Yoongi menggenggam tangannya lagi. Rasanya masih hangat seperti waktu pertama kali Jimin menggenggamnya. Meski rasanya sudah hampir satu tahun berlalu.
Kaki gunung Jaeyak ini pun masih tetap terlihat sama sejak saat itu. Para pedagang apel disana pun rasanya Yoongi dapat mengenal bahwa mereka tetap tidak berubah dan masih berjualan apel. Suasana serta bau musim semi yang hangat pun tetap terasa sama seperti waktu itu.
Hanya saja ketika Yoongi mengunjunginya untuk yang kedua kalinya, kali ini rasanya agak sedikit berbeda. Kalau satu tahun yang lalu Yoongi bertemu dengan seorang pemuda ceria dan berkenalan padanya, kali ini Yoongi hanya bisa melihat kenangan itu berputar disana. Bayangannya begitu jelas tergambar dimana Yoongi berdiri kini.
Ah, kenangan yang manis...
Yoongi jadi ingin terus mengenangnya. Ia sama sekali tak bisa melupakan kehangatan senyum dari bibir pemuda yang mulai menghiasi hatinya itu.
Yoongi kembali berjalan menuju salah satu pedagang disana. Ia memilih buah apel untuk dibawanya pulang dari Miryang nanti. Membelinya untuk ia berikan pada ibunya juga nanti.
Setelah Yoongi merasa cukup puas berbelanja buah apel disana, Yoongi langsung pergi kembali ke tempat salah satu penginapannya. Mengepak apel-apel dan beberapa buah kesemek yang dibelinya. Ia juga kembali ke penginapan untuk membersihkan dirinya sebelum malam nanti ia menghadiri festival Hari Pelayan.
Oh, hari ini juga sama persis seperti kalender Lunar tahun lalu. Yoongi sengaja pergi kembali ke Miryang untuk menyaksikan festivalnya. Karena festival macam sindiran seperti Baekjeong Nori yang seolah menyindir orang-orang terkemuka di Korea hal itu sungguh menarik bagi Yoongi.
Selain itu... Tentu saja tentang semua makanan khas daerah yang tersaji disana. Yoongi menyukai apapun jenis makanannya.
Dan yang lebih pentingnya lagi, hari ini Yoongi telah dijanjikan untuk bertemu seseorang.
.
.
.
(Yoongi-hyuuung~ aku merindukanmu.
Sudah siang, jangan lupa makan :))
Sebuah messenger diterima oleh ponsel Yoongi. Obrolan yang selalu membuat Yoongi tersenyum setiap menerimanya. Obrolan yang selalu diawali dengan kalimat aku merindukanmu. Obrolan yang selalu hadir setiap harinya seolah terus berada bersama padahal mereka berdua terpisahkan jarak.
(Iya, Jimin. Aku akan makan sebentar lagi.)
Yoongi membalas pesannya dengan cepat. Ia mendudukkan dirinya di sisi ranjang dan menatap ponselnya dengan berbinar. Merasa senang. Yoongi bahkan sampai menghentak-hentak kakinya pelan ke lantai karena tak sabar menunggu balasan kembali dari Jimin.
(Sekarang, hyung. Bukan sebentar lagi.)
Yoongi terkekeh. Jimin selalu memaksanya mengiyakan apa yang diperintahkannya meski itu hanya dalam sebuah obrolan messenger semata. Tipe agresif yang pemaksa. Tetapi entah kenapa hal itu malah membuat Yoongi merasa diperhatikan selalu.
(Iya bawel :p)
Sebuah balasan kembali dengan cepat.
(Kutunggu sampai kau selesai makan, Hyung.)
Yoongi terkekeh kembali. Obrolan mereka selalu saja seperti itu. Obrolan ringan namun rasanya begitu dekat dihati.
Ketika Yoongi benar-benar menyelesaikan makanannya, ia kembali ke ponselnya dan mengetikkan obrolan sesuatu disana.
(Makananku selesai~~ bagaimana denganmu, Jimin?)
Yoongi bersiap-siap kembali ke kamar penginapannya, ia menghampiri kopernya disudut ruangan untuk mengambil sehelai baju disana.
(Sebelum kau menanyakannya aku sudah lebih dulu makan. Omong-omong aku tak sabar untuk nanti malam.)
Yoongi mendadak merona. Ah, janjinya nanti malam...
Belum sempat Yoongi mengetikkan balasan, ia sudah mendapat chat lagi dari Jimin.
(Ah, sudah dulu, Hyung. Aku akan berangkat sekarang. Kuharap malam ini. adalah saatnya untuk kita. Sampai jumpa, Min Yoongi.)
Yoongi sempat tertegun membacanya, apa yang diharapkan Jimin tentang 'kita'?
Yoongi hanya bisa terdiam dan tak bisa membalas chat apapun selain kata sampai jumpa dan ucapan perhatian untuk Jimin agar berhati-hati dalam perjalanannya.
Tanpa sepengetahuan Yoongi, hati kecilnya berkata bahwa ia juga memiliki secercah harapan untuk malam nanti.
.
.
.
.
Yoongi mulai berjalan menuju tempat festival Baekjeong Nori diadakan tak jauh dari penginapannya dekat sungai Miryang. Yoongi memakai sweater putih dengan celan jeans biru dan sebuah syal tipis melingkari lehernya. Ia berjalan kaki menuju tempat festival dengan hati yang berdegup kencang. Entah kenapa...
Yoongi membeli tiket pertunjukkan agar ia mendapatkan tempat duduk untuk tontonannya. Tak lupa ia membeli camilan untuk menemaninya.
Pertunjukkannya diadakan tiga sesi untuk malam ini. Yoongi mengambil sesi pertama untuk menontonnya. Kini ia tengah menikmati adegannya dengan serius dan mulut penuh makanan.
Tetapi ketika Yoongi merasakan ponselnya bergetar menyadarkan fokus seriusnya dan membuatnya buyar.
Yoongi segera saja mengecek ponselnya itu.
(Yoongi-hyuuung~~ selamat malam.
Mulutmu penuh makanan, kunyah dan telan dulu setelah itu baru nikmati kembali tontonanmu.)
Yoongi terkejut dan reflek mengunyah makanan yang berada dalam mulutnya. Bagaimana Jimin bisa tahu kalau ia memang sedang mengunyah makanan?
Yoongi segera membalas pesan itu dengan cepat.
(Kau sudah sampai? Dimana?)
Yoongi kemudian melihat sekeliling penonton yang juga ikut menikmati pertunjukkan disana. Yoongi mencoba menemukan sosok yang ia cari. Tetapi karena hari sudah gelap dan suasana remang festival membuat Yoongi sulit menemukan sosoknya.
(Nikmati saja dulu pertunjukkannya. Aku tak jauh darimu kok, Yoongi-hyung.)
Yoongi berdecak kesal. Ia membalas kembali chatnya dengan segera.
(Aish, kau dimana sih?)
Yoongi menunggu balasannya sedikit lebih lama.
(Kau terlalu merindukanku ya, Hyung? Hehehe. Tenang saja, nikmati pertunjukkanmu dan aku akan menghampirimu nanti.)
Yoongi merona dan menggerutu membaca balasan dari Jimin. Dengan berat hati ia memasukkan ponselnya ke saku kembali dan menikmati adegan Baekjeong Nori yang sudah beberapa menit ia lewati.
.
Setelah pertunjukkan selesai, suasana semakin ramai karena penonton meninggalkan tempat duduk mereka dan mulai berlalu lalang mengitari festival untuk mereka nikmati. Tetapi hal itu malah membuat Yoongi menggerutu karena ia semakin sulit menemukan sosok yang berjanji akan menemuinya malam ini. Maka dengan terburu-buru Yoongi segera mengirim pesan kembali pada Jimin.
(Dimana?)
Yoongi menjauhi tempat dimana ia menonton tadi untuk ke sisi dimana orang banyak berlalu lalang. Ia menunggu balasan dari Jimin namun tak kunjung berbalas juga.
Tak sabaran, akhirnya Yoongi melakukan dial ke nomor ponsel Jimin.
Dering ketiga, panggilannya baru diterima.
"Hal—"
"Jimin? Dimana?"
Terdengar kekehan dari sebrang sambungan sana. Membuat Yoongi memajukan bibirnya karena kesal.
"Tenang saja, aku berada didekatmu, kok."
Yoongi kembali melirik kesekelilingnya. Banyak orang berlalu lalang namun Yoongi tak dapat menemukan sosok yang menjanjikannya.
Dengan ponsel yang masih ditelinganya, Yoongi menggerutu.
"Aish, kalau kau tak muncul lebih baik aku pulang saja nih!" Gerutu Yoongi.
Terdengar suara tawa renyah dari ponsel yang masih dipegang Yoongi ditelinganya.
"Aku... Di belakangmu. Menengoklah."
Yoongi segera berbalik. Tepat saat itu pandangannya bertemu dengan manik gelap milik seorang pemuda yang berdiri tak jauh darinya melambaikan tangannya pada Yoongi.
Yoongi mengulum senyumnya untuk membalas lambaian tangan Jimin.
Jimin yang melihat Yoongi tersenyum padanya balas tersenyum hangat dan menghampiri Yoongi. Tak lupa memutuskan sambungan teleponnya lebih dulu.
Seiring langkah Jimin semakin mendekati Yoongi, ada perasaan debaran hangat yang semakin dekat semakin membuat keduanya gugup namun ada perasaan rindu yang begitu membuncah.
"Umm, selamat malam, Yoongi-hyung?" Suara lembut itu terdengar lagi di telinga Yoongi. Suaranya terdengar gugup dan pemuda dihadapannya itu berdiri dihadapan Yoongi dengan senyuman hangatnya.
Yoongi merona menatap dan mendengar suaranya secara langsung untuk yang kedua kalinya. Kalau sebelumnya selama satu tahun ke belakang Yoongi dan Jimin lebih sering komunikasi melalui pesan ataupun telepon, kini ia bisa puas berbicara dengan Jimin dan menatapnya langsung.
"Ya, Jimin..." Sekali lagi Yoongi tersenyum. Menampilkan senyum paling terbaiknya.
Pemuda bersurai gelap dihadapan Yoongi menggaruk tengkuknya sendiri dengan gugup. "Um, sekarang kita sudah bertemu. Ayo kita jalan-jalan?" Tanyanya canggung. Jimin juga mengulurkan sebelah lengannya pada Yoongi. Mengharapkan genggamannya.
Yoongi menatap telapak tangan Jimin yang terulur padanya dalam diam. Yoongi mulai berimajinasi tentang bagaimana hangatnya jika telapak tangan itu menggenggamnya.
Tetapi untuk apa Yoongi berimajinasi kalau Jimin nyata dihadapannya kini?
Dengan perlahan Yoongi mengangkat tangan kanannya ke udara, bersiap untuk menyambut lengan jimin.
Baru saja jemari Yoongi mencapai telapak tangan Jimin, pemuda dihadapannya telah lebih dulu meraih telapak tangan Yoongi untuk kemudian dia genggam dengan hangat.
Yoongi merona atas perlakuan itu. Imajinasinya bahkan salah, lengan Jimin terasa jauh lebih hangat dan nyaman. Terlebih rasanya begitu pas.
Yoongi jadi berpikir kalau lengannya bisa pas di genggaman Jimin, bagaimana dengan Yoongi berada dipelukannya?
Aish...
.
"Kenapa diam saja, hm?" Jimin bertanya begitu ia mulai melangkah ringan dengan menuntun Yoongi dan menggenggam lengannya semakin erat dalam ayunan yang seirama dengan langkah mereka berdua.
"Ah, bagaimana kabarmu?" Tanya Yoongi canggung, ia menatap wajah Jimin sebentar dari samping tetapi kemudian Yoongi segera memalingkan tatapannya. Mencoba menyembunyikan kedua pipinya yang merona ketika ia menatap Jimin.
"Duh, kenapa jadi gugup begini sih." Jimin berujas gemas. "Jadi makin suka nih~"
Yoongi segera saja menunduk untuk semakin menyembunyikan wajahnya yang semakin merona di gelap malam.
"Suka?"
Kini giliran Jimin yang terdiam.
"Suka apa?"
Jimin malah semakin mempercepat tempo langkahnya.
"Jimin?"
Pemuda itu tak menjawab. Langkahnya semakin ia percepat. Membuat Yoongi agak kewalahan juga karena kaki kecil Yoongi tak bisa melangkah lebih lebar seperti yang Jimin lakukan. Yoongi jadi harus melangkah lebih cepat hampir berlari kecil dibuatnya.
"Jimin kenapa sih?!" Yoongi mulai bernada emosi.
Jimin masih terdiam dan melanjutkan langkahnya.
Yoongi hanya bisa menggerutu sebal. Tetapi ia juga membiarkan lengannya tetap dalam genggaman Jimin tanpa berniat untuk melepasnya.
Ternyata Jimin tidak berniat benar-benar mendiamkan Yoongi. Ia melangkah bukannya tanpa alasan. Tetapi ia menuntun Yoongi menuju tepian sungai Miryang tak jauh dari tempat festival. Tetapi tempatnya jauh lebih tenang dan sepi.
"Eh?" Yoongi menatap kelip cahaya bintang yang memantul di sepanjang aliran sungai. Jimin telah menghentikan langkahnya hingga membawa Yoongi ke tepi hamparan sungai yang tenang dan dibatasi pagar pembatas di sepanjang sisinya. Suara-suara hingar-bingar festival terdengar samar dari kejauhan.
"Miryanggang..." Jimin bergumam. Ia melepaskan genggaman tangan Yoongi untuk meraih tepian pagar pembatas sungai dan bersandar disana. Menatap hamparan sungainya dengan damai.
"Aku berjanji padamu untuk bertemu lagi di Miryang. Yaitu disini..." Jimin berucap, ia mulai memejamkan kedua matanya untuk menghirup aroma sungai yang menenangkan di malam hari.
Yoongi tertegun. Jimin memang merencanakan Yoongi untuk bertemu lagi di festival Miryang. Tetapi Yoongi tak tahu kalau tujuan Jimin sebenarnya adalah ke sungai ini. Lagipula Yoongi juga baru tahu kalau ada sungai yang bisa dinikmati seperti sungai Han di Miryang.
Yoongi mengikuti Jimin disampingnya untuk bersandar pada railing pembatas sungai. Yoongi menatap kelap-kelip airnya disana.
"Ternyata malam ini begitu banyak bertabur bintang ya?" Yoongi bertanya kemudian.
Jimin yang berada di sampingnya mulai membuka kedua matanya mendengar pertanyaan Yoongi.
"Ya, sama seperti kilauanmu yang berkelip di hatiku. Sangat banyak sampai tidak terhitung rasanya." Jimin mengungkapkan. Kemudian tersenyum aneh setelahnya karena menyadari bahwa perkataannya sendiri terlalu cheesy.
Yoongi terkekeh mendengarnya. "Tetapi kau tidak tahu kalau kelipmu lebih banyak berkelip di dalam hatiku."
Jimin mengangkat satu alisnya. Menyadari bahwa Yoongi mengerti dan membalas kata-kata cheesy padanya.
"Yoongi-hyung..."
Jimin memanggil. Ia mulai menjauhkan diri dari railing pagar pembatas sungai untuk mendekati Yoongi dari belakang. Bernafas gugup dibelakang Yoongi sampai akhirnya Jimin memberanikan diri untuk memeluk Yoongi dari belakang dan membiarkannya tetap bersandar pada pagar pembatas yang dingin itu.
Yoongi tak memperkirakan tingkah Jimin sampai akhirnya pemuda itu memeluknya dari belakang. Yoongi tak ingin berontak. Belum lagi dengan jantungnya yang kini memompa dengan cepat dan membuatnya berdegup cepat.
"Jimin..."
Yoongi bergumam seiring Jimin yang memeluk bahu dan leher Yoongi dari belakang semakin hangat.
"Aku tahu ini mungkin terkesan buru-buru, tetapi aku tidak tahan dengan semua ini." Jimin berucap. Lebih terdengar berbisik karena ia kini berada di belakang untuk memeluk Yoongi.
"Apa... maksudmu?" Yoongi bertanya. Wajahnya sudah merona dan ia tak mau mengakui bahwa pelukan Jimin memang sempurna untuknya meski itu sebuah back hug sekalipun.
"Aku tidak ingin berbasa-basi lagi, Hyung. Aku...aku mencintaimu. Sejak awal kita berjumpa di kota ini..." Jimin berucap hati-hati seraya mengeratkan pelukannya di bahu Yoongi. Takut kalau pemuda manis itu tiba-tiba memberontak.
Yoongi membulatkan kedua matanya karena terkejut. Tetapi ia melembutkan pandangannya kemudian. Hatinya langsung menghangat dan membuat Yoongi merasa ingin terbang seperti kupu-kupu.
"...aku ingin kau menjadi kekasihku."
.
.
Jeda hening yang cukup panjang.
Jimin sampai menghela napas dibuatnya. Takut kalau Yoongi akan menolaknya. Kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Tetapi ketika Yoongi hanya diam saja dipelukannya, bolehkah Jimin berharap?
"Aku tahu ini mungkin terlalu cepat untukmu. Tetapi sungguh, aku mencintaimu. Meski aku tahu dengan mencintaimu adalah menerima resiko kalau kita harus menjalani hubungan yang terpisahkan jarak..."
Yoongi memejamkan erat kedua matanya mendengar kata-perkata yang mengalir dari bibir Jimin. Ini semua sungguhan. Ini semua nyata. Ini semua bukanlah mimpi apalagi angan dalam pikiran Yoongi kalau Jimin ternyata mempunyai perasaan yang selama ini bahkan menjadi pertanyaan di hati Yoongi.
Yoongi baru mengerti arti degupannya setelah mendengar pernyataan tulus dari Jimin.
Yoongi baru menyadari kalau sebenarnya yang muncul di perasaannya itu tentang Jimin adalah... pertanda cinta.
Yoongi terharu, sungguh terharu. Terlebih Jimin sudah memikirkan ke depan tentang hubungan jarak jauhnya dengan Yoongi. Tetapi dengan tulus ia ingin menjadikan Yoongi sebagai kekasih.
Rasanya Yoongi jadi ingin menangis sekarang.
Ya, benar-benar menangis.
"Jimin..." Yoongi mencoba menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum begitu ia merasakan kedua matanya mulai memanas dan pandangannya memburam.
"Ya?" Jimin semakin mendekap Yoongi lebih dalam tanpa mengubah posisinya yang memeluk Yoongi dari belakang begitu merasakan tubuh Yoongi mulai bergetar.
"Kenapa? Kau tahu resikonya tetapi mengapa kau bilang ingin jadi kekasihku?" Tanya Yoongi hati-hati.
Jimin menghela napas kembali. Ia memegang kedua bahu Yoongi untuk membuatnya berbalik agar mereka bisa saling bertatapan.
"Yoongi-hyung... Aku sungguh mencintaimu. Aku menerima apapun hubungan kita nanti." Jimin meremas kedua bahu Yoongi dan menatapnya lurus ke dalam manik kembar Yoongi dengan tulus. Begitu serius dan penuh cinta. Yoongi bisa merasakan hal itu.
Airmata Yoongi mulai luruh satu persatu. Ia menganggukkan kepalanya dan balas memeluk pinggang Jimin dan menggenggam jaket yang dipakai Jimin dengan erat.
"Aku... aku juga mencintaimu, Jimin."
Pemuda itu segera memeluk Yoongi dengan erat mendengar jawabannya yang begitu melegakan hati. Jimin bahkan sampai mengangkat Yoongi dari tanah ketika memeluknya.
Jimin merasa bahagia. Begitu bahagia bahwa penantiannya selama satu tahun terakhir dan pertemuannya yang kedua dengan Yoongi ia bisa benar-benar menyampaikan perasaannya. Pendekatannya selama satu tahun ini juga tak sia-sia.
"Jangan menangis, Hyung. Aku tahu hubungan kita memang cukup berat ke depannya. Kita akan menyelesaikan pendidikan kita masing-masing terlebih dulu. Tetapi percayalah, kita pasti bisa melewatinya." Jimin menjauhkan sedikit pelukannya untuk menatap Yoongi. Kemudian mengecup keningnya dengan sayang.
Yoongi mengangguk dan menghapus airmatanya dengan punggung tangannya seperti anak kecil. Ia juga balas tersenyum kepada Jimin. "Janji?"
"Ini janjiku yang kedua." Jimin berucap meyakinkan.
Yoongi tak pernah merasakan perasaan sebahagia ini. Ia tahu sejak awal memang ada ikatan kasat mata yang selalu menghubungkan Yoongi dengan Jimin. Ikatan yang meski terpisah jarak sejauh apapun itu pasti Jimin selalu ada dalam pikiran maupun hatinya.
Ah, malam ini. Yoongi rasa ia akan memulai perjuangannya.
Jimin kembali melanjutkan pendidikannya di belahan lain Korea Selatan yang berbeda dengan Yoongi.
Itulah hubungan mereka.
To be continued
.
.
Ehm… apa ya,
Oke. Ini dia yang aku janjiin sama kalian. Tentang comeback ff dan sekarang aku dibantu sama author kece badaii phylindan dongsaengie. Sebelumnya aku sudah buat istilahnya pathcode di akun Line aku. Walaupun yang respon dan menjawab cuma beberapa, tapi aku udah seneng aja kok.
Selanjutnya disetiap akhir chapter aku bakal kasih kalian pathcode lagi yang berhubungan sama chapter berikutnya. Kalau ada yang mau ikut main dan jawab, silahkan langsung mention ke naranari atau phylindan. Kita seru-seruan bareng sama cerita teka-teki ini, lol.
Kode buat cerita selanjutnya itu; pesawat terbang.
Oke, makasih untuk kalian semua yang sudah mau baca cerita ini. Apalagi kalo udah review, favorit, follow. Sampai jumpa di chap selanjutnya.
©naranari&phylindan
.
