A/N: Cuman FF rewrite yang saya jadiin ChangNew. Sebenernya saya gak niat publish disini karena bakalan jadi ganda sama FF saya di fandom lain. Tapi karena responnya bagus di asianfanfic, akhirnya ya saya publish juga di sini.

Buat yang udah baca FF saya yang ini di asianfanfic, isinya sama aja kok~~~~ gak ada perubahan~


Paradox © Viero D. Eclipse

Disclaimer: SHINee and DBSK/TVXQ are belongs to SM Entertainment, God and them self

Casts: Max Changmin, Lee Jinki 'Onew' and other K-Pop Boyband members.

Pairing: ChangNew (Max Changmin x Lee Jinki 'Onew')

Genre: Mysteri, Fantasy-Sci-fi, Adventure, Drama, Romance

Rated: T

Warning: AU, Shounen Ai, Referensi ilmiah fiktif, Padat deskripsi dan mungkin OOC?

Don't like? Don't read!


-Part 1-

Mansion

Changmin hanya dapat terdiam dengan atensi yang terarah pada refleksi kaca jendela mobil yang ia tumpangi. Dengan air muka tak terdefinisi, puluhan persepsi terus berkutat dalam labirin nalarnya. Laju mobil yang begitu statis ternyata tak sanggup mengimbangi gusarnya genangan spekulasi yang dipendam namja berambut raven itu.

Di usianya yang sudah menginjak 25 tahun, ia pun dituntut untuk menentukan masa depannya sendiri.

Seoul.

Sudah lama ia tak melihat kota itu. Sebuah kota kelahiran yang ia tinggalkan saat berumur sepuluh tahun. Kini, blurnya dimensi nostalgia seakan menjadi sebuah panorama dalam otaknya bersamaan dengan laju perjalanannya. Kembalinya ia ke kota itu merupakan bagian dari awal hidupnya yang baru.

Kedua mata obsidian Changmin kini terarah pada beberapa berkas dokumen yang terletak di samping kursinya. Berkas-berkas kepemilikan tanah, surat rumah (atau mungkin sebuah mansion?), dan beberapa surat hak kepemilikan lainnya—hanya akan menjadi kumpulan hal yang harus Changmin pelajari secepatnya. Semua itu adalah bentuk simbolik dari peninggalan sang ayah.

Shim Yunho, bangsawan terkaya sekaligus seorang ilmuwan ternama se-Seoul telah pergi menuju dimensi firdaus dan meninggalkan semua yang ia miliki di dunia fana ini kepada sang putra.

Hanya dalam hitungan beberapa menit lagi, Shim Changmin akan menjadi orang kaya. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa ia akan mewarisi seluruh kekayaan ayahnya. Baiklah, mungkin saat kecil, ia pernah merasakan menjadi anak dari seorang bangsawan. Namun di usia sepuluh tahun, insiden perceraian di antara kedua orang tuanya itu harus membuatnya terpuruk dalam dimensi kesederhanaan.

Ia memilih tinggal dengan sang ibu—Kim Jaejoong—dan tak sedikitpun berpaling pada sang ayah. Bukan karena ia tak sayang pada sang ayah. Hanya saja, sebagian waktunya telah didominasi oleh sang ibu. Yunho tak memiliki waktu untuk memikirkan keluarga. Salahkan gelar ilmuwan yang ia sandang itu.

Dan anehnya...

Sebenci-bencinya Changmin dengan tahta ilmuwan—yang sudah membuat Yunho tak mementingkan keluarga—namja itupun ternyata mewarisi darah jenius ayahnya. Rangkaian prestasi gemilang terus mewarnai langkah pendidikannya. Hingga pada akhirnya, ia pun berhasil lulus dan diwisuda dari Universitas SM-E dengan memenangkan tahta sebagai lulusan periset sains terbaik dalam durasi tahun tersingkat.

Dan Changmin pun tak pernah memakai gelarnya untuk bertransisi menjadi seorang ilmuwan seperti Yunho. Beberapa ajakan kerja sama dalam pengerjaan project penelitian bertaraf internasional yang pernah ditawarkan padanya selalu saja mendapat kilah penolakan. Namja itu tak terlalu berminat untuk mengoptimalkan bakatnya. Ia lebih memilih menjalani hidup sebagai orang biasa.

Meski sang ibu telah lama pergi karena tak lagi berkesempatan untuk bernyawa, Changmin pun masih saja menyukai kesederhanaan yang ia lalui. Karena mungkin, esensi dari sebuah kesederhanaan itulah yang merupakan satu-satunya harta berharga peninggalan dari sang ibu kepadanya?

Ya. Mungkin saja seperti itu.

Kim Jaejoong tak pernah mengajarkan putranya untuk menjadi sebuah eksistensi yang arogan dan angkuh. Ketegaran, prinsip yang kuat dan menjadi apa adanya. Itulah sebuah pelajaran berharga yang sudah diturunkan sang ibu kepadanya. Changmin tak akan pernah melupakan hal itu. Segenap aspek berharga itu akan selalu ia aplikasikan dalam hidupnya. Apapun yang terjadi.

Jadi, terkadang...

Tak mengherankan juga jika namja tampan yang berpenampilan sederhana itu tak terlalu mencolok perhatian masyarakat di sekitarnya. Siapa sangka seorang namja pasif berusia 25 tahun—yang selalu memakai cardigan berwarna hitam dengan serangkaian kemeja putih polos dibalik tubuh kekar dan proporsionalnya itu. Serta celana jeans dan sebuah scarf di leher jenjangnya—nyatanya adalah seorang namja dengan tingkat kejeniusan di atas rata-rata?

Sungguh, tak ada yang menyangka.

"Kita sudah tiba, Changmin-ssi. Di depan mansion milik almarhum ayah Anda."

Suara dari sang sopir pribadi telah berhasil membuyarkan lamunan Changmin. Putra Shim Yunho itu menganggukkan kepala dan lekas mengucapkan terima kasih. Yang mendapat ucapan terima kasih hanya tertawa pelan dan berkata bahwa ini sudah menjadi tugasnya. Changmin hanya menggaruk belakang kepalanya dengan hawa canggung.

Belum terbiasa.

Ya. Ia sama sekali belum terbiasa untuk memiliki semua fasilitas ini. Sopir suruhan dan bahkan mobil pribadi milik ayahnya—yang kini sudah menjadi miliknya. Sungguh, ia masih belum terbiasa dengan semua itu. Belum lagi dengan warisan-warisan besar lain yang kelak akan ia terima.

Ia benar-benar tak terbiasa.

Setelah mempersiapkan diri, pada akhirnya Changmin pun lekas membuka pintu mobil dan bertumpu pada kedua kakinya untuk berdiri menghadap tampak depan mansion peninggalan Yunho. Sebuah mansion yang begitu elit dan tak perlu diragukan lagi kemewahannya. Changmin sudah mendengar rumor tentang mansion megah itu. Banyak orang bilang bahwa skala harga untuk menyewa ataupun membeli kompleks mansion milik ayahnya, telah mencapai triliun lebih.

Hanya golongan bangsawan ataupun keluarga kerajaan saja yang konon bisa memiliki mansion tersebut. Di jaman modern seperti ini, mungkin orang yang bisa menjadi subtitusinya adalah golongan orang yang bertahta sebagai milioner ataupun pejabat pemerintahan. Tak terkecuali dengan Yunho sendiri yang merupakan ilmuwan besar.

Dengan background awal yang berasal dari keluarga bangsawan, almarhum ayahnya itu sudah bisa mendirikan kejayaannya sendiri.

"Sudah setahun semenjak ayah Anda meninggal, mansion ini tak pernah dijamah oleh siapapun. Jangan terkejut jika saat Anda masuk, keadaan mansionnya benar-benar begitu kotor dan tak terawat. Anda bisa menggunakan fasilitas cleaning service dari mendiang ayah Anda dulu, Changmin-ssi. Saya masih memiliki daftar nomor telpon mereka."

Sang sopir terlihat memberikan beberapa lembar kartu nama pada Changmin. Namja bermata obsidian itu lantas menautkan kedua alisnya. Ditatapnya rentetan nomor telpon yang tertera di lembaran segenap kartu tua penuh lipatan itu.

"Jadi... mereka-mereka ini adalah mantan pengabdi ayahku dulu?"

"Benar. Mereka akan tetap mengabdi pada keluarga Anda sampai kapanpun juga." Changmin menghela napasnya mendengar itu. Ia memang membutuhkan jasa cleaning service secepatnya. Belum lagi dengan panorama rumput-rumput liar yang sudah menjalar di sekitar pekarangan mansion. Jika hal itu dibiarkan begitu saja, bisa-bisa ratusan tanaman liar itu akan menjelma menjadi hutan.

Lekaslah namja itu membuka gerbang mansion. Dengan sang sopir yang berjalan di belakangnya seraya membawa barang bawaan Changmin. Mereka berdua melangkah masuk dalam diam. Hingga suara tebasan pohon mulai terdengar, menghantam pendengaran dengan nyaringnya. Sesosok figur namja tampak mengintervensi momen di kala itu.

"Hei, siapa kau! Kenapa kau bisa masuk ke dalam kediaman almarhum Shim Yunho!" Changmin terhenyak. Namja yang sudah menghadang langkahnya tampak begitu marah. Rasa waspada semakin kental terasa tatkala interuptor itu tampak membawa sebuah gergaji mesin di tangan kanannya. Situasi semakin bertambah genting saja.

Beruntung kegentingan itu lekas dicairkan oleh sang sopir.

"Tenanglah, Junsu-yah! Dia adalah putra dari Tuan Shim Yunho."

"Apa maksudmu, Yoochun-hyung?" Kim Junsu—seorang gardener di mansion itu—tampak skeptis dengan penjelasan Park Yoochun. Dan sang sopir pribadi hanya dapat menghela napasnya.

"Dia ini adalah Shim Changmin. Putra dari Tuan Shim Yunho sekaligus pewaris sah dari mansion ini."

"J-Jadi, dia adalah putra dari Tuan Shim Yunho?" Junsu tampak terperangah untuk sesaat. Namja berambut blonde itu tampak menginspeksi entitas Changmin dengan pandangan ragu. Figur yang diinspeksi hanya dapat berdehem pelan dan menganggukkan kepalanya dengan singkat.

"Ah, ne. Aku adalah anak tunggal dari Shim Yunho. Mulai sekarang, akulah yang akan menghuni mansion ini." Mendapati beberapa keidentikkan entitas Changmin dengan mantan atasannya, rasa percaya pun terpatri dalam diri Junsu. Lekaslah namja itu membungkukkan diri di hadapan Changmin untuk meminta maaf.

"Mianhe atas bentakan saya tadi, Changmin-ssi. Saya benar-benar tidak tahu jika Anda adalah putra dari Tuan Shim Yunho." Pernyataan itu membuat Changmin tersenyum, lega karena kesalahpahaman ini bisa terselesaikan dengan baik. Ia bukanlah tipe namja yang senang mendapat masalah.

"Ah, tak apa-apa. Kecurigaan itu adalah hal yang sangat wajar. Aku bisa memakluminya," mendengar itu, sang gardener terkekeh pelan. Yoochun hanya tersenyum dan lekas melambaikan tangan pada Junsu.

"Kami harus segera memasuki mansion. Tolong kau hubungi beberapa pengabdi yang lain, Junsu-yah. Changmin-ssi sangat membutuhkan bala bantuan untuk membereskan mansionnya nanti."

"Ne. Arasseo, Yoochun-hyung."

.

.


Pengap. Penuh debu. Kotor. Berantakan.

Empat kata itu sungguh tepat untuk menggambarkan keadaan mansion saat ini. Changmin hanya bisa terduduk diam di sebuah kursi sofa selagi menanti beberapa pengabdi ayahnya untuk segera menyelesaikan tugas mereka dalam membersihkan beberapa ruangan yang kotor. Putra Shim Yunho itu menghela napasnya. Ditatapnya keadaan sekeliling yang terbilang sangat luas itu.

Beberapa lukisan tua—dengan bingkai bergaya klasik—masih terlihat menghiasi sebagian besar dindingnya. Sebuah lampu gantung besar dengan desain bernuansa eropa— juga sudah tergantung tepat di atas atap ruang tamu. Ada LCD flat berukuran raksasa berteknologi holograpic di ruang santai. Beberapa koleksi globe berbagai ukuran, permainan asah otak dan kerajinan keramik imitasi yang berbentuk tabung reaksi, neraca dan sebagainya. Semua hal itu sudah terlihat berjejer rapi di atas meja hias ayahnya.

Sungguh tak berubah.

Ya. Sang ayah memang tak pernah berubah. Semenjak Changmin kecil dulu, ia masih ingat dengan kebiasaan Yunho. Ayahnya selalu saja senang mengoleksi hal-hal kecil yang berhubungan dengan profesinya sebagai seorang ilmuwan. Mainan-mainan Changmin saja pasti bentuknya berhubungan dengan alat-alat penelitian seperti mikroskop plastik, kaca pembesar, papan asah otak, puzzle ataupun sempoa kayu. Sepertinya, mainan-mainan itu masih tersimpan rapi di laci meja kerja milik ayahnya. Hal itu tak perlu diragukan lagi.

Ingin melanjutkan observasinya lebih jauh, Changmin pun beranjak dari sofanya dan segera berjalan menuju ke arah utara. Siluet ruang dapur yang berhubungan dengan pekarangan belakang mansion seakan membuat Changmin tenggelam ke dalam dimensi masa lalu. Ia masih ingat dengan jelas saat sang ibu menggandeng erat tangannya untuk menuju dapur. Jaejoong menyuruhnya untuk duduk di kursi ruang makan sementara ia menyiapkan makan pagi untuk mereka.

Dan Changmin bahkan masih ingat jelas dengan kebiasaan sang ayah yang selalu membantu beberapa gardener untuk memangkas rumput-rumput liar yang mulai tumbuh di pekarangan belakang mansion. Semua itu hanyalah rajutan memoria masa lalu yang tak akan pernah ia lupakan. Karena, mungkin, hanya itulah satu-satunya momen kebersamaan keluarga yang terasa begitu menghangatkan hatinya.

Ya. Semua kenangan itu begitu menghangatkan.

Setidaknya sebelum kedua orang tuanya memutuskan bercerai dan berpisah sampai ajal menjemput nyawa mereka.

Tak terasa, kedua kaki Changmin telah membawanya pada sebuah hamparan daun pintu yang cukup besar. Kedua alisnya bertaut saat melihat detil ukiran klasik yang ada di pintu itu. Begitu megah dan kokoh. Seolah-olah pintu itu merupakan sebuah perantara yang menghubungkan mansionnya dengan ruangan milik para raja terdahulu.

Changmin sedikit terperangah.

Semenjak kecil, ia tak pernah melihat adanya pintu seregal itu di dalam mansion milik ayahnya. Ataukah mungkin, ayahnya telah membangun ruangan itu tepat setelah ia berpisah dengan ibunya?

'Sebaiknya aku masuk ke dalam.'

Penasaran, jemarinya pun mulai mendorong pintu itu perlahan-lahan. Rasa kurositas semakin membumbung tinggi dalam nalar Changmin tatkala ia berhasil melangkah masuk sepenuhnya. Dan tak butuh waktu lama baginya untuk mengetahui, ruangan apa itu sebenarnya.

"Perpustakaan?"

Dahi Changmin berkerut serius. Pintu besar yang dibukanya, ternyata merupakan alternatif yang menghubungkanya dengan sebuah perpustakaan. Sebuah perpustakaan tua dengan ribuan buku yang tertata rapi di setiap raknya. Masuk ke dalam, hawa pengap kembali menerpa entitasnya.

Changmin bisa memastikan bahwa buku-buku yang ada di dalam perpustakaan itu, nyatanya didominasi dengan buku referensi untuk penelitian ayahnya sendiri.

Sungguh realita yang tak mengherankan.

"Aku yakin, perpustakaan ayah adalah sebuah perpustakaan dengan koleksi buku ensiklopedia terlengkap di Seoul. Bahkanm koleksinya lebih lengkap dari perpustakaan negara sekalipun..."

Changmin bergumam sendiri tatkala menatap koleksi buku ensiklopedia dengan berbagai bahasa milik ayahnya itu. Sekumpulan buku dengan kapasitas dan ketebalan kertas yang mampu membuat siapa saja pening menatapnya, tak cukup untuk menarik minat Changmin. Namja raven itu memutuskan untuk mengobservasi rak buku yang lainnya.

Dan ia pun menemukan serangkaian judul yang tak kalah kompleksnya.

"Ilmu etimologi, filsafat, misteri psikologi, kumpulan konsep metodologi rancangan ayah, jurnal tua, konsep project DC-722 Beijing, konsep project subtitusi bahan bakar di Eropa?"

Meski hamparan debu menyamarkan cover bukunya, Changmin masih dapat melihat dengan jelas judul-judul yang tertera di bagian tepinya. Semakin lama, rak berisi buku-buku project milik ayahnya semakin mendominasi panorama yang ada. Jemari lentik itu lantas mengambil sebuah buku dengan sampul merah darah yang tampak mencolok di antara kumpulan buku lain.

"Tri... Angle?"

Dahi Changmin berkerut serius menatapnya. Sebuah simbol berbentuk segitiga dengan lambang mata aneh yang terdapat di bagian tepi covernya—sepintas mengingatkannya pada paham illuminati. Sebuah paham mengenai tatanan dunia baru. Akan tetapi, meskipun serupa dengan simbol illuminati, entah mengapa Changmin begitu yakin bahwa ayahnya tak pernah tertarik mendalami paham-paham sesat seperti itu.

Mengingat istilah 'Don't judge the book by its cover', simbol itu pasti digunakan sebagai kamuflase saja. Changmin pun menaikkan bahu sejenak pertanda masa bodoh. Namja raven itu lebih memilih untuk segera membuka buku ayahnya dan melihat halaman pertama tanpa banyak basa-basi.

"Project CG-2185 AD, adalah sebuah project tersulit yang pernah kutangani dalam hidupku..." air muka Changmin bertransisi lebih serius dari sebelumnya. Jemarinya lantas meraih sebuah kursi di dekat meja perpustakaan dan ia pun mendudukkan diri sejenak di sana. Mencoba untuk membaca buku itu dengan lebih seksama.

"Sudah hampir sebulan setelah orang-orang itu memberiku project ini. Aku masih belum berhasil menemukan sebuah cara untuk membuatnya menjadi hidup." Dahi Changmin semakin berkerut membaca tulisan itu. Dari tata bahasa yang digunakannya, sudah jelas bahwa buku itu memang ditulis oleh Yunho.

"Orang-orang itu terus memohon padaku untuk menyelesaikan project ini. Era mereka telah mengalami sebuah krisis yang begitu besar. Aku tak pernah menyangka bahwa dimensi futuristik akan menjadi sebuah mimpi buruk bagi segenap umat manusia. Sejatinya, aku berpikir, apakah masa depan bisa diubah dengan project ini? Ini adalah project yang rumit dan sangat tidak realistis jika diserahkan padaku..."

Lama-lama Changmin mulai bosan membaca rangkaian kalimat monoton itu. Ia sungguh tak mengerti dengan subtansi yang dimaksud Yunho. Semakin lama, semakin rumit. Semakin dipikirkan, ia pun semakin kehilangan arah saja.

Jemarinya secara refleks telah membuka pertengahan halaman. Dan nalarnya menyuruh untuk membaca secara skimming. Di sana, telah terdapat satu paragraf yang sukses menarik atensinya secara penuh.

"Aku sedikit menemukan titik terang hari ini. Project itu sepertinya memiliki link dengan keturunanku. Aku tak mengerti, mengapa ia bisa membentuk jaringan link dengan pewaris darahku. Apakah ini sebab mengapa orang-orang itu menyerahkan project ini padaku?"

"Keturunan?" persepsi Changmin seakan tersentak membaca itu. Kedua obsidiannya membelalak lebar. Rasa skeptis membuncah hebat. Keturunan? Sebenarnya ada apa ini?

'Apa yang ayah maksud, keturunannya itu adalah... aku?' Serangkaian enigma ini semakin membingungkan untuk Changmin. Sebenarnya project apa yang sudah diceritakan oleh Yunho? Rasa curiga semakin mengombang-ambingkan nalarnya. Namja raven itu lekas membuka lembaran terakhir buku ayahnya dan kembali menautkan alisnya dengan rentetan kalimat yang tertera di sana.

"Dia masih tersimpan di sana. Di dalam tabung kaca berisi cairan life fluid. Beberapa selang penyambung nutrisi dan life string untuk pemberi stimulus sistem motorik maupun sensorik di dalam tubuhnya juga tidak kulepaskan sama sekali. Aku percaya bahwa kelak project ini akan hidup."

"Meski aku akan menghembuskan napasku dalam waktu dekat, takdir pasti akan mempertemukan dia dengan keturunanku. Dan keturunanku yang akan menghidupkan project ini. Aku percaya itu..."

...

Hening.

Changmin membisu bersamaan dengan ditutupnya buku itu. Semuanya sungguh semakin membingungkan saja. Tak ada titik terang sedikitpun yang bisa digali oleh kuasa rasio. Dua belas tahun ia berpisah dengan ayahnya. Dan hal itu sungguh tak membantu sama sekali.

Ia tak pernah tahu dan tak pernah ikut campur dengan apa yang sudah dilakukan oleh sang ayah semasa hidupnya. Tak pernah terbersit sedikitpun dalam nalarnya bahwa sejarah yang diguratkan oleh seorang Shim Yunho bisa menjadi semisterius ini. Sangat janggal. Dan benar-benar... mencurigakan.

"Aku tak akan pernah mengerti dengan apa yang dipikirkannya..."

Namja penyandang marga Shim itu hanya dapat menghela napas pasrah. Kepalanya semakin terasa berat. Tubuhnya pun masih terasa begitu letih. Bayangkan saja. Ia—yang selama ini selalu hidup dalam kesederhanaan—tiba-tiba harus merubah gaya hidupnya tanpa bisa mengguratkan protes. Ia sudah tiba di mansion ini tanpa pilihan. Dan lalu semua teka-teki membingungkan itu terjabar begitu saja di hadapannya.

Tanpa adanya sedikitpun pencerahan sama sekali. Tanpa penjelasan rasional apapun.

Semakin dipikirkan, rasa linglung semakin menghantam Changmin.

Lekas ia letakkan kembali buku itu ke dalam rak dan ia pun menopang dahinya. "Sebaiknya aku mempelajari hal ini besok saja. Aku terlalu lelah untuk berpikir..."

Dengan langkah yang sedikit gontai, Changmin pun segera berlalu untuk menuju pintu keluar. Padatnya hamparan debu yang menyelubungi perpustakaan itu membuat Changmin sesekali terbatuk. Mengibaskan tangan. Hanya itu yang bisa dilakukan olehnya. Sebagai sesosok namja yang menjunjung tinggi kebersihan, keadaan ruangan kotor itu tak ubahnya seperti neraka baginya.

"U-Uhukk! R-Ruangan ini benar-benar terlalu kotor-"

KRATAAKKK!

"Eh?"

Suara benda terjatuh dari atas meja.

Changmin terhenyak, tak menyadari bahwa siku lengannya telah melibas benda tersebut. Sebuah asbak. Dahi Changmin berkerut menatapnya. Segeralah ia ambil asbak berbahan mahoni itu dan meletakkannya kembali ke atas meja. Secarik kertas yang terselip pada ukiran asbak itu berhasil menarik atensinya secara utuh.

"Kertas apa ini?" Rasa skeptis kembali menguap. Hal itu wajar karena tak biasanya ada kertas yang terselip pada ukiran asbak. Kecuali... jika kertas itu memang sengaja diselipkan oleh seseorang. Penasaran, Changmin mulai menarik kertas itu dan membuka lipatannya secara perlahan. Kedua obsidiannya terbelalak lebar di saat melihat beberapa tulisan tangan yang tertera di kertas itu.

Degup jantungnya seakan berhenti berdetak.

"Changmin-ah, pergilah ke rak buku yang paling sudut di dalam perpustakaan ini. Doronglah rak itu ke samping. Kau akan tahu kebenaran yang sebenarnya."

'Ini... tulisan ayah?' Changmin terperangah melihat itu. Pesan itu ditulis seakan-akan orang yang menulisnya tahu bahwa Changmin akan melalui semua kejadian ini. Rasa begidik mengguyur nalar namja raven itu sepenuhnya. Semua ini sungguh terasa semakin ganjil.

"Sebaiknya aku turuti saja pesan ini..."

Mencoba mencari rak yang dimaksud, kedua obsidian Changmin kini tertuju pada sudut ruang perpustakaan. Hanya ada satu rak di sudut itu dan dengan persepsi sarkas, ia pun meyakini bahwa tindakan yang akan dilakukannya adalah tepat. Dengan perasaan waspada, segera ia hampiri rak itu dan mencoba mendorongnya ke samping.

"Kebenaran? Sebenarnya kebenaran apa yang ayah maksud? Ugh!" Dengan susah payah, Changmin terus mendorong rak buku itu ke samping. Perlahan namun pasti, sebuah ruang kosong tampak membentangkan siluetnya dengan begitu nyata. Changmin terperanjat menatap itu. Di balik sebuah rak buku yang sifatnya sederhana, ternyata telah tersembunyi sebuah ruangan rahasia yang begitu gelap tanpa cahaya penerangan apapun.

"R-Ruangan apa ini?" detak jantung Changmin berpacu dengan cepatnya. Ia memberanikan diri untuk melangkahkan kaki dan masuk ke dalam ruangan gelap itu. Yang terbersit dalam benaknya hanya satu.

"Pasti ada saklar lampu di sekitar sini. Aku harus mencarinya."

Jemarinya terus meraba hamparan dinding. Changmin hanya bisa memercayakan daya akomodasi matanya yang mulai beradaptasi dengan gelapnya ruangan. Berkas cahaya lampu dari ruang perpustakaan utama menjadi modal Changmin untuk terus melangkah masuk ke dalam. Namja itu terus meraba hamparan dinding. Hingga pada akhirnya...

"Yes! Ketemu! Ini pasti saklar lampunya!"

KLAP!

Tanpa berbasa-basi lebih lanjut, Changmin segera menyalakan saklar lampu itu secepat mungkin. Terangnya cahaya lampu yang berpijar membuatnya memejamkan mata untuk sesaat. Sedikit merasakan efek kaget dalam akomodasi matanya, ia mencoba membuka indera penglihatannya secara perlahan-lahan setelah sempat mengerjapkannya beberapa kali.

Dan sebuah realisasi pun menghantam nalar seutuhnya.

"I-Ini 'kan ruang... laboratorium?"

Syok.

Tak pernah terbayangkan oleh Changmin sebelumnya bahwa Yunho ternyata menyembunyikan sebuah ruang laboratorium di balik rak buku dalam perpustakaannya seperti ini. Masih dengan rasa terperangah, namja raven itu terus memperhatikan panorama laboratorium dengan seksama.

Beberapa tabung kaca berukuran besar dengan tinggi rata-rata dua meter, terlihat berdiri angkuh tepat di tengah altar laboratorium. Namja itu melangkahkan kakinya secara perlahan. Menghampiri salah satu dari tabung kaca itu sebagai bahan observasi.

"Cairan di dalam tabung ini... adalah life fluid."

Sungguh tak salah lagi. Changmin yakin bahwa konklusinya benar. Cairan bening berwarna kebiruan yang ada di dalam tabung itu benar-benar merupakan cairan life fluid. Sebuah cairan kimia yang biasa digunakan dalam penelitian tertentu dan memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai luka serta melancarkan peredaran darah. Cairan itu juga mampu menjaga kestabilan jaringan dan sistem kinerja organ tubuh manusia. Saat ia kuliah dulu, ia pernah mempelajari campuran senyawa untuk pembuatan life fluid.

Namun, yang membuat Changmin heran adalah...

"Life fluid ini sedikit berbeda dari life fluid pada umumnya. Biasanya, secara umum warnanya agak kehijauan. Tapi life fluid dalam tabung ini justru kebiruan. Sebenarnya, ini cairan life fluid jenis apa? Aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya."

Rasa skeptis kembali menjalar dalam penalaran Changmin. Penemuannya itu benar-benar begitu janggal. Tiga buah tabung kaca yang ia lihat, seluruh life fluid-nya berwarna kebiruan. Namja raven itu yakin, ini pasti salah satu penemuan yang dihasilkan oleh ayahnya.

"Aku sungguh penasaran, bagaimana ayah meracik formula untuk membuat life fluid semacam ini? Dan apa saja fungsinya? Sepertinya, life fluid jenis ini lebih banyak khasiatnya jika dibandingkan dengan life fluid biasa..."

Naluri ilmuwan dalam diri Changmin seakan bangkit. Mencoba membendung rasa kurositasnya, ia pun lekas melangkahkan kakinya untuk berjalan menyusuri areal tengah altar laboratorium. Puluhan tabung kaca itu masih terus menjadi panoramanya.

"Sebenarnya penelitian apa yang ayah kerjakan dalam laboratorium ini hingga ia memiliki tabung kaca berisi life fluid sebanyak ini? Apakah penelitian yang ia kerjakan berhubungan dengan subyek makhluk hidup?"

Sebongkah mesin kontrol dan beberapa ranjang dengan perangkat pemicu jantung telah menjadi pusat atensi Changmin saat ini. Sebuah alat reaktor canggih untuk menstimulus sistem motorik maupun sensorik dalam struktur tubuh manusia juga tampak hadir di sana. Berbagai selang infus dan kabel-kabel dengan milimeter yang kecil terlihat melilit sebuah obyek dalam suatu tabung kaca. Ya. Sebuah tabung kaca yang lagi-lagi berisi cairan life fluid biru yang terletak di dekat mesin kontrol paling ujung.

Kedua alis Changmin bertaut melihat hal itu.

"Sepertinya ada sesuatu di dalam tabungnya?" penasaran, ia pun mencoba untuk mendekati tabung itu perlahan-lahan. Obyek yang ada di dalam tabung itu semakin nyata saja entitasnya. Dan debaran jantung Changmin seakan berhenti berdetak tatkala realitas telah terungkap.

Sesosok manusia atau lebih tepatnya seorang namja...

Telah terlihat berada di dalam tabung berisi life fluid itu.

Berdiri tegap... dengan kedua mata yang terpejam rapat.

Kedua mata Changmin membelalak lebar. Ia begitu syok. Parasnya memucat. Mulutnya menganga secara refleks. Seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat.

'A-Ada manusia! Kenapa bisa ada manusia di dalam tabung ini?'

Sekujur tubuh Changmin mulai gemetaran. Mansion ayahnya tak terjamah selama setahun lebih. Otomatis, keberadaan laboratorium ini juga pasti tak akan diketahui oleh siapapun. Dan secara mengejutkan, ia menemukan sesosok namja di dalam tabung life fluid milik ayahnya? Apa-apaan ini?

Mencoba mengendalikan rasa takut dan kecemasannya, Changmin kembali memperhatikan figur yang ada di dalam tabung kaca itu dengan seksama. Figur namja muda berwajah manis—bahkan terlalu manis—berambut karamel dan bertubuh pucat itu tak menunjukkan reaksi apapun. Tetap terdiam dengan kedua mata terpejam rapat bak mayat yang sudah tak bernyawa. Balutan kain putih telah tampak membelit tubuhnya yang kurus.

Beberapa selang pengisi nutrisi dan kabel life string tampak terhubung di sekujur tubuh namja itu.

Changmin sungguh terhenyak.

"N-Namja ini tak mungkin hidup! Jangan-jangan ia adalah mayat yang diawetkan oleh ayah?" persepsi negatif terus saja meracuki nalar putra Shim Yunho itu. Jelas saja Changmin berpikir demikian. Manusia membutuhkan makan dan minum untuk dapat bertahan hidup. Dipendam dalam cairan life fluid seperti ini tak akan mungkin bisa untuk mempertahankan sebuah nyawa. Apalagi mansion ini sudah tak terjamah selama setahun.

Sungguh mustahil namja ini bisa hidup hanya dengan berada di dalam tabung life fluid seperti ini, bukan?

Tapi permasalahannya sekarang adalah... life fluid yang digunakan ayahnya sungguh berbeda dengan life fluid biasa.

Life fluid biru ini... Changmin mulai menyimpan spekulasi lain. Atensinya lantas tertuju pada kabel life string yang sudah tampak tersambung pada monitor pendeteksi denyut nadi. Tak ada denyut nadi yang terdeteksi di sana. Seingin-inginnya Changmin untuk mengubah keadaan, sejatinya ia mulai bingung dalam memilih realita itu sendiri.

Sebenarnya apa yang lebih buruk?

Mendapati mayat seorang namja dalam tabung life fluid milik ayahnya yang sudah tak terjamah selama bertahun-tahun ataukah mendapati seorang namja yang ternyata masih hidup di dalam life fluid tapi dalam keadaan tak sadar?

Tak ada opsi terbaik yang bisa dipilih. Semuanya sama-sama menyeramkan.

"Sepertinya namja ini sudah mati. Tak ada denyut nadi yang terdeteksi pada monitor." Changmin bertopang dagu untuk sesaat. Ia sungguh tak habis pikir dengan semua ini. Sebenarnya project apa yang sudah dijalankan oleh ayahnya? Menjadikan manusia sebagai project penelitian merupakan hal yang sangat ilegal di mata dunia. Dan bahkan, hal itu bisa dikategorikan sebagai tindakan kriminal yang sangat tidak berprikemanusiaan.

Jika seperti itu, lalu kenapa ayahnya melakukan semua ini?

"Aku tak bisa membiarkan mayat namja itu terus berada di dalam tabung life fluid seperti ini. Aku harus segera mengeluarkannya dan menguburkannya di tempat yang layak." Sebuah keputusan terbentuk dengan kuatnya. Changmin harus segera membenahi semua kejanggalan ini. Mungkin saja, ayahnya meninggal dalam keadaan tak sempat untuk membenahi mayat namja dalam eksperimennya itu?

Ya, probabilitas itu mungkin saja terjadi.

Dan di saat Changmin hendak melangkah maju untuk mendekati tabung itu...

Sesuatu yang mengejutkan pun terjadi.

Titt!

...

Hening.

Langkah Changmin terhenti. Kedua obsidiannya kembali membelalak dengan lebar. Ia terhenyak.

Titt!

"S-Suara itu..."

Atensinya kembali terarah pada monitor. Dan alangkah terkejutnya Changmin saat monitor itu mulai menunjukkan sebuah reaksi adanya denyut nadi dalam diri namja misterius itu. Nadinya berdenyut dua kali dalam satu menit. Sebuah denyut nadi tak realistis untuk manusia normal.

Tapi denyut nadi itu sudah menjadi bukti yang cukup kuat bahwa namja yang ada di dalam tabung kaca life fluid itu masih hidup. Rasa begidik kembali mengguyur benak Changmin. Ini sungguh tidak mungkin.

'B-Bagaimana bisa namja ini bertahan hidup selama bertahun-tahun di dalam tabung life fluid? Apa dia sedang berada dalam keadaan koma?'

Mencengangkan.

Dalam 25 tahun hidupnya, Changmin tak pernah menyangka bahwa ia akan menghadapi semua ini. Ia hanyalah seonggok eksistensi yang terjebak dalam jalan takdir berliku penuh enigma. Dua belas tahun ia hidup secara sederhana bersama ibunya. Dan sekarang? Ia pun harus terjerumus dalam situasi ini.

Ke dalam situasi yang membuatnya terombang-ambing dalam gelapnya labirin... misteri.

Kapasitas nalar seakan tak sanggup untuk mencapai konklusi pemecahan. Rangkaian tulisan tangan ayahnya dalam kitab "Tri-Angle" itu kembali terngiang di benaknya.

"Dia masih tersimpan di sana. Di dalam tabung kaca berisi cairan life fluid. Beberapa selang penyambung nutrisi dan life string untuk pemberi stimulus sistem motorik maupun sensorik di dalam tubuhnya juga tidak kulepaskan sama sekali. Aku percaya bahwa kelak project ini akan hidup. Meski aku akan menghembuskan napasku dalam waktu dekat, takdir pasti akan mempertemukan dia dengan keturunanku. Dan keturunanku yang akan menghidupkan project ini. Aku percaya itu..."

...

Hening.

Pandangan Changmin seakan nanar. Sungguh tak salah lagi. Sepertinya project yang dimaksudkan dalam buku itu adalah project yang saat ini ada di depan kedua matanya. Sebuah project dimana keturunan Shim Yunho harus melanjutkannya. Semua misteri ini mulai menemui titik terang.

"Apakah ayah sengaja mewariskan semua peninggalannya padaku agar aku bisa menemukan dan melanjutkan project-nya ini?"

Spekulasi itu memiliki peluang yang cukup besar. Dengan kejeniusan yang diturunkan Yunho kepada Changmin, sudah pasti ilmuwan itu akan percaya pada putranya sendiri. Project ini... sebuah project misterius dengan orientasi yang masih belum jelas arahnya...

Secarik kertas yang dilipat rapi tampak terselip di sela-sela mesin kontrol. Changmin menautkan kedua alisnya melihat itu. Skeptis, jemarinya lantas mengambil kertas itu dan membuka lipatannya secara perlahan-lahan. Dan sekujur tubuhnya bergeming dalam bulir kegentaran supremasi tatkala satu pesan mutlak telah terpapar di kertas itu dan meresap ke dalam otaknya.

Tri-Angle, Project CG-2185 AD.

Subject Name: Lee Jinki. 24th (Not Aging since 2185 AD)

First Founder: Shim Yunho.

Progress: Inactive.

This project will be continued by my descendant. My son... Shim Changmin.

TBC


A/N: Sekedar info, role Jaejoong sebagai ibu Changmin di fic ini gendernya di switch jadi female. Bukan cowok. So, no Mpreg ya~ hehehehehe~ Dan berhubung chapter ini gak banyak perubahan dan masih di gaya penulisan saya yang lama (tahun 2011), jadi ya sifatnya mungkin to the poin. Gak kayak FF I was born to be with you. Menginjak chapter 5 deskrip saya bakalan balik ke I was born to be with you. Dan karena FF ini udah ada 5 chapter, mungkin apdetnya jg bakal cepet.

Makasih buat yang udah baca apalagi ninggalin review~