Grazie: Kuat
.
Naruto belong's to Masashi Kishimoto
.
(Fanfiction singkat untuk merayakan canonnya Sasusaku)
.
.
Kuat. Kebanyakan orang mengaitkan namaku dengan kata kuat. Bahkan prinsip awalku menjalani hidup adalah untuk mencari kekuatan. Dan ambisiku tak pernah berpaling, hanya untuk menjadi kuat. Kuat, kuat, kuat. Hingga diusiaku yang ke dua puluh tahun, entah sudah berapa nyawa yang kulayangkan. Hal itu kulakukan karena aku memiliki kekuatan. Kata itu tak ayal membuatku besar kepala. Membusungkan dada seolah akulah yang paling kuat.
Tapi realitas kini menamparku. Membuatku harus menerima bahwa aku tidaklah sekuat itu. Aku tidak sedang membicarakan tentang rival sialan atau guru yang menjabat sebagai pemimpin desa. Melainkan pada seorang wanita. Mungkin terkesan memalukan. Aku adalah Uchiha. Dan seorang Uchiha tidak lebih kuat dari seorang wanita. Itu terdengar menyeramkan tapi aku mengakuinya. Bukan. Bukan soal bagaimana dia menghancurkan gunung atau meremukan musuh-musuhnya. Ini berbeda.
"Arrghh.. aaaa!"
Dia kembali mengerang keras. Sejenak kudengar Ia mengambil nafas sebelum kembali melakukan hal yang serupa.
"Arrgh..hh.. hiks.. err~aahhh!"
Kerutan alisku semakin dalam kala mendengar isak tangisnya. Suara yang biasa terdengar ceria dan renyah itu kini tak beraturan. Aku sering melihat dan mendengar dia menangis atau berteriak. Tapi tidak pernah aku mendengar bagaimana dia menjerit. Terdengar begitu memedihkan. Sesakit itukah?
Sejak awal Shizune telah menyuruhku untuk menunggunya diluar ruangan. Namun aku keras kepala dan memilih untuk berdiri di sampingnya, menggenggam erat tangan kanannya. Wajahnya pucat dan tertera jelas bahwa dia berusaha mati-matian menahan rasa sakit, maka dari itu aku memilih untuk memejamkan mata.
Aku tidak tahu sudah berapa jam proses ini berlangsung. Tangan lembut yang meski telah beribu-ribu kali digunakan untuk memukul itu menggenggam tanganku semakin erat. Sangat erat. Membuatku merasakan betapa besar tenaga yang dikeluarkannya.
"Aaarrrgghhh~aaarrhhh!"
Jeritan kali ini lebih keras dari sebelumnya. Diam-diam aku merinding. Bukan karena jeritannya yang terdengar menyeramkan. Tapi dari suara itulah bayangan akan bagian vitalnya yang robek menghujam pikiranku. Tidak. Aku yakin. Seorang Uchiha Sakura lebih kuat dari yang kutahu.
Kudengar Shizune berkata 'sedikit lagi' pada istriku. Aku muak mendengarnya. Tidak bisakan Ia mengatakan persalinan ini selesai? Lengkingan jeritannya membuatku lemas.
Seorang laki-laki berkelas Uchiha yang menjadi ninja pelarian, juga telah membunuh keji banyak orang, lemas hanya mendengar jeritan istrinya? Ayolah, persoalannya berbeda. Dia istri yang kucintai, bukan musuh.
"Aarrrrggghh~Aaaaaa!"
Oek.. Oekk..
Jujur. Dulu aku tidak begitu tertarik padanya. Cara bagaimana dia mengidolakanku membuatku muak. Itulah mengapa aku menyebutnya menyebalkan. Berteriak-teriak seolah aku adalah anak dewa. Tapi pandangan akan hal-hal semacam itu berubah kala ia menjadi teman sekelompokku. Bersama si kuning bodoh itu. Dia tak lagi semenyebalkan dulu. Dan bahkan aku berfikir bahwa Ia tidak benar-benar mengidolakanku. Dia hanya tidak mengerti bagaimana menunjukan bahwa dia menyukaiku. Walau pada akhirnya kata-kata itu muncul saat aku akan pergi meninggalkan desa.
Katakanlah bahwa sejujurnya akupun memiliki perasaan yang sama. Tetapi ambisiku lebih mendominasi sehingga perasaan itu harus kubuang dan takkan pernah mengingatnya lagi. Gelap mata semakin membuatku lupa bahwa aku pernah menyimpan rasa terhadapnya. Meski aku tahu, dia tak pernah membunuh cintanya. Dia lebih tulus dari yang kukira.
Aku tidak pernah tahu dengan apa Ia membangun fondasi hatinya hingga sekuat itu. Ia tetap mempertahankan cintanya meski aku telah mencoba untuk membunuhnya. Berusaha untuk menghancurkan pertahanannya. Tapi dinding itu tak pernah hancur. Justru semakin kuat. Sampai pada akhirnya akulah yang menyerah. Kubiarkan dinding pertahanannya mengelilingiku. Memberikan suatu kehangatan luar biasa sampai membuatku lupa bagaimana rasanya membeku. Membuatku kembali mengakui bahwa akupun mencintainya.
"Astaga, dia cantik sekali. Bayimu perempuan, Sakura,"
Aku terdiam mendengar pujian Shizune. Jadi dia perempuan, ya?
Perempuan, perempuan, perempuan, perempuan...
Aku menyeringai kemudian mendengus. Kurasakan kepala istriku menoleh.
"Sarada." Ucapku. Spontanitas memang, tapi nama itu tidaklah buruk untuk putriku. Aku membuka mata. "Uchiha Sarada. Itu namanya."
Aku menoleh padanya. Kusentil kening yang basah oleh keringat itu. Wajahnya terlihat sangat lelah dengan air mata yang membanjiri pipinya. Kukecup lembut tangan lemahnya. Kusentuh keningnya menggunakan keningku. Agaknya hatiku sedikit bergetar dimana kulihat Ia semakin cantik. Aku tersenyum tulus padanya yang kini kembali menangis.
.
.
.
...'Cause everytime I breath and take you in
And my heart beats again
Baby, I can't help it,
You keep me drowning in your love... (Drowning)
.
.
.
.
"Sakura... Terima kasih"
Kekuatan serta cintanya selalu bisa melemahkanku.
.
End
A/N : Ini mungkin belum bisa dibilang sequel cuma antara fic yang sebelumnya masih ada keterkaitan. Jadi disarankan untuk baca yang sebelumnya juga =D Dan untuk Sasuke disini... aku rasa dia juga manusia biasa yang merasa 'merinding' kalo nemenin istri lahiran. Dan untuk lirik diatas, saya ambil dari lagu Backstreet Boys.
Sekian, berkenan untuk meninggalkan jejak?
Salam,
onyxita haruno
