Annyeong readers! Mian kalau hiatus author kelamaan, mian belum update fanfic Mistake dan malah bikin fanfic baru. Nan jeongmal mianhae *bow rendah serendah-rendahnya* Be calm ya, part 8 fanfic Mistake sedang author garap dan semoga bisa publish minggu ini *amiiin* Berhubung author mendadak kebanjiran ide fanfic baru, daripada dianggurin kan sayang, jadi ya dibuat deh. Semoga readers nggak ngamuk ya kalau pairingnya kurang sreg, hehe. Yup, main cast still (and forever) uri yeoppota Yoona eonnie! *plok plok plok* Hope you all like my new fanfict and review please :)


HEARTBREAK

3 September 2007

"Neo gwaenchana?" tanya seorang yeoja cantik berpakaian seragam sekolah menengah kepada yeoja lainnya. Sepasang mata indahnya menatap khawatir pada yeoja yang tampak memucat di hadapannya. Name tag yang tersemat di dada kiri keduanya bertuliskan nama masing-masing yang menjelaskan identitas kedua yeoja itu. Kwon Yuri dan Lim Yoon Ah.

"Nan.. Nan gwaencahana, Yul." Jawab yeoja yang ditanya sambil menggeleng pelan. Kedua kakinya terlihat sedikit gemetar menahan bagian atas tubuhnya. Lim Yoon Ah, sederetan huruf hangul yang tertulis jelas di name tag yeoja berparas pucat itu. Ia adalah salah satu siswa di SM senior high school, sekolah elit di kotanya. Pagi ini, ia bersama sahabatnya yang bernama Kwon Yuri berangkat bersama seperti biasanya. Awalnya mereka berjalan sambil bercengkerama satu sama lain hingga di satu titik ia merasakan kepalanya seolah melayang. Pandangannya mendadak buram dan membuatnya harus berjuang keras untuk tetap berdiri.

"Kau yakin? Wajahmu pucat, Yoong." Tanya yeoja dengan name tag bertuliskan Kwon Yuri. Kedua tangannya kini memegang erat lengan yeoja bernama Lim Yoon Ah. Dapat dirasakannya tubuh sahabatnya itu bergetar yang membuatnya semakin khawatir.

"Ne, aku tidak …" Belum selesai Yoona, panggilan untuk yeoja bernama Lim Yoon Ah, mengutarakan jawabannya ketika mendadak kedua matanya bagai tertutup layar hitam. Ya, yeoja itu tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri di sebuah lapangan berumput dekat bangunan sekolah mereka. Kontan sahabatnya yang biasa dipanggil Yuri berteriak histeris melihat yeoja yang telah menjadi sahabatnya sejak kecil pingsan di depannya.

"Ya! Yoongie, ireona! Ireona!" Teriakan panik Yuri memancing perhatian dari orang-orang di sekitarnya dan menimbulkan minat untuk mengetahui apa yang terjadi pada kedua siswa senior high school itu. Mereka perlahan berkumpul dan membentuk kerumunan yang mengelilingi keduanya. Yuri yang masih terfokus pada Yoona tidak menyadari adanya kerumunan itu sampai sepasang lengan mengangkat tubuh lemas Yoona dari atas tanah.

"… Kita bawa temanmu ke rumah sakit. … Mobilku di sana." Hanya dua kalimat itu yang perlu didengar Yuri dari siapapun yang dengan baik hati mau menolong sahabatnya. Tanpa memperhatikan kerumunan yang mulai membubarkan diri ataupun lengkingan bel elektronik dari sekolahnya, yeoja yang baru memasuki tahun keduanya sebagai siswa senior high school itu bergegas mengikuti orang tersebut ke sebuah mobil Hyundai Jazz silver yang terparkir tidak jauh dari lapangan.

"Cepat masuk ke bangku belakang dan jaga temanmu." Perintah orang itu yang segera dibalas anggukan linglung Yuri. Ia menuruti perkataan orang tersebut dan dengan hati-hati membenarkan posisi Yoona begitu sahabatnya itu dibawa masuk ke dalam. Orang itu dengan susah payah menempatkan kepala Yoona di pangkuan Yuri dan meluruskan kedua kaki jenjang Yoona. Tangannya meraih dua bantal yang terletak di bawah kursi dan menumpuknya menjadi satu.

"Tutupi kaki temanmu dengan ini dan pastikan roknya tidak terbuka selama aku meletakkan bantal ini di bawah kakinya." Perintah orang itu lagi sambil menyerahkan sebuah blazer merah hati kepada Yuri. Dengan sigap Yuri melaksanakan perintah itu dan memperhatikan bagaimana orang itu seakan tahu betul apa yang harus dilakukannya untuk Yoona. Belum sempat Yuri bertanya lebih jauh, orang itu menutup pintu belakang dan bergegas membuka pintu depan. Badannya yang atletis memasuki kursi pengemudi dan segera menyalakan mesin mobilnya. Tak lama kemudian mobil itu segera meluncur ke jalanan kota Seoul yang belum terlalu ramai dengan tujuan rumah sakit terdekat.

-o0o0o-

30 Maret 2011

"Bagaimana keadaan teman saya, Sunbae?" tanya seorang yeoja berpostur tinggi untuk seumurannya kepada seorang namja yang terlihat satu-dua tahun lebih tua darinya. Yeoja yang mengenakan t-shirt biru berlapiskan mantel coklat tipis terlihat sangat khawatir saat menanyakan kondisi temannya pada namja itu. Sementara namja dalam setelan rapi khas mahasiswa kedokteran tersenyum menenangkan.

"Tenanglah Yuri-ssi. Yoona-ssi sudah tidak apa-apa. Dia akan baik-baik saja." jawab namja itu. Tangan kanannya menyentuh bahu yeoja itu pelan. Yuri yang masih terlihat khawatir menatap namja itu dengan pandangan kurang yakin.

"Benarkah Minho sunbae? Benar Yoona tidak apa-apa?" tanya Yuri lagi. Minho menganggukkan kepala.

"Ne, dia sudah tidak apa-apa. Oh iya, aku masih ada kelas setelah ini. Tidak apa-apa kalau aku tinggal?" ucap Minho setelah melihat sekali ke jam tangan Casio hitam yang melingkar erat di pergelangan tangan kirinya. Kedua matanya menatap Yuri, menunggu respon yeoja itu.

"Ah, nde, tentu saja sunbae! Sekali lagi terima kasih telah menolong Yoona." jawab Yuri cepat. Namja yang bernama Minho itu mengangguk kecil dan tersenyum sekali lagi sebelum berlari meinggalkan Yuri di depan ruang perawatan kampus. Sementara yeoja itu tidak sempat memperhatikan Minho menghilang dari pandangannya. Ia terlalu khawatir pada keadaan Yoona dan bergegas masuk ke dalam.

Kedua matanya menatap nanar begitu mendapati sesosok tubuh yang terselimut rapat di atas salah satu tempat tidur. Yoona, sahabat sejak kecil yang selalu menemaninya kini dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Bukannya Yuri berlebihan, namun memang itulah kenyataannya.

Flashback

"Yoong, apa ini obatmu?" tanya Yuri sambil mengacungkan tabung kecil putih berisikan beberapa kapsul di dalamnya. Yoona yang tengah sibuk menyalin tugas esai milik Yuri langsung menoleh ke arah sahabatnya itu dan terbelalak.

"A.. Ah, nde, itu.. Itu obat.. anemiaku." Jawab Yoona terbata-bata. Yeoja itu beranjak dari tempatnya dan bergegas mengambil tabung kecil itu dari tangan Yuri. Sayangnya Yuri tidak membiarkan Yoona mengambilnya begitu saja.

"Kau tak pandai berbohong, Nona Lim. Lagipula aku tahu obat apa ini. Aku hanya ingin memastikan kalau ini adalah milikmu. Jadi.. benar ini obatmu?" tanya Yuri lagi. Pandangan matanya tajam menelisik ke dalam kedua bola mata Yoona yang bergerak-gerak gelisah. Suaranya melirih ketika memastikan hal itu. Satu hal yang sama sekali tidak diduganya.

"Ne, itu obatku." Jawab Yoona pelan. Yeoja itu menghembuskan napas dan menundukkan kepala, tidak mampu lagi menatap sahabatnya dan menyembunyikan hal itu lebih lama lagi. Toh cepat atau lambat Yuri akan tahu keadaannya.

"Yoong.. Kau.. Demi Tuhan! Kenapa kau tidak pernah menceritakannya padaku? Kau masih menganggapku sahabat kan?" tanya Yuri dalam teriakan tertahan. Raut wajahnya kini memperlihatkan kemarahan, kekecewaan, dan kekhawatiran yang dibalas ketenangan Yoona.

"Tentu saja kau masih sahabatku." Jawab Yoona. Seulas senyum kecil tersungging di sana.

"Tapi kenapa..?" Pertanyaan Yuri menggantung. Campuran emosi yang masih menguasainya menahan beberapa kata di dalam mulutnya yang seharusnya terangkai menjadi satu pertanyaan untuk Yoona. Namun Yoona tidak perlu mendengar seluruhnya karena 15 tahun mengenal Yuri membuatnya dapat memahami apa yang sebenarnya ingin yeoja itu katakan.

"Aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir, Yul. Aku hanya ingin kau tetap mengenalku sebagaimana aku sebelumnya. Aku ingin kau mengenalku sebagai Lim Yoon Ah, sahabatmu yang tomboy tapi cengeng itu, bukan sebagai Lim Yoon Ah penderita penyakit jantung." Jawab Yoona. Akhirnya apa yang dipendamnya selama tiga tahun terakhir ini terkuak sudah. Memang sudah saatnya Yuri tahu, desah Yoona dalam hati.

Mulut Yuri ternganga mendengar jawaban Yoona yang tidak disangkanya itu. Tanpa berpikir panjang, yeoja itu menubruk Yoona dan memeluknya erat.

"Jangan pernah berpikiran seperti itu, Yoong. Siapapun dirimu dulu, sekarang ataupun nanti, kau tetaplah sahabatku. Dan sebagai sahabatmu, aku tidak akan membiarkanmu merasakan ini sendiri. Aku akan menjagamu Yoong, bahkan kalau perlu dengan nyawaku." Bisik Yuri di telinga Yoona. Yoona meneteskan air matanya mendengar ketulusan sahabatnya itu. Mereka berdiam dalam posisi itu untuk waktu yang cukup lama dan saling menguatkan satu sama lain.

Flashback end

"Yoong.." panggil Yuri pelan. Tangannya mengusap lembut punggung tangan Yoona. Lihat dirimu sekarang Yoong, kau sangat kurus, ujar Yuri dalam hati. Kedua matanya mulai berkaca-kaca dan hampir saja bobol ketika dirasakannya jemari Yoona bergerak pelan.

"Yul?" panggil Yoona lirih. Yeoja itu perlahan mulai membuka kedua kelopak matanya dan mendapati sesosok yeoja berambut ikal panjang tersenyum ke arahnya. Yoona balas tersenyum.

"Kau sudah merasa baikan?" tanya Yuri. Dilihatnya Yoona menutup kedua matanya sejenak lalu kembali terbuka dan mengangguk.

"Ne, aku rasa aku sudah tidak apa-apa berkat calon dokter tampanmu itu." jawab Yoona sambil mengedip penuh arti. Yuri membulatkan kedua bola matanya mendengar ucapan Yoona.

"Mwo? Calon dokter tampanku? Maksudmu Minho sunbae?" tanya Yuri. Yoona hanya mengangguk dan tersenyum misterius. Yeoja itu kini mendudukkan diri dan menyejajarkan garis matanya dengan lawan bicaranya. Dapat dilihatnya Yuri menatapnya dengan kebingungan yang pasti menguasainya.

"Tapi, tapi bagaimana kau tahu kalau Minho sunbae yang menolongmu? Maksudku, kau kan tadi pingsan." Tanya Yuri lagi yang belum bisa menebak darimana Yoona bisa tahu kalau Minho-lah yang menolongnya.

"Memangnya siapa lagi yang akan kau hubungi kalau bukan Minho sunbae saat aku pingsan, huh? Hei, aku ini sahabatmu! Bagaimana mungkin aku tidak tahu kalau nomornya saja bahkan sudah kau set dalam speed dial ponselmu. Mengaku sajalah Kwon Yuri, ne?" jelas Yoona panjang lebar. Kepalanya dimiringkan sedikit dengan salah satu alis terangkat. Meski wajahnya masih terlihat pucat, namun Yuri tidak akan salah mengenali ekspresi itu.

"Ya! Kau! Sejak kapan kau menjadi seorang stalker, huh?" bentak Yuri. Tangannya telah menggenggam sebuah buku tebal yang menjadi referensinya untuk tugas kuliah minggu ini dan terangkat ke atas dalam posisi siap untuk mendaratkan benda itu di kepala sahabatnya. Sementara Yoona malah tertawa kencang melihat Yuri yang siap mengamuk padanya. Yeoja itu bahkan tidak beringsut menjauh sedikitpun.

"Hahaha, aku tahu kau tidak akan memukulku, Yul. Kau terlalu sayang padaku, iya kan?" balas Yoona yang kini menampilkan aegyonya. Yuri mencibir dan mendecakkan lidah melihat tingkah laku Yoona yang paling bisa membuatnya luluh.

"Ckck, pintar sekali kau membuatku takluk. Ah, sudahlah, aku tidak akan menang kalau begini." ujar Yuri pasrah. Bibir bawahnya dimajukan sedikit sebagai tanda kekesalannya karena lagi-lagi kalah jika beradu mulut dengan Yoona.

Yoona masih tertawa melihat kekesalan dan mendengar gerutuan Yuri sampai sahabatnya itu memelototkan mata padanya. Yoona segera sadar kalau responnya melebihi batas dan mencoba untuk meredakannya.

"Arra arra, mianhae telah menggodamu dan membuatmu kesal. Aku hanya gemas melihatmu masih begitu-begitu saja dengan Minho sunbae. Kenapa kau tidak mencoba untuk mengungkapkan perasaanmu padanya?" tanya Yoona dalam nada yang lebih serius. Yeoja itu telah menyibak selimut yang tadi menutupi kedua kakinya dan membiarkan sepasang bagian bawah tubuhnya itu berayun di tepi ranjang. Barang-barangnya telah dirapikan Yuri sebelumnya, ia tahu itu karena kini tasnya tergeletak tidak jauh dari tempat mereka berada.

"Aku ini yeoja, Yoong. Pantang untukku menyatakan apa yang kurasakan lebih dulu. Lagipula.." ucapan Yuri terputus. Kepala yeoja itu menunduk sesaat dan kembali terangkat dengan sebuah senyum keputusasaan terulas di wajahnya.

"Lagipula apa?" kejar Yoona. Ia tahu dan sangat mengerti perilaku sahabatnya itu ketika sedang jatuh cinta pada seorang namja. Yuri tidak akan pernah mau mengakui itu kecuali sang namjalah yang menyatakannya lebih dulu. Ya, seperti yang tadi Yuri katakan kalau pantang bagi dirinya untuk mengungkapkan cinta sebelum namja yang disukainya itu mengatakannya. Sebuah prinsip kuno yang acapkali mendapat cibiran dari Yoona.

"Lagipula dia tidak melihatku, Yoong. Kurasa dia hanya melihatmu." Jelas Yuri yang membuat Yoona tersentak bingung.

"Maksudmu?" Yoona memiringkan kepalanya dan menatap Yuri intens.

"Maksudku.. Kurasa dia menyukaimu." Jawab Yuri sambil menolehkan kepalanya untuk memandang Yoona. Dan Yoona jelas melihat kilau kekecewaan dalam kedua mata sahabatnya itu.

"Jangan asal bicara, Yul. Kau belum punya bukti kalau dia menyukaiku kan?" tanya Yoona yang berusaha membesarkan hati sahabatnya meski dalam hati kecilnya ia menyadari ada sedikit kebenaran dalam perkataan Yuri itu.

"Dia selalu menanyakanmu, Yoong. Selalu dirimu." Jawaban singkat itu telak menghantam satu kesadaran Yoona nun jauh di sana. Ya, dia selalu menanyakanku, tapi bukan karena dia menyukaiku. Dia selalu menanyakanku karena.. pikiran Yoona mendadak terputus dan teralihkan oleh dering nyaring ponselnya yang berada di dalam saku celananya. Dengan tergesa yeoja itu menarik benda mungil berwarna merah muda dan membuka flipnya. Uri Eomma is calling.

"Sudah waktunya?" tanya Yuri. Yoona mendesah dan mengangguk. Raut wajahnya berubah muram karena tahu sekarang jadwalnya untuk kontrol ke dokter pribadinya.

"Sudahlah Yoong, ini kan demi kesembuhanmu juga. Jangan cemberut seperti itu. Nanti Ryeowook sunbae tidak akan mau mengajakmu duet lagi." hibur Yuri yang langsung mendapat pelototan dari Yoona.

"Ya! Bukankah sudah kuminta agar kau tidak menyinggungnya lagi? Sudah cukup bagiku mendapat tatapan sinis dan perkataan nyinyir dari fans-fansnya akibat ajakan duetnya yang mendadak itu. Aish, aku tidak tahu apa yang dipikirkannya sampai mengajakku menjadi teman duetnya." Ucap Yoona. Sekilas Yuri dapat melihat sekelebat ekspresi aneh di paras sahabatnya saat mengatakan hal itu. Ia ingin sekali menanyakan hal itu, namun panggilan telepon dari ibu Yoona membuatnya mengurungkan niat itu. Ia sadar kalau Yoona harus bergegas untuk menjalani pemeriksaan rutinnya.

"Ne, ne, arraseo. Sudah sana, jangan buat ibumu menunggu terlalu lama." Perintah Yuri sambil setengah menyeret Yoona yang tampak enggan menaati jadwal pemeriksaannya itu. Setelah berhasil membujuk Yoona dan membuat yeoja itu masuk ke dalam mobilnya, Yuri melangkah mundur dan hendak masuk ke dalam mobilnya ketika Yoona memanggil namanya.

"Yul! Aku berani bertaruh Minho sunbae tidak menyukaiku, karena itu berjuanglah demi perasaanmu untuknya! Hwaiting!" ujar Yoona setengah berteriak yang membuat Yuri hampir saja membungkam mulut sahabatnya itu dengan buku dalam genggamannya. Untunglah lapangan tempatnya memarkir mobil sedang sepi, kalau tidak entah sebesar apa malu yang harus ditanggungnya akibat ucapan Yoona barusan.

"Aish, anak itu benar-benar!" gerutu Yuri sambil mengambil kunci mobilnya dan membuka pintu kemudi. Setelah mengenakan sabuk pengaman yang melintang di tubuhnya, yeoja itu memasukkan kunci dan menyalakan mesin mobilnya. Tak lama kemudian mobil Hyundai Civic hitam itu melaju pelan meninggalkan lapangan parkir dimana seseorang tidak sengaja mendengar teriakan Yoona.

"Yoona benar Yul. Aku tidak menyukainya. Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan untuknya." Desah seseorang dari balik pepohonan besar yang menaungi lapangan parkir itu. Beberapa saat kemudian sosok itupun menghilang ke dalam jalan setapak yang menghubungkan lapangan parkir dengan salah satu ruangan bertuliskan Gedung Perkuliahan Anatomi Fakultas Kedokteran.

-o0o0o-