Beautiful Fake
by AT10 yang sering ngomel di review-review XD wkwk maapkan
Special to Umi-chan
Disclaimer Masashi Kishimoto
Typo itu pasti ada :D wkwk
Tap Tap Tap
"Yuki..Yukine-kun..Jangan berlari.."
Terdengar langkah kaki seorang anak kecil yang diiringi langkah kaki orang dewasa. Semakin kencang langkah kaki orang dewasa itu semakin kencang pula langkah kaki seorang anak kecil tadi. Langkah kaki mereka nampak menggema di koridor rumah sakit yang nampak sepi.
"Tangkap aku. Jika kau bisa..weekkk" kata seorang anak laki-laki tadi sambil menjulurkan lidahnya mengejek seorang perempuan mencoba mengejarnya.
Sang anak terus menghadap ke belakang mengejek perempuan tadi sambil berlari tanpa tahu didepannya terdapat seseorang yang berjalan kearahnya. Sehingga..
Duuuagghh
"Aduhhh..ittai." kata anak itu yang tersungkur karena bertabrakan dengan seseorang.
"Apa kau tidak apa-apa?" kata orang yang ditabrak anak kecil tadi.
"Bagaimana kau bisa bilang aku tidak apa-apa jika..aww..pelan-pelan hei.." kata anak laki-laki merasakan tubuhnya melayang.
"Yukine-kun sekarang waktunya minum obat. Kau tidak boleh kabur lagi." Kata seorang dokter yang sambil menggedong anak kecil tadi. Ya dokter yang mengejar-ngejar anak laki-laki tadi. Ia bernama Shizune. Salah satu dokter yang bekerja di rumah sakit ini.
Keduanya hening. Shizune mencoba menyelami ketampanan pemuda yang ada dihadapnya ini. Rambut merah bata dengan kulit putih mulus bak porselen. Tubuhnya tinggi tegap serta mata jade yang nampak begitu dalam. Siapapun perempuan yang menatapnya pasti langsung berminat untuk menyelaminya. Menikmati dalamnya iris yang begitu memikat itu.
1
2
3 detik
"M Maafkan anak ini Tuan, anak ini memang agak sedikit-" kata perempuan tadi memecah keheningan namun kata-katanya terpotong oleh laki-laki didepannya tadi.
"Tidak apa-apa." Kata laki-laki itu sambil mendekati anak laki-laki yang berada digendongan sang suster. Ia melirik sekilas wajah anak laki-laki itu. Ia mengelus pucuk kepala anak itu sambil menatap dalam mata sang anak. Yang ditatap hanya menghadiahi mata melotot seperti berkata 'mau apa kau?'.
'Dia sangat mirip dengan..' gumamnya dalam hati. Namun gumamnya terhenti saat sang suster menyadarkannya.
"Maaf Tuan, saya harus permisi dulu."
"Oh ya. Silakan."
'Sial. Tuan ini sangat tampan' rutuk Shizune dalam hati sambil melangkah pergi meninggalkan laki-laki tadi.
Laki-laki itu masih memandang kepergian anak laki-laki yang berada digendongan sang suster. Ia hampir lupa tujuannya ke rumah sakit tadi. Ia pun segera melangkahkan kakinya namun langkah kakinya terhenti saat didapati sepatunya menginjak sesuatu.
Sreeekkk
Ia memandang sejenak benda yang tadi diinjaknya lalu mengambilnya.
'Kalung ini? Apakah milik anak laki-laki tadi?'
'Tidak asing' gumamnya
"Aku akan memberikannya pada seseorang."
Deg
Satu kalimat ini yang mungkin dapat mewakili memori tentang kalung itu.
'Mungkinkah?'
Ia mencoba berpikir keras namun hanya kata 'mungkinkah?' yang muncul di kepalanya. Sebuah tepukan mendarat di bahunya. Ia reflek membuka matanya.
"Akhirnya aku menemukanmu disini. Kau harus segera kesana. Beruntung ia masih hidup ketika dia menunggumu tadi." Kata laki-laki pirang yang membuyarkan lamunannya tadi.
"Hn"
"Hah? 'Hn 'Hn 'Hn? Tidak adakah kata yang bagus selain kata 'Hn' huh? Mungkin itulah sebabnya kau menjadi perjaka tua sampai sekarang. Tidak ada wanita yang mau denganmu jika kau hanya bermodal kata 'Hn'."
"Hentikan ucapanmu Naruto."
"Habisnya kau selalu mengucapkan kata itu. Lagipula hanya ada dua orang yang sering menggunakan kata itu. Kau dan-"
"Ayo kita kesana." Kata laki-laki itu sambil melangkah meninggalkan sahabat pirangnya yang tak henti-hentinya mengoceh.
"HEI GAARA..TUNGGUU!." Teriak Naruto. Ia lupa bahwa ini adalah rumah sakit. Ia sedikit berlari untuk mensejajarkan langkahnya dengan laki-laki yang dipanggilnya Gaara tadi.
"Di kamar berapa?" tanyanya sambil menatap lurus ke depan.
"Kamar nomor 28 A." Jawab Naruto. Pandangan beralih pada tangan Gaara yang menggenggam sesuatu.
"Gaara, benda itu?" tanya Naruto sambil menunjuk benda yang berada di genggaman Gaara.
"Bukan apa-apa." Jawabnya sambil memasukkan kalung itu ke saku celananya.
Keduanya berjalan beriringan. Naruto yang bosan dengan sikap Gaara memilih untuk diam. Sedangkan Gaara hanya melamun memikirkan hal-hal yang berkaitan antara anak laki-laki yang ia temui tadi dan kalung itu. Ia mencoba mengingat apapun yang berkaitan dengan kalung itu.
'Siapa?'
'Seseorang yang berarti'
Hanya itu yang berhasil ia ingat
'Mungkinkah anak itu adalah..'
"Hei Gaara? Apa kau melamun? Kita sudah sampai." Kata Naruto yang membuyarkan lamunan Gaara.
Gaara agak tersentak menyadari ia sudah sampai di salah satu kamar di rumah sakit. Ia kembali memasang wajah datarnya lalu menatap Naruto.
"Ayo masuk."
Naruto hanya mengangguk dan mereka mulai memasuki kamar itu. Kamar rumah sakit yang mewah yang menandakan penyewanya pun pasti dari kalangan berada. Mereka disambut dengan senyuman. Gaara mengedarkan pandangannya ke seliling ruangan itu. Hanya ada dua orang di ruangan itu. Kakaknya yang bernama Sasori dan Pamannya yang sedang terduduk di ranjang rumah sakit, Nagato.
"Kemarilah." kata Nagato
Gaara segera melangkah menghampirinya dan duduk di dekatnya.
"Bagaimana keadaan Paman?" tanya Gaara membuka percakapan.
"Aku sudah lebih baik. Kau sendiri bagaimana? Apakah Paris begitu menyenangkan sehingga kau pergi selama itu?"
"Aku baik-baik saja. Sebenarnya-"
"Aku tahu" kata Nagato memotong perkataan Gaara
"Apakah kau masih memikirkan gadis Hyuuga itu-ah maksudku istri dari Uchiha itu?"
DEG
Bak di sambar petir di siang bolong, hati Gaara seperti hangus dalam hitungan detik. Raut wajah Gaara yang semula datar berubah agak terkejut. Namun, selang berapa detik kemudian berubah menjadi datar lagi.
Kriieettt
Tiba-tiba pintu terbuka, sontak membuat satu-satunya orang yang berada di ruangan itu menoleh.
"Hinata, kapan kau datang?" tanya seseorang yang masuk ke ruangan itu dengan membawa anak di gendongannya.
"Shizune-san, ah..baru saja. Apa Yuki-kun membuat anda kerepotan lagi?" jawab wanita yang dipanggil Hinata itu seraya menghampiri Shizune dan mengambil alih Yuki.
"Ya begitulah."
"Maaf merepotkanmu." Kata Hinata. Pandangannya beralih pada iris kelam Yukine. Ia mengelus pucuk rambut ravennya.
"Iya iya. Tapi aku bingung kenapa sifatnya berbeda sekali dengan ayah dan ibunya. Sasuke pendiam dan kau sendiri juga tidak kalah pendiam. Tapi kenapa anakmu begitu berisik dan menyebalkan?" pandangannya lurus ke Yukine seraya menunjuk-nunjuk anak itu.
"Huhh..sebenarnya yang menyebalkan itu kau. Kau terus saja meninggalkanku hanya untuk merawat orang yang berada di kamar 28 A. Ingatlah dia itu sudah paman-paman kenapa kau masih saja menge-" ucapan panjang Yukine terputus karena Shuzine segera membungkam mulutnya.
"Apa terjadi sesuatu?" tanya Hinata
"hehehe..bukan apa-apa. Ini hanya rahasia kita berdua, iya kan Yuki-kun? Jawab Shizune sambil men-deathglare Yukine. Yukine hanya mampu menggangguk bosan.
"Nah..sekarang waktunya Yukine minum obat." Kata Shizune seraya mengambil obat yang sedari tadi memang disiapkannya kalau saja Yukine tidak kabur.
"Tidak mau. Aku mau ibu yang memberikan obat." kata Yukine seraya memasang wajah andalannya yang dibuat memelas dan se-stoic mungkin.
"Ya sudah. Biar aku saja yang memberikannya pada Yukine-kun."
Hinata mendudukkan Yukine di ranjangnya lalu membantunya meminum obat. Selang beberapa menit, Yukine merasa dirinya mengantuk dan akhirnya tidur di ranjangnya.
"Kalau begitu, saya permisi dulu ya Hinata." Pamit Shizune. Sebuah anggukan yang dibarengi senyuman menandakan kalau Shizune boleh meninggalkan tempat itu. Hinata tidak mau mengganggu tidur Yukine barangkali hanya dengan suaranya saja.
Hinata menatap lekat wajah Yukine. Dia benar-benar mirip dengan Sasuke batinnya. Hinata tersenyum miris melihat kondisi Yukine saat ini. Yah, saat ini Yukine sedang menjalani perawatan atas penyakit yang dideritanya. Kanker darah atau biasa disebut leukimia sedang menggerogoti tubuh mungil yang sekarang sedang tertidur pulas itu.
"Yukine-kun, ibu akan selalu disampingmu." Gumam Hinata
Tanpa Hinata sadar, ia ikut terlelap disamping tubuh Yukine.
Kriettt
"Mau kemana?"
"Aku ingin keluar sebentar." Kata Gaara meninggalkan Nagato dan kakaknya Sasori di ruangan itu.
Blamm
Suara pintu tertutup seraya menghilangkan sosok dibaliknya.
"Apa ada yang salah?" tanya Nagato
"Mungkin perkataan Paman terlalu menyinggungnya." Jawab Sasori dengan datar.
Gaara terus berjalan tanpa arah. Ia terus menyusuri lorong-lonrong rumah sakit. Mungkin berjalan-jalan sejenak dapat meringankan beban dipundaknya. Ia tidak mau mendengar apapun tentangnya. Tentang gadis yang dulu dicintainya-bukan dulu, bahkan sampai sekarang ia masih mencintai gadis itu. Gadis beriris perak yang telah meninggalkannya. Meninggalkan? sejak kapan dia milikmu Gaara? kau bahkan belum menyatakan perasaanmu eh?
"Hinata" gumamnya disela langkahnya yang tak tentu arah.
Bak mantra yang langsung terkabul, Gaara tak berkutik saat melihat wanita yang berada tak jauh darinya.
'Hinata? Apakah itu kau?'
