Langkah kaki disertai hentakan sepatu pantofel terus terdengar di penjuru ruangan. Langkah itu semakin mantap hingga akhirnya berakhir di depan pintu sebuah ruangan yang tertutup rapat.
Tok tok.
"Hyungseob?"
Tak ada jawaban.
Sudah yang kedua kalinya seorang pria mengetuk pintu kamarnya bersama dengan seorang lainnya yang berada didalam; entah sedang melakukan apa. Pria tersebut akhirnya membuka pintu kamar dengan sangat pelan dan memasuki kamarnya yang terasa sangat sepi.
Dan benar saja, wanita yang sejak tadi ia panggil namanya tengah tertidur pulas di kasur besarnya dan nampak tak terganggu dengan kedatangan orang lain seperti sekarang ini.
Park Woojin, begitulah nama pria tersebut. Ia nampaknya juga tak bisa melepaskan atensinya pada sosok wanita dengan balutan piyama imut yang tertidur pulas seperti bayi. Wajah manis yang tenang ketika tidur itu membuat pria itu berjalan mendekatinya dan duduk di sisi kasur yang masih kosong.
Pria itu menggeram rendah melihat sosok wanita bernama Hyungseob itu, bibirnya juga sudah ia gigiti sedari tadi. Menahan hasrat aneh yang terus bergejolak ketika melihat sosok itu dihadapannya.
"Seob, maaf aku baru pulang. Kamu pasti lelah ya nungguin aku yang terus-terusan pulang larut malam begini?" Woojin bergumam seraya mengelus surai hitam itu dengan lembut, "aku juga pinginnya pulang dan ketemu kamu, tapi mau gimana lagi?"
Tak ada balasan dari Hyungseob―tentu saja. Dan Woojin masih tetap tenang sambil mengelus kepala sang wanita dengan lembut, karena kapan lagi ia bisa melakukan ini kalau bukan saat Hyungseob sedang tertidur seperti sekarang?
Karena jika sang wanita terbangun, Woojin takkan bisa melakukan ini. Mereka akan sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing, dengan Woojin yang harus pura-pura tidak memiliki perasaan apapun terhadap wanita dihadapannya.
"Hng.. Kak Ong.."
Dan pura-pura tak peduli dengan fakta bahwa Hyungseob menyukai pria lain, dan bukan dirinya yang disukai oleh wanita ini.
Woojin tahu, Hyungseob menyukai orang lain dan bahkan wanita itu terkadang menceritakan hal itu padanya. Oleh karena itu, pria bermarga Park itu harus menahan dan terus berpura-pura tidak memiliki perasaan apapun terhadap sang wanita.
Walau rasanya sakit sekali.
Tangan Woojin bergerak ke bibir Hyungseob yang sedikit terbuka, kemudian ibu jarinya mengelus pelan bibir ranum itu. Cukup lama ia mengelus bibir mungil itu hingga akhirnya Woojin mendekatkan dirinya dan..
Cup.
Ia mencium kening Hyungseob.
Mengapa bukan bibirnya? Karena ia tidak mau merusak Hyungseob disaat seperti ini sebelum mendapat persetujuannya. Biarlah Woojin saja yang rusak, jangan sampai Hyungseob yang rusak karena ulahnya.
Ia tidak mau dibenci oleh Hyungseob, apalagi sampai melihatnya menangis karena dirinya.
Woojin tersenyum, dengan jarak yang dekat begini membuatnya dapat melihat wajah polos Hyungseob yang tenang ketika tertidur seperti ini. Tangannya mengelus pipi lembut Hyungseob lalu kembali mengecup kening itu.
"Apakah kamu menyesal terpaksa menikah denganku, Park Hyungseob?"
Pernikahan paksa itu sangat rumit. Apalagi jika hanya kau yang memiliki perasaan pada pasanganmu.
Begitulah yang dirasakan Park Woojin terhadap istrinya―Ahn Hyungseob―yang bahkan tidak memiliki perasaan apapun terhadapnya.
・
・
・
・
・
Lanjut/End? Hehehe~
