WARNING!

RIBET; ANEH; BERTELE-TELE; MINIM DIALOG; ALUR CERITA NGEBUT; DAN SEDERET KEKURANGAN LAINNYA.

.

.

.

Terinspirasi dari sebuah novel karya Arthur Golden ©1997

.

.

.

Luhan PoV

.

.

.

Anggaplah bahwa kau dan aku sedang duduk di ruangan tenang yang menghadap ke kebun, mengobrol dan mereguk teh dari cangkir seraya membicarakan sesuatu yang sudah lama terjadi, dan aku akan berkata padamu, "Hari itu, ketika aku bertemu dengannya di Myeongdong, adalah sebuah hari yang sangat menyenangkan sekaligus menyakitkan." Mungkin kau bertanya-tanya bagaimana mungkin dua hal yang berlawanan itu bisa terjadi bersamaan. Aku juga tidak tau. Tapi memang itulah yang kurasakan. Hari di mana saat takdir membawaku menuju ke sebuah kehidupan yang mempertemukan aku dengan seseorang yang mungkin bisa kujadikan sandaran di sisa hidupku. Namun di saat yang sama pula aku harus kehilangan kebebasan dan semua yang hal yang pernah kumiliki termasuk keluargaku. Namun jika aku tidak bertemu dengannya, mungkin aku tak akan pernah menjadi seorang penyanyi.

Aku tinggal dan besar di Beijing. Dan aku tidak dilahirkan dari keluarga seniman. Sebelum ini, aku tak pernah memiliki cita-cita sebagai seorang penyanyi. Ayahku adalah seorang politikus yang berpengaruh di Cina. Sedangkan ibuku seorang aktivis yang sangat aktif menentang perbudakan. Kau bisa mengatakan bahwa keluargaku adalah keluarga yang membosankan. Keseharian kami hanya diisi dengan perbincangan politik dan masalah-masalah sosial yang terjadi di negara kami. Sedangkan aku sama dengan remaja pada umumnya yang tidak terlalu tertarik dengan hal-hal berbau politik. Aku lebih suka berada di luar rumah bermain bola bersama teman-temanku daripada duduk di sebuah ruangan, memutar otak untuk menjatuhkan satu sama lain dalam rangka memperebutkan kekuasaan di pemerintahan.

Hingga pada akhirnya aku pergi ke Korea Selatan untuk belajar di sebuah universitas atas kehendak orangtuaku. Dan sudah dua tahun lamanya aku menginjakkan kaki di ibukota negara ini. Di tengah kesibukkanku sebagai mahasiswa di salah satu universitas aku selalu menyempatkan diri untuk berjalan-jalan di akhir pekan, sekedar untuk mengusir jenuh.

Seperti pada hari ini. Aku sedang berjalan-jalan di kawasan Myeongdong ketika tiba-tiba seseorang menghampiriku dan memberikanku sebuah kartu nama. Ia tidak mengatakan apapun selain, "Datanglah jika kau berminat untuk mengikuti audisi." Setelah itu ia meninggalkanki yang masih terpaku menatap kepergiannya. Setelah aku membaca kartu nama tersebut, barulah aku tau bahwa dia adalah karyawan salah satu perusahaan hiburan ternama di Korea Selatan. Perusahaan yang selama ini sudah berhasil mencetakbanyak idola yang dikagumi.

Awalnya aku sempat tidak yakin untuk mengikuti audisi tersebut. Aku merasa tak punya kemampuan apapun di bidang seni. Tapi berkat dorongan dari teman-temanku, akhirnya aku memutuskan untuk mengikutinya. Mereka bilang bahwa aku sangat beruntung karena aku 'berhasi; ditemukan' oleh pihal perusahaan. Sedangkan banyak sekali remaja yang walaupun sudah berjuang mati-matian, perusahaan hiburan itu tak sekalipun meliriknya.

Audisinya berjalan cukup lancar kurasa. Mereka hanya memintaku untuk menyanyikan sebuah lagu dan melakukan beberapa gerakan tarian. Aku melakukan apa yang mereka perintahkan meski aku juga tidak yakin apakah aku sudah melakukannya dengan baik. Karena aku sama sekali tidak melakukan persiapan apapun untuk mengikuti audisi ini. Kalau saja bukan karena paksaan dari teman-temanku, aku juga tidak akan pernah datang.

Satu minggu kemudian hasil audisi diumumkan di situs resmi perusahaan. Dan betapa terkejutnya diriku bahwa ternyata aku berhasil lolos audisi. Namaku terpajang di situs itu bersama dengan beberapa nama lainnya. Aku benar-benar tak mengerti dengan apa yang diinginkan oleh perusahaan itu. Kenapa mereka memilihku yang tidak bisa apa-apa? Jelas-jelas saat audisi banyak sekali remaja yang memiliki bakat yang luar biasa menurut pandanganku.

Dan dua hari kemudian, aku mendatangi kantor perusahaan tersebut dengan bukti tanda mengikuti audisi seperti yang diinstruksikan pada situs itu.

"Anyeong..." Aku membungkuk dalam-dalam pada resepsionis kantor. "Saya datang kemari karena saya diterima menjadi salah satu siswa trainee."

Resepsionis muda itu tersenyum padaku. "Siapa namamu?"

"Luhan imnida."

"Apakah kau membawa persyaratan yang diminta?"

Aku mengangguk. Tanpa babibu lagi aku merogoh tas punggungku dan dan memberikan bukti audisi itu kepadanya. Wanita itu memeriksa lembaran kertas tersebut dengan teliti dan sesekali melirik ke arahku.

"Tunggulah di sana." Ia menunjuk sebuah tempat duduk sudut lobi. "Nanti aku akan memanggilmu."

Aku membungkuk ke arahnya dan meninggalkannya. Menuruti perintahnya untuk duduk di tempat yang sudah ditunjuk olehnya. Sembari menunggu, aku mengedarkan pandanganku. Kantor ini begitu luas dan megah. Banyak orang berlalu lalang. Mereka terlihat sangat sibuk. Aku juga melihat ada beberapa remaja yang nampaknya terlihat begitu bersemangat. Aku yakin mereka adalah salah satu siswa trainee di perusahaan ini.

"Siwon-ssi." Seseorang berteriak cukup keras. Membuatku menoleh ke arahnya. Pria itu menghampiri seorang pria bertubuh tinggi tegap yang sekarang berdiri memunggungiku. Mereka berdua terlibat obrolan serius. Aku tak tau apa yang mereka bicarakan. Lagipula itu bukan urusanku. Dan ketika pria bertubuh tinggi tegap itu berbalik badan, aku sedikit terkejut saat melihat wajahnya. Wajah itu sudah tidak asing lagi untukku. Aku pernah melihatnya beberapa kali di televisi dan sesekali di surat kabar. Tanpa kujelaskan lebih rincipun, kau pasti bisa menebak siapa dia bukan?

Dia berlalu di hadapanku tanpa sedikitpun menoleh. Ketika pintu lobi yang terbuat dari kaca di dekatku dibuka olehnya, suara jeritan dari fans yang menunggu di luar terdengar. Kulihat Siwon tersenyum sumringah dan melambaikan tangan ke arah mereka. Aku terdiam dan berfikir. Apakah nanti aku juga akan menjadi seperti dia setelah bergabung dengan perusahaan ini? Tapi butuh waktu berapa tahun untuk bisa menjadi seperti dia? Dan apakah aku benar-benar siap untuk menjadi seorang selebritis? Bagaimana jika nanti aku gagal di tengah jalan?

"Luhan-ssi." Suara wanita resepsionis itu memanggil namaku.

Aku bergerak perlahan dari tempat dudukku dan menghampirinya.

"Jadi bocah ini?" Seorang pria yang entah sejak kapan ada di sana menunjukku dengan jari telunjuknya.

Aku membungkukan badan kepadanya. "Anyeong. Luhan imnida." kataku memberikan salam perkenalan.

"Anyeong. Mulai sekarang kau panggil aku manager-hyung. Karena kelak aku yang akan mengurusmu dan grubmu. Sekarang kau ikut aku. Akan kuperkenalkan kau dengan seorang teman." pria itu memberikan salam perkenalan yang cukup panjang.

Manager-hyung memang tak menyebutkan namanya pada saat mengenalkan diri padaku. Tapi aku bisa membaca namanya dari ID-card yang tergantung di lehernya, Kim Jungshin. *anggap aja namanya emang gitu XD*

Aku mengekor di belakang manager-hyung dengan tenang sambil sesekali berdecak kagum pada apa yang kulihat di kantor yang sangat luas itu. Jungshin terus berjalan dengan langkah yang panjang dan lebar tanpa sekalipun mengucapkan sesuatu. Namun beberapa saat kemudian dia berhenti di depan sebuah pintu bertuliskan "Practice Room".

Dia membuka pintu kayu berwarna putih itu dan masuk ke dalam. Namun sebelum itu, ia menoleh kepadaku dan memberikan isyarat dengan kepalanya agar aku juga ikut masuk ke dalam.

Ruangan itu cukup luas. Lantainya terbuat dari kayu lunak dan sudah dipernis dengan warna cokelat muda mengkilap. Terdapat sebuah cermin raksasa yang melekat di salah satu sisi dindingnya sehingga kita bisa dengan leluasa melihat sekujur tubuh kita. Tepat pada sisi yang bersebrangan dengan cermin raksasa itu, sebuah wallpaper bergambar awan yang berarak di langit yang biru terpasang.

"Minseok-ah." Manager-hyung memanggil seseorang.

"Ne, hyung. Apa kau memanggilku?" Seseorang yang kuduga bernama Minseok itu datang menghampiri kami. Dia masih remaja, mungkin usianya sebaya denganku. Badannya agak gemuk, terutama di bagian pipi, membuatnya nampak seperti dua buah bakpao. Tubuhnya juga tidak terlalu tinggi.

"Aku ingin mengenalkan seseorang padamu."

Seketika memandangku dan ia tersenyum singkat. Ia kemudian menatap Jungshin lagi. "Apakah dia yang kau maksud?"

Jungshin mengangguk. "Mulai sekarang dia akan bergabung dengan kalian. Dan tolong ajak dia ke dorm, perkenalkan dengan yang lainnya." Jungshin berbalik untuk menatapku. "Kau akan mulai belajar dua hari lagi. Dan sekarang lebih baik kau mempersiapkan dirimu karena kau akan tinggal di asrama bersama siswa yang lainnya."

"Baik." Hanya itu yang bisa kukatakan padanya.

"Bagus kalau begitu." Jungshin pun segera meninggalkanku dengan Minseok dalam suasana canggung.

"Anyeong..." aku membungkuk memberi salam pada Minseok.

"Ah, anyeong." ia balas membungkuk dengan canggung. "Jangan sungkan seperti itu. Apakah kau baru diterima di perusahaan ini?"

"Iya. Baru dua hari yang lalu aku melihat pengumuman bahwa aku diterima." jelasku.

"Siapa namamu?"

"Luhan."

Sejenak kulihat dia mengerenyitkan dahinya. "Kau bukan orang Korea?"

"Aku dari Cina."

"Oh, pantas saja. Dari namamu sudah terlihat kalau kau bukan orang Korea. Tapi kenapa kau bisa berbahasa Korea dengan baik sekali. Tadi aku sempat mengira bahwa kau benar-benar orang Korea dengan cara bicaramu yang seperti itu."

"Benarkah?"

Minseok mengangguk.

"Sebanarnya sudah dua tahun aku tinggal di Korea. Jadi bahasa Korea bukan lagi menjadi masalah bagiku."

Sepertinya Minseok tidak memperhatikan apa yang kuucapkan tadi. Karena dia sibuk memperhatikan layar ponselnya.

"Kurasa kita harus segera pergi. Ruangan ini mungkin akan digunakan oleh senior untuk berlatih." Dan tanpa meminta persetujuanku, dia menyeretku keluar.

.

.

.

Tinggal di asrama sebenarnya bukanlah suatu keharusan. Di manapun kita tinggal, yang terpenting adalah kau harus tepat waktu saat latihan. Karena jarak apartementku yang dulu dengan perusahaan cukup jauh, maka aku memutuskan untuk tinggal di asrama. Karena asrama kami berada persis di belakang perusahaan, maka kami hanya perlu berjalan lima menit untuk tiba di sana. Lagipula dengan tinggal di asrama aku tak perlu mengeluarkan uang untuk membayar tarif sewanya.

Ada beberapa orang selain Minseok yang sudah lebih dulu bergabung. Seperti Jongin dan Sehun misalnya. Mereka masih berstatus siswa SMA meskipun berbeda angkatan. Atau mungkin Joonmyeon yang sudah lebih dari lima tahun ia menjadi siswa trainee. Kadang aku heran, kenapa dia tidak mundur saja? Lima tahun itu bukanlah waktu yang singkat untuk menantikan sesuatu yang tidak jelas kapan akan datang. Ada pula Kyungsoo si mata burung hantu yang sangat pendiam. Aku menyebutnya burung hantu karena matanya begitu lebar seperti burung hantu. Terlalu lebar untuk ukuran standart(?) orang Asia Timur. Park Chanyeol yang sangat tinggi, hampir menyerupai galah dengan tubuh kurusnya yang periang. Ada Yifan yang berasal dari Kanada. Sebenarnya dia lahir di Cina, namun karena beberapa sebab ia pindah dan menetap di Vancouver, Kanada. Dan yang terakhir Yixing dan Zitao yang sama-sama berasal dari Cina.

Bertemu dengan Yixing dan Tao membawa kesenangan tersendiri bagiku. Mereka seolah membwaku kembali ke kehidupanku yang dulu. Aku bisa menggunakan bahasa Mandarin saat bersama mereka. Membicarakan kampong halaman kami. Begitu pula dengan Yifan. MEskipun dia 'berlabel' Kanada, tetap saja dia tidak bisa melepaskan diri dari adat istiadat Cina. Bersama mereka, aku merasa seperti seekor rusa yang ditangkap dari hutan kemudian dibawa ke kebun binatang untuk dipelihara. Awalnya si rusa akan merasa kesepian karena meninggalkan kehidupannya di hutan belantara sebagai hewan liar. Namun ketika bertemu dengan rusa lainnya yang lebih dulu mendekam dalam kandang, ia akan merasa jauh lebih baik dan entah bagaimana sepertinya semua hal akan terlihat lebih mudah untuk dihadapi.

Menjadi seoang selebritis di Korea tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Kau tidak cukup hanya memiliki wajah menawan. Kau harus punya kemampuan. Jika kau mendaftar sebagai seorang penyanyi, maka kau harus benar-benar bisa bernyanyi dan mengerti musik. Menari juga menjadi salah satu kemampuan yang harus kau miliki. Untuk itulah setiap perusahaan mengharuskan semua artisnya untuk mengikuti masa pelatihan sebelum ia benar-benar debut di dunia hiburan.

Panjang masa pelatihan tersebut tidak menentu antara siswa satu dan lainnya. Tergantung begaimana usahamu untuk menjadi yang lebih unggul dari siswa lainnya. Tergantung dengan bagaimana kondisimu, apakah kau telah dianggap 'mampu' dan layak debut atau belum. Jika beruntung, mungkin kau akan didebutkan setelah beberapa bulan saja. Namun jika kau termasuk siswa 'bebal', bisa jadi kau harus menunggu beberapa tahun untuk debut. Dalam beberapa kasus, banyak sekali siswa yang akhirnya mengundurkan diri karena terlalu lama menunggu.

Hari demi hari aku semakin sibuk dengan jadwal latihanku yang padat. Meski lelah, aku terus menjalaninya karena aku sudah terikat kontrak. Di kelas, aku bukanlah siswa yang menonjol. Sering kali aku mengalami kesulitan saat menerima pelajaran yang diberikan. Misalnya saja, aku ingat suatu pagi ketika guru tari kami mendemonstrasika gerakan kepada kami dengan menyilangkan lengan di depan tubuh sedemikian rupa dan kemudian menghentakan satu kaki ke lantai. Kami diharapkan menirukan gerakan ini serentak. Tetapi karena kami semua pemula, ketika kami menghentakkan kaki, kedengarannya seperti seonggok kantong-kantong kacang yang berjatuhan ke lantai. Karena tak satu kaki pun yang menyentuh lantai pada saat yang bersamaan. Dan kami harus mengulangi gerakan tersebut sampai benar, atau setidaknya sampai guru tari merasa puas.

Atau saat kami harus belajar musik. Dan aku benar-benar mengalami kesulitan saat menterjemahkan notasi-notasi itu. Melihat gambar -atau mungkin bisa kita sebut tulisan- -nya yang berbentuk bulat-bulat kecil dan (seperti) ditusuk dengan sebatang lidi itu membuatku mengingat kecambah yang kadang dimasukkan ke dalam sup yang kumakan. Untung saja Yixing bersedia membantuku untuk mempelajari partitur itu dengan cara yang lebih mudah. Aku bahkan pernah dipukul oleh guru vokal kami karena salah menyanyikan sebuah nada. Padahal aku sudah berusaha untuk menyanyikannya dengan benar.

Aku tak bisa mengatakan bahwa aku punya bakat tertentu, tetapi aku jelas berusaha keras. Namun dengan semua pelajaran-pelajaranku, aku betul-betul kewalahan dalam enam bulan pertama pendidikanku.

Menjadi seorang trainee di sebuah perusahaan hiburan benar-benar merenggut kebebasanku. Aku tak lagi bisa melakukan apa yang ingin kulakukan. Tak bisa menghabiskan waktu untuk bermain bola atau berjalan-jalan menikmati suasana kota. Selama bulan-bulan awal ada di tempat itu, kurasa seandainya aku kehilangan tangan dan kakipun aku tak akan merasa sesedih ketika aku kehilangan kebebasanku seperti ini. Aku yakin, hidupku tak akan sama lagi. Yang bisa kupikirkan hanyalah kebingungan dan kesedihanku. Sering aku bertaya-tanya dalam hati, kapan aku bisa mendapatkan kebebasanku lagi? Tetapi hal yang paling membuatku heran, setelah enam bulan berlalu, adalah bahwa ternyata aku bertahan. Aku ingat, suatu saat ketika aku sedang berlatih menari, tiba-tiba aku merasa bingung sekali. Sampai-sampai kuhentikan apa yang sedang kulakukan dan menatap diriku di cermin besar di ruang latihan lama sekali. Aku tak bisa memahami bahwa orang yang berlatih menari ini benar-benar aku.

.

.

.

~~~ Bersambung ~~~

Terimakasih untuk yang sudah meluangkan waktu untuk membaca. *kayak adayang mau baca aja XD*

Kritik dan saran ditunggu untuk perbaikan di masa depan.