A way to the rainbow by screwskrup
disclaimer: Naruto masashi kishimoto
Sasuhina
Warning: Mungkin dipenuhi segala ketidaksempurnaan ejaan,bahasa, EBIdan lain-lain.
.
.
.
Tubuhnya gemetaran keras sekali. Sesaat, dia membungkuk, melihat ke bawah, sehingga dia menyaksikan bayangannya serta bintang-bintang di atas kepalanya. Di situ Hinata melihat bayangannya terhapus dimakan gelombang danau yang lunak sehingga dia tampak sangat jelek sekali. Saat gelombang itu melewati pantulan dirinya, kembali, wajahnya terlihat. Bersemburat kelam dan kusut, lalu gelombang selanjutnya menghantam. Terkadang, Hinata berpikir bahwa dirinya dengan bayangannya di permukaan tasik itu, sama buruknya.
Hinata masih ingat, dulu dia sering duduk di sana; di atas dermaga kayu; mencelupkan kaki ke bawah sehingga dinginnya air danau itu menyegarkan sepasang kaki putihnya. Tapi dia tak pernah berenang di dalamnya; bukan, Hinata bukan tak mau ikut berenang bersama sakura, Naruto dan Sasuke. Mereka pernah mengajarnya berenang di sana. Dua, tiga kali percobaan, tetap saja Hinata tak bisa mengimbangkan diri. Dia akan tenggelam, meskipun kakinya dan tangannya aktif bergerak, mengepak-ngepak, tetap saja dia tak bisa menguasai keadaan.
Sekarang, anehnya, dia ingin berada di bawah sana,(tentunya saat ini, dia masih belum bisa berenang. Namun, ingatannya pada Sasuke; amarah Sasuke sore itu, ekspresi kekecewaan Naruto dan Sakura; wajah-wajah mengejek, mencibir di sekelilingnya serta pekikan rasa bersalah dan malu, yang memekakkan telinganyalah yang membuatnya ingin terjun dan bersembunyi dasar paling bawah yang berlumpur, jauh dari semua tekanan ini. Menghilangkan seluruh perasaannya; semua hal yang telah dia perbuat, yang merusak hubungannya dengan mereka. Dia ingin mati.
Hinata memunggungi tasik, satu tarikan napas ragu-ragu, satu langkah mundur dari kaki yang menggigil, satu pejaman mata ketakutan. Dan satu ketekatan yang menerjang semua rasa itu.
Byurrr!
Dia telah menjatuhkan diri di danau. Hinata terkapai-kapai. Kepalanya tenggelam, lalu timbul lalu tenggelam lagi. Dia gelagepan. Sejenak, semua ketekatan itu menghilang, berganti pergerakan spontan dari tubuhnya, menolak kematian itu sendiri. Sulit, karena ternyata mati itu tak seindah yang dia pikirkan. Hinata mengepak-ngepakkan tangan dan kakinya, mencoba mengingat intruksi yang pernah Naruto dan Sasuke ajarkan. Berjuang untuk tetap hidup. Tapi pada akhirnya dia gagal. Seperti waktu itu. Tenaganya terkuras, pandangannya buram, dan dia mula tenggelam bersama dengan penyesalannya.
Suara jeburan lain mampir ditelinganya, bersama air payau yang masuk ke dalam paru-parunya.
.
.
.
Sebulan yang lalu
Di atas panggung mini yang berukuran dua kali tiga meter itu, Hinata berdiri sembari membawa sebuah mikrofon di tangan kanannya. Tak ada lampu sorot. Hanya ada rangkain lampu-lampu LED kecil berwarna-warni bergantungan di atas, beberapa downligth bergantungantepat di atas kepalanya. Sasuke berada di samping kanannya; memangku gitarnya dan Naruto di sisi lainnya bersama keyboard andalannya. Di belakangnya, Sakura terlihat duduk di balik drum dan memegang drumstick kesayangannya. Mereka tergabung dalam sebuah grup band. Seven swicth namanya. Grup mereka akan tampil seperti biasa. Di tempat yang sama; kafe Obito.
Di kafe sederhana milik Obito itu, lagu 'i remember' mengalun ke seisi kafe. Hinata bisa melihat wajah-wajah antusias para pengunjung kafe, para gadis yang berteriak girang, pemuda yang menyorakinya. Menyemangatinya. Kegugupannya menipis seiring petikan demi petikan gitar, hentakan drum yang kasar dan keybord yang melengkapi irama.
Malam ini, genap setahun mereka tampil di sini. Semuanya berawal dari Sasuke, waktu itu, Hinata baru saja tiba di tokyo untuk mencari pekerjaan. Kafe Obito adalah tempat ke sekiannya yang didatangi Hinata untuk melamar pekerjaan akan tetapi, manajer kafe menolaknya. katanya, lowongan untuk menjadi waitress sudah penuh sejak sebulan yang lalu. Dengan muram, Hinata berniat untuk bergegas pergi, namun Sasuke yang duduk meja bersama lap top dan gitarnya tiba-tiba yang menahan Hinata. Sasuke meminta Hinata untuk mengisi bangku kosong di hadapannya.
"Siapa namamu?"
Yang ditanya hanya diam keheranan, bagaimana tidak, Hinata takut jika pria asing di depannya ini punya niat buruk, apalagi Sasuke langsung menanyakan namanya. Sementara Sasuke sendiri membenci basa-basi lalu dia segera mengutarakan keinginannya untuk meminta Hinata menjadi vokalis di grupnya.
"Maaf?" Hinata berpikir mungkin pria itu sudah hilang akal. Kenapa dia meminta dirinya menjadi vokalis tanpa menjalani audisi dulu? atau mungkinkah pria itu sedang melakukan modus kejahatan?
"Memang, kenapa aku harus menerima tawaranmu?" kata Hinata, dia melirikpakaian lawan bicaranya, ada seragam biru tua di balik sweater tebal yang membungkus tubuh Sasuke. Hinata terkekeh. Anak sekolahan sedang menawarkan sebuah pekerjaan untuknya.
"Kenapa kau tertawa?"
"Tidak apa-apa, sebelumnya aku ingin bertanya padamu, kenapa kau menawarkan pekerjaan ini kepadaku? kau tak mengenalku, kau bahkan tidak tahu aku bisa menyanyi atau tidak? dan ... aku tahu, kau mendengar percakapanku dengan manajer kafe ini tadi. kau memasang earphone-mu lalu kau berpura-pura tak mendengar percakapan kami. Dengar adik kecil ..., aku harus memanggilmu apa ya ..., Kalau kau ingin menghiburku karena aku telah mendapat penolakan yang ke sembilan belas selama aku berada di Tokyo silakan saja, menyanyi untukku misalnya, tak perlu membohongiku." Kata Hinata waktu itu. Dia segera keluar dari kafe, namun Sasuke mengejarnya.
"Hei! tunggu!"
"Ada apa lagi?!"
"Aku mendengarmu menyanyi di stasiun." Kata Sasuke akhirnya.
"Apa?"
Akhirnya, semuanya terasa masuk akal.
"Hahaha ... begitu ya? kapan? kapan kau mendengarnya?"
"Tadi, saat aku berangkat ke sekolah, semalam juga. Dan bisa dibilang, setiap kali aku hendak menaiki kereta."
"Kau! kau mengikutiku?!" kata Hinata bergidik, tapi Sasuke hanya menggelengkan kepalanya lalu tersenyum kepadanya.
"Aku serius, aku punya band dan kami tidak punya vokalis. Aku ingin kau menjadi vokalis di band kami. Bagiku suaramu sangat cocok dengan aliran musik kami," ujar Sasuke.
"Pilihan ada di tanganmu, kau bisa ikut bersama kami atau tetap mengamen di stasiun."
"Aku tidak mengamen!"
"Lalu, kalau kau tidak mengamen kenapa kau meletakkan topi kosong di sampingmu? dan kulihat mereka memberimu uang."
"I-itu, aku ... hanya menyanyi, kau tahu, aku hanya sedang bosan saat menunggu kereta makanya aku menyanyi, menyanyi itu datang dari hati, kapan pun jika aku merasa ingin menyanyi aku akan menyanyi, dan.. dan .. mereka semua, bisa saja mereka terhibur makanya mereka memberiku uang. lagipula aku ke Tokyo untuk mencari pekerjaan. Dan pekerjaan itu bukanlah menjadi seorang penyanyi."
"Hahahahah..."
Sasuke yang tertawa. Tawanya sangat keras.
"Ok, ok. baiklah, kalau kau tak mau, aku tak akan memaksa," kata Sasuke menjungkitkan kedua bahunya dia berniat pergi.
"Hah! baiklah, bagaimana aku bisa tahu kalau kau bukan penipu?"
Sasuke menyeringai senang, dia berbalik berhadap-hadapan dengan Hinata mengacung telunjuk ke kafe Obito.
"Kau lihat panggung kecil yang masih kosong di dalam kafe itu?" kata Sasuke mengacung telunjuk ke arah kafe Obito.
"Ya, aku melihatnya."
"Di situlah kita akan tampil nanti."
Yang Hinata lihat seterusnya adalah dirinya berdiri di tengah panggung dan di kelilingi pengunjung kafe yang menantikannya tampil untuk menghibur mereka semua.
.
.
.
"Hinata, tadi kau hebat!" ucap Naruto menepuk puncak kepalanya. Mereka menuju stasiun. Gadis itu menapak dua tiga langkah lalu memutar tubuh menghadap mereka-Sasuke, Naruto dan Sakura. Hinata membungkuk dan tersenyum haru.
"Terima kasih kalian sering menyemangatiku."
"Kau cuman perlu sedikit mengontrol suaramu, jaga Pitch," ujar Sasuke menanggapinya.
"Iya, Hinata, tadi kau terdengar sedikit grogi, tapi itu wajarkan, lagu cover malam ini adalah lagu barat pertamamu," ucapan Sakura membuat Naruto mengetukkan telunjukkan pada kening gadis pink itu.
"Dan kau! permainan drum-mu sedikit kacau tadi," tuduh Naruto cuek. Si gadis pink tiba-tiba jadi salah tingkah dengan menggaruk-garuk kepalanya. Menyengir. Untuk hal ini, dia tak bisa membantah. Naruto jagoannya. Karena itulah mereka semua sepakat menjadikan Naruto sebagai leader.
"Kita masih perlu banyak berlatih. Bagaimanapun kita tak boleh mengecewakan Obito-Jii-san." Naruto berjalan mendahului mereka. Tangannya bersembunyi pada saku sweater. Sebuah gitar kecoklatan menyangkut pada punggungnya. Itu gitar kesayangannya.
"Hai! aku setuju!" Teriak Sakura semangat sembari mengangkat tangan lalu berlomba untuk jalan paling depan, namun akhirnya Sakura bersisian dengan Naruto dan menyisakan Sasuke dan Hinata yang juga jalan berdampingan. Sasuke menawarkan sandwich yang sempat dibungkuskan oleh istri Paman Obito.
"Makanlah, kau belum mengambil makan malam."
"Terima kasih." kata Hinata, dia mengambil sandwich itu dari tangan Sasuke sehingga secara tak langsung membuat tangan mereka bersentuhan. Keduanya merasakan sesuatu; berdebar, dan membuat aliran darah semakin cepat. Entahlah, perasaan itu datang lagi. Selalu begini; tak seperti biasanya. Dan entah sejak kapan ianya bermula. Keduanya membuang muka; menggigit sandwich masing-masing.
"Sakura dan Naruto, mereka berdua seringkali bertengkar, tapi lihatlah saat ini, mereka tampak seperti pasangan kekasih," Hinata berkomentar dengan mulut penuh saat melihat gelagat Sakura Naruto yang kini tampak tenang. Entah apa yang mereka bicarakan.
"Ya, mungkin ... dan mungkin itu jua yang orang pikirkan saat melihat kita," balas Sasuke setelah menelan gigitan pertamanya. Dia menoleh ke arah Hinata yang saat ini masih melihat tingkah Sakura dan Naruto. Sebenarnya Sasuke menunggu tanggapan Hinata atas ucapannya barusan. Namun, satu sampai sepuluh detik kemudian Hinata tak memberi reaksi apa pun selain ekspresi sangat menikmati sandwichnya. Apa seenak itu? pikir Sasuke, bibirnya melengkungkan senyum.
Kereta datang, lalu menggeser lebar-lebar pintunya, mereka berempat memasuki perut kereta dengan tujuan Harajuku.
Tiba di Harajuku, mereka berpencar setelah beradu bogem; ritual wajib seven switch kata Naruto. Mereka kembali ke tempat tinggal masing-masing. Sasuke pulang ke Mansion Uchiha, Naruto ke panti asuhan, Sakura ke apartemennya dan Hinata ke asrama. Mereka akan bertemu kembali esok. Di sekolah.
TBC
Pembaca semua, makasih sudah membaca sampe sini, dan please sy mohon doanya agar fic yang kali ini bisa kelar. yah? please. :)
