Naruto © Masashi Kishimoto
Story © Alodia Cho
Warning: AU, OOC, Mainstream story, Typo(s) etc
Genre: Romance/ Friendship/ Hurt/
Rate: T
Main pair: Sabaku Gaara. X Hyuuga Hinata.
.
.
.
STORM
.
.
.
Chapter 1
Dari awal melihatnya, entah kenapa… aku sudah merasa dia akan menghancurkan hidupku yang selama ini tenang—
—seperti badai.
.
.
.
"Hinata-chan!" gadis bermatakan lavender itu menoleh saat mendengar namanya dipanggil. Ia pun tersenyum senang saat melihat sosok gadis bercepol dua yang sedang berlari menghampirinya.
"Ah, Tenten-chan! Apa ka—ugh!" awalnya Hinata hanya ingin menyapa sahabatnya yang bernama Tenten itu, tetapi kata-katanya langsung terpotong saat Tenten menubruknya ke dalam sebuah pelukan.
"Kyaa… Hinata-chan! Syukurlah kita satu kelas lagi! Aku benar-benar sangat senang!"
"Aku juga," Hinata menatap Tenten dengan wajah gembira, yang dibalas Tenten dengan anggukkan penuh semangat.
"Nah, Hinata-chan ayo sekarang kita masuk ke kelas!" dengan semangat, Tenten menarik tangan Hinata, kedua gadis itu pun berjalan memasuki pintu kelas bertulisan 2-2.
Kelas 2-2 terlihat sudah lumayan ramai. Hampir semua kursi sudah ada yang menempati. Hal itu membuat Hinata maupun Tenten langsung celingak-celinguk mencari kursi yang masih kosong.
"Hei, Hinata-chan! Pokoknya nanti kau duduk di dekatku ya!" kata-kata Tenten yang bernadakan ancaman itu membuat Hinata tanpa sadar tersenyum. Baru saja gadis bermata Amethyst itu mau menjawab, sebuah suara sudah terlebih dahulu memotong.
"Tidak bisa! Hinata nanti duduk di dekatku!" secara serentak, Hinata dan Tenten langsung menoleh ke sumber suara. Begitu mengetahui siapa orangnya, Tenten langsung memasang wajah sebal. Berbanding terbalik dengan Hinata yang justru malah tersenyum.
"Heh, Apa maksudmu?!"
"Apa kabar, Kiba-kun? Aku tidak menyangka kita sekelas lagi," ah… bahkan jawaban dari kedua gadis itu pun berbanding terbalik pula.
Mengacuhkan kata-kata Tenten, Kiba memilih menjawab pertanyaan Hinata terlebih dahulu. "Baik. Lama tidak bertemu denganmu, Hinata. Kau jadi semakin cantik saja. Nanti duduknya di dekatku, ya," mendengar kata-kata Kiba, Tenten melotot seketika.
"Enak saja! Hinata nanti duduk di dekatku!" protesnya langsung. Refleks Kiba menatap Tenten dengan wajah kesal.
"Ck, waktu kelas satu kan kau sudah duduk di dekat Hinata! Jadi sekarang harus gantian!" laki-laki bertato segitiga di pipinya itu membalas pelototan tajam dari Tenten.
"Heh, untuk apa aku harus gantian denganmu. Lagi pula kasihan Hinata kalau duduk di sebelahmu, bisa-bisa nanti digigit oleh bocah anjing sepertimu!" baru saja Kiba akan membalas kata-kata Tenten itu, tetapi dengan cepat Hinata langsung menginterupsi pembicaraan mereka.
"Sudah-sudah… biar adil nanti Tenten-chan dan Kiba-kun duduk di dekatku saja."
Alhasil kata-kata yang berasal dari suara lembut Hinata itu mampu membungkam mulut Tenten dan Kiba. Yah, walaupun kedua makhluk berbeda gender itu masih tetap saling melempar tatapan tajam.
"Ngomong-ngomong, siapa saja teman kelas satu kita yang juga sekelas di kelas dua selain kita bertiga?" mencoba mencairkan suasana yang tegang, Hinata mulai membuka topik baru untuk mengalihkan pembicaraan tadi. Tenten dan Kiba sama-sama saling menoleh, tetapi Kiba lah yang menjawab terlebih dahulu.
"Sepertinya hanya kita bertiga saja, Hinata. Shikamaru, Sasuke dan Sakura berada di kelas 2-1, lalu Sai, Ino, dan Chouji berada di kelas 2-3. Oh ya, aku baru ingat…" Kiba menghentikan kata-katanya sejenak. Kemudian dengan senyum lebar yang dipaksa ditahannya, laki-laki itu menunduk mendekati telinga Hinata dan membisikan sesuatu, "…Naruto juga sekelas dengan kita, Hinata," sambungnya.
BLUSH…
Tanpa bisa dicegah wajah Hinata langsung memerah. Dan senyuman lebar Kiba pun berubah menjadi tawa saat melihat reaksi yang diberikan oleh Hinata.
"Ki-kiba-kun… ja-ja-jangan meng-godaku! I-itu sa-sama se-sekali tidak lu-lucu!" tuh kan, gagap Hinata malah jadi kambuh hanya karna mendengar nama Naruto disebutkan, membuat Kiba semakin tertawa terpingkal-pingkal.
"Tenang saja, Hinata. Si bodoh itu pasti sebentar lagi akan datang," mengabaikan Hinata yang semakin merah merona, Kiba malah semakin bersemangat menggoda Hinata. Baru saja gadis itu ingin membantah, seruan Tenten terlebih dahulu menghentikannya.
"Astaga, Kami-sama! Kenapa kita bisa satu kelas dengannya! Aahh... benar-benar sial!" serentak Kiba dan Hinata langsung menoleh ke arah Tenten.
"Siapa maksudmu?"
"I-iya, siapa Tenten-chan?"
Tidak mendapatkan jawaban dari Tenten, Kiba dan Hinata pun berinisiatif mengikuti arah pandang gadis bercepol dua itu. Saat itu lah mereka menangkap sosok seorang laki-laki berambut merah berantakkan dengan tato kanji Ai di keningnya, baru memasuki pintu kelas dengan baju yang sangat berantakkan tak lupa wajah mengantuk yang hampir mengalahkan Nara Shikamaru teman mereka.
Sabaku Gaara.
Siapa yang tidak mengenal laki-laki itu. Bisa dibilang hampir seluruh penghuni sekolah sangat akrab dengan nama itu. Tentu saja dengan sejarah luar biasa yang berhasil dibuatnya sejak awal memasuki sekolah ini. Bukan sejarah mengenai prestasi akademik maupun non-akademik, melainkan sebaliknya. Prestasi negative yang mampu membuat orang-orang akan bergidik ngeri bila mendengarnya.
Awal memasuki Konoha High School sebagai siswa kelas satu, Gaara sudah berhasil merubuhkan sepuluh orang kakak kelasnya—siswa kelas tiga yang berani menantangnya berkelahi sampai babak belur. Bukan hanya itu, ada juga gosip yang mengatakan bahwa laki-laki itu pernah menghadapi puluhan preman dari Sunagakure seorang diri yang tentu saja dimenangkan oleh dirinya, dan membuat dirinya sempat menginap di penjara selama tiga hari. Selain itu, ada pula fakta mencengangkan yang mengatakan bahwa laki-laki itu sering membolos pelajaran, bahkan dalam dua bulan, ia bisa datang ke sekolah hanya dua kali. Yang membuatnya masih tetap bisa bertahan di sekolah itu tanpa dikeluarkan hanya karna ayahnya adalah salah satu donator dana terbesar di sekolah itu.
"Kita ketiban sial karna bisa sekelas dengannya. Yah, semoga saja dia tidak akan membuat onar di kelas ini nantinya," komentar dari Kiba itu langsung membuat Hinata tersentak dari lamunannya, kemudian ia pun mencoba untuk tersenyum tipis.
"Iya, Kiba-kun."
Bel tanda telah dimulainya pelajaran berbunyi, membuat Kiba, Hinata, dan Tenten yang sebelumnya masih berdiri karna asyik berbicara langsung kalang kabut mencari tempat duduk yang kosong. Akibatnya kini mereka malah duduk terpencar-pencar. Mulai dari Kiba yang mendapatkan kursi di tengah nomor tiga dari belakang, Tenten yang sedang sial mendapatkan bangku paling depan, tepat di depan meja guru, dan Hinata yang kebagian bangku kosong di pinggir jendela nomor empat dari belakang.
Tak berapa lama kemudian seorang wanita muda cantik yang berumur sekitar 28 tahunan dengan rambut hitam panjangnya memasuki kelas mereka. Kurenai Yuuhi, mengaku sebagai wali kelas mereka yang baru. Lalu ia pun sibuk memberikan ceramah dan nasehat untuk kelangsungan masa depan kelas mereka. Tanpa sengaja Hinata yang agak merasa bosan menoleh ke arah belakang, matanya terhenti tepat saat melihat sosok Gaara yang duduk di bangku tengah paling belakang sedang bertompang dagu dengan wajah malas. Laki-laki itu pasti sangat bosan mendengar ceramahan dari Kurenai, begitu pikir Hinata. Terlalu asyik mengamati, membuat Hinata tidak sadar bahwa kepala Gaara telah berputar ke arahnya. Dan pandangan mereka pun bertemu.
Tersentak, Hinata langsung mengalihkan pandangannya ke depan—ke arah Kurenai. Tapi sayangnya fokusnya telah hilang. Pikiran gadis itu malah melayang ke kejadian tadi—tepatnya ke Sabaku Gaara.
Kemudian Hinata pun menghela napas pelan. Mata lavendernya beralih ke arah jendela, menatap gumpalan awan putih berpadu dengan langit biru di atas sana.
Cuaca hari ini benar-benar sangat cerah. Sama seperti kehidupannya yang selama ini selalu tenang. Tapi… kenapa perasaannya mengatakan akan ada badai ya? Yah, semoga hanya perasaannya saja.
.
.
.
xXx
.
.
.
Sudah lewat tepat seminggu kelas 2-2 beradaptasi. Pagi itu masih sama. Cuaca sejuk dengan langit biru yang cerah senantiasa menemani hari-hari mereka yang tenang.
"Hei, Hinata-chan!" mata lavender keperakkan milik Hinata mengalihkan pandangannya yang semula ke arah jendela menuju ke arah Tenten yang memanggil namanya.
"Ada apa, Tenten-chan?" mendengar pertanyaan Hinata, bukannya menjawab Tenten malah cengengesan tidak jelas.
"Ne, Hinata-chan. Sudah buat tugas Matematika belum? kalau sudah, aku boleh lihat, ya? Ya?" Tenten mencoba merayu Hinata dengan wajah yang dibuat sememelas mungkin, membuat Hinata justru tertawa daripada kasihan. Kemudian sambil tersenyum, ia mengambil buku tulis bersampul kuning dan memberikannya pada sahabatnya itu. Membuat Tenten langsung menjerit girang dan tanpa ampun memeluk Hinata erat.
"Kyaa… terima kasih, Hinata-chaaaann!" melepaskan pelukan super itu, Tenten pun langsung berlari ke bangkunya dengan wajah sumringah, tentu tidak lupa dengan buku kuning milik Hinata.
Gadis berambut indigo itu hanya bisa tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah geli dari sahabatnya itu. Baru saja Hinata akan memutuskan untuk melihat langit lewat jendela lagi tetapi urung seketika saat melihat sosok laki-laki berambut merah dengan baju berantakkan telah memasuki kelas.
Sabaku Gaara.
Tanpa sadar seluruh perhatian penghuni kelas menuju ke arah laki-laki itu. Mendadak suasana kelas menjadi mencekam dan sunyi karna tidak ada satu pun siswa yang berani mengeluarkan suaranya. Sebagian siswa malah ada yang langsung menyingkir saat si Sabaku bungsu itu lewat untuk memberinya jalan. Dengan santai Gaara langsung menduduki bangkunya dan menelungkupkan wajahnya ke meja—mengabaikan suasana kelas yang menjadi aneh karena dirinya, laki-laki itu memutuskan untuk tidur.
Hinata meneguk ludahnya dengan susah payah. Aura hitam yang menguar dari tubuh Gaara membuatnya—dan seluruh penghuni kelas tentunya merasa terintimidasi. Tumben sekali Sabaku itu datang ke kelas? Bukannya ia tidak pernah datang lagi semenjak hari pertama masuk kelas ini. Hinata yakin seratus persen isi pikirannya pasti sama dengan seluruh seluruh siswa di kelas ini sekarang.
Tidak lama kemudian, Hatake Kakashi guru Matematika mereka memasuki kelas. Tidak lupa sebelum memberikan materi pelajaran, ia mengatakan terlebih dahulu alasan keterlambatannya—yang membuat semua siswa memutar matanya bosan mendengar alasan yang untuk kesekian kalinya terdengar konyol.
Tidak terasa waktu pelajaran Matematika telah usai, berganti dengan bel yang menandakan waktunya istirahat. Seluruh siswa kelas 2-2 pun mendesah lega. Sedangkan Kakashi sendiri hanya tersenyum tipis di balik maskernya. Setelah mengucapkan salam sampai jumpa, guru muda berambut perak itu pun melangkahkan kakinya keluar kelas. Baru saja siswa lainnya akan mengikuti guru itu untuk keluar, tetapi terhenti saat Kurenai—wali kelas mereka berdiri di depan pintu, menghadang langkah mereka.
Kurenai tetap diam, tetapi matanya mengarah ke belakang. Yang sudah pasti dapat ditebak dengan mudah oleh seluruh siswa kalau wali kelas mereka itu menatap Gaara. Tiba-tiba Hinata mengernyit bingung, perasaannya saja atau memang tadi Kurenai sempat melirik ke arahnya?
"Sabaku Gaara, ikut ke ruanganku sekarang!" jeda, Hinata merasakan firasat buruk. "Kau juga Hyuuga Hinata!" lanjutnya kemudian.
"Eh?"
Dan selanjutnya guru cantik itu pun melangkah pergi dengan Gaara yang mengikuti di belakangnya dengan wajah malas. Dengan ragu, Hinata berdiri dan mulai mengikuti mereka dengan wajah yang ketara sekali terlihat sangat bingung. Gadis itu sadar bahwa seluruh siswa memperhatikannya dengan wajah yang juga bingung tapi bercampur penasaran.
Kini mereka bertiga telah sampai di ruangan kecil tapi minimalis milik Kurenai. Wali kelas mereka itu berjalan dengan anggun dan mendudukkan dirinya tepat di depan Gaara dan Hinata.
"Sabaku-san, berikan pembelaanmu tentang ketidakhadiranmu di kelas selama ini!" sembur Kurenai langsung dengan wajah galak.
"Malas," satu jawaban Gaara bernadakan santai itu membuat Kurenai baik Hinata melotot seketika.
"Malas kau bilang? Seenaknya saja kau bicara begitu! Lalu bagaimana dengan nasib nila-nilaimu yang kosong itu?!" frekuensi bentakkan Kurenai langsung naik dua oktaf lebih tinggi. Dapat dipastikan karna emosinya yang juga naik dua kali lipat.
"Hm… entahlah," lagi-lagi Gaara menanggapinya dengan nada malas. Laki-laki itu menguap pelan, kelihatannya sekali ia ingin cepat-cepat keluar dari ruangan Kurenai itu.
"Ukh…" Kurenai menggeram pelan, mencoba menahan emosinya yang hampir memuncak.
"Dengarkan aku, Sabaku-san," nada bicara Kurenai mulai melunak. "Ayahmu telah mempercayakan dirimu padaku. Jadi kalau aku mau, aku bisa menghukummu. Tapi aku akan memberimu sedikit keringanan," Kurenai menyeringai, dan entah kenapa Hinata yakin sesuatu yang buruk akan menimpanya saat melihat seringai dari wali kelasnya itu.
"Mulai besok Hyuuga Hinata, kau harus memastikan kalau Sabaku ini memasuki kelasnya! Dan Sabaku-san mau tidak mau, suka tidak suka, kau harus menuruti semua yang dikatakan Hyuuga-san! Mengerti?" lanjut Kurenai dengan nada mutlak tak terbantahkan.
Baik Hinata maupun Gaara sama-sama tersentak kaget.
"Tap-tapi Kurenai sensei—" belum selesai kalimat penolakkan Hinata, Kurenai telah memotongnya terlebih dahulu.
"Aku sama sekali tidak menerima penolakkan! Dan satu lagi Sabaku-san, jika kau tidak mau menuruti kata-kata Hyuuga, bukan hanya nilaimu saja yang bermasalah, tapi Hyuuga juga akan kena imbasnya! Aku yakin, kau pasti tipe orang yang tidak suka melibatkan orang lain. Iya, 'kan, Sabaku-san?"
Mata Gaara menyipit, menatap tajam Kurenai yang balas menatapnya santai. Siapa pun bisa tau kalau Gaara kelihatan tidak suka dengan ide wali kelasnya itu, tapi entah kenapa Gaara sama sekali tidak membuka mulutnya.
"Baiklah, kalian berdua boleh pergi," setelah Kurenai mengatakan itu, Gaara tanpa kata-kata lagi langsung berbalik keluar, meninggalkan Hinata yang masih tetap bergeming di sana.
"Se-sensei… ke-kenapa kau meletakkanku di posisi yang su-sulit?" dengan gagap yang kambuh dan serta nada suara yang bergetar, Hinata mengeluarkan aksi protesnya yang tadi tidak sempat tersampaikan.
Mendengar nada suara Hinata itu, Kurenai menjadi kasihan. "Tenang saja Hyuuga-san. Kau tidak perlu khawatir, aku yakin kau pasti bisa menghadapi Sabaku itu. Lagi pula kau kan murid kesayanganku yang paling pandai dan juga penurut."
"Tap-tapi sensei... ke-kenapa k-kau tidak menyuruh Uchiha-san a-atau Shikamaru-kun saja? Me-mereka berdua kan le-lebih pintar dariku," masih belum menyerah, Hinata kembali mencari alasan untuk mendukung aksi protesnya itu.
"Heh, kau bercanda? Mana mau Uchiha yang arogan itu itu menuruti perintahku! Dan kau mau mengharapkan si Nara tukang tidur itu?! Heh, mengurusi dirinya sendiri saja dia malas, apalagi mengurusi orang lain!" ucap Kurenai langsung.
Mau tak mau Hinata membenarkan kata-kata Kurenai itu dalam hati. Tapi tetap saja, gadis itu masih merasa tidak sanggup untuk menghadapi Gaara seorang diri.
"Ta-tapi sensei—"
"Sudahlah, Hyuuga-san. Hanya kaulah satu-satunya orang yang aku harapkan. Jadi kumohon jangan menolak lagi, ya? Kalau tak ada lagi yang ingin kau sampaikan, kau boleh pergi!" potong Kurenai cepat.
Hinata hanya dapat menelan pil pahit bernamakan kenyataan itu bulat-bulat. Ia tau bahwa apa pun yang ia katakan, Kurenai tidak akan mengubah keputusannya. Dengan wajah pasrah, gadis itu menundukkan kepalanya dan berjalan ke arah pintu.
Setelah keluar, ia langsung menyandarkan tubuhnya ke pintu. Hinata baru saja menyadari bahwa tubuhnya terasa sangat lemas. Ia pun menunduk sedih. Setelah apa yang telah terjadi hari ini, gadis itu menyadari, badai yang menyerang hidupnya yang selama ini tenang telah datang. Tanpa sadar ia menghembuskan napas berat. Ia tidak siap. Sungguh. Belum mulai berperang saja rasanya tubuhnya sudah lemas semua, bagaimana kalau sudah.
Akhirnya dengan berat hati Hinata mendongak, gadis itu memutuskan untuk kembali ke kelasnya. Karena itu lah ia berbelok ke kanan dan langkah kakinya pun langsung terhenti—
—saat menemukan sosok Gaara yang bersandar di dinding tidak jauh dengannya. Mata lavendernya langsung membulat seketika. Se-semenjak kapan? Hinata bahkan sama sekali tidak menyadari keberadaan Sabaku bungsu itu.
"Sa-sabaku-san…." panggil Hinata ragu dengan nada suara bergetar ketakutan. Mendengar panggilan itu Gaara menoleh perlahan, dan matanya langsung menangkap sosok Hinata.
Lavender dan Jade bertemu.
Mata Jade Gaara yang memandang Hinata terasa begitu dingin, membuat gadis itu langsung gemetaran dan berkeringat dingin seketika.
"Hyuuga Hinata…" suara Gaara terdengar berat dan serak di telinga Hinata, gadis itu langsung bergidik ngeri.
"Kuperingatkan padamu—" Gaara menggantungkan kata-katanya. Kemudian tatapan Jade-nya berubah menjadi tajam, dan Hinata langsung membatu.
"—jangan ganggu hidupku!" dan laki-laki itu pun berbalik pergi meninggalkan Hinata.
Tanpa sadar, Hinata telah menahan napasnya sedari tadi. Setelah sosok Gaara menghilang, kaki mungilnya langsung terasa sangat lemas seketika.
BRUK!
Tanpa bisa dicegah tubuhnya langsung jatuh dan terduduk di lantai. Mata gadis itu berubah kosong.
Astaga, Kami-sama! Aku benar-benar tidak sanggup menghadapi badai ini! batin Hinata sambil menangis di dalam hati.
.
.
.
TBC
Hai, Alodia di sini…
Ini adalah fanfic Alo yang pertama di fandom ini. Fanfic ini khusus buat kado ultah teman Alo, Akari Moya-chan yang sangat suka GaHina. Karena ceritanya yang simple, mungkin fanfic ini hanya akan sampai 3 atau 4 chapter saja. Alo merupakan author baru, jadi mohon bimbingannya senpai. Dan Alo akan sangat senang bila kalian menyempatkan diri untuk memberikan review cerita abal Alo ini.
Oke, sampai jumpa di chapter berikutnya.
