Chapter 1: Housekeeping Mouri
Cerita AU Chosokabe dan Mouri…
Disclaimer: Sengoku BASARA dari CAPCOM.
Di pagi hari yang cerah terdengar suara krasak krusuk di kediaman Chosokabe dan kedua anaknya yaitu Sanada Yukimura dan Mitsunari Ishida.
"Chosokabe! Ini sudah pagi! Cepat mandi dan sarapan, sekarang!" bentak si pembantu, Mouri motonari. Mouri membuka tirai kamar Chosokabe dengan kasar dan cahaya sang mentari pun masuk ke dalam ruang gelap.
"5 menit lagi, Mouri. Aku masih ngantuk." ucap seorang lelaki kekar yang bersembunyi di balik selimutnya. Mouri yang kesal langsung menarik selimut yang menyembunyikan Chosokabe di dalamnya.
"Kalau kau terlambat kerja bagaimana dengan gajiku nanti? Kamu punya 2 anak loh. Mau di kasih makan apa kalo Yukimura dan Mitsunari lapar?" bentak kesal Mouri.
"Iya iya, aku mau kerja. Mana handukku?" kata Chosokabe sambil menutupi wajahnya dari sinar matahari.
"Nih" Mouri melempar handuk Chosokabe dengan kasar ke arahnya. Chosokabe yang menerima lemparan tersebut hanya bias diam dan menghembuskan nafas.
"Yukimura. Mitsunari. Ayo, bangun. Sudah jam 6 pagi loh" kata Mouri. Mouri memasuki kamar, membangunkan kedua anak yang tertidur pulas di atas ranjang. Salah satunya ada yang setengah bangun.
"Mouri san, Selamat pagi." gumam Yukimura yang habis bangun tidur.
"Pagi" ucap Mitsunari sambil menguap.
"Selamat pagi. Ayo, bangun. Nanti telat loh ke sekolahnya. Kakak sudah menyediakan sarapan jadi kalian berdua tinggal mandi dan kesekolah," kata Mouri.
"Baiklah" ucap mereka berdua bersama-sama.
"Mouri? Kok gelap ya?" tanya Chosokabe yang mendekati Mouri yang sedang memasak.
"Kamu taroh otak di mana sih? Ya jelas mata kirimu yang mesti ditutupin. Dasimu juga berantakan banget. Kamu niat kerja atau apa sih? Sini aku perbaiki," tukas Mouri kesal. Mouri langsung memperbaiki posisi penutup mata Chosokabe dan juga dasinya.
"Hehehe... Kan aku mempunyaimu, Mouri. Jadi aku tinggal meminta kamu tuk membuatkannya" rayu Chosokabe.
"Ini bayaran extra ya," kata Mouri. Muka Mouri memerah dengan rayuan tersebut. Mouri selalu di rayu oleh Chosokabe. Setiap hari. Namun dia tetap tidak bisa menahan malunya jika di rayu oleh Chosokabe.
"Iya. Bayaran extranya 'aku cium kamu' kan?" rayu Chosokabe lagi.
"Jangan bicara ngaco. Cepat makan sarapanmu." kata Mouri kesal. Wajah Mouri semakin memerah dan dia pun memalingkan wajahnya. Chosokabe tertawa diam melihat Mouri yang malu-malu kucing tadi dan mereka tidak sadar bahwa adegan mesra mereka di tonton oleh kedua anak yang sedang menikmati sarapan pagi mereka di atas meja makan.
'Kayak ibu dan ayah' pikir dua orang anak yang sedang menikmati sarapan mereka sambil memerhatikan 2 orang dewasa yang sedang beradegan mesra mereka.
Chosokabe mendekati meja makan dan memakan roti panggang yang sudah di siapkan Mouri. Yukimura yang menikmati makanannya langsung berdiri dari meja dan menatap wajah ayah tirinya.
"Ayah... Kakak Mouri mirip ibu, ya?" tanya Yukimura sambil tersenyum lebar ke arah ayahnya.
Chosokabe bingung dengan pertanyaan dari anaknya kemudian dia memasang muka iseng di hadapan Yukimura.
"Iya. Dia memang cocok sekali menjadi ibu kalian. Lihatlah dia, postur tubuhnya dan sifatnya mirip sekali dengan seorang ibu, kan?" goda Chosokabe dengan suara keras.
Kedua anak itu mengangguk setuju. Mouri yang mendengar itu langsung membalikkan tubuhnya sambil memasang muka jengkel mendengar percakapan 'ibu dan ayah'.
"Apa sih ngomongi ibu dan ayah. Cepat habisi makanan kalian. Sudah jam 7 begini." omel Mouri kesal sambil menyilangkan kedua tangannya di dadanya.
Ketiganya makan dengan cepat dan menunduk ke meja, kecuali Mitsunari.
"Dah kakak, papa. Kami berangkat ke sekolah dulu ya. Ayo, Mitsunari" ucap Yukimura sambil melambaikan tangannya ke arah Mouri.
"Iya." Yukimura dan Mitsunari pun pergi ke sekolah.
"Mouri. Bulan ini kamu lagi libur kuliah kan? Tolong jaga rumahku. Nanti aku kasih surprise buatmu," kata Chosokabe.
"Surprise? Apa yang ingin kau berikan?" tanya Mouri penasaran tapi memasang sifat datarnya.
"Itu rahasia. Nanti saat anakku tidur aku akan memberikannya padamu."
"Aku berangkat ya," pamit Chosokabe. Meninggalkan Mouri sendirian menjaga rumah Chosokabe. Mobil temannya menunggu didepan rumah. Di dalam ada Ieyasu dan Masamune. Teman semasa SMA Chosokabe sekaligus Mouri.
"Hati-hati" gumam Mouri.
Mouri masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. Ada pertanyaan yang tergiang-ngiang di kepala Mouri. Mouri duduk di sofa dan menyalakan tv.
'Apa yang Chosokabe berikan?' pikir Mouri.
Mouri beranjak dari tempatnya dan mengambil keranjang yang penuh dengan pakaian kotor.
…
Sehabis mengeringkan jemurannya, Mouri menyempatkan dirinya ke mini market dan ke toko-toko sayur dan daging tuk membuat makan siang dan makan malam.
Jam 02 siang, Mouri menjemput Yukimura dan Mitsunari di depan gerbang sekolah.
"Kakak!" sahut seru suara Yukimura. Berlari kencang ke arah Mouri di susul oleh Mitsunari dari belakang.
"Hai. Bagaimana sekolah kalian?"
"Menyenangkan! Aku bertemu dengan banyak teman dan guru olahraga yang sangat menyenangkan. Namanya Pak Takeda Shingen dan juga aku ketemu dengan kakak Sasuke. Aku jadi bersemangat untuk pergi kesekolah," seru Yukimura.
"Benarkah? Pasti menyenangkan. Kalo kamu Mitsunari, bagaimana?"
"Aku bertemu dengan kak Hanbei," jawab singkat Mitsunari.
Mouri terdiam sejenak "Begitu ya? Kalo begitu pulang yuk."
"Wah~ sepertinya enak, kak." Muncul Yukimura dari belakang Mouri dan mendekat ke arah wajan yang memanas.
"Oh! Benarkah? Coba kau rasakan," tawar Mouri yang sedang memasak gyoza.
"Aaaa—" Yukimura membuka mulutnya lebar-lebar untuk memberi ruang saat Mouri memasukkan sesendok gyoza ke mulutnya.
"Gimana?" tanya Mouri.
"Enak! Masak yang banyak-banyak kak, aku yakin papa pasti senang."seru Yukimura.
"Hm. Papamu cuma puas dengan ikan kering dan rumput laut saja," gurau Mouri.
"Hei... aku menemukan ini di kamar papa." kata Mitsunari yang membawa sebuah buku.
"Apa itu, Mitsunari?" tanya Yukimura penasaran.
"Ini album foto papa pada saat masih muda kayaknya." Yukimura mengambil buku album itu dan melihat isinya.
"Eh!? Ini kan pas papa sama kakak Mouri di sekolah kan?" pekik Yukimura membuat Mouri penasaran dengan apa yang dilihat Yukimura dan Mitsunari di album itu. Mouri memtiriskan gyozanya dan mematikan kompor. Mouri mendekat ke arah Yukimura dan Mitsunari.
"Mana? Sini kakak lihat."
"Kakak, apa kakak satu sekolah dengan papa?" tanya Yukimura.
"Iya" balas Mouri dengan senyum biasa.
"Whoa!? Terus cewek ini tante Saika, kan? Dan kenapa kepala papa di foto ini seperti habis di tonjok orang?" tanya Yukimura lagi.
"Itu..."
Flashback at the High school of Mouri and Chosokabe...
"Whoaaaa!" teriak Chosokabe saat di banting seseorang.
"Adududuh... Sayaka, coba tahan diri saat melakukan penyerangan," rengek kesal Chosokabe.
"Yah... habis kamu duluan sih yang menyerangku dengan kekuatan seperti itu. Jadi ya aku balasnya juga sama."
"Kamu gak pernah menahan diri kalau sudah berkelahi, ya."
"Hoh?Apa maksudmu menahan diri?"
"Aku selalu serius dalam kekerasan..." Saika melempar serangannya lagi dengan tangan kirinya tapi di tangkis oleh Chosokabe. Kemudian, Saika menundukkan kepalanya dan mulai menyerang kembali. Kedua tangan Saika membuka lebar dan meraih bahu kiri dan bawah lengan Chosokabe, sehingga Chosokabe jatuh ke tanah.
"Sayaka... ukh... sudah..."
"Kau lebih berhati-hati saat berbicara kepada wanita, Chosokabe. Mulai sekarang pakailah bahasa budak saat berhadapan dengan wanita, mengerti?"
"Iya... Iya. Aku mengerti….ukh… tolong lepaskan tanganmu"
"Gimana ya..." tiba-tiba, muncul bayangan besar mengarah ke Chosokabe dan Saika.
"Uggghhh!?" jerit Chosokabe kesakitan saat merasakan hantaman benda berat yang mendarat di perutnya. Saika yang tadinya di atas Chosokabe menghindar dengan cepat dan mulai kebingungan kenapa Ieyasu bisa melayang mengarah mereka.
"Ieyasu!? Kenapa kau bisa ke sini?" Chosokabe bertanya-tanya dengan Ieyasu yang kesakitan. Ieyasu yang berbadan kekar dan besar bisa melayang entah kenapa (?).
"Hei, Saika. Soal itu, bisakah kau ajari aku bahasa budak supaya aku mengerti apa yang akan Chosokabe katakan kepadaku bila dia memakai bahasa budak." terdengar suara tajam nan dingin dan penuh dengan aura gelap muncul dari arah Ieyasu melayang. Muncul Mouri yang memasang tatapan dingin dan muka yang tidak senang.
Mouri dan Saika saling tatap tajam beberapa menit. Saika berdiri dan menaikkan lengan baju olahraganya ke atas.
"Yah, bagaimana ya... Menurutku, kau tak pantas untuk diajarkan bahasa itu..."
"Ngomong-ngomong, aku penasaran dengan yang tadi. Tubuhmu yang kecil bisa menerbangkan Ieyasu sampai ke sini? Ajari aku cara menerbangkan orang seperti itu juga dong... Mouri."
"Oi oi... Mereka berdua mau kelahi tuh," sahut Sarutobi yang sedang membeli makanan.
"Kartu impian nih! Oi Maeda, ayo kita bertaruh. Aku bertaruh Mouri yang menang," kata Masamune yang sudah menyiapkan sejumlah uang di atas meja.
"Apa maksudmu, Dokuganryu? Ya jelas Magoichi tersayangku yang menang," kata Keiji kesal dan juga melakukan hal sama seperti Masamune.
"Masamune sama! Apa yang anda lakukan!? Anda berjudi di sekolah!?" bentak Kojuro.
"Relax Kojuro, ini saat-saat yang sangat langka melihat mereka berdua saling beradu kekuatan," kata Masamune yang menenangkan Kojuro.
"Aku juga ikutan!" seru Sakon yang juga menyiapkan uangnya.
"….." Kojuro terdiam di tempat tanpa separuh kata yang keluar.
"Oi... oi... oi... Mouri. Sayaka. Hentikanlah kalian berdu..." kata Chosokabe terpotong saat tangan Ieyasu membungkam mulutnya.
"Ssshhh... jangan begitu Chosokabe. Aku juga penasaran apa yang akan terjadi," kata Ieyasu.
"Ieyasu? Kenapa kau?" tanya bingung Chosokabe.
"Jadi Chosokabe, Kau pilih mana? Mouri atau Saika?" tanya Ieyasu.
"Eh?"
"Pilih yang mana, Mouri atau Saika? Jujur saja, aku pilih Mouri."
Chosokabe menatap kedua orang yang sedang adu kekuatan.
"Pilih mana... ya?" gumam Chosokabe.
"Kalau kau pilih Saika, aku ambil ya Mouri?" tanya Ieyasu nakal.
"Apaan kau!? Mouri! Aku pilih Mouri! Titik gak pake koma gak pake spasi!" bentak Chosokabe kesal.
"Hahaha iya iya. Mouri milikmu kok. Jangan marah, Bro."
"What the HELL!? Mouri is MINE!" pekik kesal Masamune saat mendengar Ieyasu bilang ke Chosokabe 'Mouri milikmu'.
"Ha ha... terjadi cinta segi tiga nih."
…
Mouri terbaring lelah di atas rerumputan di belakang sekolahnya. Dia memejamkan matanya tuk tertidur sehabis duel dengan Saika. Di arah kanan, Chosokabe mendekati Mouri yang sedang tertidur pulas di rerumputan. Chosokabe duduk di sebelah Mouri dan memainkan rambut coklat Mouri. Ketika keadaan semakin sepi, Chosokabe memberanikan dirinya tuk mencium bibir pink Mouri. Dia mendekatkan wajahnya dan hidung keduanya pun bersentuhan...
BUUKKK!
Dengan sigap, Mouri tak sengaja menonjok Chosokabe. Tonjokan keras mendarat tepat di pipi kiri Chosokabe sehingga dia jatuh terbaring kesakitan dengan hidung yang mengeluarkan darah.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Mouri.
"Mencoba suasana baru,"
"Mencoba menciumku?"
"Iya. Sebagai hadiah karena kau sudah memenangkan hatiku," rayu Chosokabe.
"Kau ngomong apaan sih, Chosokabe? Kau sakit ya?"
"Kalo yang ini iya tapi tes kejiwaan aku masih stabil kok," kata Chosokabe yang menunjukkan bekas tonjokkan dari Mouri.
"Huh... Kalau mau memberi hadiah jangan bikin orang kaget..."
"Kalau gitu, aku cium ya ummmhhh...!" Mouri langsung sigap membungkam mulut Chosokabe dengan tangan kanannya dan agak sedikit menjauh dari Chosokabe.
"Ternyata kau memang sakit. Mana obat sakit jiwamu? Aku antar kau ke RSJ," kata Mouri.
"Hei... aku mau nanya, Mouri. Kenapa kamu ngelempar Ieyasu sampai tadi?" tanya Chosokabe membuat Mouri terdiam sejenak.
"Cuma refleks."
"Bohong! Pasti ada udang di balik bakwan, kan? Kamu pasti cemburu, ya kan?"
"A...a...apa maksudmu ce...cemburu?" gagap Mouri. Muka Mouri langsung berwarna merah jambu.
"Ha! Betulkan! Kamu ternyata suka sama aku dan cemburu dengan Saika kan. Ngaku saja, Mouri. Aku juga sayang kamu." Langsung Chosokabe memeluk erat tubuh Mouri.
"Hentikan! Chosokabe! Aku akan melaporkan ke polisi bahwa kau memperkosaku di halaman belakang sekolah!" geram Mouri kesal, tak kuasa menahan malu.
"Heh! Coba saja. Aku akan membawamu pergi jauh dimana hanya ada aku dan kamu."
"Kau gila!"
"Hoi... bisa gak tahan dirimu, Chosokabe? Jangan nge-'fap fap' di belakang sekolah. Jijik tahu!" muncul Magoichi yang berjalan dengan gaya khasnya. Tangan dan lehernya penuh dengan kain perban sama seperti Mouri.
"Hei, Mouri. Lain kali kita duel lagi. Kalau sama Chosokabe aku seperti melawan anak perempuan," ejek Saika yang menatap ke arah Chosokabe.
"HEH! SAYAKA! APA-APAAN KAMU BILANG TADI! ANAK PEREMPUAN APA MAKSUDMU!?" bentak Chosokabe kesal. Muncul Masamune, Kojuro, Ieyasu, Keiji, Sakon, dan murid yang tadi menonton duel Mouri dan Saika.
"Mouri! Thank's ya karena sudah menang karena aku. Aku dapat uang yang banyak dari kedua orang itu," nunjuk Masamune ke arah Keiji dan Sakon.
"Uangku‑-" rengek Keiji dengan air matanya. Sedangkan Sakon hanya bisa pasrah dengan nasibnya.
"Mouri! Tadi itu sangat menakjubkan. Apalagi saat kau melemparku tadi, ayo kita buat suatu ikatan….UGH!," kata Ieyasu sambil memegang tangan kanan Mouri.
"IKATAN MAK LOE! COEG!" langsung Chosokabe meninju muka Ieyasu dengan sangat keras.
"Oi oi… Cool your head, Chosokabe. You making my Mouri scared," kata Masamune dan di balas dengan tinju Chosokabe yang tepat di dagu bawah Masamune sehingga Masamune terpental ke atas.
"DIA MOURIKU! MATA KAMVRET!"
"OI! I'M JUST KIDDING, YOU HERMAPHRODITE!"
"Kalian berdua belum merasakan tinju IKATAN BATINKU!"
"Oi oi, para homo. Sudah jangan bertengkar gegara laki-laki yang kalian perebutkan," kata Sasuke yang sarkastik mengucapkan 'para homo'.
"Diam kau, Dasar Monyet. Emangnya kamu gak homo?" geram Masamune.
"Eh… sorry ya. Aku lagi ngejar-ngejar Kasuga," kata Sasuke memamerkan foto Kasuga.
"Kalau begitu, boleh minta gambarnya? Aku ingin memasuki berita heboh ini di koran. Boleh kan?" pinta Sasuke yang sudah menyiapkan kameranya.
"Aku ikutan! Karena aku rugi 100 ribu jadi aku juga ikut dalam gambar," kata Sakon yang kembali semangat.
"Aku juga! Aku orang yang Mouri lempar tadi," ikut pula Ieyasu mengangkat bicara.
"Hei, ini kan untuk berita Koran sekolah kok malah foto reunian sih? Yang mesti di foto itu Saika dan Mouri, kalian berdua ini emang dodol ya." sweat drop Sasuke.
"…." Mouri hanya terdiam dengan banyak komentar akan kemenangannya dari Saika.
"Oke, siip. Terima kasih ya. Oh…!
Bagaimana kita foto bersama-sama? Mumpung memori kameraku masih kosong. Kita groufie-an aja dulu ya," seru Sasuke.
"Horeeeee!"
"Aku mau pulang," kata Mouri yang mau melarikan diri.
"Eeeeith""Kau jangan kabur dulu. Kau mesti bersenang-senang dengan kita dulu supaya kamu tidak merasa terbebani, ya kan," seru Chosokabe yang menggemgam tangan Mouri. Mouri hanya menghela nafasnya dengan berat dan mengiyakan saja.
End of Flashback…
"Oh! Jadi papa sudah suka sama kakak Mouri dari dulu ya?" kata Yukimura kagum dengan cerita yang di ceritakan Mouri tadi.
"Hanya sekedar suka saja dianya. Kalau kakak sih biasa saja," balas Mouri dengan nada kerennya.
"Tapi kenapa kakak melempar om Ieyasu ke arah papa dan tante Saika?" tanya Yukimura meyakinkan kembali.
"Kakak bilang itu cuma refleks," kata Mouri.
"Tapi gak segitunya kan?" tanya Mitsunari.
Mouri hanya berkeringat dingin dengan pertanyaan dua anak ini. Dan memilih untuk menghindar perlahan-lahan dengan beralasan 'kakak mau masak dulu'.
Jam 20.30 malam…
"Papa masih belum pulang ya?" kata Yukimura yang melihat jam dinding.
"Papamu menelpon kakak kalo dia ada pertemuan dengan bosnya dan akan pulang malam," ucap Mouri sambil mengupas kulit jeruk cina.
"Buu… padahal aku mau main ps dengan papa…" gumam kesal Yukimura.
"Yukimura, Mitsunari. Sudah jam segini loh. Ayo kalian tidur, besok kalian sekolah, kan," sahut Mouri ke kedua anak yang sedang menonton tv.
"Iya," ucap kedua anak tersebut dan mereka pergi ke kamar untuk tidur.
'Nanti aku kasih surprise…' kata Chosokabe waktu itu masih tergiang-ngiang di kepala Mouri.
'Apa itu alasannya kenapa dia pulang telat?' pikir Mouri.
Jam 23.16 tengah malam…
"Papa pulang," ucap Chosokabe yang masuk ke dalam rumah, melepaskan kedua sepatunya dan menaruhnya di rak sepatu.
"Aku harap Mouri menyukainya," gumam Chosokabe agar tidak kedengaran oleh kedua anaknya.
Kruuuuuk…
'Ukh… aku lapar. Apa Mouri menyisakan makanan untukku gak ya?' Chosokabe menuju ruang dapurnya dan menemukan Mouri yang tertidur pulas di atas meja.
"Lho!? Mouri? Kenapa kamu tidur disini?" kata Chosokabe. Mouri yang tertidur pulas di buat terkejut saat mendengar suara Chosokabe.
"Ah! Chosokabe!? Kau sudah pulang?" kata Mouri setengah bangun.
"Tidur saja Mouri. Kau tampak lelah," suruh Chosokabe ke Mouri untuk beristirahat.
"Uhh… aku akan tidur di sofa…
Selamat malam," ucap Mouri.
"Selamat malam," ucap balik Chosokabe. Chosokabe menatap kembali ke arah dan makan yang sudah Mouri sediakan untuknya.
.
.
.
.
.
Chosokabe sudah menyelesaikan makan malamnya dan siap untuk pergi tidur. Namun, Chosokabe terhenti saat melihat Mouri yang tertidur di sofa. Tak pikir panjang, Chosokabe pun langsung mengangkat tubuh Mouri layaknya seorang putri dan membawanya ke kamar. Chosokabe menaruh Mouri dengan perlahan agar Mouri tidak terbangun dari tidurnya. Chosokabe perlahan membawa dirinya ke kasur tempatnya dan mengambil selimut dengan sangat berhati-hati. Chosokabe menatap wajah Mouri lama dan akhirnya tenggelam di dunia alam bawah sadar.
Ke esokan harinya…
Mouri bangun duluan dan mendapati dia sedang tertidur dengan seseorang di belakangnya. Mouri tidak sadar bahwa dia sudah lama memegang tangan kekar dan besar darinya. Mouri tahu dia berada di kamar Chosokabe, tapi dia tetap tidak bergerak dan terus seperti itu. Perasaan Mouri terasa nyaman dan hangat di bekapan tangan Chosokabe. Mouri tak pernah merasakan kedekatan sedekat ini bahkan dekat dengan orang tuanya pun tidak pernah ia merasakan sensasi hangat seperti ini. Mungkin hanya Chosokabe seorang yang bisa membuat kehangatan seperti ini.
Tak lama kemudian, Chosokabe pun bangun dan mengecup leher belakang Mouri. Ini membuat Mouri kaget dan merinding tapi dia tidak keberatan dengan hal itu.
"Selamat pagi, Mouri," ucap Chosokabe.
"Pagi," balas balik Mouri juga.
"Maaf ya kamu jadi binggung begini. Aku gak tega melihat kamu tidur di sofa itu,"
"Hmph, alasanmu masuk akal juga. Tapi seharusnya kamu tidur di sofa itu dong biar aku tidur di sini sendirian,"
"Hehehe… kalo aku tidur di sofa, terus siapa dong yang bakal nemenin kamu tidur di sini? Kamu merasa nyamankan kalau aku tidur bersamamu?"
"Iya. Nyaman sekali,"kata Mouri pelan dan halus. Mengelus pipinya dengan tangan kan Chosokabe.
"Benarkan. Aku juga merasa nyaman jika di dekatmu," Chosokabe mengecup lagi leher Mouri dengan pelan dan lembut.
"Nnnhh… Chosokabe… geli.."
"Mouri, aku merasa semangat pagiku berasal darimu," ucap Chosokabe sambil mencium leher Mouri. Mouri berbalik arah dan menghadap ke depan Chosokabe.
"Lakukan!" suruh Mouri tegas.
"?"
"Kau menginginkan ini kan? Kalau begitu lakukan lah," kata Mouri sambil menunjukkan bibirnya.
"Hehehe… Kau tahu aja…" Chosokabe memegang dagu Mouri untuk mendekatkan wajahnya dengan wajah Chosokabe dan hampir 1 inci…
"Papa? Pa…" suara Mitsunari yang masuk ke kamar papanya dan melihat papanya dan Mouri sedang bermesraan. Mitsunari yang tercengang dan dia perlahan menutup pintu kamar papanya.
Blam…
"Mouri, tak apa-apa. Mitsunari itu bisa menjaga rahasia kok, eh? Kamu mau kemana?" kata Chosokabe panic sedikit.
"Aku mau mandi," jawab Mouri.
"Tapi tunggu Mouri aku belum…"
"Uummm!" Mouri langsung mencium bibir Chosokabe.
"Sudah, kan?"
"Aku belum puas!" Chosokabe langsung menidurkan kembali Mouri dan menciumnya lagi.
Pagi mereka penuh dengan kesemangatan.
Mitsunari yang melihat papanya dan pembantu rumah tangganya berciuman.
Yukimura yang… masih polos.
Chosokabe yang bisa mencium Mouri.
To be Continue…
Aku membuat cerita pembantu rumah tangga yang kurang ajar dan dingin. Karena membuat cerita pembantu yang ramah, lemah lembut, disiplin, dan bla bla bla udah mainstream jadi aku sekalian buat pembantu rumah tangga yang sarkastik terhadap majikannya namun baik dengan anak majikannya. Agak bertolak belakang tapi ya sudah.
Terima kasih sudah membaca fanficku
Tolong di Review ;-)
