Happy Days

Prelude

Hari itu, sakura merah berguguran.

Musim semi baru saja tiba. Salju yang belum sepenuhnya mencair menghiasi pucuk-pucuk tanaman yang mulai bangkit dari tidur panjangnya. Tetesan embun dingin membasahi tanah yang coklat di antara serakan debu putih yang masih berada di bumi. Namun, seolah mengingkari musim semi kecil yang baru terbangun, pohon sakura di sepanjang jalan Edo telah mekar sepenuhnya, dengan sakura semerah darah yang seolah membakar pohon-pohon berbatang coklat-putih.

Seorang gadis berjalan menyusuri jalan yang dipenuhi guguran sakura merah sambil bertelanjang kaki. Rambut hitam panjangnya yang tergerai ditiup angin, pipinya merah karena hawa dingin, dan telapak tangan dan kakinya mulai membiru. Namun ekspresi gadis itu kosong, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kedinginan.

Juga tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

Gadis itu terus berjalan sambil menatap kosong ke depan. Jika ada orang yang melihatnya saat ini, orang itu pasti bertanya-tanya hendak ke mana gadis itu berjalan karena sepanjang mata memandang, yang terlihat hanyalah barisan pohon sakura merah dan tanah luas berselimutkan salju di sana sini. Tapi di luar ekspresi kosongnya, terlihat dari langkahnya kalau sang gadis yakin ke mana dia menuju. Langkahnya pelan tapi pasti, anggun, seolah kakinya nyaris tidak menyentuh tanah.

Tiba-tiba gadis itu berhenti. Wajahnya menengadah ke langit yang tiba-tiba saja gelap. Di sini, pikirnya sambil mengangkat sebelah tangannya ke atas seolah hendak menggenggam awan hitam yang berarak di mega.

"Kumohon," bisiknya kepada entah siapa yang mendengar, "kabulkanlah permintaanku."

Angin kencang bertiup dari utara, guguran sakura merah berputar di sekitar gadis itu seolah hendak menyelimutinya dengan selubung beludru darah. Sang gadis sama sekali tidak bergeming dan terus menatap langit, mengacuhkan guguran bunga yang menari di sekitarnya.

"Apa permintaanmu, wahai wanita Oni?"

Suara itu muncul entah dari mana, menggetarkan tanah di sekitar. Pusaran sakura merah semakin menggila seolah tak sabar hendak menelan gadis pias yang mereka kepung. Sang gadis tetap tak menghiraukan amukan badai merah di sekitarnya.

Gadis itu menutup matanya dan balas berbisik pada entah siapa yang bertanya padanya. Suaranya lirih namun jelas.

"Waktu kami bersama."

Karena jika ada cara agar kita bisa bersama lagi

Tertawa bersama lagi

Tanpa air mata, luka, dan rasa sakit

Maka aku akan melakukan apapun

-Chizuru Yukimura-

To be Continued...


Author's Note: Yohoo! minamishiho is here! I'm back!

Jadi yah, Hakuoki ada di Android lho! Dan berkat itulah rasa cinta gue terhadap seri ini membuncah kembali dan keinginan untuk membahagiakan karakter2 bernasib tragis itu yang menyebabkan fic ini lahir!

Gue sendiri gak nyangka ternyata gue masih bisa nulis, walaupun makin crappy setelah lama gak ngelakuin hal ini.

Yeah, well... if you don't mind, please R&R!