Fandom: Kuroko no Basket/Kuroko no Basuke
Jumlah kata: 1.907 kata
Genre: Humor/Romance/Friendship/Ecchi(?) (no, just kidding LOL)
Warning: OOC. AU/AR. Random, just random... and absurd. Bahasa semi-baku dan kasar. CRACK. Alay. Humor garing (I'm bad at humor orz). Kinda plotless. SUMPAH DEMI APAPUN INI PENUH DENGAN PEDOFILIA DAN KEAMBIGUAN.
Disclaimer: Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi. Cover © It's Owner. No profit made by this fanfiction.
.
.
.
Randoms
[1 — pengawasUN!Aomine x muridSMP!Kise]
Hari yang cerah, hari Senin tanggal 22 April 20xx. Dan atas sebuah pakta kerjasama yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Jepang dengan seorang presiden negara kepulauan di daerah Asia Tenggara (yang dibuat demi kelanjutan cerita ini), maka tahun ajaran ini, semua siswa SMP atau sederajat serentak melaksanakan sesuatu yang disebut Ujian Nasional atau UN.
Untunglah di Jepang tidak terjadi keterlambatan kedatangan paket soal.
Untung juga lembar jawaban komputer untuk UN di Jepang tidak setipis dan serapuh hubungan cinta yang nyaris kandas di ujung jalan karena perseteruan pihak ketiga, cinta pertama yang muncul kembali ataupun penentangan dari (calon) mertua, khas komik-komik shoujo. Dan tidak, ini bukanlah cerita shoujo termehek-mehek seperti itu.
Yang tidak beruntung adalah UN di Jepang sama memiliki 20 paket. Oke, diulangi, 20 PAKET! Jumlah yang menurut beberapa sampel acak dari sebuah acara investigasi menistakan harkat derajat martabat murid dan menyiksa Hak Asasi Manusia mereka. Berikut penuturan dari beberapa murid tersebut.
"Soal UN 20 paket bukanlah lucky item bagi semua zodiak, nanodayo. Saya rasa sistem pendidikan di Jepang haruslah mengikuti petuah Oha-Asa, yang bisa meningkatkan persentase keberuntungan dan keberhasilan siswa." —Tsundere-san, 14 tahun. ("Baiklah, terima kasih atas pendapat dan, err... ramalannya."
"Soal UN 20 paket? Kau tanya apakah sulit? Apa gunting ini main-main?" —Yandere-san, 14 tahun. ("Ehm, Yandere-san, bisa anda jauhkan gunting itu? Acara ini untuk semua usia.")
"Soal UN 20 paket? Ah, kurasa tidak masalah. Tunggu, apa!? Tidak boleh bawa makanan!? UN ini kejam!" —Amai-san, 14 tahun. ("Y-ya, memang saya rasa kejam. Tapi sepertinya alasan anda sangat... kreatif, dibanding yang lainnya.")
"Tentu saja sulit –ssu! Lagipula siapa yang punya ide membuat UN ini? Dan 20 paket? Ini penyiksaan –ssu~!" —Ikemen-san, 14 tahun. (Kemudian sebelum Ikemen-san sempat melanjutkan testimoni-nya, sang reporter, penata rias, kameramen dan beberapa fangirl lewat langsung menyerbu Ikemen-san hingga acara dipotong. Setelah diselidiki ini disebabkan oleh Ikemen-san yang menangis dan membuat para perempuan lepas kendali.)
Walaupun begitu, pelaksanaan UN 20 paket tetap dilakukan. Kisah in berlatar di sebuah SMP yang asri, teduh, berkualitas, favorit, dan yang terpenting di antara semuanya, memiliki banyak ikem en, yaitu SMP Teikō. Di ruangan 012, seorang pengawas baru memasuki ruangan.
Kesan pertama semua siswa-siswi di sana terhadap pengawas mereka sama.
"Pengawasnya... cetar membahana badai ulala."
Yang dapat diartikan sebagai, mereka menganggap pengawas mereka adalah om-om mesum hasil persilangan kerbau Afrika dan Jin Tomang yang tidak juga diberikan pencerahan—dalam makna sebenarnya, lebih spesifiknya tubuhnya, lebih spesifiknya lagi kulitnya.
Aura makin mencekam. Jam berdetik amat lambat. Murid-murid menengok gelisah ke semua arah. Kisikan angin terasa seperti keriat pintu berkarat yang ngilu di telinga (setelahnya diketahui itu memang pintu berkarat yang dimainkan oleh anak penjaga sekolah di sebelah ruang ujian). Dari kejauhan suara seperti serigala terdengar membahana ("Oh, maaf, itu ringtone ponselku." "Midorimacchi jangan bikin suasana horor deh! Alay!" "Ini lucky item-ku hari ini, diam kau. Alay teriak alay."), dan kabut seakan mulai muncul dari bawah lantai ("Hoi, anaknya penjaga sekolah jangan main bakar-bakaran di luar!").
Keringat dingin mengalir di pelipis para siswa. Tangan mereka berkeringat. Ada yang benar-benar basah seperti mengompol. Kemudian diketahui ia memang benar-benar mengompol. Tapi itu irelevan dengan cerita ini.
"Baiklah. Nama saya Aomine Daiki, dan saya pengawas kalian hari ini. Hari ini Matematika. Dilarang mencontek. Yang ketahuan mencontek akan mendapat hukuman dari bapak." Perkataan Aomine diakhiri dengan sebuah seringai mesum.
Mau tak mau semua orang mengkhawatirkan keperawanan mereka. Siapa yang tahu, di hari pertama mereka sudah mendapatkan pengawas mesum begitu. Apa Dinas Pendidikan sebegitu kekurangan orang sampai om-om mesum gak modal saja mereka angkat sebagai pengawas?
"Dan ngomong-ngomong," lanjut Aomine, membuat semua siswa berhenti berpikiran nista tentangnya sejenak. Aomine mendekati murid paling depan, Kagami Taiga. Kagami sudah takut. Bukan karena takut dikira mencontek—lagipula soal saja belum dibagikan, tapi karena takut keperjakaannya direbut Aomine. Demi Tuhan Kagami masih suci! DEMI TU...HAAANNN! Ehem. Lagipula jika ia mau melepas keperjakaannya, lebih baik ia melakukannya dengan Kuroko Tetsuya, anak kelas sebelah yang manis itu. Ah, Kagami, tolong jangan blushing begitu.
Aomine mendekatinya, dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Kagami benar-benar bersumpah jika Aomine menyentuhnya sedikit saja, walaupun ia pengawasnya, Kagami akan benar-benar menonjok om-om mesum itu.
Aomine makin mendekat. Hingga akhirnya ia berbisik di telinga Kagami.
Semua murid menahan nafas. Kagami berdoa khusyuk demi keperjakaannya. Aomine menghela nafas. Bisikannya halus, bernada rendah, terasa panas karena nafasnya (dan bau juga).
"Your light... is too dim."
Oke, tadi itu aneh. Semua siswa kelas itu bersumpah, mereka akan mengutuk pakta perjanjian pengadaan UN itu selamanya. Terutama mengutuk pengawas aneh mereka. Padahal ini baru hari pertama. Masih tiga hari lagi dalam neraka.
Kagami, yang memang baru pulang dari Amerika, mengerti maksud pengawas tidak waras—ehem, coret bagian tadi—itu. Ia menyalakan lampu kelas satu lagi, agar ruangan tidak terlalu redup. Setidaknya, tidak seredup kulit Aomine.
Aomine akhirnya mulai membagikan lembar soal dan LJK. Para murid komat-kamit berdoa sebelum membuka soal dengan tangan gemetar. Habislah sudah mereka. 20 paket. Mari mengheningkan cipta sejenak untuk para peserta UN yang gugur saat berjuang (melawan UN).
Kise Ryouta, empat belas tahun, nomer ujian 16-046-011-9, model berwajah cantik, rambut pirang bermata emas, catchphrase "Sharara Goes On!", kini sedang konsentrasi mengerjakan UN-nya. Setengah konsentrasi setengah galau, sebenarnya. Untuk informasi saja, ia mendapat paket dua belas.
Tiga puluh menit ia habiskan mengutak-atik soal hingga sampai nomer enam belas. Soal ini sulit sekali. Dari tadi ia menghitung hingga empat kali tetapi tetap mendapatkan jawaban yang berbeda. Rupanya emosinya sangat terlihat di ekspresi wajahnya karena Aomine mendekatinya. Oh, rupanya ekspresi depresi Kise yang manis sudah membangunkan setan dalam diri Aomine.
"Dek, namanya siapa?" sapa Aomine. Kise mendongak. Sok akrab, pikir Kise. Kise, tidakkah kau sadar dirimu juga seperti itu, bahkan lebih parah?
Tapi Kise tetap tersenyum. "Kise, pak," jawabnya singkat.
"Oh, Kise. Namanya bagus."
"Terima kasih, pak."
Kise niatnya ingin kembali mengerjakan soal tadi, tapi Aomine rupanya belum selesai... 'beramah tamah'.
"Susah ya, dek?" tanya Aomine, memperhatikan Kise mengetuk-ngetukkan pensilnya ke meja. Kise mendongak lagi. Ia tetap tersenyum walau hatinya sedang mengutuk pengawas ini.
"Iya, pak," jawabnya lagi, sekenanya saja.
"Susah bagian mana?" tanya Aomine lagi.
Sumpah lo bener-bener udah SKSD kepo pula, ganggu banget masa, ya ampun plis pergi dari sini gak gue udah bete ama lo om-om mesum DEMI TU...HAAANNN!, batin sisi alay Kise yang terpendam.
"Yang nomer enam belas, pak," jawab Kise lagi.
"Oh. Materi ini. Ini memang susah, sih. Tapi bapak yakin anak Teikō pasti bisa," jawab Aomine sambil menepuk pundak Kise dengan gaya kebapakan.
Sumpah demi apapun Kise ingin segera menjauh dari pengawas ini. Apa-apaan dia, beraninya menyentuh tubuh suci seorang Kise Ryouta dengan tangannya yang kotor, hitam, dekil dan dakian!
"Iya, pak. Lagipula kebetulan saya sudah ikut bimbel, dan sepertinya saya sudah diajarkan yang materi ini." Kise melakukan kesalahan besar dengan memberitahu detail itu.
"Oh, kamu ikut bimbel? Dimana?"
"Di bimbel XXX."
"Oh, di situ? Bapak juga pernah ke sana. Tutor di sana memang ramah dan berkualitas, sih. Tapi bapak tidak tahu jelasnya. Memang rasanya les di sana bagaimana, sih?" tanya Aomine lagi. Oh, Aomine, sumpah ini modus. Kau benar-benar dikira seorang pedofil nanti.
"Di sana itu asyik! Tutornya baik, cantik, ramah dan pintar! Tempatnya juga strategis. Biaya les di sana tidak terlalu mahal. Sudah termasuk diktat dan buku penghubung. Di sana juga banyak fasilitas dan program yang bermutu. Ada event ini, lalu itu, dan blablabla..."
Aomine tidak tahu kalau Kise adalah duta promosi di bimbel tempatnya belajar. Dan jika Kise sudah semangat promosi, tak ada yang bisa menghentikannya.
"O-oh, begitu. Menarik sekali," sahut Aomine, tak tahu harus bereaksi apa lagi.
"Iya pak! Makanya les saja di sini!" seru Kise bersemangat, melupakan sebuah detail kecil.
"Tapi dek... Bapak 'kan sudah bukan murid lagi."
"... Oh, iya."
Kise benar-benar lupa bahwa Aomine adalah seorang pengawas. Ia sudah terlatih untuk berpromosi seperti itu, sehingga ia tidak sadar. Tadi itu benar-benar memalukan. Rona merah muda menghiasi pipinya, manis sekali.
Oh, dan sumpah demi perseteruan Eyang Subur dan Adi Bing Slamet juga, wajah merona Kise benar-benar menggoda iman Aomine. Sumpah! Ini bukanlah tanda bagus bagi kelanjutan hidup Kise.
"Dek—ehem, Kise, sebenarnya dari tadi bapak ingin tanya sesuatu..."
Kise mendongak, wajahnya makin memerah karena menyangka Aomine akan menyinggung sesuatu yang membuatnya merasa malu ekstrem lagi. Tapi ternyata salah—yah, tidak sepenuhnya salah juga. Aomine memang mengatakan sesuatu yang membuat Kise merasa malu ekstrem setelahnya, tapi untuk alasan yang sangat berbeda yang dipikirkan Kise.
"Begini, ehm... Kamu itu..."
Deg... Deg...
Dag dig dug hatiku uuu~
("Midorima, sudah dibilang ganti ringtone alay itu!"
"Diam kau, Kagami! Dan ringtone itu bukan punyaku!"
"Ini ringtone ponselku. Ada masalah, Taiga?"
"O-oh, tidak, Akashi. Dan jauhkan gunting itu dariku... tolong?")
"Kamu itu... cantik sekali, tapi kok... tepos?"
Krik.
Hening sejenak.
Yang ada di benak Kise hanyalah, OKESIP INI PERTANYAAN NGACO MACAM APAAAA!?
Seluruh murid di kelas itu sebenarnya ingin ber-gubrak ria, tapi mereka tahu betapa 'cantik' Kise itu, dan sebagian dari diri mereka memaklumi Aomine. Karena Kise memang bakat bi-shōnen. Ia lebih cantik dari perempuan pada biasanya. Dan, tidak, Kise bukanlah perempuan di cerita ini. Dia laki-laki tulen. Silahkan cek sendiri. Oke ini ambigu.
"SAYA LAKI-LAKI, PAK!" Kise benar-benar berteriak.
"E-EH!? JADI SELAMA INI GUE NGERAYU COWOK BI-SHŌNEN GITU, EH PLIS!" Aomine balas berteriak. Ia tanpa sadar membuka rahasia sendiri bahwa ia adalah, dalam versi yang sudah direvisi sedemikian rupa, om-om mesum pedofil yang mencari kesempatan dalam kesempitan saat mengawasi anak-anak SMP UN untuk merayu mereka.
"DASAR OM-OM PENGAWAS MESUM DIM PEDOFIL!" teriak (atau bisa juga dibilang jerit) Kise lagi, dan berdiri untuk menampar Aomine lalu lari keluar kelas.
Aomine speechless. Seluruh murid speechless. Bahkan si jangkrik pun sekarang ikut speechless. Kelas hening.
Aomine berdeham dan melanjutkan berjalan tanpa dosa. "Ingat, anak-anak, UN itu penting. Kalian jangan ikuti jejak Kise yang pergi sekarang. Tapi bapak rasa dia sedang sakit. Bapak biarkan untuk sekarang," katanya.
Aomine sudah masuk dalam tahap 'Mari-berpura-pura-tidak-terjadi-apa-apa' atau lebih singkatnya penyangkalan—denial.
"Oh, ya." Aomine menatap ke seluruh murid di kelas itu. "Jangan ada yang bicarakan apa yang terjadi tadi kecuali kalian semua mau di-black list."
Aomine tidak tahu, sejak tadi Akashi merekam adegan ala sinet antara Aomine dan Kise dengan ponselnya. Bisa dijamin ia akan bersikap sadis dengan mengunggahnya ke jejaring sosial. Paling banternya Akashi berbelas kasihan, video itu hanya akan menyebar di Teikō saja.
Hancurlah sudah reputasi mereka berdua.
Kise kembali lima belas menit kemudian (kemungkinan terpaksa karena harus menjalani UN), sama-sama berpura-pura seperti tidak terjadi apa-apa. Awalnya semua berhasil. Bahkan Kise berhasil menjalani UN hingga bel selesai ujian selesai. Tapi kejadian selanjutnya tidak akan pernah Kise lupakan semasa hidupnya.
Saat mengumpulkan soal dan LJK ke meja pengawas, Aomine langsung meminta maaf. Untungnya. Kise juga tidak curiga. "Soal itu, dek Kise... Bapak minta maaf. Bapak khilaf. Kebiasaan bapak waktu SMP bangkit lagi. Maaf ya."
Kise tersenyum tulus, rona merah merekah di pipinya seperti biasa. "Tidak apa-apa, pak. Saya juga minta maaf sudah menampar bapak."
SUMPAH DEMI APA GUE BARU MINTA MAAF DAN TIBA-TIBA GUE NAPSUAN LAGI LIAT MUKA SI KISE INI NJIR MAKSUD LO APA!
Aomine, tenangkan pikiran mesum dan pedofilmu itu, tolong.
"Err, dek Kise..."
"Ya pak?"
Tahan, Aomine. Tarik nafas, hembuskan. Tarik, hembuskan.
"Sebenarnya... Mau kamu cewek atau cowok bapak tidak peduli. Bapak siap kapan saja kalau kamu mau main ke rumah bapak. Kita one-on-one, mengerti, 'kan? Dan mulai sekarang jangan panggil 'bapak'. Aomine saja."
SUMPAH DEMI APA OM-OM PEDO INI BARU NGOMONG GITU SAMA GUE!? SETELAH KITA BERMAAFAN SEPENUH HATI GITU!? YA TUHANNNNN, GUE SALAH APA!
"Maaf pak, saya... pulang dulu," kata Kise, pergi dan tak mengindahkan Aomine lagi.
Dalam hati Kise bersumpah akan meminta Akashi untuk mengirim beberapa yakuza anak buah ayahnya untuk menghabisi Aomine.
—End.
A/N:
Pertama-tama, Happy AoKi Day di 2013 ini, semua~! Semoga kita semua tetap nge-ship AoKi walaupun banyak tantangan yang terjadi di pair paling angst sejagad raya itu, semoga AoKi tetap menjadi OTP dan benar-benar canon akhirnya di Kurobasu OH YEAH!
Mohon abaikan rambling-an gaje di atas. Jadi... MAAAAAFFFFF saya sudah mencemari AoKi dengan fic pedo ini! Sumpah demi apapun saya gak tau kenapa bisa berakhir dengan fic ini!
Tapi BIG THANKS untuk Kak Shi alias Shiki di shkitsu yang sudah, err... menyemangati(?) untuk merealisasikan fic ini. Serius makasih banyak Kak Shi udah meladeni twit abnormal saya waktu itu. Karena awalnya fic ini berawal dari twit gaje saya di akun Twitter yang berujung pada pecahnya trend pedo!Aomine. Thanks juga untuk kak Pilong di babikukus yang secara tidak langsung memberi ide untuk ini. Juga Aiko di aikyoon sebagai teman collab saya tercintah!
Sebelum saya mulai promosi lebih banyak, saya akhiri di sini. Sekian dari saya, terima kasih sudah membaca. Still Wish You All a Very Merry Happy AoKi Day~
