Pernikahan. Sebuah upacara yang dilakukan sekali untuk seumur hidup. Pengakuan janji suci dari kedua mempelai untuk saling berbagi kasih dalam suka dan duka, sehat atau sakit, dan saat kaya atau miskin. Dengan kedua mempelai yang saling mencintai, tentunya.
Kau tidak akan tahu kapan benang takdirmu mempersatukanmu dengan seseorang di sana yang akan menjadi jodohmu seumur hidup dalam sebuah upacara sakral yang tidak akan terputus hingga kematian datang untuk menjemput.
Bukankah begitu, Uchiha Sasuke? Haru− Ah, benar, gadis itu sudah merubah nama marganya menjadi Uchiha Sakura.
Sebenarnya bukan hanya mereka. Di luar sana banyak pasangan yang mengikuti upacara sakral ini tidak berbekalkan perasaan yang disebut cinta. Perjodohan? Keterpaksaan karena sebuah kecelakaan? Ah, bukankah opsi kedua juga masuk ke dalam opsi pertama?
Apa kalian sudah tahu maksudku?
Pemuda dengan iris obsidian yang dapat membuat semua iris terpikat hanya dengan sekali menatapnya. Tidakkah ia begitu mempesona? Apalagi dengan tubuh yang mampu membuat para gadis menjerit. Dan jangan lupakan bahwa ia termasuk salah satu pewaris saham terbesar di perusahaan ayahnya. Siapa yang tidak tergiur untuk menjadi pasangan hidup dari pemuda itu?
Jawabannya banyak.
Dan mungkin hanya satu gadis yang sama sekali tidak memperdulikan akan ketampanan, tubuh, akal, atau materi dari pemuda itu. Ya, gadis itu. Gadis yang tengah berdiri bersama dengan pemuda yang hampir dikatakan mendekati sempurna itu yang sama sekali tidak tergiur untuk menjadi pasangan hidup dari Uchiha Sasuke.
Pertanyaannya adalah, mengapa gadis dengan surai merah muda yang sudah ditata sedemikian rupa yang membuatnya tampil cantik dan menawan juga gaun pengantin yang melekat indah di tubuhnya malah bersanding dengan Uchiha Sasuke di atas altar pelaminan?
Baik, ingatkah pada opsi pertama? Haruno Sakura, gadis yang dikatakan sangat beruntung itu menjadi satu-satunya sasaran kedua orang tuanya untuk menikah diusianya yang ke dua puluh lima. Alasannya? Jangan tanya mengapa. Tentu saja karena Sakura adalah anak tunggal. Juga karena kedua orang tua Sakura yang bersahabat dengan orang tua dari calon pasangan sehidup-sematinya dan juga karena... Bisakah Sakura menyebut ini sebagai alasan kedua orang tuanya menjodohkannya?
Gadis itu menggilai pekerjaannya.
Sama halnya dengan Uchiha Sasuke. Haruno Sakura memiliki kecerdasan yang berada di atas rata-rata. Menamatkan sekolah kedokterannya semestinya dan langsung terjun ke rumah sakit yang didirikan oleh ayahnya membuatnya mendapatkan jalan yang lebih cepat daripada harus bekerja di rumah sakit lainnya. Dan dalam satu tahun Sakura dapat membuktikan bahwa ia berhasil bukan karena mendapatkan bantuan dalam. Bukan karena ayahnya seorang pemilik rumah sakit tersebut dan lalu ia menjadi berhasil begitu saja. Namun, ia berhasil karena usahanya sendiri.
Gadis yang memiliki iris yang sangat indah itu memiliki kecantikan yang setara dengan artis luar negeri atau tetangga sebelah yang memiliki fans di berbagai negara di dunia. Sakura juga sama. Ia cantik.
Aa, tidakkah mereka serasi? Iya, maksudku adalah Uchiha Sasuke dengan Haruno Sakura itu, tidakkah mereka sangat serasi?
Kembali pada cerita awal, meskipun Uchiha Sasuke dan Haruno Sakura disatukan dalam upacara yang akan mengikat mereka sampai kematian menjemput walau dengan paksaan masing-masing orang tua mereka, mereka sama sekali tidak menolak apapun. Mereka kompak untuk menyetujui apa yang telah di rencanakan, secara tidak sengaja.
Mereka setuju dengan perjodohan yang akan mengikat mereka walau mereka sedikit pun tidak memliki perasaan cinta yang menjadi pelengkap dalam upacara pengikatan mereka. Keduanya tidak saling mencintai. Dan keduanya juga tidak saling membenci. Namun, mereka tetap menjalankan pernikahan dengan serius tanpa adanya kepura-puraan di sana.
Apakah ada sebuah ikatan yang akan bertahan tanpa adanya sebuah perasaan yang disebut cinta tersebut?
Bisakah kalian menebak?
(WARN!) Terinspirasi dari beberapa fiksi. Tetapi tenang, alur masih milik saya karena saya hanya terinspirasi.
Keseluruhan karakter bukan milik saya, SasuSaku dan karakter yang bermain dalam fiksi ini hanya milik Masashi Kishimoto semata.
.
.
.
Chapter 1: Awal Mereka.
.
.
.
Apa yang akan dilakukan oleh pengantin baru ketika malam tiba? Benar, apakah kalian menantikannya? Maksudku, kisah malam pertama Uchiha Sasuke dengan Uchiha Sakura?
Kalau ya, kalian tidak akan mendapatkannya.
Gadis itu tampak terlihat biasa-biasa saja setelah menjalani upacara pernikahannya yang dilaksanakan dari pagi hingga malam. Lelah? Tentu. Sakura lelah. Bagaimana tidak? Ia yang menjadi sorotan utamanya. Ia adalah seorang dokter yang terkenal hanya dalam waktu satu tahun dan ia telah bekerja selama tiga tahun, dan bukan berarti tidak akan banyak yang datang ke pesta pernikahannya. Tentunya, sangat banyak. Rekan kerjanya, rekan kerja ayahnya, dan teman-teman ibunya. Itu baru pihaknya.
Belum lagi, Uchiha Sasuke, sang suami yang sudah pasti menjadi sorotan utama juga seperti dirinya. Salah satu dari pewaris saham terbesar, anak dari Uchiha Fugaku dan Uchiha Mikoto yang memiliki perusahaan ternama dan memiliki cabang di luar negeri, dan juga adik dari Uchiha Itachi yang sukses besar dalam merangkai masa depannya di saat muda. Bukan tidak mungkin tidak akan media massa di acara sekali seumur hidupnya.
Dan Sakura lelah karena harus berdiri untuk menyambut para tamu yang luar biasa banyak.
"Hah," ia menghela napasnya. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya ke sebuah kasur berukuran besar dengan masih berbalut gaun pengantinnya. Biarkan ia beristirahat sebelum membereskan peluh yang membuat sekujur tubuhnya lengket.
Mulai saat ini hingga seterusnya, ia akan memiliki pekerjaan baru selain pekerjaannya menjadi dokter. Ah, rasanya terlalu cepat. Ia masih ingin leluasa dan bebas melakukan pekerjaannya tanpa ada pekerjaan tambahan. Ia merindukan masa-masa lajangnya.
Hei! Kau baru melepas masa-masa lajangmu beberapa jam yang lalu, Sakura!
Tiba-tiba suara yang berasal dari gesekan antara lantai keramik dengan pintu kamar yang berada di sebelah barat laut kasurnya itu mengalihkan pandangan Sakura hingga membuat gadis itu kembali duduk di tepi kasurnya. Ia tahu siapa yang lancang memasuki kamarnya kalau bukan suaminya sendiri. Itu kamar mereka, jelas.
"Kau belum mandi?"
Uchiha Sasuke melonggarkan sedikit dasi hitamnya yang mengikat lehernya sepanjang hari ini. Ia lelah. Kenapa juga ayah dan juga ayah mertuanya menahan dirinya selepas sampai di rumahnya sendiri? Ah, rumah sendiri ya? Iya, benar. Pasangan suami-istri itu tidak tinggal di rumah orang tua mereka. Sasuke sudah memutuskan bahwa mereka akan tinggal di rumah yang telah ia beli sejak lama itu.
Gadis itu menggeleng pelan untuk menjawab pertanyaan Sasuke.
"Yang akan mandi duluan siapa? Aku atau kau?" tanya Sakura yang sudah bangkit dari tempatnya. Tanpa ada kegugupan yang terpancar dalam emeraldnya, Sakura menatap suaminya.
"Kau saja dulu. Kau yang paling lelah diantara kita," Sasuke kemudian berjalan mendekati Sakura yang masih tengah berdiri. Namun, tujuannya yang sebenarnya bukanlah Sakura. Pemuda itu mendudukkan dirinya di sebuah sofa yang berada di belakang Sakura.
Sakura mengangguk. Gadis itu segera saja melesat ke kamar mandi yang berada di sebelah barat daya dari kasurnya. Meninggalkan Sasuke yang tidak bergeming dari tempatnya.
Dan selama gadis yang sekarang telah menjadi istrinya itu membersihkan dirinya, Uchiha Sasuke tetap dalam posisinya yang menyender di sofa hingga tak sadar bahwa ia terjatuh ke alam bawah sadarnya. Faktor lelah, mungkin.
Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan seorang gadis yang sudah memakai piyama berwarna senada dengan surainya namun lebih pucat. Mandi di bawah siraman shower membuat beban dan kelelahannya sedikit menghilang. Ia terlihat lebih segar dari sebelumnya.
Tetapi tepat saat membuka pintu kamar mandinya, iris gadis itu dengan cepat menangkap seseorang yang kini tengah tertidur di sofa yang membelakangi jendela yang tertutup oleh gorden. Gadis itu menarik sudut bibirnya, tersenyum simpul kala melihat sang suami tertidur karena kelelahan.
"Sasuke...-kun," Haru-Uchiha Sakura tampak ragu hanya untuk memanggil nama suaminya. Jelas saja, ia sama sekali tidak mengenal dengan pemuda yang kini telah menjadi suaminya. Bagaimana bisa ia memanggil pemuda itu akrab walaupun mereka sudah menikah?
Tanpa ragu, Sakura menggoyangkan pundak Sasuke yang masih terlelap. Kalau pemuda itu terus-menerus tertidur dengan posisi yang dapat membuatnya sakit pada beberapa bagian tubuhnya, lebih tepatnya pada lehernya, mana tega ia meninggalkannya begitu saja?
"Sasuke-kun, bangunlah! Kau tidak boleh tidur di sini," ucap Sakura pelan dan sambil terus menggoyangkan pundak Sasuke. Sakura berhasil, tidak lama kemudian Sasuke sudah membuka matanya dengan keterkejutan kala menemukan sang istri berdiri tepat di depannya sambil menunduk dan membuat beberapa surainya berjatuhan.
"Akhirnya kau bangun juga. Mandilah dulu, kemudian kau bisa kembali tidur, Sasuke-kun."
Sedikit ada yang mengganggunya sebelum ia memutuskan untuk bersiap mandi. Istrinya memanggil nama depannya, dan dengan tambahan –kun dibelakangnya. Tidakkah ia salah mendengar? Tidak, 'kan?
Ah, lagipula kenapa ia terlalu memikirkan hal itu? Mau istrinya memanggilnya dengan sebutan apa juga itu tidak akan berpengaruh dengan kehidupannya.
"Terima kasih," Sasuke berdiri kemudian meninggalkan Sakura yang sudah beranjak dari tempatnya untuk mengistirahatkan tubuhnya.
.
Mereka sama-sama paham tanpa harus membuat perjanjinya.
Mereka sama-sama menjalankan sebuah sistem yang saling menguntungkan keduanya tanpa sadar.
Sakura menjalankan tugasnya sebagai seorang istri. Dan Sasuke menjalankan tugasnya sebagai seorang suami.
Bukankah mereka sangat serasi? Mereka sangat kompak tanpa harus membahasnya terlebih dahulu.
Atau karena faktor mereka yang berada pada posisi yang sama?
Entahlah, siapa yang tahu?
.
Sasuke membuka kelopak matanya perlahan saat dirasanya sebuah cahaya yang berhasil menerobos pertahanannya. Pagi telah tiba. Dan ia sudah tidak menemukan sang istri yang tertidur di sisi kirinya.
"Selamat pagi, Sasuke-kun."
Gadis yang sudah mengenakan pakaian yang sopan berdiri di membelakangi jendela. Sekarang pemuda itu tahu, yang membuat cahaya menerobos pertahanan pemuda itu adalah istrinya sendiri. Uchiha Sakura.
"Kau akan bekerja?" tanya Sasuke ketika ia sudah mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Kesadarannya masih belum semua terkumpul.
"Hm!" Sakura mengangguk sambil tersenyum tipis. Rasanya agak kaku ketika ia mengembangkan senyumnya untuk suaminya. Tetapi ini demi tugasnya. Tugasnya menjadi istri seorang Uchiha Sasuke.
Sebelumnya ia berpikir untuk tidak menampilkan kebiasaannya kalau bukan di rumah sakit. Gadis itu terkenal akan keramahannya, juga tentang senyumnya yang mampu memikat para pasiennya. Ia disegani oleh para pasiennya. Namun, diluar pekerjaannya, Sakura jarang menampilkan ekspresi yang berlebihan. Ia seperti memiliki dua kepribadian.
Dan pemikirannya berubah. Mungkin ada baiknya ia juga bersikap ramah dan mengembangkan senyumnya untuk sang suami. Bukankah itu termasuk ke dalam tugas seorang istri? Melayani suami dengan baik.
"Aku sudah menyiapkan sarapan. Aku akan menunggumu di bawah, kita makan bersama."
Dan setelahnya, Sakura sudah tidak ada lagi di dalam ruangan mereka. Ia sudah keluar dari kamar mereka dengan membawa jas dokternya. Sedangkan Sasuke sendiri segera beranjak dari tempatnya dan bersiap untuk bekerja.
Tidak butuh waktu yang lama, Sasuke sudah siap dengan penampilan yang mampu memikat siapapun. Jika Sakura dapat memikat para pasiennya, Sasuke juga dapat memikat para karyawannya, bahkan lebih dari itu. Sasuke dapat memikat siapapun yang melihatnya, terkecuali istrinya sendiri.
Atau mungkin karena keduanya sama-sama memikat dan membuat terjadinya penolakan untuk menerima pesona yang sama besarnya dari lawannya?
Huh, entahlah.
Pemuda itu melangkahkan kakinya menuju ruang makan. Ia mendapati Sakura yang sudah duduk manis di tempatnya. Hidangan yang cukup untuk dua orang itu menyapa penciuman Sasuke, aromanya harum.
Dan akhirnya sarapan pagi pertama mereka berjalan dengan sangat hening. Sasuke maupun Sakura tentu tahu etika ketika sedang makan. Bahkan suara alat makan yang bergesekkan dengan piring pun tidak ada, semua berjalan dengan hening.
Sampai akhirnya sepasang suami istri itu telah selesai dengan sarapan mereka.
Tanpa mengatakan sepatah kata apapun, Sasuke langsung berdiri dari tempatnya dan berjalan menuju ke arah ruang kerjanya. Sedangkan gadis bersurai merah muda itu hanya diam sambil mengangkat peralatan makan yang telah selesai digunakan.
Ia tidak mengharapkan apapun.
Ia tidak seperti istri kebanyakan yang mengharapkan pujian dari suaminya akan masakan buatanya. Sakura berbeda. Memangnya ada aturan kalau seorang suami harus mengatakan pujian untuk istrinya dan seorang istri menunggu pujian yang akan dilontarkan oleh suaminya?
Haha, kalian ingat? Sakura mencintai pekerjaannya dan tidak perduli akan apapun yang tidak berhubungan dengan pekerjaannya.
Setelah selesai dengan urusan masing-masing, Sakura maupun Sasuke bertemu di ruang tamu. Waktu yang sangat tepat tanpa jeda sedikit pun. Layaknya mereka sudah diatur dari awal oleh benang takdir untuk saling bertemu tanpa harus berkomunikasi.
"Aku akan mengantarmu ke rumah sakit."
Tidak banyak yang mereka obrolkan. Atau katakan saja tidak ada sama sekali. Di dalam mobil yang memiliki ruangan yang lebih sempit di banding rumahnya saja tetap membuat mereka saling diam dan memikirkan masalah masing-masing.
Katakan saja mereka sangat luar biasa. Baru sehari menjadi sepasang suami istri tidak membuat mereka mencoba untuk saling mengenal satu sama lain yang notabene mereka disatukan bukan atas dasar cinta. Tapi apakah mereka masih sanggup untuk sehari, sebulan, setahun, atau bahkan lebih dari itu untuk saling diam satu sama lain?
Tidak ada yang tahu. Hanya Tuhan dan takdirlah yang dapat melihat bagaimana mereka ke depannya. Mungkin semua butuh proses untuk keduanya.
Sakura sadar kalau ia sudah sampai ke tempat tujuan. Tepat di depan rumah sakit dengan banyaknya suster, pasien, dan juga penjenguk yang sudah berdatangan dan sibuk dipagi hari membuat seulas senyum mengembang. Ia sangat menyukai pemandangan ini.
"Terima kasih telah mengantarku. Sampai jumpa," Sakura membuka pintu mobil milik Sasuke. Namun, langkahnya terhenti ketika sebuah tangan menahannya sebelum melangkah jauh meninggalkan pemuda itu sendiri.
"Telepon aku jika kau sudah ingin pulang."
"Baiklah," Sakura tersenyum sambil melambaikan telapak tangannya yang kosong ke arah pemuda yang menatapnya datar, "Hati-hati di jalan, Sasuke-kun."
"Kau juga."
.
Warna mereka?
Bukankah kalau sesuatu yang gelap dipadukan dengan sesuatu yang terang benderang akan menghasilkan sesuatu yang menarik? Anggap saja seperti dalam sebuah kisah dengan tokoh yang terjebak ke dalam kegelapan, haus akan balas dendam tak berujung, namun kemudian kembali ke jalan yang terang berkat kedua temannya yang memiliki warna hati yang cerah. Menarik bukan?
Tetapi kenapa itu tidak berlaku untuk Sasuke dan Sakura?
Hidup mereka terlalu monoton untuk dijalani. Warna mereka seperti hasil cetak foto zaman dahulu, abu-abu.
Atau karena keduanya memiliki banyak kemiripan yang membuat hidup mereka terlalu monoton untuk dijalani?
Kalau perumpamaannya adalah seperti ini, berarti di dunia yang sangat luas ini tidak semua hal yang berwarna gelap dengan terang jika dicampur-adukkan menjadi sesuatu yang menarik.
Sasuke hitam.
Sakura putih.
Kau tahu apa warna yang akan dihasilkan jika kedua warna tersebut digabungkan menjadi satu?
Ya, abu-abu berada di sana.
Kau tahu apa artinya?
.
Tsuzuku.
.
Catatan Penulis:
Konbanwa, saya tau kalau ini cerita mainstream (banget), apalagi temanya jelas pasaran. Saya tau. Tapi entah kenapa ketulis gitu aja pas saya lagi ngetik sehabis baca ff dengan tema yang sama. Dan lagi, ini langkah awal saya untuk memulai semuanya.
Cemburu aja gitu ketika baca ff multichapter. Seiring berjalannya chapter, sang author semakin baik dalam hal penulisan. Dan saya ingin seperti itu. Bisa kehitung banyak sekali cerita saya yang multichapter di folder tetapi berhenti ditengah-tengah. Rasanya ada yang berbeda.
Agak ragu juga mau ngepublish multichapter pertama saya, takut-takut malah buntu karena mood yang suka naik turun. Tapi ya, semua ada resikonya. Jadi saya putuskan untuk menaruh tanggung jawab saya dengan mempublish cerita ini.
Sekiranya begitu saja, mohon bantuan dan bimbingannya. Semoga suka, minna.
Ah ya, satu lagi. Saya tukang ngaret dan suka ngedrop. Jadi saya tidak akan menetapkan waktu update untuk chapter selanjutnya dan seterusnya. Tetapi tetap saya usahakan untuk update cepat dan terus melanjutkan cerita ini sampai akhir.
Berhubung senin saya UAS, selamat berjuang bagi yang UAS. Sampai jumpa lain waktu!
Review?
